1.
EPIDEMIOLOGI
Menurut data WHO 1955-2007, didapatkan lima puluh juta infeksi Dengue
setiap tahunnya dan terdapat 2,5 miliar orang yang hidup di Negara endemis. Dari 2,5
miliar populasi masyarakat di Negara endemis, sekitar 1,8 miliar tinggal di daerah
Asia Tenggara dan Pasifik barat.1,4 Di daerah Asia Tenggara, Dengue telah menjadi
masalah kesehatan publik di Indonesia, Myanmar, Sri Langka, Thailand dan Timor
Leste yang diketahui daerah beriklim tropis dan memiliki lokasi di zona equatorial,
tempat dimana Aedes Aegypti menyebar secara merata baik di daerah pedesaan
maupun perkotaan.1,2 DBD telah menjadi penyakit berpotensi tinggi menjadi
penyebab kematian pada anak.4
Di Indonesia Dengue pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun
1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal
dunia. Dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk, jumlah penyebaran
dan daerah persebarannya pun meningkat, dan hingga sekarang sudah menyebar luas
ke seluruh daerah di Indonesia. 6
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993-2009 terjadi pergeseran. Dari
tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok
umur
ETIOLOGI
Virus Dengue, merupakan anggota dari genus flavivirus dalam family
flaviviridae, terdiri dari single stranded RNA virus, berdiameter 30 nm, yang biasa
berkembang di berbagai tipe nyamuk dan keluar jaringan. 4 Diketahui terdapat 4
serotipe berbeda, yakni DENV1-4.2,4,7 Semua serotip tersebut memiliki antigen yang
bereaksi silang dengan virus lain yang bergenus sama, seperti yellow fever, Japanese
Encephalitis dan virus West Nile. Ditemukan bukti dari studi laboratorium, bahwa ada
perbedaan variasi genetik antara empat strain tersebut. Sampai sekarang, diketahui
1
ada tiga subtype dari DENV-1, enam dari DENV2, empat dari DENV-3, dan empat
dari DENV-4.4
3.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah
dengue, dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan adalah:
a) respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit maupun makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement
(ADE); b) limfosit T baik T helper (CD4) maupun T sitotoksik (CD8) berp eran
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1
akan memproduksi interferon gamma, IL-2, dan limfokin, sedangkan TH2 akan
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10; c) monosit dan makrofag berperan dalam
fagositosis bakteri dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini
menyebabkan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d) selain itu aktivasi
komplemen oleh kompleks imun akan menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.8
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterelogous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue tipe yang berbeda.Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik yang tinggi
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Kurane dan Enis
pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa
infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks
virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi dalam makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue mengakibatkan aktivasi sel T helper dan T
sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma
akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti
TNF-a, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan
terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma.8
Penyakit ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus Dengue.
Orang ini biasanya menunjukan gejala sakit tetapi juga tidak sakit yaitu jika
2
mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus Dengue. Jika orang digigit nyamuk
Ae. aegypti maka virus akan masuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh
nyamuk itu, virus Dengu e akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan
menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Dalam waktu satu minggu jumlahnya
dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan atau
dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk menggigit orang
lain, maka setelah alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum
darah orang tersebut dihisap terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kelenjar air liur
nyamuk agar darah yang dihisap tidak membeku.3
Bersama dengan air liur nyamuk Ae. aegypti yang membawa virus Dengue itu
akan terserang penyakit demam berdarah, orang yang mempunyai kekebalan yang
cukup terhadap virus Dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun di dalam
darahnya terdapat virus tersebut. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai
kekebalan yang cukup terhadap virus Dengue, dia akan sakit demam ringan bahkan
sakit berat yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari
tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya. 3
Mekanisme perdarahan
Manifestasi perdarahan pada DBD yang paling sering didapatkan berupa
petekie di kulit dan kadang-kadang pada submukosa. Tes tourniquet positif
merupakan peningkatan fragilitas kapiler yang dijumpai lebih awal. Gejala
perdarahan yang berat sering terjadi adalah perdarahan gastrointestinal dalam bentuk
hematemesis dan atau melena. Pada kasus dengan prolonged shock dapat terjadi
perdarahan masif di jantung, paru, hati, dan otak.3
Peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang
terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang ekstravaskuler disertai efusi cairan serosa,
melalui kapiler yang rusak. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang
yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi.
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun.
Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan
merupakan kelainan hematologi paling awal yang dapat ditemukan pada DBD.3
Vaskulopati
Karakterisktik DBD adalah adanya plasma leakage dengan manifestasi
hemokonsentrasi, efusi, dan atau asites. Sebelumnya plasma leakage diduga akibat
peningkatan permeabilitas vaskuler selain adanya penemuan baru, yaitu menduga
adanya destruksi sel endotel disertai pelepasan mediator inflamasi (il-6, il-8) yang
dilepas oleh virus Dengue. Virus Dengue juga mengaktivasi komplemen dan
menimbulkan ekspresi molekul adhesi seperti icam-1, ekspresi dari icam-1 bersama
dengan il-8 akan meningkatkan permeabilitas vaskuler pula.3
4.
