Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama

: An. Almira

Usia

: 5 tahun

Jenis Kelamin : Wanita


Agama

: Islam

Alamat

: Pangkep

Tgl masuk

: 23 Agustus 2016

RM

: 243646

II. Anamnesis
Keluhan Utama

: Panjang kaki tidak simetris

Anamnesis Terpimpin

Disadari kurang lebih 1 minggu sebelum masuk ke RS. Bhayangkara


Makassar. Sebelumnya pasien pernah terjatuh dan telah berobat serta dilakukan
traksi luar, namun setelah melakukan foto kontrol tidak berhasil.
Mekanisme trauma

Pasien sedang bermain ditangga dan kemudian tiba-tiba terjatuh setinggi


kurang lebih 1,5 meter. Pasien dalam posisi tengkurap saat terjatuh. Riwayat
pingsan tidak ada, iwayat mual dan muntah tidak ada.
III. Pemeriksaan Fisik
a.
Primary Survey
Airway
: Paten, tidak terdapat sumbatan jalan nafas.
Breathing : Pernafasan 24x/menit, tipe torakoabdominal, pengembangan
dada simetris.
Circulation : Nadi 80x/menit, reguler, kuat angkat. Tekanan darah
110/70mmHg.
1

Disability

: GCS

15 (Eye response 4, Motoric response 6, Verbal

response 5).
Pupil isokor, 2mm ODS, RC +/+.
Environment : Temperatur 36,7oC.(Axilla)
b. Secondary Survey
Regio femur sinistra :

Look

: Luka (-) pus(-), darah(-), bengkak(-), eritem(-), deformitas

(-)
Feel

: Suhu sama dengan daerah sekitarnya, nyeri tekan (-),

sensabilitas(+), krepitasi(-), capillary refil (<2 detik), pulsasi arteri (+).


Move
: Gerakan tidak terbatas, gerakan aduksi normal.
NVD
: Sensibilitas baik, pulsasi arteri femoralis teraba,
CRT(Capillary Refill Time)< 2 detik.

IV. Foto Klinis

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :


Rontgen x-ray foto femur, posisi AP pertamakali jatuh:

Rontgen x-ray foto femur, posisi AP setelah dilakukan traksi:

Foto setelah kontrol ke RS Bhayangkara posisi AP/Lateral

Laboratorium
Belum dilakukan pemeriksaan laboratorium
Rencana : darah rutin, ureum, creatinin, SGOT, SGPT, CT-BT

V. RESUME
Seorang anak umur 5 tahun masuk IGD RS Bhayangkra dengan keluhan
kedua kaki tidak simetris Disadari kurang lebih 1 minggu sebelum masuk ke RS.
Bhayangkara Makassar. Sebelumnya pasien pernah terjatuh dan telah berobat
serta dilakukan traksi luar, namun setelah melakukan foto kontrol tidak berhasil.
Pasien sedang bermain ditangga dan kemudian tiba-tiba terjatuh setinggi kurang
lebih 1,5 meter. Pasien dalam posisi tengkurap saat terjatuh. Riwayat pingsan
tidak ada, iwayat mual dan muntah tidak ada.
Dari pemeriksaan fisis, didapatkan: pada inspeksi di paha atas kiri tampak
deformitas ada, edema ada. Pada palpasi paha kiri didapatkan nyeri tekan(+). Dari
pemeriksaan radiologi, kesan malunion fraktur 1/3 proksimal os femur sinistra

VII. DIAGNOSA

Malunion Fraktur 1/3 Proksimal Femur Sinistra

VIII. PENATALAKSANAN
-

Rencana ORIF
Refrakturisasi Kallus
Reposisi/rekonstruksi
Pasang Skeletal Traction

IX. PROGNOSIS
Ad Vitam

: ad bonam

Ad Fungsionam

: dubia ad bonam

Ad Sanationam

: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI

Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang
melebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis fraktur
(transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi (diafise, metafise, epifise)
dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang mengelilingi (terbuka atau
compound dan tertutup). Sehingga fraktur femur merupakan hilangnya
diskontuinitas dari tulang humerus.

B. ANATOMI
Femur adalah tulang terpanjang dan terberat dari tubuh. Femur terdiri dari
bagian proksimal, corpus dan distal. Bagian proksimal femur terdiri dari caput,
collum/cervikal dan 2(dua) trochanter (major dan minor). Caput femur dilapisi
oleh kartilago articular kecuali bagian medial yang diganti dengan cekungan/fovea
untuk tempat caput ligamentum. Collum femur berbentuk trapezoidal. Diantara
trochanter major dan minor terdapat linea intertrochanterica. Bagian distal femur
terbagi menjadi dua oleh lengkungan spiral menjadi condylus medial dan lateral.
Condilus femoral ini membentuk sendi dengan condilus tibia dan disebut
articulation genu.

C. ETIOLOGI
Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan berikut:
1.

Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan


puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.

2.

Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki
terlalu jauh.

3.

Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur


patologis.
Penyebab Fraktur adalah :5
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa twisting, bending dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang

mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi


fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang:
1. Faktor intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan (fatigue fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang.
2. Faktor ektrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

E. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur femur berdasarkan letak
A. FRAKTUR COLLUM FEMUR:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,
dibagi dalam :

Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

B. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR

Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor,
dibagi dalam beberapa klasifikasi, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
C. FRAKTUR BATANG FEMUR
Klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang
berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
-

Tertutup

Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang
patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus
keluar.

Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena


benturan dari luar.

Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

D. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR


Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hal ini disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius,
fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan
tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya
rotasi.
E. FRAKTUR INTERCONDYLAIR
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnya terjadi
bentuk T fraktur atau Y fraktur.
F. FRAKTUR CONDYLER FEMUR
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi
disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
9

10

F. GAMBARAN KLINIS
1.

Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.1-12

2.

Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas.


Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat. 112

3.

Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan


dibawah tempat fraktur.1-12

4.

Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba


adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.1-12

11

5.

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.1-12

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.7
Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis
fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat
terbaca jelas). Radiografi femur AP dan lateral harus dilakukan. Sendi
panggul dan lutut harus terlihat dalam foto. Radiografi femur
kontralateral

dapat

membantu

pada

perencanaan

preoperative.

Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CT-scan, bone-scan dan


MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan kemungkinan
fraktur

patologis.

Venogram/anterogram

menggambarkan

arus

vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih


kompleks.9
H. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif

Proteksi

Immobilisasi saja tanpa reposisi

Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips

Traksi

2. Tindakan operatif
12

ORIF
Indikasi ORIF :
-

Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi

Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup

Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan

Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik


dengan operasi

Excisional Arthroplasty, Membuang fragmen yang patah yang


membentuk sendi

Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis

Prinsip penangan fraktur (4R):


1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)
2. Reduction (reduksi fraktur apabila perlu)
3. Retention, imobilisasi fraktur
4. Rehabilitasi

I. KOMPLIKASI

Komplikasi Awal
Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas,
kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan
memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan,
yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok
(grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.7,9
Cedera saraf
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian
cacat setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa
saraf sudah mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.7,9
Infeksi
13

Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.


Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan
berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan
lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik
harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika
intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail
tidak perlu dilepas

Komplikasi Lanjut
Delayed Union and Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan
untuk menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan
(penggunaan hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik
yang sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada
tanda-tanda

pembentukkan

kalus

(callus)

cukup

baik

dengan

penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu


tetap bergerak. Tingkat non-union dengan pengobatan konservatif pada
fraktur energi rendah kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental
dan fraktur terbuka lebih cenderung mengalami baik delayed union dan
non-union.7-9
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika
fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah
10%.9

Malunion
Malunion adalah ketika penyambungan antar fragmen terjadi
dalam posisi yang tidak memuaskan (angulasi, rotasi atau pemendekan
yang terlalu besar). Malunion disebabkan oleh reduksi kurang
sempurna, imobilisasi yang inadekuat, atau pada fraktur kominutiva dan
tulang osteoporosis.

14

Deformitas biasaya dapat terlihat tetapi kadang dibutuhkan


pemeriksaan x-ray untuk memastikannya. Rotasi femur, tibia, humerus
atau antebrachii dapat terlihat bila foto x-ray dibandingkan dengan
ekstremitas yang sehat. Malunion dapat diperbaiki dengan manipulasi
ulang dengan pedoman sebagai berikut.
-

Pada orang dewasa, fraktur sebaiknya direduksi kembali sepersis


mngkin dengan posisi anatomis. Angulasi lebih dari 10-15 derajat
pada tulang panjang dapat diperbaiki dengan manipulasi atau
dengan osteotomi dan fiksasi

Pada anak-anak, deformitas angular dekat ujung fragmen tulang


biasanya akan mengalami remodeling seiring perjalanan waktu,
tetapi deformitas rotasional tidak akan mengalami remodeling.

Pada

ekstremitas

mengidentfikasikan

bawah,
perlunya

pemendekan

lebih

dilakukan

prosedur

dari

cm

penyamaan

panjang.

Joint stiffness
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan
aktivitas lebih awal, 7
Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada
anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu
difikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage sederhana pada lengan
hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang lebih tua
memerlukan plaster splint pendek.7

J. PENYEMBUHAN FRAKTUR
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri dari atas lima fase yaitu:

15

1. Fase hematoma
Apabilah terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian memngalami robekan pada
daerah fraktur dan akan membentuk hematome diantara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong
dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga
dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah
cincin avaskuler tulang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus
eksterna seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat
pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensasi sel-sel
mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap
awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel
osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan
seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah
fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu
massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus
belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap
fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks
intraseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium
membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang inidisebut sebagai woven
bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau wofen bone sudah terlihat dan
merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

16

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)


Wofen bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang
menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan direabsorpsi secara
bertahap
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk
bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara
osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus
eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah
menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian
dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sum-sum.

Prinsip Penanganan Fraktur


Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapatkan posisi yang
sesuai.

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada


kesejajarannya dan posisi anatomis normal.

