Anda di halaman 1dari 24

1

PRESENTASI KASUS
SYOK HIPOVOLEMIK E.C. RUPTUR VARISES ESOFAGUS
DAN SIROSIS HEPATIK

Diajukan kepada Yth. :


dr. Rachmad Aji S. Sp.PD

Disusun oleh :
Lutfi Maulana

G4A015072

Khairisa Amrina

G4A014136

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2016

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
SYOK HIPOVOLEMIK E.C. RUPTUR VARISES ESOFAGUS
DAN SIROSIS HEPATIK

Diajukan untuk memenuhi syarat


mengikuti ujian pada Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal :

Mei 2016

Disusun oleh :
Lutfi Maulana

G4A015072

Khairisa Amrina

G4A014136

Purwokerto,

Mei 2016

Pembimbing,

dr. Rachmad Aji S. Sp.PD

BAB I
PENDAHULUAN
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada
hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar
yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok
kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor
yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respons imun (syok anafilaktik)
(Dooley JS, 2011).
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang
tidak adekuat, Perdarahan yang terus menurus seperti pada pecahnya varises
esophagus mampu menyebabkan tidak adekuatnya perfusi jaringan ke perifer yang
dapat menyebabkan syok (Wijaya IP, 2007)
Varises gastroesofagus adalah pelebaran pembuluh darah di gaster atau
esofagus yang terjadi semakin besar. Pecahnya varises tersebut akan menimbulkan
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA). Varises terjadi pada hampir 50%
pasien dengan sirosis hati (Tsao et al., 2007).
Varises esofagus terjadi jika adanya obstruksi aliran darah menuju hati.
Seringkali aliran darah diperlambat oleh jaringan parut pada hati yang disebabkan
oleh penyakit hati. Karena resistensi pembuluh darah di sinusoid hati rendah,
peningkatan tekanan vena portal (> 10 mmHg) akan mendistensi vena proksimal ke
tempat blok dan meningkatkan tekanan kapiler pada organ yang dialiri oleh pembuluh
darah vena yang terobstruksi, salah satunya adalah esofagus. Tidak imbangnya antara
tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan
pembesaran pembuluh darah (varises). Dalam keadaan yang demikian, terkadang
vena bisa pecah dan berdarah (Adi, 2007).
BAB II
LAPORAN KASUS

A.

B.

Identitas Pasien
Nama

: Ny. K

Umur

: 56 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Status perkawinan

: Sudah menikah

Suku bangsa

: Jawa

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Widarapayung Wetan RT 2/1 Binangun, Cilacap

Tanggal masuk

: 06 Mei 2016 (IGD RSMS Purwokerto)

Tanggal periksa

: 10 Mei 2016 (bangsal Dahlia)

Anamnesa (Aloanamnesa)
Keluhan Utama

Penurunan Kesadaran (E2M2V2)


Keluhan Tambahan

BAB hitam dan muntah darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
hingga sekarang, sebelum penurunan kesadaran mengeluhkan pusing, mual
dan lemas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan BAB hitam dan muntah darah saat di
IGD sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Semenjak datang hingga
sekarang keluhan dirasakan belum berkurang. Nafsu makan menurun, lemas
dan pusing juga dikeluhkan pasien. Pasien masih sadar dan masih dapat diajak
berbicara namun makin lama makin lemas, hari ini BAB 1 kali masih hitam
dan sudah 3 kali muntah darah. Semenjak pukul 11.15 malam pasien
mengalami muntah darah hebat lalu disertai dengan penurunan kesadaran.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat dengan keluhan sama

: disangkal

Riwayat penyakit hipertensi


Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit DM

:disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluhan yang sama

: disangkal

Riwayat penyakit hipertensi

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat penyakit DM

: disangkal

Status Sosial Ekonomi :


-

Keluarga
:
Pasien tinggal sendiri dirumah, pekerjaan sehari-hari dibantu oleh
pembantu RT karena sudah lemah.
Lingkungan
:
Hubungan antara pasien dengan tetangga di lingkungannya juga baik.
Tempat tinggal
:
Pasien tinggal di rumah sederhana yang cukup memenuhi kriteria
rumah sehat.
Diet dan obat
:
Menu makan sehari-hari terdiri dari nasi, lauk pauk tempe, tahu, sayur
dan terkadang buah-buahan dan susu. Keluarga pasien mengaku pasien

C.

tidak pernah mengkonsumsi alkohol. Pasien dulu sering minum Jamu.


