Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trikomoniasis
2.1.1 Definisi Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang
disebabkan parasit uniselluler Trichomonas vaginalis (T.vaginalis). Walaupun
trikomoniasis merupakan PMS yang tersering namun data tentang prevalensi dan
insidens sangat kurang dijumpai. Menurut data Centre for Disease Control and
Prevention (2007), diperkirakan bahwa setiap tahun sebanyak 7.4 juta kasus
infeksi menular seksual akibat trikomoniasis terjadi pada wanita dan laki-laki.
Trikomoniasis vaginalis mempunyai hubungan dengan peningkatan
serokonversi virus HIV pada wanita. Selain itu, ia juga mengakibatkan kelainan
pada bayi yang lahir prematur, ruptur membran dan dengan berat badan lahir
rendah. T.vaginalis biasanya ditularkan melalui hubungan kelamin dan sering
menyerang traktus urogenitalis bagian bawah, baik pada wanita maupun laki-laki.
Parasit ini dapat ditemukan pada vagina, urethra, kantong kemih atau saluran
parauretral. (Handsfield, 2001)
2.1.2 Morfologi dan Daur Hidup Trikomoniasis vaginalis
Habitat T.vaginalis adalah pada vagina wanita, prostat dan vesikel seminal
laki-laki serta urethra wanita dan laki-laki. Ia hanya hidup pada fase trofozoit
yaitu bentuk infektifnya. Trofozoit T.vaginalis berbentuk oval dengan panjang 7
m hingga 23 dan memiliki 5 flagella dan undulating membrane. Intinya
berbentuk oval dan terletak di bagian atas tubuhnya, dan di bagian belakang ada
blepharoblast sebagai tempat keluarnya empat buah flagella yang berjuntai bebas
dan melengkung di ujungnya sebagai alat geraknya yang maju-mundur. Flagella
kelimanya melekat ke undulating membrane dan menjuntai ke belakang. Bawah
membrannya terdapat costa yaitu suatu cord yang mantap, berfilamen dan

Universitas Sumatera Utara

berfungsi untuk menjaga undulating membrane. Juga mempunyai axostyle yang


terdapat pada sitoplasmanya yang berfungsi sebagai tulang (Adriyani, 2006).
T.vaginalis adalah organisme anaerobik maka energi diproduksi melalui
fermentasi gula dalam strukturnya yang dikenal sebagai hydrogenosome.
T.vaginalis

memperoleh

makanan

melalui

osmosis

dan

fagositosis.

Perkembangbiakannya adalah melalui pembelahan diri (binary fision) dan intinya


membelah secara mitosis yang dilakukan dalam 8 hingga 12 jam pada kondisi
yang optimum. Trichomanas ini cepat mati pada suhu 500C dan jika pada 00C ia
boleh bertahan sampai 5 hari. Masa inkubasi 4 28 hari serta pertumbuhannya
baik pada pH 4,9 7,5 (Parija, 2004).
Siklus hidup T.vaginalis boleh dilengkapkan dengan single host yaitu
sama ada wanita atau laki-laki. Transmisi infeksi yang sering adalah melalui
hubungan seksual di mana wanita menjadi reservoir infeksi dari laki-laki. Pada
wanita, parasit tersebut akan mendapat nutrisinya dari permukaan mukosa vagina,
serta dari bakteri dan eritrosit yang diingesti. Setelah itu ia berkembang biak
melalui longitudinal binary fission di mana dimulai dengan pembahagian nukleus
diikuti apparatus neuromotor dan terakhir adalah pemisahan sitoplasma kepada
dua anak trofozoit. Trofozoit merupakan fase infektif parasit ini. Dan semasa
kontak seksual, trofozoit ini akan ditransmisikan kepada laki-laki dan terlokasir
pada urethra atau kelenjar prostat dan mengalami replikasi yang sama seperti di
vagina (Handsfield, 2001).
2.1.3 Cara Penularan Trikomoniasis
Parasit ini bersifat obligat maka sukar untuk hidup di luar kondisi yang
optimalnya dan perlu jaringan vagina, urethra atau prostat untuk berkembangbiak.
Trikomoniasis mempunyai beberapa faktor virulensi yaitu (1)cairan protein dan
protease yang membantu trofozoi adhere pada sel epital traktus genitourinaria;
(2)asam laktat dan asetat di mana akan menurunkan pH vagina lebih rendah dan
sekresi vagina dengan pH rendah adalah sitotoksik terhadap sel epital serta

