Antifospolipid
Antifospolipid
antikoagulan yang alami pada endotel pembuluh darah (Koike et al 2007). Namun pada
keadaan patologis, antibodi antifosfolipid membentuk ikatan dengan 2GP1 bentuk aktif
menjadi suatu kompleks antibodi-2GP1 dan mengaktifkan sel-sel endotel untuk meneruskan
reaksi koagulasi (Urbanus et al 2008). Terbentuknya kompleks antibodi-2GP1 juga
mengurangi efek proteksi terhadap membran sel, sehingga ikatan tersebut mengakibatkan
rusaknya membran-membran sel seperti sel endotel pembuluh darah dan sel-sel darah di
sekitarnya yang pada akhirnya mengakibatkan keluarnya bahan-bahan yang dapat
meningkatkan proses trombosis, yaitu (Soebandiri 2003):
1. Pemaparan faktor von Willebrand yang memudahkan proses adhesi sel trombosit.
2. Gangguan metabolisme asam arakidonat sel endotel yang mengakibatkan prostasiklin
menurun dan tromboksan 2 meningkat.
3. Menurunnya produksi trombomodulin dan berkurangnya aktivasi protein C.
4. Menurunnya produksi glycose aminoglycan (GAG) yang mengakibatkan penurunan
kofaktor antithrombin III (AT III) yang pada akhirnya menurunkan aktivitas AT III.
5. Menurunnya produksi tissue plasminogen activator (t-PA) yang mengakibatkan
fibrinolisis menurun.
6. Meningkatnya produksi
plasminogen
activator
inhibitor
(PAI
1)
yang
Tipe II: Sindroma antibodi antifosfolipid primer yang disertai trombosis di pembuluh
darah retina dan/atau otak, seperti gangguan visus, cerebro vascular attack (CVA)
trombosis pada usia muda, transient ischemic attack (TIA) dan sebagainya.
Tipe III: Sindroma antibodi antifosfolipid primer yang disertai trombosis pembuluh
darah jantung dan/atau arteri besar, seperti infark miokard usia muda, trombosis arteri
uterine growth restriction (IUGR), intra uterine fetal death (IUFD) dan sebagainya.
Tipe VI: Sindroma antibodi antifosfolipid primer dengan/tanpa trombosis di tempat
lain selain yang disebut diatas.
resiko. Sindroma antibodi antifosfolipid juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya stenosis
berulang pada tindakan percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA).
Kelainan katub jantung yang sering ditemui berupa vegetasi katub jantung yang kaya akan
fibrin dan trombosit yang umumnya mengenai katub mitral dan katub aorta. Kelainan katub
yang lain berupa penebalan katub dengan manifestasi regurgitasi dan stenosis (Gezer 2003,
Mandell et al 2008, Roldan et al 2008). Sedangkan mikrotrombus miokard lebih jarang terjadi
dan disebabkan oleh sindroma antifosfolipid katastropik (George et al 2009).
Manifestasi Ginjal
Sindroma renal akhir-akhir ini banyak dilaporkan berhubungan dengan sindroma
antibodi antifosfolipid, meliputi mikroangiopati trombotik, trombosis vena renalis, infark
renal, stenosis arteri renalis disertai hipertensi, meningkatnya trombosis vaskuler dan
menurunnya keberhasilan alograf renal (Gezer 2003).
Manifestasi Paru
Trombosis spontan pada pembuluh darah paru dapat terjadi dan menyebabkan
terjadinya hipertensi pulmonal dan vaskulopati pulmonal non inflamasi. Manifestasi paru
yang lain seperti sesak napas dan sindroma distres napas juga sering dijumpai pada sindroma
antifosfolipid katastropik (Gezer 2003).
Manifestasi Kulit
Manifestasi yang utama adalah livedo retikularis, yaitu erupsi yang terjadi biasanya di
kulit lengan, kaki dan badan, umumnya berbentuk retikuler, berwarna merah dan menetap.
Jika dilakukan biopsi akan menunjukkan oklusi dari arteri kecil dan sedang tetapi tidak
didapatkan tanda-tanda inflamasi (Pasquali et al 2008).
Manifestasi Gastrointestinal
Gejala terbanyak disebabkan oleh trombosis arteri atau vena, meliputi sindroma BuddChiari, iskemia dan infark intestinal, ulserasi kolon, nekrosis dan perforasi esofagus, infark
hepar, kolesistitis akalkulosa disertai nekrosis kandung empedu, dan trombosis vena porta dan
vena mesenterika (Gezer 2003).
Manifestasi Obstetrik
Sindroma antibodi antifosfolipid berhubungan dengan morbiditas pada kehamilan,
meliputi abortus, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, preeklamsia, eklamsia,
hemolytic anemia, elevated liver enzymes and low platelet counts
syndrome (HELLP syndrome) dan lahir mati (George et al 2009). Setidaknya 15% wanita
dengan riwayat gangguan kehamilan berulang ternyata didapatkan antibodi antifosfolipid
yang positif pada plasmanya. Sindroma antibodi antifosfolipid memiliki prevalensi yang sama
besar sebagai penyebab abortus jika dibandingkan dengan kejadian trombosis. Wanita dengan
sindroma antibodi antifosfolipid
ditemukan pada usia kehamilan diatas 10 minggu. Abortus pada trimester pertama dan
kematian janin di trimester kedua dan ketiga disebabkan oleh trombosis plasenta (Gezer 2003,
Austin et al 2006).