Ekonomi
:
Pasien berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke atas.

Pemeriksaan Fisik (Tanggal 10 Mei 2016)


Keadaan Umum
Kesadaran
Vital sign

a) Status Generalis :

: Stupor
: E2V2M2
: Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Suhu

: 70/50 mmHg
: 24x/menit irregular.
: 28 x/menit
: 35,50 C

1. Kepala
2. Mata
3. Hidung

: Simetris, mesocephal, venektasi temporal (-).


: Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
: Discharge (-), deviasi septum nasi (-), napas cuping

hidung (-)
4. Telinga: Simetris kanan kiri, discharge (-)
5. Mulut
: bibir sianosis (+)
b) Status Lokalis
1. Thorax
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: Simetris, ketinggalan gerak (-), tidak ada benjolan


: Vokal fremitus kanan = kiri,
: Sonor pada seluruh lapang paru. Batas paru-hepar SIC

Auskultasi

V LMCD
: Suara dasar vesikuler +/+, ronkhi basah kasar -/-,
ronkhi basah halus -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

2. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

:
:
:
:

Ictus Cordis terlihat di SIC VI, 2 jari lateral LMCS


Ictus Cordis teraba SIC VI, 2 jari lateral LMCS
tidak ada pergeseran batas jantung
S1 > S2 di apeks takikardi irreguler, murmur (-),
gallop (-),

: Datar, venektasi (-) , sikatrik (-)


: Bising usus (+) normal
: Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
: Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba

3. Ekstremitas
Superior
Inferior

: edema (-/-), sianosis (+/+), akral dingin


: edema (-/-), sianosis (+/+), akral dingin

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium Tanggal 8 Mei 2016
Pemeriksaan
Darah Lengkap

Hasil

Nilai Rujukan

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
Hitung Jenis Leukosit
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit

L 6,5 g/dL
6140 /uL
L 20 %
L 2.8 10^6/uL
L 72.000 / uL
L 72.1 fL
L 23.0 pg
L 31.9 %
H 19.4 %
11.9 fL

12,0 16,0
4800 10800
37 47
4,2 5,4
150.000 450.000
79 99
27 31
33 37
11,5 14,5
7,2 11,1

0,5 %
H 6,4 %
L 0.5 %
65.6 %
L 17.6 %
H 9.4 %

0,0 1,0
2,0 4,0
2,0 5,0
40,0 70,0
25,0 40,0
2,0 8,0

Hasil

Nilai Rujukan

L 6,4 g/dL
H 12.120 /uL
L 21 %
L 3.0 10^6/uL
L 129.000/ uL
L 69.5 fL
L 21.2 pg
L 30.5 %
H 20.0 %
12.2 fL

12,0 16,0
4800 10800
37 47
4,2 5,4
150.000 450.000
79 99
27 31
33 37
11,5 14,5
7,2 11,1

0,5 %
H 6,4 %
L 0.5 %
65.6 %
L 17.6 %

0,0 1,0
2,0 4,0
2,0 5,0
40,0 70,0
25,0 40,0

Hasil Laboratorium tanggal 6 Mei 2016


Pemeriksaan
Darah Lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
Hitung Jenis Leukosit
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit

Monosit
Kimia Klinik
SGOT
SGPT
Ureum Darah
Kreatinin
Glukosa sewaktu
Natrium
Kalium
Klorida

H 9.4 %

2,0 8,0

49 U/L
32 U/L
53.1 mg/dl
0.70 mg/dl
165 mg/dl

15-37
30-65
14.98 38.52
0.60 1.00
<= 200
136 145
3.5 5.1
98 107

147 mmol/L
4.4 mmol/L
102 mmol/ L

EKG (20 April 2016)

D.

Diagnosis Kerja
1. Syok Hipovolemic
2. Anemia
3. Hematemesis Melena e.c. Ruptur esofagus
4. Sirosis Hepatis

E.

F.

Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. O2 nasal kanul 3 LPM
b. Drip Adona 1g/24 jam
c. Inf. NS 30 tpm
d. Inj. Vit K 3 x 1 A
e. Inj. Kalnex 3 x 500 mg
f. Inj. Omeprazol 1 x 1 A
g. Transfusi PRC 2 Kolf
2. Non Farmakologi
a. Diet Lunak
b. Bed Rest
3. Monitoring
Keadaan umum, vital sign, dan tanda syok
Prognosis
Ad Fungsional
: Dubia ad malam
Ad Sanationam
: Dubia ad malam
Ad Vitam
: Dubia ad malam

10

BAB III
PEMBAHASAN
A. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan tipe syok paling umum ditandai dengan
penurunan volume intravaskular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen
intraselular dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hampir 2/3 dari air
tubuh total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu
kompartemen intravaskuler dan interstisial. Volume cairan interstisial adalah kirakira 3-4x dari cairan intravaskuler. , Hal ini akan menggambarkan kehilangan
750ml sampai 3000 ml pada pria dengan berat badak 70kg. Paling sering, syok
hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik)
(Wijaya, 2007).
B. Patofisiologi Syok
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh),
dan ireversibel (tidak dapat pulih) (Wijaya, 2007).
1. Tahap kompensasi
Adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya.
Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat,
peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah,dan pengisian

11

pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali
karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal (Wijaya, 2007).
2. Tahap dekompensasi
Dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang
terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan
mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran
ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya
adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah,
kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu (Wijaya, 2007).
3. Tahap ireversibel
Dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin,
maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan
tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan
mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ
seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati
,maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan
organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki (Wijaya, 2007).

Gambar 1. Patofisiologi Syok


Hipovolemia diawali oleh mekanisme kompensasi tubuh. Denyut
jantung dan resistensi vaskuler meningkat sebagai akibat dari dilepaskannya

12

katekolamin dari kelenjar adrenal. Curah jantung dan tekanan perfusi jaringan
meningkat. Sehingga terjadi penurunan tekanan hidrostatik kapiler, cairan
interstitiel berpindah kedalam kompartemen pembuluh darah. Hati dan limpa
menambah volume darah dengan melepaskan sel-sel darah merah dan plasma
(Wijaya, 2007).
Sistem kardiovaskuler berespon dengan cara melakukan redistribusi
darah ke otak, jantung, dan ginjal dan perfusi berkurang pada kulit, otot, dan
saluran gastrointestinal. Di ginjal, renin menstimulasi dirilisnya aldosteron dan
retensi natrium (dan menahan air), di mana hormon antidiuretik (ADH atau
vasopressin) dari kelenjar ptiuitari posterior meningkatkan retensi air (Wijaya,
2007).
Sistem

hematologi

mengaktivasi

kaskade

koagulasi

dan

mengkontraksikan pembuluh darah yang terluka dengan pelepasan tromboksan


A2 yang lokal. Selain itu, trombosit teraktivasi dan membentuk sebuah bekuan
yang imatur di sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak mengekspos
kolagen, yang secara signifikan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi
bekuan darah tersebut (Wijaya, 2007).
Dibutuhkan kurang lebih 24 jam untuk menyelesaikan fibrinasi bekuan
darah dan bentuk yang matang. Bagaimanapun, mekanisme kompensasi ini
terbatas. Apabila cairan dan darah berkurang dalam jumlah yang besar atau
berlangsung terus-menerus, mekanisme kompensasi pun gagal, menyebabkan
penurunan perfusi jaringan. Terjadi gangguan dalam penghantaran nutrisi ke
dalam sel dan terjadi kegagalan metabolisme sel (Wijaya, 2007).
C. Varises Esofagus
Varises esofagus terjadi sebagai akibat komplikasi dari terhambatnya aliran
darah vena portal menuju hati. Aliran tersebut akan mencari jalan lain, yaitu ke
pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebih kecil dan lebih
mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan
pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises) (Brunner
dan Suddart, 2002).

13

Pada sirosis hati, hipertensi portal timbul dari kombinasi peningkatan vaskular
intrahepatik dan peningkatan aliran darah ke sistem vena porta. Peningkatan
resistensi vaskular intrahepatik akibat ketidakseimbangan antara vasodilator dan
vasokontriktor.