Universitas Sumatera Utara

(3)enzim cysteine proteases yang menyebabkan aktivitas haemolitik parasit


(Parija, 2004).
Trikomoniasis juga dapat ditularkan melalui penggunaan pakaian atau
handuk basah yang mempunyai trofozoit parasit yang masih viable (CDC, 2007).
Trichomonas akan lebih lekat pada mukosa epitel vagina atau urethra dan
menyebabkan lesi superficial dan sering menginfeksi epital skuamous. Parasit ini
akan menyebabkan degenerasi dan deskuamasi epitel vagina. T.vaginalis
merusakkan sel epitel dengan kontak langsung dan produksi bahan sitotoksik.
Parasit ini juga akan berkombinasi dengan protein plasma hostnya maka ia akan
terlepas dari reaksi lytik pathway complemen dan proteinase host (Parija, 2004).
2.1.4 Gejala Klinis Trikomoniasis
Trikomonas menyebabkan spektrum klinis yang berbeda pada wanita dan
laki-laki. Laki-laki lebih bersifat asimptomatik sering terabaikan. Pada wanita
yang simptomatik, trikomoniasis dapat menyebabkan vulvo-vaginits dan
urethritis. Gejala yang timbul pada wanita termasuklah pengeluaran sekret tubuh
berwarna kuning kehijauan dan berbau, menimbulkan iritasi atau rasa gatal,
dispareunia dan disuria. Selain itu, juga terjadi pendarahan abnormal setelah
koitus atau nyeri abdomen. Jika terjadi urethritis maka gejala yang timbul adalah
disuria dan frekuensi berkemih meningkat. Pada pemeriksaan epitel vulva dan
vaginal dengan spekulum, mukosa tampak hiperemis dengan bintik lesi berwarna
merah dan ini dikenal sebagai strawberry vaginitis atau colpitis macularis
(Adriyani, 2006).
Trikomoniasis pada laki-laki yang simptomatik akan mengalami irritasi
penis, penegeluaran cairan atau perasaan terbakar setelah berkemih atau ejekulasi.
Masa inkubasi adalah selama 10 hari namun boleh juga di antara 4-28 hari. Fase
akut penyakit boleh dari beberapa minggu ke bulan (Adriyani, 2006).
2.1.5 Diagnosa Trikomoniasis
Diagnosa trikomoniasis boleh ditegakkan melalui gejala klinis namun
menjadi sulit apabila pasiennya asimptomatik. Maka boleh dilakukan pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

mikroskopik yaitu secara langsung yang dilakukan dengan membuat sediaan dari
sekret vagina. Sediaan vagina dengan pH lebih dari 5,0 dicampurkan dengan
saline normal maka akam terlihat trokomonas yang motil dan predominan PMNs.
Cara lain adalah melalui kultur sekret vagina atau urethra pada pasien akut atau
kronik. Hasil kultur positif bila sel clue dan test bau amine positif, hapusan saline
mount atau Gram akan menunjukkan perubahan flora bakteri vagina. Pemeriksaan
serologi dan immnunologi juga boleh dijalankan namun belum cukup sensitif
untuk mendiagnosis T.vaginalis (Parija, 2004).
2.1.6 Penatalaksanaan Trikomoniasis
Trikomoniasis boleh diobati dengan Metronidazole 2 gr dosis tunggal, atau
2 x 0,5 gr selama 7 hari. Mitra seksual turut harus diobati. Pada neonatus lebih
dari 4 bulan diberi metronidazole 5 mg/kgBB oral 3 x /hari selama 5 hari.
Prognosis penyakit ini baik yaitu dengan pengambilan pengobatan secara teratur
dan mengamalkan aktivitas seksual yang aman dan benar (Slaven, 2007).
Pencegahan bagi trikomoniasis adalah dengan penyuluhan dan pendidikan
kepada masyarakat yang dimulai pada tahap persekolahan. Mendiagnosis dan
menangani penyakit ini dengan benar. Pencegahan primer dan sekunder
trikomoniasis termasuk dalam pencegahan penyakit menular seksual. Pencegahan
primer adalah untuk mencegah orang untuk terinfeksi dengan trikomoniasis dan
pengamalan perilaku koitus yang aman dan selamat. Pencegahan tahap sekunder
adalah memberi terapi dan rehabilitasi untuk individu yang terinfeksi untuk
mencegah terjadi transmisi kepada orang lain (CDC, 2007).
2.1.7 Komplikasi Trikomoniasis
Komplikasi

trikomoniasis

tersering

pada

wanita

adalah

pelvic

inflammatory disease (PID) dan pada wanita hamil yang terinfeksi sering
mengalami ruptur membrane yang prematur, bayi lahir premature atau bayi lahir
dengan berat badan rendah. Pada laki-laki pula komplikasi yang terjadi termasuk
prostatitis, ependydimitis, striktur urethra dan infertilitas. Infeksi T.vaginalis turut

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan resiko mendapat infeksi HIV, gonnorhoea dan Chlamydia


