BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur
penentu status kesehatan neonatal. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai
sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan
periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian
bayi (Safarina, 2011).
Menurut Wibawa (2008), faktor yang berhubungan dengan terjadinya
kematian pada bayi salah satunya asfiksia, dimana terdiri atas faktor ibu dan
janin. Faktor ibu meliputi usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, pre-eklamsi, ketuban pecah dini, dan partus lama. Faktor janin meliputi
lilitan tali pusat, letak sungsang, dan BBLR. Sedangkan menurut Manuaba
(2010), ada 8 faktor yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia neonatorum,
yaitu berat lahir rendah, ketuban pecah dini, persalinan lama, tindakan
persalinan seksio Cesaria, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, riwayat obstetri jelek, kelainan letak janin dan status ANC buruk.
Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi
lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di
Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa
neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang
meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir
rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan
kealainan congenital (WHO, 2012).
D.
Manfaat
a. Bagi Mahasiswi
Dapat memahami dan menambah pengetahuan mengenai penyulit
yang sering terjadi pada bayi baru lahir yaitu asfiksia, diharapkan
mahasiswi dapat menanganinya dalam lingkungan masyarakat.
b. Bagi Petugas Kesehatan
Dapat melakukan proses persalinan dengan penuh hati-hati, yaitu
untuk mengurangi asfiksia pada neonatus ketika bayi lahir.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teori
1. Anatomi fisiologi sistem pernafasan
Pada manusia, pernapasan terjadi melalui alat-alat pernapasan yang
terdapat dalam tubuh atau melalui jalur udara pernapasan untuk menuju
sel-sel tubuh. Struktur organ atau bagian-bagian alat pernapasan pada
manusia terdiri atas Rongga hidung, Farings (Rongga tekak), Larings
(kotak suara), Trakea (Batang tenggorok), Bronkus dan Paru-paru.
Alat pernapasan manusia terdiri atas beberapa organ, yaitu:
a. Rongga Hidung
Hidung adalah bangunan berongga yang terbagi oleh sebuah sekat
di tengah menjadi rongga hidung kiri dan kanan. Hidung meliputi
bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian internal berupa
rongga hidung sebagai alat penyalur udara.
Di bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping hidung)
anterior dan di belakang berhubungan dengan bagian atas farings
(nasofaring). Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi bagian
vestibulum, yaitu bagian lebih lebar tepat di belakang nares anterior,
dan bagian respirasi.
Permukaan luar hidung ditutupi oleh kulit yang memiliki ciri
adanya kelenjar sabesa besar, yang meluas ke dalam vestibulum nasi
Larings
cairan
atau
benda
padat
masuk
ke
dalam
batang
tracheobronchial.
d. Trakea (Batang tenggorok)
Trakea adalah tabung terbuka berdiameter 2,5 cm dan panjang 10
sampai 12 cm. Trakea terletak di daerah leher depan esophagus dan
10
11
dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan
paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus
dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe,
arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli.
Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber, yaitu:
1) Arteri bronchial yang membawa zat-zat makanan pada bagian
conduction portion, bagian paru yang tidak terlibat dalam pertukaran
gas. Darah kembali melalui vena-vena bronchial.
2) Arteri dan vena pulmonal yang bertanggungjawab pada vaskularisasi
bagian paru yang terlibat dalam pertukaran gas yaitu alveolus.
2. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktorfaktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi
lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan
bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan
12
13
3.
c. Faktor Bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang
berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya
faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan
keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan
tetapi,
adakalanya
faktor
risiko
menjadi
sulit
dikenali
atau
14
jantung.
Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan
c.
otot jantung
Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan
tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah
15
di
otak
maka
ada
16
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional
dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
(Anonim: Online).
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus
tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti,
denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang
secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika
berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terlihat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah
dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. (Anonim: Online)
.
6. Diagnosis
17
18
0
Biru
Seluruh
1
Ekstremitas
Kebiruan
2
Merah
Seluruh
Tidak ada
< 100
>100
Tidak Ada
Respon
Reflek
Menangis
Lemah
Sedikit Reflek
Gerak Aktif
Tidak ada
MegapMegap,Merintih
Menangis
Kuat
19
Kelompok
Asidosis Berat
Kelompok
Asidosis Ringan
2.898 365,6
3.032 354,5
14 (44)
15 (48)
16 (52)
18 (56)
7,09 0,1
177,22 77,14
26,84 9,73
- 14,96 4,39
7,24 0,4
181,94 70,61
24,68 6,38
- 12,74 3,52
26,6911,8
27,06 12,9
1,090,5
0,89 0,5
20
21
Umur
Jenis Kelamin
Tanggal lahir
Tanggal Masuk
BB/PB
Apgar Score
Anak ke
Nama Ayah
Pekerjaan Ayah
Pendidikan Ayah
Nama Ibu
Pekerjaan Ibu
Pendidikan Ibu
Alamat
22
Diagnosa Medik
b. Keluhan Utama
Biasanya bayi masuk dengan keluhan bayi baru lahir dengan APGAR
score rendah, tidak menangis, dan lama bernafas.
c. Riwayat Kesehatan
1)
2)
23
1. Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik,
keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia
berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi
trauma pada waktu kehamilan.
2. Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus
lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala
anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius
terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak,
placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin abnormal, lilitan tali
pusat, dan kesulitan lahir
3. Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis
metabolic, perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
e. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum
: lemah
24
3) Hidung
I : simetris, terdapat pernafasaan cuping hidung, usaha nafas
minimal
P : tidak terdapat fraktur, tidak ada nyeri tekan, tidak ada polip,
terdapat cairan ketuban
4) Telinga
I : simetris, tidak ada serumen
P : tidak ada nyeri tekan
5) Mulut
I : mukosa basah, terdapat cairan ketuban di jalan nafas, anak tidak
menangis
P : tidak ada nyeri tekan, kelainan mulut
6) Leher
I : simetris, tidak ada peningkatan JVP
P : tidak ada pembesaran kalenjer tiroid
7) Thorak
a) Paru-paru
25
I : normal
P : tidak terdapat massa
26
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Ph darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa Ph nya, adanya sidosis menyebabkan
turunnya Ph. Apabila Ph itu sampai turun <7,2 hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya (Wiknjosastro, 2007)
2) Analisa gas darah
Analisa dilakukan pada darah arteri penting untuk mengetahui
adanya asidosis dan alkalosis respiratorik. Hal ini diketahui dengan
tingkat saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk
mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin,
2008).
3) Elektrolit darah
Komplikasi
metabolisme
terjadi
didalam
tubuh
akibatnya
4) Gula darah
27
Intervensi
NIC I : Suction jalan
nafas
1. Tentukan kebutuhan
oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah
suction .
3. Beritahu keluarga
tentang suction.
4. Bersihkan daerah
bagian tracheal setelah
suction
selesai
dilakukan.
5.
Monitor
status
oksigen pasien, status
hemodinamik
segera
sebelum, selama dan
sesudah suction.
6. gunakan alat yang
steril setiap melakukan
tindakan.
7. anjurkan pasien untuk
istirahat
dan
napas
dalam setelah kateter
dikeluarkan
dari
nasotrakeal.
28
normal.
6. Keseimbangan
perfusi ventilasi
8. ajarkan keluarga
bagaimana
cara
melakukan suction.
9. hentikan suction dan
berikan oksigen apabila
pasien
menunjukkan
bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
NIC II : Resusitasi :
Neonatus
1. Siapkan perlengkapan
resusitasi
sebelum
persalinan.
2. Tes resusitasi bagian
suction dan aliran O2
untuk memastikan dapat
berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di
bawah lampu pemanas
radiasi.
4.
Masukkan
laryngoskopy
untuk
memvisualisasi trachea
untuk
menghisap
mekonium.
5.
Intubasi
dengan
endotracheal
untuk
mengeluarkan mekonium
dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi
taktil pada telapak kaki
atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi
untuk
memastikan
vetilasi adekuat.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan
pola
nafas
menjadi
efektif.
29
respirasi : Ventilasi
1. Pasien
menunjukkan
pola nafas yang
efektif.
2. Ekspansi
dada
simetris.
3. Tidak ada bunyi
nafas tambahan.
4. Kecepatan
dan
irama
respirasi
dalam
batas
normal.
Risiko
ketidakseimbangan
suhu tubuh b.d
kurangnya suplai
O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan
suhu
tubuh normal.
NIC I : Perawatan
Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari
kedinginan
dan
tempatkan
pada
lingkungan yang hangat.
NOC
I
: 2. Monitor gejala yang
Termoregulasi
: berhubungan
dengan
Neonatus
hipotermi, misal fatigue,
Kriteria Hasil :
apatis, perubahan warna
1. Temperatur
kulit dll.
badan
dalam 3. Monitor temperatur
30
batas normal.
2. Tidak
terjadi
distress
pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan
warna kulit.
5. Bilirubin dalam
batas normal.
Resiko
infeksi
berhubungan
dengan penurunan
daya tahan tubuh
NOC:
1. Immune status
2. Infection control
3. Risk control
Kriteria hasil:
1. Klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
2. Mendeskripsika
n proses
penularan
penyakit, factor
yang
mempengaruhi
penularan serta
31
penatalaksanaan
nya
3. Menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya
infeksi
4. Jumlah leukosit
dalam batas
normal
5. Menunjukkan
perilaku hidup
sehat
BAB III
32
LAPORAN KASUS
PADA BAYI.I dengan ASFIKSIA NEONATORUM
: By. I
Tanggal Masuk
: 8 September 2015
Tanggal Pengkajian
: 8 September 2015
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal lahir/usia
: 0 hari
BB/PB
: 3500 gram/ 47 cm
Apgar Score
: 4/5
Anak ke
:1
Nama Ayah
: Tn.H
Pekerjaan Ayah
: Wiraswasta
Pendidikan Ayah
: SMK
Nama Ibu
: Ny. I
Pekerjaan Ibu
Pendidikan Ibu
: SMA
Alamat
Kec.Banuhampu
Diagnosa Medis
: Asfiksia Neonatorum
33
Bayi lahir spontan hari Selasa tanggal 8 September 2015 jam 04.30
dengan indikasi G1P0A0H0, 40-41 minggu + ketuban pecah dini 11 jam.
Pada saat lahir bayi tidak menangis dan bernafas, dilakukan resusitasi
suction (+) pada jalan nafas bayi, dan bagging (+). Setelah itu dilakukan
pemeriksaan GDR di dapatkan GDR 133 mg/dL. Jenis kelamin laki-laki,
berat bayi 3500 gram, dengan panjang 47 cm, apgar score 1/1. Pada saat
lahir ketuban berwarna hijau kental, bau, leukosit ibu 18.350 mg/dL. Bayi
sudah di injeksi Neo-K dan gentamicin tetes mata.
