Anda di halaman 1dari 28

KASUS

Nama Penderita : Ny Risnawati


Kelamin : Perempuan
Umur : 19 thn
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Urip Sumiohardjo no. 15
No. Registrasi RS : 09 33 89
Masuk Rumah Sakit : 16/12/2016

ANAMNESIS

Ibu masuk ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut tembus kebelakang yang

disertai keluar bercak darah dan lendir dari jalan lahir, keluhatn tersebut dirasakan

sejak 24 jam sebelum masuk rumah sakit, riwayat pelepasan air 1 jam sebelum

masuk rumah sakit. Pasien ingin melakukan persalinan normal. Namun pasien

juga mengeluhkan adanya bengkak hebat pada kedua tungkai. Riwayat ANC di

puskesmas 2x. Suntik TT 2x. Riwayat HT sebelum hamil (-). Riwayat nyeri

kepala (+), penglihatan kabur (-) nyeri ulu hati (-), Riwayat DM (-) Asma (-).

Alergi obat (-).

HPHT: 15 Maret 2016

Tafsiran Persalinan : 20 Desember 2016

Riwayat Obstetri:

2016 : kehamilan sekarang

Pemeriksaan Fisik

KU : Sakit sedang / Gizi Baik / Composmentis


TD : 170/120mmHg
N : 80 x/menit
P : 20 x/imenit
S : 36,7 C

Pemeriksaan Luar

TFU : 28 cm
Situs : memanjang
Punggung : kiri
Bag terendah : kepala
Perlimaan : 0/5
His : 4 x 10 ( 40 - 45)
Anak kesan : Tunggal
TBJ : 29 x 99 = 2871gr
Gerakan anak (+) dirasakan ibu
DJJ : 144 x / menit

Pemeriksaan Dalam Vagina

V/V :tidak ada kelainan


Portio : melesap
Pembukaan : lengkap
Bag terendah : kepala
Ubun-ubun kecil :
Penurunan : H IV
Ketuban : Negatif
Pelepasan : Lendir (+), darah (+) dan air (+)
Panggul dalam : kesan cukup

2
Pemeriksaan Penunjang:

- Darah Rutin
WBC : 18,13
HB : 9,4
HT : 29,3 %
PLT : 304
CT : 800
BT : 245
GDS : 288 mg/dl
HbsAg : non reaktif

- Protein urin : + 4

RESUME

Seorang ibu hamil usia 19 tahun G1P0A0 dengan usia kehamilan 39 minggu 3
hari masuk ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut tembus kebelakang yang
disertai keluar bercak darah dan lendir dari jalan lahir, keluhatn tersebut dirasakan
sejak 24 jam sebelum masuk rumah sakit, riwayat pelepasan air 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Pasien ingin melakukan persalinan normal. Namun pasien
juga mengeluhkan adanya bengkak hebat pada kedua tungkai dan nyeri kepala
hebat. Riwayat ANC di puskesmas 2x. Riwayat HT sebelum hamil (-). Riwayat
nyeri kepala sebelumnya selama kehamilan (+), penglihatan kabur (-). Pada
pemeriksaan penunjang di dapatkan WBC18,13 dan Protein Urin +4.

DIAGNOSIS

G1P0A0 Gravid 39 minggu 3 hari, inpartu kala II + Preklamsia Berat

PENATALAKSANAAN:
- O2 via nasal canul 4-6 LPM

3
- MgSO4 40% 4gr dalam NaCl 100 cc 73 TPM
- MGSO4 40% 6gr dalam RL 500 cc 28 TPM
- Nifedipin 10 mg / 8 jam / oral
- Pimpin persalinan normal
- Observasi tanda vital, KU dan perdarahan

PEMBAHASAN

4
A. PENDAHULUAN
Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah
kesehatan di Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan
selama kehamilan dan nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu
yang tertinggi di negara Asia Tenggara. Meskipun, Millenium
Development Goals (MDGs) menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, namun pada tahun 2012 Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia mencatat kenaikan AKI yang
signifikan yaitu dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. 1
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%),
hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%).WHO memperkirakan
kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negaraberkembang daripada
di negara maju.1, 2
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan
memiliki tingkat kompleksitas yangtinggi. Preeklampsia dapat mengancam
nyawa baik ibu maupun bayinya, sehingga meningkatkan angka kematian dan
kecacatan pada ibu. Hasil metaanalisis menunjukkan peningkatan bermakna
risiko hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke dan tromboemboli vena
pada ibu dengan riwayat preeklampsia. Dampak jangka panjang juga dapat
terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat
badan lahir rendah akibat persalinan prematur atau mengalami
pertumbuhan janin terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya
angka morbiditas dan mortalitas perinatal. 1, 3
Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam
di antara praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena
belum ada teori yang mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara
jelas, namun juga akibat kurangnya kesiapan sarana dan prasarana di daerah.1