GEJALA KLINIS
Dengue merupakan penyakit sistemik yang dinamis.Perubahan yang terjadi
terdiri dari beberapa fase. Setelah peride inkubasi, penyakit mulai berkembang
menuju 3 fase febris, kritis dan penyembuhan.1
A. Fase febris
Pasien mengalami demam tinggi secara tiba-tiba. Fibrilasi akut ini bertahan 27 hari dan disertai eritema kulit, wajah yang memerah, sakit sekujur badan,
myalgia, arthralgia dan sakit kepala. Pada beberapa pasien juga ditemukan radang
tenggorokan, infeksi faring dan infeksi konjungtiva. Anorexia, pusing dan
muntah-muntah juga sering ditemui. Febris antara dengue dan non dengue pada
awal fase febris sulit dibedakan. Oleh karena itu, monitoring dari tanda bahaya
dan parameter klinik lainnya sangat krusial untuk menilai progresif ke fase kritis.
Manifestasi hemoragik seperti petechie dan perdarahan membran mukosa
(hidung dan gusi) mungkin timbul. Perdarahan massif vagina dan gastrointestinal
juga mungkin timbul dalam fase ini. Hati juga sering mengalami pembengkakan
setelah beberapa hari demam. Tanda abnormal pertama dari pemeriksaan darah
rutin adalah penurunan total sel darah putih yang menunjukkan kemungkinan
besar terjangkit dengue.1
B. Fase kritis
Penurunan suhu setelah demam hingga temperature badan sekitar 37,5 38 C
atau kurang, dapat terjadi selama 3-7 hari. Peningkatan permeabilitas kapiler dan
peningkatan hematokrit mungkin terjadi. Kondisi tersebut menjadi tanda awal
fase kritis. Kebocoran plasma bisa terjadi 24-48 jam.1
Leukopenia progresif yang diikuti penurunan jumlah platelet bisa terjadi
setelah kebocoran plasma. Pada kondisi ini pasien yang permeabilitas kapilernya
tidak
meningkat,
kondisinya
membaik.
Sebaliknya
pada
pasien
yang
FASE DBD
GEJALA KLINIS
Fase febris
Dehidrasi,
5
demam
tinggi
mungkin
menyebabkan
gangguan
neurologis
dan
Fase kritis
Syok
karena
kebocoran
Fase penyembuhan
Hypervolemia
pemberian
(apabila
cairan
intravena
berlebihan)
Sumber: WHO,20091
5.
DIAGNOSIS
A.
Laboratorium9
1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis
hematokrit dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1
setelah demam dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari ke
5-6. Deteksi antigen virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal
menentukan adanya infeksi dengue, namun tidak dapat membedakan
penyakit DD/DBD
2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5
mencapai
puncaknya
pada
hari
sakit
ke
10-14
dan
akan
Diagnosis
IgG
Infeksi primer
Positif
Negatif
Infeksi sekunder
Positif
Positif
Infeksi lampau
Negatif
Positif
Bukan dengue
Negatif
Negatif
Keterangan
B.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi :
Distress pernafasan/sesak
Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat
kelainan radiologis terjadi apabila perembesan plasma telah mencapai
20% - 40%
Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai
melena.
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml)
Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma :
o Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur dan
jenis kelamin.
o Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
o Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.
Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 20119
DD/DBD
Derajat
DD
disertai
minimal
dengan 2 gejala
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Nyeri otot
Nyeri sendi/tulang
Ruam
Laboratorium
leukosit
4000
sel/mm3)
Trombositopenia
(jumlah
kulit
makulopapular
Manifestasi perdarahan
Tidak
ada
tanda
perembesan plasma
Leukopenia (jumlah
trombosit
<100.000 sel/mm3)
Peningkatan
hematokrit (5 % 10%)
Tidak
ada
bukti
perembesan plasma
DBD
Demam
dan
perdarahan
(uji
positif)
dan
manifestasi Trombositopenia
perembesan plama
DBD
II
bendung 100.000
sel/mm3;
tanda peningkatan
hematokrit 20%
<
100.000
<
sel/mm3;
peningkatan
hematokrit 20%
DBD
III
<
sel/mm3;
mmHg,
IV
<
sel/mm3;
peningkatan
hematokrit 20%
6.
KOMPLIKASI
Demam Dengue : perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus
peptik, trombositopenia hebat, dan trauma.9
Demam Berdarah Dengue
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok
Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal
akut
Edema paru dan/atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
hipokalsemia
akibat
syok
7.
DIAGNOSIS BANDING9
Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam dengue
dan penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka untuk
membedakan dengan campak, rubella, demam chikungunya, leptospirosis,
malaria, demam tifoid perlu ditanyakan gejala penyerta lainnya yang terjadi
8.
PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan oral pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan oral tidak
mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.10
Parameter yang harus dimonitor:10
Keadaan umum, selera makan, muntah, perdarahan serta tanda dan gejala
yang lain
Perfusi perifer sebagai indikator terjadinya syok
Tanda vital dicek setiap 2-4 jam pada pasien tidak syok dan 1-2 jam pada
pasien syok
Hematokrit diperiksa setiap 4-6 jam pada pasien yang stabil dan lebih sering
Maintenanc
M+5%
Berat
badan
e (ml)
defisit (ml)
ideal
(Kg)
5
10
15
20
25
30
Maintenanc
M+5%
(kg)
500
1000
1250
1500
1600
1700
750
1500
2000
2500
2850
3200
35
40
45
50
55
60
1800
1900
2000
2100
2200
2300
3550
3900
4250
4600
4950
5300
Pemeriksaan laboratorium
Catatan
Analisa gas darah (vena Indikasi syok.
B (bleeding)
maupun arteri)
Hematokrit
atau
tidak
naik,
Elektrolit, kalsium
transfusi.
Hipokalsemia ditemukan
hampir
disetiap
kasus
kalsium
yang
berkomplikasi.
maksimum
10ml/hari
Pada kasus yang parah
Gula darah
perbaikan
Turunkan menjadi 7, 5, 3, 1.5 ml/kg/jam
Koreksi ABC
Hematokrit meningkat
Koloid iv (dextran 40)
PRC 5ml/kg/jam
13
Hematokrit menurun
perbaikan
Turunkan menjadi 7, 5, 3, 1.5
ml/kg/jam
DHF grade IV
Resusitasi cairan awal di Kelas 4 DBD lebih kuat agar cepat
mengembalikan darah. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sesegera
mungkin untuk ABC serta organ yang terlibat lainnya. Bahkan hipotensi
ringan harus ditangani secara agresif. 10 ml / kg cairan bolus harus diberikan
secepat mungkin, idealnya dalam waktu 10 sampai 15 menit. Ketika tekanan
darah dipulihkan, cairan intravena selanjutnya dapat diberikan seperti di kelas
3. Jika syok tidak reversibel setelah pertama 10 ml / kg, bolus ulangi 10 ml /
kg dan laboratorium hasil harus dikejar dan diperbaiki secepat mungkin.10
Transfusi darah darurat harus dianggap sebagai langkah berikutnya
dan diikuti dengan pemantauan lebih dekat, misalnya kateterisasi kandung
kemih terus menerus, kateterisasi arteri atau jalur vena sentral. Jika tekanan
darah dipulihkan setelah resusitasi cairan dengan atau tanpa transfusi darah,
dan adanya gangguan organ, pasien harus dikelola dengan tepat. Contoh
dukungan organ adalah dialisis peritoneal, terapi penggantian ginjal terus
menerus dan ventilasi mekanik. Jika akses intravena tidak dapat diperoleh,
coba solusi elektrolit oral jika pasien sadar atau rute intraosseous jika
sebaliknya. Akses intraosseous adalah tindakan life-saving dan harus dicoba
setelah 2-5 menit atau setelah dua usaha yang gagal di akses vena perifer atau
setelah rute oral gagal.10
14
dan tingkat cairan IV untuk ibu hamil harus sama dengan yang untuk wanita
tidak hamil. Terapi anti - koagulan mungkin harus dihentikan sementara
selama periode kritis .Penyakit hemolitik dan hemoglobinopati: Pasien-pasien
ini beresiko hemolisis dan akan memerlukan transfusi darah.10
Tanda-tanda perbaikan10
16
9.
aegypti.11 Nyamuk ini berkembang biak terutama pada wadah yang digunakan untuk
penyimpanan air, vas bunga, guci tua, kaleng tipis, dan menggunakan ban dalam dan
di sekitar tempat tinggal manusia. penghapusan tempat-tempat perkembangbiakan ini
merupakan metode yang efektif dan definitif pengendalian vektor dan mencegah
penularan DBD.12 Penggunaan larvasida dan insektisida selama wabah terbatas.
upaya sekarang berfokus pada pendidikan kesehatan dan partisipasi masyarakat
dalam
upaya
untuk
mengendalikan
perkembangbiakan. Vaksin
vektor
dengue dilemahkan
dengan
berada
mengurangi
dalam
tahap
tempat
akhir
pembangunan dan telah menghasilkan hasil yang menjanjikan dalam tes awal.
Apakah vaksin dapat memberikan yang aman, tahan lama untuk kekebalan penyakit
17
immunopatologi seperti DHF / DSS di daerah endemik adalah masalah yang harus
diuji, namun diharapkan bahwa vaksinasi akan mengurangi penularan.11
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Dengue Guidelines
Control.2009.
[cited
28,
2015].
Prevention And
Available
from
http://apps.who.int/tdr/svc/publications/training-guideline-publications/denguediagnosis-treatment.
2. WHO Regional Office for South-East Asia. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. 2010. [cited:
Maret
28,
2015].
Available
from
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_DHF_preventioncontrol_guidelines_
rev.pdf.
3. Nasronudin. Patofisiologi Infeksi Virus Dengue dalam : Penyakit Infeksi di
Indonesia Solusi Kini & Mendatang. Nasronudin. Surabaya : Airlangga
University Press : 2-11. H 103-7
4. Cook, Gordon dan Alimuddin L. Zumla. Mansons Tropical Disease 22 th Edition.
Philadelphia : Saunders Elsevier. 2009.p. 753-762.
5. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan
Penyakit Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010.
18
19