C. Riwayat Prenatal (ANC)
1. Jumlah Kunjungan
2. Bidan/ Dokter
: Bidan
: -
: + 20 kg
6. Komplikasi obat
: -
: -
: -
9. Riwayat hospitalisasi
: tidak ada
:O
: tidak direncanakan
D. Riwayat Persalinan
1. Awal persalinan
: 20.00 WIB
2. Lama persalinan
: + 30 menit
34
: ada
E. Riwayat Kelahiran
1. Lama Kala II
: + 20 menit
2. Cara melahirkan
: Pervaginam + induksi
3. Tempat melahirkan
: Rumah Sakit
4. Obat-obatan
: tidak terkaji
F. Riwayat Postnatal
1. Usaha nafas dengan bantuan
()
:-
4. Adanya Narkosis
:-
G. Riwayat Sosial
1. Struktur keluarga
2. Budaya
: Minangkabau
Suku
: Minang
Agama
: Islam
Bahasa Utama
: Minang
Tanpa bantuan
35
: ASI
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
Keuangan
: aman terkendali
Tingkah Laku
Menyentuh
Memeluk
Berbicara
Berkunjung
Memanggil nama
Kontak mata
Ayah
: orang tua
: iya
: iya
: ada
Reflek Suching
: ada
Reflek Ekstrusion
: ada
Reflek Babinski
: ada
Reflek Glabellar
: ada
36
H. Pengkajian Neonatus
1. Reflek
Moro
()
Menggenggam
()
Menghisap
()
: lemah
3. Kepala/ leher
a. Fontanel Anterior
: Datar
b. Sutura Sagitalis
:Tepat
c. Gambaran Wajah
:Simetris
d. Molding
:Caput Succedanum ()
Cephalotoma
4. Mata
: Bersih
5. THT
a. Telinga
b. Hidung
: Normal
: Normal
6. Abdomen
a. Lunak
b. Lingkar Perut
: 30 cm
c. Liver
: < 2 cm
7. Toraks
a. Simetris
()
37
b. Klavikula normal
8. Paru-paru
a. Suara nafas kanan dan kiri sama
()
()
Frekuensi : 146
10. Ekstremitas
Gerakan bebas
(v)
Nadi perifer
Brakial kanan
Brakial kiri
Femoral kanan
Femoral kiri
Keras
Lemah
11. Umbilikus
Normal
()
Drainase
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Tidak ada
38
Panggul
12. Genitalia
Laki-laki normal ()
13. Anus paten
()
14. Kulit
Warna
15. Suhu
a. Lingkungan
Inkubator
:
()
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Elektrolit
Kalsium darah (ion) : 8,9 mg/dl (N : 9-11)mg/dL
Kalium : 4,45 mEq/L
(N: 3,5-5,5)mEq/L
Natrium : 135,0
(N: 135-147)
Khlorida : 100,3
(N: 100-106)
(N: 8,6-10)mg/dL
Hb : 15,8 q/dl
39
J. Analisa Data
No Data
Etiologi
Kelemahan otot
pernafasan
Ds : Do :
1. Penurunan tekanan
inspirasi
2. RR : 75x / menit
3. Menggunakan otot bantu
nafas
4. Nafas cuping hidung
5. Bayi tampak megap
megap dalam bernafas
6. N : 154x/ menit
7. Bayi menggunakan
Masalah
Keperawatan
Pola nafas tidak
efektif
40
CPAP 21%
2
Ds :
Do :
1.
2.
3.
4.
Paparan
lingkungan
dingin
Ds :
Do :
1. Tampak terpasang cairan
IVFD kogtil (d 10% 400
cc + NaCl 0,9% 100cc +
Ca glukonas 10 cc+ KcL
10 cc) 9 tts / menit
2. Bayi tidak menyusui
langsung dengan ibu
3. Bayi sedang dipuasakan
4. Terpasang Aminofusin
60 cc/ 24 jam
5. Warna kulit pucat
6. Bibir tampak kering
7. Turgor kulit kering
8. Na 135,0 mEq/L
Ketidakmampuan
Suhu 35,6oC
Bayi tampak lemah
Bayi tampak meringis
Bayi di indakasikan
untuk rawat dalam
inkubator
5. Warna kulit bayi pucat
6. Nadi 154x/ menit
7. Nadi di radialis teraba
lemah
tubuh
Hipotermia
Resiko
Ketidakseimban
dalam gan cairan
pengaturan cairan
Ds :
Ketidakmampuan
Ds :
mencerna
1. Tampak terpasang OGT
makanan
decompresi
2. Bayi tidak menyusui
langsung dengan ibu
3. Bayi dipuasakan
4. Turgor kulit kering
5. Mulut bayi tampak
kering
6. GDR 133 mg/dL
7. Terpasang Aminofusin
60 cc / 24 jam
8. Terpasang infus D 10% +
meylon 25 cc
Resiko
ketidakseimbang
an pemenuhan
kebutuhan
nutrisi
41
Ds :
Do :
1. Bayi mendapat therapy
obat ampicilin 2x175 mg
2. Mukosa bibir kering
3. Lidah berwarna putih
4. Bayi mendapat
kandistatin 4x0,4 cc
5. RR = 75x / menit
6. Ketuban ibu saat
melahirkan berwarna
hijau kental dan bau
7. Leukosit ibu 18.350
mg/dL
K. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2. Hipotermia berhubungan dengan paparan lingkungan dingin
3. Resiko
ketidakseimbangan
cairan
berhubungan
dengan
L. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan
42
Pola
nafas
tidak efektif
b.d
kelemahan
otot
pernafasan
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan
pola
nafas
menjadi
efektif.
Kriteria hasil
NOC
:
Status
respirasi : Ventilasi
5. Pasien
menunjukkan pola
nafas yang efektif.
6. Ekspansi
dada
simetris.
7. Tidak ada bunyi
nafas tambahan.
8. Kecepatan
dan
irama
respirasi
dalam
batas
normal.
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas
yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda
43
Risiko
hipotermia
b.d paparan
lingkungan
dingin
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan
suhu
tubuh normal.
tanda hipoventilasi
7.
Monitor
adanya
kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
NIC
I
:
Perawatan
Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari
kedinginan dan tempatkan
pada
lingkungan
yang
hangat.
2. Monitor gejala yang
berhubungan
dengan
hipotermi, misal fatigue,
apatis, perubahan warna
kulit dll.
3. Monitor temperatur dan
warna kulit.
4. Monitor TTV.
5.