Peningkatan

gradient

tekanan

portocaval

menyebabkan

terbentuknya kolateral vena portosistemik yang akan menekan sistem vena porta.
Drainage yang lebih dominan pada vena azygos menyebabkan terbentuknya
varises esofagus yang cenderung mudah berdarah. Varises esofagus dapat
terbentuk pada saat HVPG diatas 10 mmHg (Franchis, 2010).
Hipertensi portal paling baik diukur dengan menggunakan pengukuran
hepatic vein pressure gradient (HVPG). Perbedaan tekanan antara sirkulasi portal
dan sistemik sebesar 10-12 mmHg sangat penting dalam terbentuknya varises.
Nilai normal HVPG adalah 3-5 mmHg. Pengukuran awal HPVG bermanfaat bagi
sirosis compensate dan decompensate, sedangkan pengukuran secara berulang
HPVG berguna untuk monitoring pengobatan dan progresivitas penyakit hati
(Franchis, 2010).

14

Gambar 2. Perjalanan Penyakit Varises Esofagus hingga muncul Manifestasi


Klinis (Brunner dan Suddart, 2002)
D. Diagnostik
1. Syok Hipovolemik
Anamnesis pada pasien syok hipovolemik terutama untuk menentukan
penyebabnya. Pasien biasanya mengeluh haus, berkeringat, dan kesulitan
bernafas. Kesadaran pasien umumnya normal, kecuali pada syok berat pasien
menjadi apatis atau kebingungan. Untuk diagnosis klinis syok, dapat
ditemukan hipotensi dan tanda klinis iskemi organ. Tanda klinis ini tidak
sensitif pada kehilangan darah yang sedikit. Sensitivitas ini dapat dinilai

15

dengan menggunakan indeks syok, yaitu frekuensi jantung dibagi dengan


tekanan darah sistolik. Klinisi dapat menentukan syok bila terdapat penurunan
tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg atau penurunan tekanan darah lebih
dari 40 mmHg di bawah tekanan darah sebelum syok, dengan penurunan
tekanan nadi.
Diagnosis klinis dari syok hipovolemik tidak sulit bila ditemukan
hipotensi dan kehilangan cairan yang terlihat seperti pada trauma (misalnya
fraktur), perdarahan saluran cerna dan paru, luka bakar dan diare. Perdarahan
internal akibat ruptur aneurisma aorta, trauma tumpul abdomen, dan
hemotoraks sulit didiagnosa kecuali dari anamnesis dan tanda fisik yang
nyata, seperti redup pada perkusi dada, nyeri dan distensi abdomen
menunjukkan kemungkinan adanya perdarahan internal. Pada kasus
perdarahan saluran cerna bagian atas, harus dicari tanda-tanda penyakit hati
kronis, seperti eritema palmar, spider navy, dan hipertensi portal, karena hal
ini dapat menunjukkan perdarahan varises yang menyebabkan syok
hipovolemik. Warna kecoklatan pada telapak tangan dan membran mukosa
menunjukkan adanya insufisiensi adrenokortikal, serta adanya bau aseton
pada udara ekspirasi menunjukkan diabetes mellitus yang tidak terkontrol
(ketoasidosis).

Tabel 1. Derajat Syok Hipovolemik setelah Perdarahan (Parillo, 2008).


Class I
Blood

loss >750

Class II

Class III

Class IV

750-1500

1500-2000

>2000

(mL)
Blood loss (%)

>15%

15-30%

30-40%

>40%

Heart rate/min

<100

>100

>120

>140

Normal

Decreased

Decreased

Decreased

Decreased

Decreased

Systolic Blood Nomal


Pressure
Pulse Pressure

Normal

16

Respiratory

14-20

20-30

30-40

<35

Delayed

Delayed

Delayed

Delayed

20-30

5-15

Minimal

Anxious

Confused

Confused and

rate
Capilary refill
Urine

ouput >30

(mL/hr)
Mental status

Slightly
anxious

lethargic

Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa


ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan.
Diagnosis akan sulit bila perdarahan tak ditemukan dengan jelas atau berada
dalam traktus gastrointestinal atau hanya terjadi penurunan jumlah plasma
dalam darah. Setelah perdarahan maka biasanya hemoglobin dan hematokrit
tidak langsung turun sampai terjadi gangguan kompensasi, atau terjadi
penggantian cairan dari luar. Jadi kadar hematokrit di awal tidak menjadi
pegangan sebagai adanya perdarahan. Kehilangan plasma ditandai dengan
hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas ditandai dengan hipernatremia.
2. Varises Esofagus
Varises esofagus biasanya tidak memberikan gejala bila varises belum
pecah yaitu bila belum terjadi perdarahan. Oleh karena itu, bila telah
ditegakkan diagnosis sirosis hendaknya dilakukan skrining diagnosis melalui
pemeriksaan