B. DEFINISI
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap

5
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis
preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang
disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada
usia kehamilan >20 minggu. Preeklampsia, sebelumnya selalu didefinisikan
dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada
kehamilan (new onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua
kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita
menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang
menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien
tersebut tidak mengalami proteinuria. Sedangkan, untuk edema tidak lagi
dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada
wanita dengan kehamilan normal.1 Abnormalitas-abnormalitas yang muncul
biasanya menghilang sebelum minggu ke-enam post partum.3

C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan
di negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden preeklampsia di
Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.Kecenderungan
yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan
yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi
yang semakin menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik.1
Wanita muda dan nullipara lebih rentan mengalami preeklampsia,
sedangkan wanita yang lebih tua mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk
hipertensi kronik dan superimposed preeklampsia. Insidensi preeklampsia juga
dipengarui oleh ras dan etnis serta predisposisi genetik. Penelitian yang
dilakukan pada 2400 nullipara oleh Maternal-Fetal Medicine Units Network
menemukan bahwa insidensi preeklampsia sekitar 5% pada wanita kulit putih,
9% pada Hispanic, dan 11% pada wanitaa Afrika-Amerika.4

D. ETIOLOGI
Banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya preeklampsia
antara lain :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta4, 5

6
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium
dan menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri
spiralis.
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang meniimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis
mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada preeklampsia, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri
spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan
remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun
dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada kehamilan normal adalah 500
mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil
normal, vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali
aliran darah ke utero plasenta.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel4, 5


Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada
hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri

7
spiralis, sehingga plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut
juga radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta yang iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal
hidroksil akan mengubah asam lemak tidak jenuh yang banyak
ditemukan pada membran sel menjadi peroksida lemak. Peroksida
lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus
dan protein sel endotel.
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar
oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan
antioksidan, misalnya vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan
menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak
yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksida/radikal bebas yang
sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan
akan merusak membran sel endotel.
Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka
terjadi kerusakan sel endotel yang kerusakannya dimulai dari
membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel. Pada waktu
disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) : suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yyang mengalami
kerusakan. Agregasi sel trombosit ini untuk menutup tempat-
tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasiklin
lebih tinggi dari kadar tromboksan. Pada preeklampsia, kadar

8
tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokontriksi yang menyebabkan terjadi kenaikan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerulus
endotheliosis)
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin.
Kadar NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin
(vasokonstriktor) meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, terbukti dengan fakta sebagai berikut :
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
suami yang sebelumnya
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya
hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human
leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam
modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin
dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan
mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi,
HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer.
Pada plasenta pada kehamilan dengan preeklampsia, terjadi penurunan
ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta,
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat
penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga
memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis.3-5
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah tidak peka (refrakter) terhadap
bahan-bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih

9
tinggi untuk menimbulkan respons vasokontriksi. Terjadinya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh
adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan dengan daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang
bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat
produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata
adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam kehamilan, daya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh
darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti
telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I
(pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi
hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua
puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.5

5. Teori genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin.
Wanita dengan ibu preeklampsia mempunyai risiko 20-40% untuk terkena
preeklampsia, 11-37% untuk wanita dengan saudara perempuan yang
preeklampsia dan 22-47% untuk saudara kembar.4, 5

6. Teori defisiensi gizi (teori diet)


Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang
penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang
pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya
Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam
persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam
kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak
ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko
preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh

10
yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi
trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa
peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi
minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam
mencegah preeklampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian
ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian
aspirin. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium
pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya
preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Equador Andes dengan metode uji
klinik, ganda tersama, dengan membandingkan pemberian kalsium dan
plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi
suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah
14% sedang yang diberi glukosa 17%.4, 5

7. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di
dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris
trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat
reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang
kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi
inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses
apoptosis pada preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi
peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan
nektrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta,
misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres
oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas.5