Monitor
adanya
bradikardi.
6.
Monitor status
pernafasan.
NOC
I
:
Termoregulasi
:
Neonatus
Kriteria Hasil :
6. Temperatur
badan
dalam
batas normal.
7. Tidak
terjadi
distress
pernafasan.
8. Tidak gelisah.
9. Perubahan warna
kulit.
10. Bilirubin dalam
NIC II : Temperatur
batas normal.
Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL
setiap 2 jam sampai suhu
stabil.
2. Jaga temperatur suhu
tubuh bayi agar tetap
hangat.
3. Tempatkan BBL pada
inkubator bila perlu.
4. monitor vital sign
5. tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
6. selimuti pasien untuk
mencegah
hilangnya
kehangatana tubuh
7. diskusikan pentingnya
pengaturan suhu dan efek
negatif dari kedinginan
8. berikan antipiretik bila
perlu
9. monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
44
3.
4.
Resiko
Ketidakseimb
angan cairan
berhubungan
dengan
ketidakmamp
uan tubuh
dalam
pengaturan
cairan
NOC:
1. Fluid balance
2. Hydration
3. Nutrition status:
food and fluid
intake
Kriteria hasil:
1. Mempertahankan
urine output
sesuai usia, BB,
BJ urine normal,
HT normal
2. Vital sign normal
3. Tidak ada tandatanda dehidrasi,
elastisitas turgor
kulit baik,
membran
mukosa lembab,
tidak ada rasa
haus yang
berlebihan.
NIC: Hypovolemia
Management
1. Monitor status cairan
intake & output
2. Monitor vital sign
3. Monitor Hb dan Ht
4. Monitor respon pasien
terhaap penambahan
cairan
5. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
6. Pemberian cairan IV
7. Monitor adanya tanda
dan gejala kelebihan
volume cairan
Resiko nutrisi NOC:
NIC: Manajemen nutrisi
kurang dari 1. Nutritional status: 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan
food and fluid
makanan
tubuh
intake
2. Kolaborasi dengan ahli
berhubungan 2. Nutritional
gizi untuk menentukan
dengan tidak
status: nutrient
jumlah kalori dan nutrisi
bisa
intake
pasien
mencerna
3. Weight control
3. Berikan makanan
makanan
Kriteria hasil:
terpilih sesuai gizi
45
1. Adanya
peningkatan BB
sesuai tujuan
2. Tidak ada tandatanda malnutrisi
3. Menunjukkan
peningkatan
fungsi
pengecapan dari
menelan
4. Tidak terjadi
penurunan BB
yang berarti.
5.
46
8. Menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya infeksi
9. Jumlah leukosit
dalam batas
normal
10. Menunjukkan
perilaku hidup
sehat
M. Implementasi Keperawatan
No
1.
Hari/
Dx
tanggal
kep.
Selasa/ 08 Dx I
september
2015
Implementasi
Evaluasi
S:Mengkaji kepatenan
O:
jalan nafas
1. Suara nafas pada
Auskultasi suara nafas
keseluruhan lapang
pada keseluruhan
paru vesikuler
lapang paru By.I
2. Saturasi O2 95%
Monitor aliran CPAP
3. Menggunakan CPAP
Monitor saturai O2 bayi
F102 21%
Monitor TTV pada bayi 4. N: 148x/i
Monitor penurunan
S: 35,60C
kesadaran
P: 65x/i
5. Kesadaran
composmentis
47
Dx II
Dx III
Menempatkan bayi
dalam inkubator
Monitor suhu pada
inkubator 310 C
Monitor TTV bayi
Melihat perubahan
warna kulit pada bayi
Mengganti popok bayi
ketika sudah terisi
untuk mencegah
perpindahan panas
S:Menghitung diuresis
O:
bayi
Menimbang popok bayi 1. Terpasang IVFD D
10% + meylon 25cc
Monitor turgor kulit
9 tts/ menit
dan membran mukosa
2.
Diuresis:
bayi
3,7cc/kgBB/jam
Monitor aliran cairan
A: masalah cairan
IVFD D 10% + meylon
belum teratasi, diuresis
25 cc 9 tts/menit
bayi masih lebih dari
normal, turgor kulit
kering
P: intervensi dilanjutkan
48
2.
49
Dx II
Dx III
composmentis
A: masalah pola nafas
belum teratasi, pola
nafas tidak efektif,
pernafasan masih cepat
P: intervensi
dilanjutkan, pantau
aliran oksigen dengan
menggunakan CPAP,
pantau perubahan status
pernafasan
S:Monitor warna kulit
O:
bayi
1. Warna kulit bayi
Monitor TTV
sudah mulai agak
Monitor suhu inkubator
memerah
bayi
2. N: 132x/i
Monitor kualitas nadi
S:36,90C
bayi
P: 65x/i
3. Nadi teraba di bagian
perifer 132x/i reguler
4. Suhu incubator 310 C
A: masalah hipotermi
teratasi, suhu tubuh bayi
dalam rentang normal,
warna kulit sudah mulai
baik
P: intervensi dilanjutkan
dalam pemantauan
perubahan suhu tubuh
bayi
S:Menghitung diuresis
O:
bayi
Menimbang popok bayi 1. Terpasang IVFD
D10%+meylon 25cc
Monitor turgor kulit
8 tts/ menit
bayi
2. ASI 8x3cc/OGT
Monitor vital sign
3. Diuresis:
Menitor aliran IVFD
0,95cc/kgBB/jam
pada bayi D 10% +
A: masalah cairan mulai
meylon 50 CC/ 24 jam sedikit teratasi, diuresis
Melakukan pengecekan sudah mendekati
letak OGT sebelum
normal, membran
memberi asupan
mukosa lembab
parenteral pada bayi
P: intervensi dilanjutkan
dalam pemberian ASI
melalui OGT, infus, dan
mengontrol diuresis
50
bayi
Dx IV
Dx V
S:O:
1. konjungtiva tidak
anemis
2. turgor kulit baik
3. Mukosa lembab
4. terdapat edema pada
tangan yang diinfus
5. ASI 8x3 cc/ OGT
A: masalah nutrisi
masih belum teratasi,
bayi masih belum ASI
dengan ibunya
P: intervensi dilanjutkan
dalam pemberian ASI
dan pemantauan
penurunan BB yang
berarti
S:Memberikan therapy
O:
injeksi ampicillin
1.