esofagogastroduodenoskopi (EGD) yang merupakan standar

baku emas untuk menentukan ada tidaknya varises esofagus. Pada pasien
dengan sirosis yang kompensata dan tidak didapatkan varises, ulangi EGD
setiap 23 tahun, sedangkan bila ada varises kecil, maka pemeriksaan EGD
diulangi setiap 12 tahun. Pada sirosis yang dekompensata, lakukan
pemeriksaan EGD setiap tahun. Efektivitas skrining dengan endoskopi ini bila
ditinjau dari segi biaya, masih merupakan kontroversi, maka untuk keadaankeadaan tertentu disarankan untuk menggunakan gambaran klinis, seperti
jumlah platelet yang rendah, yang dapat membantu untuk memprediksi pasien
yang cenderung mempunyai ukuran varises yang besar (Vaezi, et al., 2006).

17

Bila standar baku emas tidak dapat dikerjakan atau tidak tersedia,
langkah diagnostik lain yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan
ultrasonografi

Doppler

dari

sirkulasi

darah

(bukan

ultrasonografi

endoskopik). Alternatif pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan radiografi


dengan menelan barium dari esofagus dan lambung, dan angiografi vena
porta serta manometri (Dite, et al., 2007).
Pada pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, sangatlah penting menilai
lokasi (esofagus atau lambung) dan besar varises, tanda-tanda adanya
perdarahan yang akan terjadi (imminent), perdarahan yang pertama atau
perdarahan yang berulang, serta bila mungkin untuk mengetahui penyebab
dan beratnya penyakit hati (Dite, et al., 2007).
Varises esofagus biasanya dimulai dari esofagus bagian distal dan akan
meluas sampai ke esofagus bagian proksimal bila lebih lanjut. Berikut ini
adalah derajat dari varises esofagus berdasarkan gambaran endoskopis
(Gambar 5) (Block, et al., 2004).

Gambar 3. Derajat Varises Esofagus (Block, et al., 2004)


Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan gambaran derajat 1, terjadi
dilatasi vena (<5 mm) yang masih berada pada sekitar esofagus. Pada derajat
2 terdapat dilatasi vena (>5 mm) menuju kedalam lumen esofagus tanpa
adanya obstruksi. Sedangkan pada derajat 3 terdapat dilatasi yang besar,
berkelok-kelok, pembuluh darah menuju lumen esofagus yang cukup
menimbulkan obstruksi. Dan pada derajat 4 terdapat obstruksi lumen

18

esofagus hampir lengkap, dengan tanda bahaya akan terjadinya perdarahan


(cherry red spots) (Ala, et al., 2001).
Setelah varises esofagus telah diidentifikasi pada pasien dengan
sirosis, risiko terjadinya perdarahan varises adalah sebesar 25-35 %. Oleh
karena sirosis hati akan mempunyai prognosis buruk dengan adanya
perdarahan varises, maka penting untuk dapat mengidentifikasi mereka yang
berisiko tinggi dan pencegahan kejadian perdarahan pertama. Perdarahan
varises esofagus biasanya tanpa rasa sakit dan masif, serta berhubungan
dengan tanda perdarahan saluran cerna lainnya, seperti takikardi dan syok.
Faktor risiko untuk perdarahan pada orang dengan varises adalah derajat
hipertensi portal dan ukuran dari varises. Varises sangat tidak mungkin untuk
terjadi perdarahan jika tekanan portal < 12 mmHg (Ala, et al., 2001).
Perdarahan varises didiagnosis atas dasar ditemukannya satu dari
penemuan pada endoskopi, yaitu tampak adanya perdarahan aktif, white
nipple, bekuan darah pada varises.1 Sedangkan adanya red wale markings
atau cherry red spots yang menandakan baru saja mengeluarkan darah atau
adanya risiko akan terjadinya perdarahan (Block, et al., 2004).
Pada pasien dengan dugaan terjadi perdarahan dari varises, perlu
dilakukan pemeriksaan EGD. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sesegera
mungkin setelah masuk rumah sakit (12 jam), khususnya pada pasien dengan
perdarahan yang secara klinis jelas. Penundaan lebih lama (24 jam) dapat di
lakukan pada kasus perdarahan ringan yang memberikan respon dengan
vasokonstriktor (Block, et al., 2004).
Pada saat dilakukan endoskopi, ditemukan perdarahan dari varises
esofagus atau varises gaster. Varises diyakini sebagai sumber perdarahan,
ketika vena menyemprotkan darah atau ketika ada darah segar dari
esophageal-gastric junction di permukaan varises atau ketika ada darah segar
di fundus, jika terdapat varises lambung. Dalam keadaan tidak ada
perdarahan aktif (lebih dari 50% kasus) atau adanya varises sedang dan besar
dengan tidak adanya lesi, maka varises potensial untuk menjadi sumber
perdarahan yang potensial (Ala, et al., 2001).
E. Tatalaksana
1. Syok Hipovolemik (Wijaya, 2007).

