A. Definisi
Definisi cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai kepala dan dapat mengakibatkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, robekan pada meningens, dan kerusakan pada jaringan otak itu sendiri, dapat juga
disertai dengan gangguan neurologis.6,7
B. Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis
dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu :5
1.
berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulanbenda tumpul. Cedera
tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
2.
Beratnya Cedera
Glasglow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya
Nilai
Berdasarkan nilai GCS maka penderita cedera kepala dengan nilai GCS 14-15 adalah
cedera kepala ringan, GCS 13-9 adalah cedera kepala sedang, dan GCS 3-8 adalah cedera
kepala berat.5
C. Morfologi
1. Fraktur Kranium Susunan
tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan tenaga
benturan kepala sehingga sedikit kekuatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak.
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan
apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressed atau non depressed. Fraktur
basis kranii sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya memerlukan CT scan
dengan teknik bone-window untuk memperjelas garis fraktur. Tanda-tanda klinis fraktur
basis kranii, yaitu ekimosis periorbital (Racoon eyes sign), ekimosis retroaurikuler (Battle
sign), kebocoran CSS (rinorea, otorea), paresisnervus fasialis, dan kehilangan pendengaran
yang dapat timbul segera atau beberapa hari setelah trauma. 5
2. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus, walaupun kedua jenis lesi ini
sering terjadi bersamaan. Termasuk dalam lesi fokal, yaitu perdarahn
epidural,
tindakan operasi. Hal ini timbul pada 20% penderita dan cara mendeteksi terbaik adalah
dengan mengulang CT scan dalam 12 24 jam setelah CT scan pertama. PIS adalah
perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya
laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang
ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) ataupada sisi lainnya
(countrecoup).5
4. Penatalaksanaan Cedera Kepala Berat (GCS : 3-8)
Penderita dengan cedera kepala berat tidak mampu melakukan perintah-perintah
sederhana walaupun status kardiopulmonernya telah distabilisasi. Penatalaksaan sebagai
berikut :5
A. Primary survey dan resusitasi
1. Airway dan breathing
Pada cedera kepala sering terjadi gangguan terhentinya pernapasan yang sementara.
Apnea yang berlangsung lama sering merupakan penyebab kematian langsung di tempat
kecelakaan. Aspek yang sangat penting pada penatalaksanaan segera penderita cedera kepala
berat ini adalah Intubasi endotrakeal. Tindakan hiperventilasi dapat dilakukan secara hati-hati
pada penderita CKB yang menunjukkan perburukan GCS atau timbulnya dilatasi pupil, pCO2
harus dipertahankan antara 25-35 mmHg.
2. Sirkulasi
Hipotensi dan hipoksia adalah penyebab utama terjadinya perburukan pada penderita
CKB. Bila terjadi hipotensi harus segera dilakukan tindakan untuk menormalkan tekanan
darahnya. Hipotensi biasanya tidak disebabkan oleh cedera otak itu sendiri kecuali pada
stadium terminal dimana medulla oblongata sudah mengalami gangguan.
Yang lebih sering terjadi adalah bahwa hipotensi merupakan petunjuk adanya
kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Penyebab lainnya adalah trauma
medula spinalis, kontusio atau tamponade jantung dan tension pneumothorax.
B. Terapi medikamentosa5,8,9
1. Cairan intravena
Jangan berikan cairan hipotonik pada penderita cedera kepala. Penggunaan cairan
yang mengandung glukosa dapat menyebabkan hiperglikemia yang berakibat buruk pada otak
yang cedera. Karena itu cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan garam
fisiologis atau Ringers Lactat. Kadar natrium atau serum juga harus dipertahankan dalam
batas normal. Keadaan hiponatremia sangat berkaitan dengan timbulnya edema otak yang
harus dicegah atau diobati secara agresif bila terjadi.
2. Hiperventilasi
Hiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati. Hiperventilasi bekerja dengan
menurunkan PCO2 dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak. Penurunan
volume intracranial ini akan menurunkan TIK. Hiperventilasi yang berlangsung lama dan
agresif dapat menyebabkan iskemia otak karena terjadinya vasokonstriksi serebri berat yang
pada akhirnya menurunkan perfusi otak. Terutama bila PCO2 turun sampai dibawah 25
mmHg. Pendapat terakhir tentang hiperventilasi adalah hiperventilasi secara moderat dan
tidak terlalu lama. Tetapi yang paling penting hiperventilasi harus dicegah bila PCO2 < 25
mmHg.
3. Manitol
Manitol 20% yang merupakan bahan diuretic osmotic, digunakan untuk menurunkan
tekanan intracranial. Pemberian manitol 20% secara intravena, dengan dosis 0,5-1g/kgBB,
yang diberikan dalam 30 menit. Untuk mencegah terjadinya efek rebound, selanjutnya
manitol diberikan kembali setelah 6 jam dengan dosis 0,25-0,5g/kgBB dalam waktu 30
menit. Prinsip dari terapi menggunakan manitol adalah memanfaatkan gradasi osmotic antara
plasma dan jaringan otak untuk menarik cairan interstitial ke rongga intravascular, sehingga
terjadi penurunan intracranial. Dalam keadaan tertentu, dapat diberikan pula loop diuretic,
yaitu furosemid, karena akan memberikan efek sinergis dan memperpanjang efek osmotic
serum manitol. Furosemide diberikan dalam dosis 40 mg/hari, secara intravena (dosis yang
lazim adalah 0,3-0,5 mg/kgBB)
5. Barbiturat
Bermanfaat untuk menurunkan TIK yang refrakter terhadap obat-obatan atau prosedur
yang biasa. Namun obat ini tidak boleh diberikan bila terdapat hipotensi, karena barbiturat
dapat menurunkan tekanan darah.
6. Antikonvulsan
Volume massa hematoma mencapai lebih dari 40 cc didaerah supratentorial atau lebih
dari 20 cc di daerah infratentorial.
Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala dan
tanda fokal neurologis semakin berat.
hole atau dapat pula berupa kraniotomi evakuasi. Burr hole sesungguhnya merupakan
tindakan diagnostik, terutama pada tempat yang tidak memiliki fasilitas CT-Scan. Walau
demikian pada kenyataannya tindakan ini dapat tetap bermanfaat pada institusi yang memiliki
fasilitas CT-Scan sekalipun, karena juga merupakan tindakan untuk melakukan dekompresi
segera mungkin.10
Kraniotomi evakuasi dilakukan segera setelah diagnosa dipastikan, baik melalui
pemeriksaan CT-Scan atau dapat pula sebagai kelanjutan prosedur burr hole yang
memberikan hasil positif. Secara prinsipiil, tindakan kraniotomi evakuasi adalah melakukan
dekompresi dengan cara mengeluarkan hematoma yang ada dalam rongga tengkorak. Jenis
tindakan kraniotomi evakuasi bervariasi sesuai dengan dugaan lokasi perdarahan yang terjadi.
Dalam teknik operasinya, pembukaan kranial dilakukan secara terbatas, berupa potongan
linier huruf S atau flap berbentuk U yang dilanjutkan dengan kraniotomi atau
kranioektomi.10