Pasien dalam
2x175mg, gentamicin
incubator
1x17,5 mg
2.
Suhu 36,90C
Mengkaji suhu tubuh
3.
Bayi
pasien
mendapatkan injeksi
Membatasi pengunjung
antibiotik
Mencuci tangan
A: masalah resiko
sebelum dan sesudah
infeksi belum teratasi,
tindakan
bayi masih dalam
Mempertahankan
pemberian antibiotik,
lingkungan aseptik
pantau tanda-tanda
Monitor peningkatan
infeksi pada bayi
leukosit
P: intervensi dilanjutkan
pantau suhu tubuh bayi,
tanda gejala infeksi
Memberikan ASI
melalui OGT pada
bayi
Mengkaji turgor kulit
bayi
monitor kulit kering
monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
catat adanya edema dan
lidah berwarna putih
51
Kamis/10 Dx I
september
2015
Dx II
S:O:
1. Suara nafas vesikuler
2. Saturasi O2 92%
3. Menggunakan CPAP
F102 21% PEEP 6
mmHg
4. N: 148x/i
S: 37,80C
P: 60x/i
5. Kesadaran
composmentis
A: masalah pola nafas
belum teratasi, pola
nafas tidak efektif,
pernafasan masih cepat
P: intervensi
dilanjutkan, pantau
aliran oksigen dengan
menggunakan CPAP,
pantau perubahan status
pernafasan
S:Monitor perubahan
O:
warna kulit
1. Warna mulai baik
Monitor TTV
berwarna kemerahan
Monitor suhu inkubator
2. N: 132x/i
300 C
S:37,80C
P: 60x/i
3. Akral hangat
Nadi 148x/i reguler
A: masalah hipotermi
teratasi, bayi mengalami
peningkatan suhu tubuh
diatas normal
P: intervensi tretament
fever dilakukan
1. Monitor suhu
sesering mungkin
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Menitor p-enurunan
kesadaran
4. Kolaborasi
pemberian
antipiretik
5. Berikan cairan
intavena
Auskultasi suara nafas
bayi
Monitor irama
pernafasan pada bayi
Memantau aliran CPAP
F102 21% PEEP 6
mmHg
Monitor saturasi O2
bayi
Monitor TTV
Monitor penurunan
kesadaran
52
6. Kompres pasien
pada lipat paha
maupun aksila
7. Selimuti pasien
8. Tingkatkan sirkulasi
udara
Dx III
Dx IV
Dx V
Menghitung intake,
output dan diuresis
pasien
Menimbang popok bayi
Monitor status hidrasi
Monitor vital sign
Mengontrol cairan
IVFD
S:O:
1. Terpasang IVFD
kogtil 9 gtt/i
2. ASI 8x10 cc/OGT
3. Diuresis:
0,83cc/kgBB/jam
4. Aminofusin 60 cc/24
jam
A: masalah cairan mulai
sedikit teratasi, diuresis
sudah mendekati
normal, membran
mukosa lembab
P: intervensi dilanjutkan
dalam pemberian ASI
melalui OGT, infus, dan
mengontrol diuresis
bayi
Memberikan ASI
melalui OGT pada
bayi
Mengkaji turgor kulit
bayi
monitor kulit kering
monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
catat adanya edema dan
lidah berwarna putih
mengecek GDR pasien
Memberikan therapy
injeksi ampicillin
2x175mg, gentamicin
1x17,5 mg
Mengkaji suhu tubuh
pasien
Membatasi pengunjung
S:O:
1. konjungtiva tidak
anemis
2. turgor kulit baik
3. terdapat edema pada
tangan yang diinfus
4. GDR 66 mg/dl
A: masalah nutrisi
belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
S:O:
1.Pasien dalam
incubator
2. Suhu 37,80C
3. pasien dalam teraphy
antibiotik
53
Jumat/11 Dx I
september
2015
Dx II
Mencuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan
Mempertahankan
lingkungan aseptik
Monitor peningkatan
leukosit
A: masalah resiko
infeksi belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
54
Menghitung intake,
output dan diuresis
pasien
Menimbang popok bayi
Monitor status hidrasi
Monitor vital sign
Mengontrol cairan
IVFD
S:O:
1. Terpasang IVFD
kogtil (D10%
400cc+ NaCl 0,9%
100cc+Ca glukonas
10cc+Kcl 10cc) 4
gtt/i mikro
2. ASI 8x10 cc/OGT
3. Diuresis:
0,78cc/kgBB/jam
4. Aminofusin 60 cc/24
jam
A: masalah cairan
belum teratasi diuresis
kurang dari normal,
terdapat defisit volume
cairan pada bayi
P: intervensi dilanjutkan
timbang popok bayi,
monitor vital sign,
kontrol status hidrasi,
monitor masukan dan
hitung intake kalori
harian, monitor status
nutrisi
Memberikan ASI
melalui OGT pada
bayi
Mengkaji turgor kulit
bayi
monitor kulit kering
monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
catat adanya edema dan
lidah berwarna putih
mengukur GDR bayi
S:O:
1. konjungtiva tidak
anemis
2. turgor kulit baik
3. terpsang OGT
4. aminofusin 50 cc/24
jam
5. ASI 8x10cc
6. GDR 63 mg/dL
A: masalah nutrisi mulai
teratasi bayi sudah
minum ASI 10 cc / OGT
P: intervensi dilanjutkan
dalam pemantauan BB
bayi, monitor perubahan
status nutrisi pada bayi
Memberikan therapy
S:-
Dx IV
Dx V
55
Sabtu/12
Dx I
injeksi ampicillin
2x175mg, gentamicin
1x17,5 mg
Karnystatin 4x0,3 gr
Mengkaji suhu tubuh
pasien