19

a. Bebaskan jalan nafas, oksigen (FiO2100%), kalau perlu bias diberiakan


ventilator support.
b. Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3
kali. Bila akses vena sulit pada anak balita dapat dilakukan akses
intraosseous di pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan dapat
mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah
mencapai 2-3 kali tapi respons belum adekuat, maka dipertimbangkan
untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya
dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).
c. Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan
kardiogenik.
1. Dopamin
2. Epinephrine

: 2-5 tg/kg BB/ menit.


: 0,1 g/KgBB/menit iv, dosis bisa ditingkatkan

bertahap sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa


sampai 2-3 g/kg BB/ men it.
3. Dobutamin
: 5 g/KgBB/menit iv, ditingkatkan bertahap sampai 20
g/KgBB/menit iv.
4. NE
: 0,1 g/KgBB/menit iv, dapat ditingkatkan sampai efek
yang diharapkan.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid yang diberikan adalah hydrocortison dengan dosis 50
mg/KgBB iv bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam
secara continuous infusion.

20

Gambar 4. Bagan Penatalaksanaan Syok Hipovolemik


2. Varises Esofagus
a. Terapi Farmakologi
Prinsip pemberian farmakoterapi adalah menurunkan tekanan vena
porta dan intravena. Hanya ada dua farmakoterapi yang direkomendasikan
untuk pentatalaksanaa perdarahan varises esofagus yaitu: vasopresin dan
terlipresin (Block, et al., 2004).
1. Vasopresin adalah vasokonstriktor kuat yang efektif nenurunkan
tekanan portal dengan menurunkan aliran darah portal yang
menyebabkan vasokonstriksi splanknik. Penatalaksanaan dengan obat
vasoaktif sebaiknya mulai diberikan saat datang ke rumah sakit pada
pasien dengan hipertensi portal dan dicurigai adanya perdarahan
varises. Dikutip dari Science Direct, tujuan pemberian farmakoterapi
adalah untuk menurunkan tekanan portal, yang berhubungan erat
dengan tekanan varises. Terapi ini rasional bila tekanan portal yang
tinggi ( > 20 mmHg) dengan prognosis yang kurang baik (Block, et
al., 2004).

21

Obat vasoaktif dapat diberikan dengan mudah, lebih aman dan


tidak memerlukan keterampilan. Terapi dapat dimulai di rumah sakit,
dirumah atau saat pengiriman ke rumah sakit yang akan meningkatkan
harapan hidup pasien dengan perdarahan masif. Obat vasoaktif juga
akan memudahkan tindakan endoskopi (Ala, et al., 2001).
2. Terlipresin adalah turunan dari vasopresin sintetik yang long acting,
bekerja lepas lambat. Memiliki efek samping kardiovaskuler lebih
sedikit dibandingkan dengan vasopresin. Pada pasien dengan sirosis
dan hipertensi porta terjadi sirkulasi hiperdinamik dengan vasodilatasi.
Terlipresin memodifikasi sistem hemodinamik dengan menurunkan
cardiac output dan meningkatkan tekanan darah arteri dan tahanan
vaskuler sistemik. Terlipresin memiliki efek menguntungkan pada
pasien ke gagalan hepatorenal, yaitu dengan kegagalan fungsi ginjal
dan sirosis dekompensata. Dengan demikian, dapat mencegah gagal
ginjal, yang sering terdapat pada pasien dengan perdarahan varises.
Ketika dicurigai perdarahan varises diberikan dosis 2 mg/ jam untuk
48 jam pertama dan dilanjutkan sampai dengan 5 hari kemudian dosis
diturunkan 1 mg/ jam atau 12-24 jam setelah perdarahan berhenti.
Efek samping terlipresin berhubungan dengan vasokonstriksi seperti
iskemia jantung, infark saluran cerna dan iskemia anggota badan
(Block, et al., 2004).
b. Terapi Endoskopi
Terapi endoskopi dilakukan pada kasus perdarahan varises, terutama
dalam upaya mencapai homeostasis. Temuan endoskopi juga berguna
sebagai indikator prognosis risiko perdarahan ulang. Teknik endoskopi
yang digunakan mencapai homeostasis adalah dengan memutus aliran
darah kolateral dengan cepat seperti ligasi atau skleroterapi karena
trombosis.