17

Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi


anatomik normalnya.

Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip
yang mendasarinya tetap sama.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera

sudah mengalami penyembuhan.


Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup,
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
Manipulasi dan Traksi manual. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang
sesuai dengan pemasangan gips, bidai atau alat lain. Alat imobilisasi akan
menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang.
Rontgen harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
2. Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Secara umum traksi
dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien.
Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan
sumbu panjang tulang yang patah.
Metode pemasangan traksi antara lain :
a. Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency
b. Traksi mekanik, ada 2 macam :

Traksi kulit (skin traction)


Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot.
Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
18

Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced
traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat
metal /penjepitmelalui tulang / jaringan metal.

Kegunaan pemasangan traksi antara lain:


a. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
b. Memperbaiki & mencegah deformita
c. Immobilisasi
d. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
e. Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
-

Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik. Berat
ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat
agarreduksi dapat dipertahankan

Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus.

Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol.

Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai. Traksi yang dipasang
harusbaik dan terasa nyaman.

3. Reduksi terbuka
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi
NON UNION.
Kegagalan penyatuan fragmen fraktur sepenuhnya. Setelah periode
penyatuan yang jauh lebih lama daripada periode normal Ada 2 tipe :
1. Fibrous non union
Hanya terjadi penyatuan jaringan fibrosa. Masih dimungkinkan adanya
potensi

19

penyatuan tulang jika diimobilisasi secara rigid dalam waktu yang cukup dan
penghambat penyembuhan fraktur seperti infeski diberantas. Jika pada
pemeriksaan radiologis didapatkan ujung tulangyang sklerosis, ahli bedah harus
mengindkusi penyatuan dengan cangkok tulang autogen
2. Psedu arthrosis
Gerkana terus-menerus pada fragmen fraktur merangsang pembentukan sendi
palsu (pseudo arthrosis) yang komplit dengan kapsul yang menyerupai kapsul
synovial (rongga lengkap dengan cairannya). Non union yang terjadi tidak dapat
disatukan bahkan dengan imobilisasi yang lama sehingga dibutuhkan cangkok
tulang. Cangkok tulang konselus autogen lebih efektif daripada cangkok kortex
luas.
Penyebab :

Distraksi dan pemisahan fragmen

Interposisi jaringan lunak diantara fragmen-fragmen

Terlalu banyak gerakkan pada garis fraktur

Persendian darah lokal buruk

Gejala klinis :
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan
tungkai yang mengalami cedera. Nyeri, memar dan pembengkakkan adalah gejala
yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera
jaringan lunak.
Deformitas jauh lebih mendukung.
DELAYED UNION
Jika interval waktu antara terjadinya trauma dan waktu penyambungan tulang
telah cukup tetapi berdasarkan hasil rontgen dan gejala klinis tulang masih belum
menyatu. Faktor-faktor yang menjadi penyebab antara lain:

Reduksi yang tidak adekuat

Gangguan jaringan lunak

Imobilisasi yang tidak adekuat

Gangguan pembentukan tulang

20

Manajemen pembedahan yang kurang baik

Fiksasi interna yang tidak adekuat

MALUNION
Fragmen tulang menyatu pada posisi yang tidak memuaskan (angulasi, rotasi atau
pemendekkan yang tidak dapat diterima)
Faktor penyebab :

Tidak tereduksinya fraktur secara cukup

Kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan

Kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif

Terapi

Pada orang dewasa, fraktur harus direduksi sedekat mungkin dengan posisi
anatomis. Angulasi lebih dari 15 derajat pada tulang panjang atau deformitas
rotasional yang nyata mungkin membutuhkan koreksi dengan manipulasi
ulang atau membutuhkan osteoptomi dan fiksasi internal.

Pada anak-anak, deformitas sudut dekat ujung tulang biasanya akan berubah
bentuknya sejalan dengan waktu, sedang deformitas rotasional tidak pada
tungkai bawah, pemendekkan lebih dari 2,5 cm jarang dapat diterima oleh
pasien dan prosedur pemanjangan tungkai dapat diindikasikan.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta.


Hal 380-395.
2. Hermansyah,

MD;

Fraktur

Shaft

Humerus

(.ppt)

(online)

2009.

(http://www.google.com//fraktur-shaft-humerus-hermansyah-MD.pdf.) diakses
tanggal 19 Mei 2009.
3. King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary
Surgery Volume Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235
4. Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I,
Penerbit Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga; Surabaya
5. Anonymous.

Fraktur

Patah

Tulang

(online).

2009.

(http://perawatpskiatri.blogspot.com/search/label, diakses tanggal 11 April


2009).
6. Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2
.EGC : Jakarta .
7. Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
Widya Medika: Jakarta.
8. Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius
FKUI : Jakarta
9. Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43:
Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser
Company : New York
10. Bernard Bloch. 1996. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan essentica Medica
:Yogyakarta p. 1028-1030

22

11. Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper
Limbs; In: Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell
Publishing; Oxford University; p 169-170
12. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture Shaft fracture In: A-Z of
Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-111.

23

Anda mungkin juga menyukai