E. FAKTOR RISIKO
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam
kehamilan antara lain :3, 5-7
1. Primigravida

11
Insidensi preeklampsia berkisar antara 3%-&% pada nullipara yang sehat
dan 1% pada multipara.
2. Primipaternitas
3. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar
4. Umur yang ekstrim (<20 tahun atau >35 tahun)
5. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
Risiko preeklampsia meningkat 2-5 kali pada wanita hamil dengan riwayat
ibu yang pernah eklampsia.
6. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
7. Obesitas
8. Penyakit tiroid
F. PATOFISIOLOGI5
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa penanganan definitif
untuk preeklampsia adalah dengan melahirkan plasenta. Selain itu pada wanita
dengan kehamilan mola, dimana plasenta berkembang tanpa adanya fetus,
umumnya mengalami preeklampsia berat. Oleh karena itu, plasenta dianggap
memiliki peran utama dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Patogenesis
terjadinya preeklampsia bisa dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah
asimptomatis, yang ditandai oleh adanya perkembangan plasenta yang
abnormal selama trimester pertama mengakibatkan insufisiensi plasenta dan
pelepasan material-material plasenta dalam jumlah yang banyak ke dalam
sirkulasi ibu. Tahap kedua, yang merupakan tahap simptomatis, ditandai oleh
adanya gejala klinis berupa hipertensi, gangguan ginjal, dan proteinuria dan
menjadi resiko timbulnya HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver
function enzymes and low platelets), eklampsia, dan kerusakan organ lainnya.4,
8, 9

12
Gambar 1: Patogenesis maternal syndrome pada preeklampsia9

Tahap 1 : Abnormalitas Plasentasi


Pemeriksaan patologi pada plasenta pada kehamilan dengan
preeklampsia umumnya memperlihatkan adanya infark pada plasenta dan
penyempitan akibat sklerosis pada arteri dan arteriol, yang ditandai dengan
berkurangnya invasi endovaskular oleh cytotrophoblast dan inadequate
remodelling pada arteriol uterina spiralis. Konstriksi mekanik pada arteri
uterina mengakibatkan hipertensi, proteinuria, dan pada beberapa kasus,
glomerular endotheliosis, mendukung peran iskemik plasenta dalam
patogenesis preeklampsia. Plasentasi pada mamalia memerlukan angiogenesis
yang hebat untuk membentuk sirkulasi yang mampu menyuplai oksigen dan
nutrisi ke janin. Diyakini bahwa angiogenesis pada placenta tidak terjadi
secara sempurna pada preeklampsia.8
Pada trimester pertama kehamilan normal, vili cytotrofoblast akan
menginvasi ke segmen desidua pada arteri spiralis ibu, menggantikan endotel
dan merusak jaringan otot pada dinding arteri. Dinding arteri diganti menjadi
fibrioid material. Selama trimester kedua, trofoblas akan invasi semakin jauh
ke dalam lumen arteri spiralis di bagian miometrium yang lebih dalam.
Endotel dan arsitektur muskuloelastik pada arteri spiralis akan dihancurkan

13
menyebabkan pembuluh darah menjadi dilatasi dan berdinding tipis yang
memungkinkan terjadi peningkatan aliran darah uteroplasental selama
kehamilan.3, 6
Pada preeklampsia, proses diferensiasi ini tidak berjalan dengan baik.
Pada wanita dengan preeklampsia, invasi trofoblast tidak terjadi secara
sempurna. Akibatnya, arteri spiralis tidak mengalami remodelling namun tetap
mempertahankan arsitektur muskuloelastiknya dan kemampuannya untuk
berespon terhadap vasokontriktor endogen. 3, 6
Kerusakan endotel pada preeklampsia mengakibatkan menurunnya
produksi prostaglandin I2(prostasiklin) yang merupakan vasodilator kuat dan
inhibitor agregasi platelet yang dihasilkan oleh endotel. Kerusakan sel endotel
dapat mengakibatkan terjadinya agregasi platelet dan pelepasan tromboksan
A2 yang merupakan vasokonstriktor kuat dan stimulator agregasi platelet.
Kadar tromboksan yang tinggi mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi dan
hipertensi.4, 6