Sindroma Antifosfolipid Katastropik
Sindroma antifosfolipid katastropik merupakan manifestasi klinis dari sindroma
antibodi antifosfolipid yang melibatkan setidaknya 3 sistem organ yang berbeda dalam satu
periode hari atau minggu (Roldan et al 2008). Hal ini disebabkan karena mikrotrombus yang
menyebar secara luas di vascular bed yang multipel. Penderita dengan sindroma
antifosfolipid katastropik dapat mengalami tromboemboli vena yang masif disertai gagal
napas, stroke, kadar enzim liver yang abnormal, gangguan fungsi ginjal, insufisiensi adrenal,
dan infark kulit. Ginjal adalah organ yang paling sering terlibat sekitar 70%, diikuti paru 66%,
sistem saraf pusat 60%, jantung 52% dan kulit 47%. Sindroma antifosfolipid katastropik
merupakan manifestasi yang sangat jarang terjadi (Gezer 2003, Austin et al 2006, Robertson
et al 2006, George et al 2009).
KRITERIA DIAGNOSTIK
Berdasarkan Kongres Internasional Antibodi Antifosfolipid yang ke 11 di Sidney
tahun 2006, diagnosis sindroma antibodi antifosfolipid dapat ditegakkan dengan memenuhi
setidaknya 1 dari 2 kriteria klinis dan 1 dari 3 kriteria laboratoris, melalui kriteria sebagai
berikut (Pasquali et al 2008, George et al 2009):
A.
Kriteria Klinis
1. Trombosis vaskuler
Didapatkan satu atau lebih episode trombosis arteri, vena, atau arteriol, pada
jaringan atau organ. Trombosis harus dibuktikan dengan kriteria obyektif yang
tervalidasi seperti pemeriksaan radiologi atau histopatologi. Untuk pemeriksaan
histopatologi harus disingkirkan adanya inflamasi dinding pembuluh darah.
2. Morbiditas kehamilan
a. Didapatkan satu atau lebih kematian janin yang secara morfologi dinyatakan
normal pada saat atau menjelang usia kehamilan 10 minggu, dimana janin
yang secara morfologi dinyatakan normal tersebut dibuktikan dengan
pemeriksaan ultrasound atau melalui pemeriksaan langsung terhadap janin.
atau
b. Didapatkan satu atau lebih kelahiran prematur yang secara morfologi
dapat disebabkan oleh: (i) eklamsia atau pre-eklamsia berat yang ditegakkan
melalui prosedur yang standar, atau (ii) insufisiensi plasenta.
atau
c. Didapatkan tiga atau lebih
Kriteria Laboratoris
1. Didapatkan antikoagulan lupus di dalam plasma, pada dua kali atau lebih
sedang atau tinggi, pada dua kali atau lebih pemeriksaan yang terstandar ELISA
dalam periode 12 minggu.
3. Didapatkan IgM dan/atau IgG anti-2GP1 di dalam plasma, pada dua kali atau
lebih pemeriksaan yang terstandar ELISA dalam periode 12 minggu, sesuai dengan
prosedur yang direkomendasikan.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk menegakkan diagnosis sindroma antibodi antifosfolipid setidaknya satu dari
tiga kriteria laboratoris harus terpenuhi, yaitu pemeriksaan antikoagulan lupus, antibodi
antikardiolipin dan antibodi anti-2GP1. Untuk pemeriksaan antibodi antikardiolipin dan
antibodi anti-2GP1 sudah bisa dilakukan pemeriksaan secara langsung dengan mengukur
kadar IgM dan IgG di dalam plasma, akan tetapi untuk mengukur antikoagulan lupus
dilakukan dengan cara yang tidak langsung (Gezer 2003).
Fosfolipid memberi pengaruh dalam meneruskan atau menghambat reaksi koagulasi
pada jalur intrinsik dan jalur utama. Untuk mengukur antikoagulan lupus maka dilakukan
pengukuran terhadap abnormalitas yang terjadi pada jalur intrinsik dan jalur utama tersebut
(Gezer 2003, Austin et al 2006). Pemeriksaan untuk mengukur antikoagulan lupus adalah
(Kalim 2002, Gezer 2003, Robertson et al 2006):
1. Pemeriksaan activated partial thromboplastin time (aPTT)
Pemeriksaan ini serupa dengan aPTT yaitu untuk mengetahui gangguan jalur intrinsik.
3. Pemeriksaan diluted Russell viper venom time (dRVVT)
ini
penatalaksanaan
sindroma
antibodi
antifosfolipid
dibagi
atas
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa dosis ASA reguler 325 mg sehari tidak
memberikan
perlindungan yang
bermakna
Deep
terhadap kejadian
Vein
Thrombosis (DVT) dan emboli paru pada penderita laki-laki dengan antibodi
antikardiolipin yang positif, namun ASA mampu memberikan perlindungan yang
bermakna pada penderita wanita yang mengalami keguguran (Gezer 2003, Tuthill et al
2009).
2. Hidroksiklorokuin
Mencari dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler merupakan hal yang sangat
penting dalam mencegah serangan trombosis dan menekan morbiditas kehamilan.
Penanganan dalam menekan faktor resiko tersebut meliputi menghentikan kebiasaan
merokok,
menghindari
penggunaan
kontrasepsi
oral
dan
terapi
hormon,
10
11
Pasquali et al 2008, George et al 2009). Pada wanita hamil yang secara tidak disengaja
ditemukan antibodi antifosfolipid namun tidak memiliki riwayat kelainan secara klinis, tidak
memerlukan terapi (Gezer 2003). Algoritma penatalaksanaan pada komplikasi kehamilan
dapat dilihat pada Gambar-5.
12
13
pada kehamilan berupa kombinasi LMWH-ASA. Adapun sifat pengobatannya adalah seumur
hidup.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.