Endoskopi dapat dilakukan pada pasien dengan varises

esofagus sebelum perdarahan pertama terjadi, saat perdarahan berlangsung


dan setelah perdarahan pertama terjadi (McKay dan Webster, 2007).
c. Transjugular Intrahepatic Portosistemic Shunt (TIPS)
Merupakan cara untuk menurunkan tahanan aliran porta dengan
cara

shunt (memotong) aliran melalui hati. Prinsipnya adalah

22

menghubungkan vena hepatik dengan cabang vena porta intrahepatik.


Puncture needle di masukkan ke dalam vena hepatik kanan melalui kateter
jugular. Selanjutnya cabang vena porta intra hepatik di tusuk, lubang
tersebut dilebarkan kemudian di fiksasi dengan expanding stent. Hal ini
merupakan cara lain terakhir pada perdarahan yang tidak berhenti atau
gagal dengan farmakoterapi, ligasi atau skleroterapi (Ala, et al., 2001).
d. Operasi
Prinsipnya adalah melakukan pembedahan pada anastomosis
portosistemik. Tindakan ini tidak praktis pada situasi kegawatdaruratan
dan mempunyai angka mortalitas sangat tinggi dibandingkan dengan TIPS
(Ala, et al., 2001).

BAB III
KESIMPULAN
1. Syok hipovolemik adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh akibat
kehilangan cairan dalam jumlah berlebihan
2. Syok hipovolemik akibat perdarahan bisa disebabkan karena rupturnya varises
esophagus akibat hipertensi porta pada pasien dengan sirosis hepatis
3. Prinsip tatalaksana syok hipovolemik adalah manajemen sirkulasi, jalur napas,
oksigenasi dan farmakologis.
4. Pada pasien dengan varises esofagus, tatalaksana yang adekuat untuk
menghentikan perdarahan bisa dengan cara endoskopi, TIPS, dan operasi
untuk pembedahan pada anastomosis portosistemik.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Adi, P. 2007. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2. Ala, I., Sharara S., Don C., Rockey R. 2001. Gastroesophageal variceal
hemorrhage. New England Journal of Medicine. Vol. 345 : 669-81.
3. Block, B., Schachschal G., Schmidt H. 2004. Endoscopy of the upper GI
Tract. Germany : Grammlich.
4. Brunner, dan Suddart. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
5. Dite, P., Labrecque D., Fried M., Gangl A., Khan A. G., Bjorkman D., et al.
2007.

Esophageal

Varices.

Available

at

http://www.worldgastroenterology.org/graded-evidence-access.html . Diakses
pada tanggal 18 Mei 2016.
6. Dooley JS, Lok ASF, Burroughs AK, Heathcote EJ. 2011. Sherlocks diseases
of the liver and biliary system. 12th Edition. UK: Wiley Blackwell Publishing
7. Franchis, R. 2010. Revising consensus in portal hypertension: report of the
Baveno V consensus workshop on methodology of diagnosis and therapy in
portal hypertension. Journal of Hepatology. Vol. 53 : 762-8.

24

8. McKay, R., Webster N. R. 2007. Variceal bleeding. Available at :


http://ceaceep.oxfordjournals.org/. Diakses pada tanggal 18 Mei 2016.
9. Tsao, G. G., Sanyal A., Grace N., dan Carey W. 2007. Prevention and
Mahagement of Gastroesophageal Varices and Variceal Hemorrhage in
Cirrhosis. Hepatology . Hal : 922-38.
10. Vaezi, M. F., Park W., Swoger J. 2006. Esophageal Diseases. Oxford : Atlas
Medical Publishing.
11. Wijaya IP. Syok hipovolemik. 2007. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Anda mungkin juga menyukai