Tahap 2 : Maternal Syndrome


Plasentasi yang abnormal akibat gagalnya remodeling arteriol uterina
spiralis dan juga stress oksidatif diyakini merupakan penyebab dilepaskannya
substansi-substansi seperti radikal bebas, lipid oksida, dan sitokin-sitokin yang
kemudian akan memasuki sirkulasi ibu. Subtansi-substansi inilah yang dapat
merusak atau mengubah fungsi sel endotel maternal dan mengakibatkan
munculnya tanda dan gejala klinis pada preeklampsia. Manifestasi klinis ini
biasanya muncul setelah usia kehamilan 20 minggu.6, 8

Gambar 2 : Invasi trofoblast yang tidak sepurna pada preeklampsia 4

14
Peningkatan tekanan intravascular akibat vasokonstriksi disertai
dengan kerusakan endotel vaskular mengakibatkan cairan berpindah dari
intravaskular ke ekstravaskular mengakibatkan terjadinya edema di otak,
retina, paru-paru, hati dan jaringan subkutan. Hipertensi dan kerusakan
endotel glomerulus mengakibatkan terjadinya proteinuria. Proteinuria
mengakibatkan terjadinya penurunan tekanan koloid onkotik yang akan
memperberat kehilangan cairan intravaskular. Hemokonsentrasi ditandai
dengan peningkatan hematokrit. Aktivasi platelet dan kaskade koagulasi pada
lokasi kerusakan sel endotel dapat mengakibatkan terjadinya trombositopenia
dan DIC. Soluble fibrin monomers yang diproduksi oleh kaskade koagulasi
dapat menjadi presipitat di mikrovaskular, menyebabkankan terjadinya
hemolisis mikroangiopathy dan peningkatan laktat dehidrogenase di serum.
Edema cerebral, vasokonstriksi dan kerusakan endotel vaskular di otak dapat
menyebabkan hiperrefleks, klonus, kejang atau perdarahan. Edemadan atau
iskemik di hepar dapat menyebabkan kerusakan hepatoseluler dan
peningkatan serum transaminase dan kadar laktat dehidrogenase. Nyeri perut
di kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium yang ditemukan pada
preeklampsia berat dapat diakibatkan oleh peregangan kapsula Glissoni akibat
edema atau perdarahan di hepar. Keluarnya cairan intravaskular akibat
kerusakan endotel di paru dapat mengakibatkan terjadinya edema paru. Di
retina, vasokontriksi dan atau edema dapat mengakibatkan gangguan visual,
ablasio retina atau kebutaan. Perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke
jaringa subkutan menyebabkan edema non dependen pada preeklampsia. 4, 6

G. DIAGNOSIS
1) Anamnesis3, 5
a. Nyeri kepala, tinitus dan gangguan penglihatan merupakan tanda dari
edema cerebral.
b. Nyeri epigastrium
c. Sesak napas akibat gagal jantung
2) Pemeriksaan fisik
a. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90
mmHg.Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2

15
2, 3, 5
kali selang 4 jam pada lengan yang sama. Hipertensi dianggap
ringan sampai tekanan diastolik atau sistolik mencapai atau melewati
110 mmHg dan 160 mmHg. Walaupun pengukuran tekanan darah
dilakukan dalam interval 4 jam, namun pada kasus hipertensi berat,
interval pengukuran bisa lebih dipersingkat (bisa dilakukan dalam
beberapa menit kemudian) untuk memppercepat pemberian anti
hipertensi.7
Cara pengukuran tekanan darah yang direkomendasikan
adalah : 1, 2, 9
i. Pemeriksaan dimulai ketika pasien dalam keadaan tenang.
ii. Tekanan darah diukur dalam posisi duduk dengan lengan yang
diangkat sejajar dengan jantung.
iii. Sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa atau yang setara,
yang sudah tervalidasi untuk digunakan pada pasien
preeklampsia
iv. Gunakan ukuran manset yang sesuai dengan ukuran lengan
v. Gunakan bunyi korotkoff V pada pengukuran tekanan darah
diastolik.
vi. Jika tekanan darah lebih tinggi secara konsisten pada salah
satu lengan, maka tekanan darah yang tertinggi digunakan
sebagai ukuran tekanan darah
b. Oligouria
c. Edema tungkai 3, 5

3) Pemeriksaan penunjang
a. Proteinuria
Proteinuria adalah adanya 300mg protein dalam urin selama
24 jam atau tes urin dipstik >1+.1, 5Pemeriksaan urin dipstik bukan
merupakan pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar
proteinuria. Konsentrasi protein pada sampel urin sewaktu
bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin.
Pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada hasil dipstik positif 1
berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar 700-
4000mg/24jam.Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki angka
positif palsu yang tinggi, dengan tingkat positif palsu 67-83%. Positif