Membatasi pengunjung
Mencuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan
Mempertahankan
lingkungan aseptik
Monitor peningkatan
leukosit
Bayi cek pemeriksaan
billirubin
O:
1.Pasien dalam
incubator
2. Suhu 36,60C
3. hasil labor:
Bil. D 8,9 mg/dl
Bil. T 18,93 mg/dl
HB 13,7 g/dL
RDC 4,11
WBC 4,03
PLT 77.000
4. Bayi tampak kuning
A: masalah resiko
infeksi belum teratasi,
bayi masih dalam terapi
antibiotik
P: intervensi dilanjutkan
dalam monitor tandatanda infeksi pada bayi,
meningkatkan nutrisi,
dan pertahankan
lingkungan inkubator
yang aseptik. Masalah
kuning pada tubuh bayi
telah dilakukan cek
bilirubin dan diberikan
foto teraphy, dihentikan
ketika bayi demam atau
suhu tubuh bayi
meningkat, dengan
intervensi :
1. Mobilisasi pasien
setiap 2 jam agar
teraphy mendapatkan
hasil yang baik dan
seluruh tubuh
terkena sinar
2. Lindungi daerah
mata dan genitalia
3. Kaji respon bayi
terhadap terapi sinar
4. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
5. Kolaborasi
pengecekan bilirubin
pada bayi
O:
56
september
2015
Dx II
Dx III
57
2. Tranfusi Tc 35 cc
3. ASI 8x10 cc/OGT
4. Diuresis: 4,3
cc/kgBB/jam
5. Aminofusin 60 cc/24
jam
A: masalah cairan
belum teratasi diuresis
tidak dalam rentang
normal
P: intervensi dilanjutkan
timbang popok bayi,
monitor vital sign,
kontrol status hidrasi,
monitor masukan dan
hitung intake kalori
harian, monitor status
nutrisi
S: Memberikan ASI
O:
melalui OGT pada
1. konjungtiva tidak
bayi
anemis
Mengkaji turgor kulit
2. turgor kulit baik
bayi
3. terpsang OGT
monitor kulit kering
4. Aminofusin 50 cc/24
monitor pucat,
jam
kemerahan dan
5. ASI 8x10cc
kekeringan jaringan
6. GDR 83 mg/dL
konjungtiva
A: masalah nutrisi mulai
catat adanya edema dan teratasi bayi sudah
lidah berwarna putih
minum ASI 10 cc / OGT
mengecek GDR pasien
P: intervensi dilanjutkan
dalam pemantauan BB
bayi, monitor perubahan
status nutrisi pada bayi
S: Memberikan therapy
O:
injeksi ampicillin
1.Pasien dalam
2x175mg, gentamicin
incubator
1x17,5 mg
2. Suhu 37,10C
Mengkaji suhu tubuh
3. Bayi tampak kuning
pasien
A:
masalah resiko
Membatasi pengunjung
infeksi belum teratasi,
Mencuci tangan
bayi masih dalam terapi
sebelum dan sesudah
antibiotik
tindakan
P: intervensi dilanjutkan
Mempertahankan
dalam monitor tandalingkungan aseptik
tanda infeksi pada bayi,
Dx IV
Dx V
IVFD
Melakukan tranfusi TC
35 cc
58
Minggu/
Dx I
13
september
2015
meningkatkan nutrisi,
dan pertahankan
lingkungan inkubator
yang aseptik. Masalah
kuning pada tubuh bayi
telah dilakukan cek
bilirubin dan diberikan
foto teraphy, dihentikan
ketika bayi demam atau
suhu tubuh bayi
meningkat, dengan
intervensi :
1. Mobilisasi pasien
setiap 2 jam agar
teraphy
mendapatkan hasil
yang baik dan
seluruh tubuh
terkena sinar
2. Lindungi daerah
mata dan genitalia
3. Kaji respon bayi
terhadap terapi sinar
4. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
5. Kolaborasi
pengecekan
bilirubin pada bayi
S: Auskultasi suara nafas O:
1. Suara nafas vesikuler
pada seluruh lapang
2. Saturasi O2 91%
paru
3. CPAP dilepas,
Monitor irama
penggunaaan O2
pernafasan
nassal 0,2 ltr/ jam
Memantau aliran CPAP
4. N: 138x/i
F1O2 21% PEEP 6
S: 36,70C
mmHg
P: 48x/i
Monitor saturasi O2
Kesadaran
bayi
composmentis
Monitor TTV
5. Ikterik pada bayi
Monitor penurunan
mulai berkurang bayi
kesadaran
masih dalam foto
terapy
A: masalah sebagian
teratasi, RR dalam
rentang normal, irama
nafas reguler, tidak ada
Monitor peningkatan
leukosit
59
Dx II
Dx III
60
Dx IV
Dx V
61
Senin/ 14 Dx I
september
2015
Dx II
Mengkaji keluhan
pasien
Memonitor vital
sign
Mengatur posisi
bayi untuk
memaksimalkan
ventilasi
Mengauskultasi
suara nafas bayi
Memonitor
penurunan
kesadaran
Monitor irama
pernafasan
intervensi :
1. Mobilisasi pasien
setiap 2 jam agar
teraphy
mendapatkan hasil
yang baik dan
seluruh tubuh
terkena sinar
2. Lindungi daerah
mata dan genitalia
3. Kaji respon bayi
terhadap terapi sinar
4. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
5. Kolaborasi
pengecekan
bilirubin pada bayi
S: O:1. Pasien sesaknya
sudah berkurang
2. N:122x/i
S:36,60C
P: 52x/i
3. usaha nafas
tampak minimal
4. suara nafas
vesikuler
5. kesadaran
composmentis
6. Ikterik pada bayi
mulai berkurang
Bayi sudah pindah
rawat gabung
bersama ibunya
7. O2 dan IVFD
sudah lepas, bayi
pakai inj.pump
A: masalah sebagian
teratasi, RR dalam
rentang normal, irama
nafas reguler, tidak ada
retraksi dan nafas
cuping hidung
P: intervensi dilanjutkan
dalam pemantauan
vital sign
S:O:
62
Dx III
Dx IV
:
Monitor nadi dan
pernafasan bayi
Monitor temperatur
warna kulit
Monitor suhu incubator
31oC
Menitor tingkat
kesadaran bayi ketika
dilakukan interaksi
Menjaga kehangatan
tubuh bayi didalam
incubator
Mengobservasi
perubahan warna kulit
bayi
Mengganti popok bayi
untuk mencegah
perpindahan panas
Menghitung intake,
output dan diuresis
pasien
Menimbang popok bayi
Monitor status hidrasi
Monitor vital sign
S:O:
1. lanjutkan
monitoring cairan,
bayi langsung
menyusu dengan
ibunya
2. Diuresis: 3,4
cc/kgBB/jam
3. Bayi menyusu
dengan ibunya
4. Terpasang inj. pump
A: masalah cairan
sebagian teratasi
P: intervensi dilanjutkan
timbang popok bayi,
monitor vital sign,
kontrol status hidrasi,
monitor masukan dan
hitung intake kalori
harian, monitor status
nutrisi
S:O:
1. konjungtiva tidak
anemis
2. turgor kulit baik
3. OGT dilepaskan
4. Bayi tampak
63
Dx V
Senin/ 14 Dx I
september
2015
menyusu dengan
catat adanya edema dan
ibunya
lidah berwarna putih
Memberikan ASI lewat A: masalah nutrisi mulai
teratasi bayi sudah
ibunya
minum ASI dengan
ibunya, peningkatan
intake per oral
P: intervensi dilanjutkan
dalam pemantauan BB
bayi, monitor perubahan
status nutrisi pada bayi
S:Memberikan therapy
O:
injeksi ampicillin
1.Pasien dalam
2x175mg, gentamicin
incubator
1x17,5 mg
2. Suhu 36,60C
Mengkaji suhu tubuh
3. Kulit bayi tampak
pasien
Membatasi pengunjung sudah kemerahan dan
masih ada sedikit kuning
Mencuci tangan
A: masalah resiko
sebelum dan sesudah
infeksi mulai teratasi,
tindakan
bayi masih dalam terapi
Mempertahankan
antibiotik
lingkungan aseptik
P: intervensi dilanjutkan
Monitor peningkatan
dalam monitor tandaleukosit
tanda infeksi pada bayi,
meningkatkan nutrisi,
dan pertahankan
lingkungan yang aseptik.
Mengkaji keluhan S: O:1. Pasien sesaknya
pasien
sudah berkurang
Memonitor vital
2. N:122x/i
sign
S:36,60C
P: 52x/i
Mengatur posisi
3.
usaha
nafas
bayi untuk
tampak minimal
memaksimalkan
4. suara nafas
ventilasi
vesikuler
Mengauskultasi
5. kesadaran
suara nafas bayi
composmentis
Memonitor
8. Ikterik pada bayi
penurunan
mulai berkurang bayi
kesadaran
masih dalam foto
Monitor irama
terapy
pernafasan
9. Bayi sudah
pindah rawat gabung
bersama ibunya
10. O2 dan IVFD
64
Dx III
65
Dx IV
Dx V
Selasa/ 15 Dx I
september
2015
66
Dx II
Dx III
bayi untuk
memaksimalkan
ventilasi
Mengauskultasi
suara nafas bayi
Memonitor
penurunan
kesadaran
Monitor irama
pernafasan
3. usaha nafas
tampak minimal
4. suara nafas
vesikuler
5. kesadaran
composmentis
A: masalah sebagian
teratasi, RR dalam
rentang normal, irama
nafas reguler, tidak
ada retraksi dan nafas
cuping hidung
P: intervensi dilanjutkan
dalam pemantauan
vital sign
67
Dx IV
Dx V
Rabu/ 16
september
2015
Dx I
68
Dx II
Dx III
Dx IV
Dx V
kesadaran
Monitor irama
pernafasan
69
pasien
Membatasi pengunjung
Mencuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan
Mempertahankan
lingkungan aseptik
Monitor peningkatan
leukosit
O:
1. Suhu 36,60C
3. Kulit bayi tampak
sudah kemerahan
A: masalah resiko infeksi
teratasi,
P: intervensi dihentikan,
pasien pulang.
BAB IV
PEMBAHASAN
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera stelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat
terjadi karena kurangnya ke mampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan
paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor yang
menyebabkannya, diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti
hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan,
70
dapat terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga
faktor janin itu sendiri. ( Hidayat, 2005).
Asfiksia ditandai dengan lamanya bayi menangis ketika lahir dan tidak
adanya usaha pernafasan, didalam kasus didaptkan APGAR score awal bayi
adalah 1/1 dan dilakukan resusitas pada awal kelahiran. Tidak mengembangnya
paru pada saat baru lahir menjadi masalah utama pada pernafasan bayi.
Berdasarkan kasus asfiksia disebabkan oleh ibu yang pre eklamsi dan
menyebabkan partus lama atau partus macet sehingga mengganggu fungsi
plasenta pada saat lahir yang menyebabkan kurangnya suplay O2 pada bayi
selama proses persalinan, ditambah lagi ketuban pecah dini sudah 11 jam sebelum
kelahiran.