16
palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan pembersih,
dan urin yang bersifat basa. 1
b. Janin perlu diperiksa dengan menggunakan elektrocardiotocography
c. Tes laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap, platelet, dan
laktat dehidrogenase. Pemeriksaan bilirubin, aspartat transaminase,
dan alanin transaminase

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia


didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan/diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan
organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak
dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika
protein urin tidak didapatkan, ditemukaannya salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia. 1
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia
ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang
berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.1, 4, 7

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Preeklampsia 1, 7


Kriteria Minimal Preeklampsia
- Hipertensi : tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik
atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama, dan
- Protein urin: protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes
urin dipstik > positif 1
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu
dibawah ini:
- Trombositopeni: trombosit < 100.000 / mikroliter
- Gangguan ginjal: kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya

17
pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
- Gangguan Liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan
atas abdomen
- Edema paru
- Gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
- Gangguan sirkulasi uteroplasenta: oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
Kriteria Preeklampsia berat
Diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika didapatkan salah satu
kondisi klinis dibawah ini :
- Hipertensi :Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg
sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 15 menitmenggunakan lengan yang sama
- Trombositopeni: trombosit < 100.000 / mikroliter
- Gangguan ginjal: kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya
pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
- Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan
atas abdomen
- Edema paru
- Gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
- Gangguan sirkulasi uteroplasenta: oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)

H. PENATALAKSANAAN
Pemberian Magnesium Sulfat pada Preeklampsia
Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien
preeklampsia dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadi
kejang/eklampsia atau kejang berulang.1, 9

18
Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya.
Salah satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui
relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus,
sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai
antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam
menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila
teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam
neuron, yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.
Penggunaan magnesium sulfat berhubungan dengan efek samping sepertirasa
hangat, flushing, nausea atau muntah, kelemahan otot, ngantuk, dan iritasi dari
lokasi injeksi1, 2.
Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium
sulfat direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklampsia. Guideline
RCOG merekomendasikan dosis loading magnesium sulfat 4 g selama 5
10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam
post partum atau setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu
untuk melanjutkan pemberian magnesium sulfat. Pemantauan produksi urin,
refleks patella, frekuensi napas dan saturasi oksigen penting dilakukan saat
memberikan magnesium sulfat. Evaluasi kadar magnesium serum secara
rutin tidak direkomendasikan. Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan
apabila terjadi kejang berulang.1, 2Pemberian magnesium sulfat tidak
direkomendasikan untuk diberikan secara rutin ke seluruh pasien
preeklampsia, jika tidak didapatkan gejala pemberatan (preeklampsia
tanpa gejala berat).1
Pemberian magnesium sulfat dihentikan jika refleks patella hilang dan
respiratory rate<12 kali/menit. Antidote yang diberikan adalah 10ml kalsium
glukonas 10% yang diberikan secara intravena pelan. 2

Pemberian Antihipertensi pada Preeklampsia Berat


Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah
untuk keselamatan ibu dalam mencegah penyakit
serebrovaskular.Meskipun demikian, penurunan tekanan darah dilakukan

19
secara bertahap tidak lebih dari 25% penurunan dalam waktu 1 jam. Hal ini
untuk mencegah terjadinya penurunan alirandarah uteroplasenter.1
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg. 1
Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral, hidralazine
dan labetalol.1, 9
Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah
nitogliserin, metildopa, labetalol. MgSO4 tidak direkomendasikan sebagai anti
hipertensi. ACE inhibitor dan ARB tidak digunakan sebagai anti hipertensi
pada preeklampsia.9 Untuk wanita tanpa kondisi komorbid, terapi
antihipertensi digunakan untuk mencapai tekanan darah sistolik 130-155
mmHg dan diastolik 80-105 mmHg pada wanita tanpa kondisi komorbid dan
tekanan sistolik 130-139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg untuk wanita
dengan kondisi komorbid. 2, 9

a. Calcium channel blocker


Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian CCB
dapat mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada sirkulasi vena hanya
minimal. Pemberian CCB dapat memberikan efek samping maternal,
diantaranyatakikardia, palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema tungkai
akibat efek lokal mikrovaskular sertaretensi cairan. Nifedipin merupakan
salah satu calcium channel blocker yang sudah digunakan sejak dekade
terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolitik) dan sebagai
antihipertensi. Penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan darah
lebih cepat dibandingkan labetalol intravena, kurang lebih 1 jam setelah
awal pemberian. Nifedipin juga berperan sebagai vasodilator arteriolar
ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik dan meningkatkan
produksi urin. Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg kapsul
oral, diulang tiap 15 30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg.
Penggunaan berlebihan CCBdilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin
dan asidosis. Hal ini disebabkan akibat hipotensi relatif setelah

20
pemberian calcium channel blocker.1, 2 Nifedipine tidak dapat diberikan
secara sublingual karena dapat menurunkan tekanan darah secara drastis
yang mengakibatkan terjadinya fetal distress.2
b. Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada
reseptor P1 dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, terutama jika digunakan untuk jangka waktu yang
lama selama kehamilan atau diberikan pada trimester pertama,
sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian anti hipertensi
lainnya tidak efektif.
c. Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat,
adalah obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita
hamil dengan hipertensi kronis karena mempunyai safety margin yang
luas (paling aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem
saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan
menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi,
cardiac output, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek
samping pada ibu antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi,
hipertensi postural, anemia hemolitik dan drug-induced hepatitis.
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau
3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal
dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam
sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan
metildopa adalah intravena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g
tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat melalui plasenta pada
jumlah tertentu dan disekresikan di ASI.1, 2

21
Gambar 2 : Manajemen Ekspetatif Preeklampsia1

22
Gambar 3 : Manajemen preeklampsia dengan gejala berat 1
Persalinan
Penanganan yang terbaik untuk preeklampsia adalah segera melakukan
terminasi kehamilan. Namun, pada beberapa kondisi, hal ini kadang bukan
merupakan penanganan yang terbaik untuk janin. Pada kasus prematuritas
yang ekstrim, fetus akan lebih mendapat banyak keuntungan jika dilakukan
perawatan ekspektatif yang dimana dapat dilakukan pemberian kortikosteroid
untuk mempercepat pematangan paru. Keputusan untuk segera melakukan

23
terminasi kehamilan atau manajemen ekspetatif dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa faktor seperti maturitas janin, kondisi janin dan
ibu dan kematangan serviks.6
Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat dengan usia kehamilan < 37 minggu dengan evaluasi
maternal dan janin yang lebih ketat. Perawatan poliklinis secara ketat dapat
dilakukan pada kasus preeklampsia tanpa gejala berat.Evaluasi ketat yang
dilakukan adalah:
Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu di poliklinik
Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2
kali dalam seminggu)
Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan dopplervelocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan.1
Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
berat dengan usia kehamilan <34 minggu dengan syarat kondisi ibu dan janin
yang stabil. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang
adekuat dengan tersedianya perawatan intensif bagi maternal dan neonatal.
Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif pada preekklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan
paru janin. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk
melakukan rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif.1Untuk wanita
dengan usia kehamilan 37 minggu, persalinan harus segera dilakukan. 9
Pemberian kortikosteroid antenatal harus dipertimbangkan untuk
semua pasien preeklampsia dengan usia kehamilan <34 minggu untuk
pematangan paru. 1
Pada usia kehamilan <34 minggu, tingkat kegagalan induksi persalinan
tinggi sehingga perlu dipertimbangkan sectio caesarean. Setelah usia
kehamilan >34 minggu, persalinan pervaginam dipertimbangkan jika
presentasi kepala didapatkan.2Jika persalinan dilakukan secara pervaginam

24
namun kondisi serviks belum matang, maka pemberian agen pematangan
serviks harus dilakukan untuk memperbesar tingkat keberhasilan persalinan
pervaginam. Terapi anti hipertensi harus terus diberikan selama persalinan
untuk menjaga agar tekanan darah sistolik <160 mmHg dan diastolik < 110
mmHg. 9

Tabel 2 : Kriteria terminasi kehamilan pada preeklampsia berat1


Kondisi maternal Kondisi janin
Hipertensi berat yang tidak Usia kehamilan 34 minggu
Pertumbuhan janin terhambat
terkontrol
Gejala preeklampsia berat yang Oligohidramnion persisten
Profil biofisik <4
tidak berkurang (nyeri kepala, Deselerasi variabel dan lambat
pandangan kabur, dsb) pada NST
Penurunan fungsi ginjal progresif Doppler a. Umbilikalis :
Trombositopenia persisten atau
reversed end diastolic flow
HELLP syndrome Kematian janin
Edema paru
Eklampsia
Solusio plasenta
Persalinan atau ketuban pecah