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan
dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2
selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan
ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan
penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak
dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi
bradikardi dan penurunan TD. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme
dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi.
BBL dengan asfiksia perlu mendapatkan bantuan pada nafas dengan
pengembangan paru dan suplay O2 ke jaringan, pada kasus bayi mendapatkan
bantuan nafas dengan menggunakan CPAP F1O2 21 %. Pemantauan pernafasan
selalu dilakukan termasuk pemantauan Saturasi O2 pada BBL, penggunaan otot
bantu nafas, serta irama pernafasan. Penggunann bantuan nafas harus dipantau
karena bisa menyebabkan ketergantungan BBL pada bantuan pernafasa. Saturasi
71
O2 juga harus dimonitor karena konsentrasi O2 yang tinggi di dalam tubuh dapat
menyebabkan keracunan oksigen serta dapan menyebabkan resiko Pneumothorax
pada BBL. Selain nafas pada bayi asfiksia juga dibutuhkan pemantauan suhu
tubuh.
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan
mengalami stress dengan adanya perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu ke
lingkungan luar yang suhunya lebih tinggi. Suhu dingin ini menyebabkan air
ketuban menguap lewat kulit, pada lingkungan yang dingin , pembentukan suhu
tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi untuk
mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa menggigil ini
merupakan hasil penggunaan lemak coklat untuk produksi panas. Timbunan
lemak coklat terdapat di seluruh tubuh dan mampu meningkatkan panas tubuh
sampai 100%. Untuk membakar lemak coklat, sering bayi harus menggunakan
glukosa guna mendapatkan energi yang akan mengubah lemak menjadi panas.
Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh seorang BBL. Cadangan lemak
coklat ini akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stress dingin. Semakin
lama usia kehamilan semakin banyak persediaan lemak coklat bayi. Jika seorang
bayi kedinginan, dia akan mulai mengalami hipoglikemia, hipoksia dan
asidosis.Sehingga upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas
utama.
Pada bayi baru lahir, akan memiliki mekanisme pengaturan suhu tubuh yang
belum efisien dan masih lemah, sehingga penting untuk mempertahankan suhu
tubuh agar tidak terjadi hipotermi. Proses kehilangan panas pada bayi dapat
melalui proses konveksi, evaporasi, radiasi dan konduksi. Hal ini dapat dihindari
bila bayi dilahirkan dalam lingkungan dengan suhu sekitar 25-28 0C, dikeringkan
72
dan dibungkus dengan hangat. Simpanan lemak yang tersedia dapat digunakan
sebagai produksi panas. Intake makanan yang adekuat merupakan suatu hal yang
penting untuk mempertahankan suhu tubuh. Jika suhu bayi menurun, lebih banyak
energi yang digunakan untuk memproduksi panas daripada untuk pertumbuhan
dan terjadi peningkatan penggunaan O2, Bayi yang kedinginan akan terlihat
kurang aktif dan akan mempertahankan panas tubuhnya dengan posisi fleksi dan
meningkatkan pernafasannya secara menangis, sehingga terjadi peningkatan
penggunaan kalori yang mengakibatkan hipoglikemi yang timbul dari efek
hipotermi, begitu juga hipoksia dan hiperbilirubinemia. Suhu yang tidak stabil
juga mengidentifikasikan terjadinya infeksi, sehingga tindakan yang dilakukan
harus menghindari terjadinya kehilangan panas pada bayi baru lahir.
BBL juga akan mendapatkan resiko ketidakseimbangan cairan dan nutrisi,
karena pada kasus bayi ketika berumur 0 hari dipuasakan karena distress
pernafasan sehingga dilakukan pemasangan OGT decompresi. Asupan cairan dan
nutrisi hanya melalui infus yaitu D 10% + meylon 25 cc, Nacl 100cc, Ca
Glukonas 10 cc, KcL 10 cc, dan Aminofusin. Infus tersebut harus dilakukan
monitoring karena akan dihitung intake yang masuk dengan output pada bayi,
tindakan tersebut dilakukan agar mendapatkan keseimbangan pada cairan bayi.
Peningkatan nutrisi dilakukan ketika hari ke-1 karena bayi sudah mulai
mendapatkan ASI yang selalu bertambah volumenya melalui OGT. Pemberian
nutrisi yang adekuat juga bisa meningkatkan daya imunitas BBL, mengingat BBL
sangat rentan terhadap infeksi apalgi bayi dalam keadaan sakit. Keadaan
lingkungan sekitar bayi juga harus dipertahankan dalam keadaan aseptik. Cuci
tangan sebelum dan sesudan bersentuhan langsung dengan bayi maupun
73
lingkungan bayi harus dilakukan untuk mencegah infeksi pada bayi. Pada kasus
bayi mendapatkan terapy obat antibiotik mengingat leukosit ibu meningkat pada
saat melahirkan dan ketuban berwarna hijau kental serta bau. Pemantauan tandatanda infeksi pada bayi sangat penting dilakukan.
Bayi dengan Asfiksia Neonatorum mempunyai banyak resiko yang akan
menurunkan kualitas kesehatan bayi. Pemantauan secara terus menerus harus
dilakukan mengingat masalah pada bayi yang sudah didapatkan semnjak lahir,
dari pernafasan, suhu tubuh, hingga nutrisi dan cairan. Ketepatan tindakan dalam
menghadapi berbagai perubahan respon bayi harus diperhatikan.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (faktor yang berhubungan dengan terjadinya kematian pada bayi
salah satunya asfiksia, dimana terdiri atas faktor ibu dan janin. Faktor ibu
meliputi usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, pre-eklamsi,
ketuban pecah dini, dan partus lama. Faktor janin meliputi lilitan tali pusat,
letak sungsang, dan BBLR.
B. Saran
a. Bagi Mahasiswa
75