I. PENCEGAHAN1
Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk setiap
wanita hamil sejak awal kehamilannya. Pemeriksaan skrining preeklampsia
selain menggunakan riwayat medis pasien seperti penggunaan biomarker
dan USG Doppler Velocimetry masih belum dapat direkomendasikan
secara rutin, sampai metode skrining tersebut terbukti meningkatkan luaran
kehamilan.1
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan di awal kehamilan seperti
pemeriksaan biologis, biokimiawi dan marker biofisik telah dikemukakan
untuk memprediksi kejadian preeklampsia.4
1. Roll-over test
Tes ini digunakan untuk menilai peningkatan tekanan darah
sebagai respon terhadap suatu stimulus. Roll-over test mengukur

25
respon hipertensi pada wanita yang berbaring pada posisi lateral
dekubitus kiri dan kemudian berputar pada posisi supine. Peningkatan
tekanan darah menandakan tes positif.4
2. Doppler Arteri Uterina
Ultrasound doppler merupakan suatu metode non-invasif untuk
menilai sirkulasi uteroplasenta. Perfusi plasenta yang abnormal, yang
ditandai dengan peningkatan Pulsatily Index arteri uterina,
berhubungan dengan terjadinya preeklampsia.10
3. Tekanan darah
Pada preeklampsia, hipertensi terjadi akibat vasokonstriksi dan
berkurangnya komplians pembuluh darah perifer. Hipertensi
merupakan tanda yang penting pada preeklampsia karena merupakan
indikasi awal penyakit ini. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk
memantau tekanan darah pada kunjungan ante natal. Dari beberapa
penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa mean arterial pressure
lebih baik dalam memprediksi preeklampsia dibandingkan dengan
tekanan darah sistolik dan diastolik.

Istirahat di rumah tidak direkomendasikan untuk pencegahan primer


preeklampsia. Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki
luaran pada wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa proteinuria).
Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan komplikasinya
selama kehamilan tidak direkomendasikan.1, 9
Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal
1g/hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada wanita
dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia. Penggunaan aspirin dosis
rendah (75 100 mg/hari) direkomendasikan untuk prevensi preeklampsia
pada wanita dengan risiko tinggi. Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari
direkomendasikan terutama pada wanita dengan asupan kalsium yang
rendah.1, 9

J. KOMPLIKASI

26
Preeklampsia dapat membahayakan nyawa baik ibu dan janinnya,
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas janin dan ibu. Pada ibu,
preeklampsia dapat menyebabkan premature cardiovascular disease, seperti
hipertensi kronik, penyakit jantung iskemik, dan stroke di kemudian hari.
Sementara itu, anak yang lahir dari kehamilan dengan preeklampsia dan
berukuran relatif kecil saat lahir, mempunyai risiko stroke, penyakit jantung
koroner, dan sindrom metabolik saat dewasa nanti.3
Eklampsia merupakan komplikasi neurologis utama pada
preeklampsia, didefinisikan sebagai episode konvulsif atau perubahan
kesadaran yang terjadi pada kondisi preeklampsia dan tidak disebabkan oleh
kondisi neurologis sebelumnya.3

27
Daftar Pustaka

1. POGI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran : Diagnosis dan Tatalaksana


Pre-eklampsia. Jakarta: POGI; 2016.
2. Institute of Obstetricians and Gynaecologists. The diagnosis and management
of preeklampsia dan eklampsia. Irlandia: RCPI; 2013.
3. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O. Pre-eclampsia : pathophysiology, diagnosis
and management. Vascular Health and Risk Management 2011(7):467-474.
4. Cunningham FG, J.Leveno K, Bloom SL. Williams Obstetrics. 24 ed.
California: McGraw-Hill Education; 2014.
5. Angsar MD. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.
6. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM. Current Diagnosis and Treament in
Obstetrics and Gynecology. California: McGraw-Hill Companies; 2006.
7. Hladunewich M, Karumanchi SA, Lafayette R. Pathophysiology of the
Clinical Manifestations of Preeclampsia. Cllin J Am Soc Nephrol 2007;2:543-
549.
8. Magee LA. Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive
Disordes of Pregnancy. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada
2008;30(3):1-38.
9. Poon LC, Nicolaides KH. Early prediction of preeclampsia. Obstetric and
Gynaecology International 2014:1-11.

28

Anda mungkin juga menyukai