(Handsfield, 2001).
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang dapat diobati
jika didiagnosa awal. Maka penting agar masryarakat umum untuk mengetahui
tentang trikomoniasis agar komplikasi penyakit ini dapat dihindari dan
mengurangkan resiko penularan HIV.
2.2 Trikomoniasis sebagai Penyakit Menular Seksual
Trikomoniasis merupakan antara penyebab infeksi menular seksual yang
semakin meningkat walaupun data insidensnya sangat sedikit dijumpai. Penelitian
yang dipublikasi oleh UNAIDS dan WHO (1997) yaitu Sexual Transmitted
Disease Policies dan Principles for Prevention and Care, memperkirakan
insidens terjadi trikomononiasis pada tahun 1995 di seluruh dunia adalah
sebanyak 170 juta. Publikasi WHO (2001) di Geneva tentang Global Prevalence
Incidence of Selected Curable STI, penyakit menular seksual akibat trikomoniasis
yang terjadi di South dan Southeast Asia adalah sebanyak 75.43 juta pada 1995.
Publikasi yang sama juga menunjukkan angka kejadian trikomoniasis di South
dan Southeast Asia pada 1999 meningkat yaitu ke 76.42 juta. Menurut data
Centre for Disease Control and Prevention (CDC), 2007 diperkirakan bahwa
setiap tahun sebanyak 7.4 juta kasus trikomononiasis terjadi secara global. AIDS
epidemic update 2009 oleh UNAIDS dan WHO menemukan sebanyak 4.7 juta
orang di Asia yang menghidapi HIV pada tahun 2008. Maka boleh dikatakan
bahwa kasus trikomoniasis adalah on the rise dan hal ini menjadi masalah
kesehatan komuniti.
Pertimbangan pada pengetahuan yang dimiliki masyarakat tentang
penyakit menular seksual (PMS) terutama tentang trikomoniasis harus diberi
perhatian yang sewajarnya. Survey sex global oleh perusahaan Durex (2005)
menyatakan bahwa hanya 7% dari rakyat Indonesia yang memiliki pengetahuan
tentang adanya infeksi menular seksual akibat trikomoniasis. Maka boleh
disimpulkan walaupun pendidikan seks telah diberi kepada masyrakat namun

Universitas Sumatera Utara

upaya pencegahan yang diambil untuk menurunkan angka kejadian PMS amat
sedikit. Kegagalan untuk mengkontrol PMS adalah mungkin disebabkan prioritas
kurang diberikan oleh policy-makers atau planners untuk mengalokasikan
sumber (resources) yang sewajarnya serta fasilitas untuk mendiagnosa dan health
care kurang diberi perhatian oleh pemerintah. Selain itu, trikomoniasis juga sering
asimptomatik pada laki-laki maka resiko tertularan meningkat karena gagal
mengenali terdapat masalah.
2.3 Penyakit Menular Seksual
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan penyakit yang didapati dari
hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi. Infeksi menular seksual
merupakan suatu penyakit akut global yang menyebabkan penyakit lain,
infertilitas, disabilitas jangka panjang dan juga kematian, demgan kondisi medikal
yang berbahaya serta konsekuensi psikologikal bagai berjuta-juta laki-laki, wanita
dan bayi.
Penyebab PMS boleh dibahagikan kepada penyebab akibat bakteri
(misalnya Neisseria gonnorhea, Clamydia trachomatis dan lain-lain), virus
(misalnya Herpes, Hepatitis), protozoa atau ektoparasit(misalnya Tikomoniasis,
Candida albicans).Cara transmisi PMS tersering adalah melalui hubungan seksual
yang tidak dilindungi dengan adanya penetrasi sama ada kelamin-kelamin, oralkelamin ataupun anal-kelamin. Selain itu, PMS juga boleh ditrasmisi dari ibu ke
anaknya semasa hamil (misalnya HIV, siflis), waktu melahirkan (misalnya
gonore, clamidia, HIV) atau melalui susu ibu (misalnya HIV), namun cara ini
jarang terjadi. Infeksi menular seksual juga terjadi dari penggunaan spuit yang
tidak bersih atau steril yang ada kontak dengan darah atau bahan produksi darah
orang (misalnya siflis, HIV, hepatitis) [UNAIDS, 1999].
Faktor resiko PMS adalah peningkatan populasi sedunia, sukar untuk
mengubah cara atau kebiasaan hubungan seksual (homoseksual), sering bertukar
ganti pasangan dan tidak ada vaksin untuk PMS. Selain itu, perhubungan seksual
yang tidak dilindungi (menggunakan kondom), hubungan seksual yang dimulai

Universitas Sumatera Utara

pada umur yang muda, pekerja seks sosial atau hubungan secara anal
meningkatkan resiko PMS. Populasi yang beresiko tinggi adalah pada kelompok
usia 20-30 tahun untuk pria dan wanita adalah 16-24 tahun (WHO, 1995).
Menurut WHO (1999) pada 1995 sebanyak 333 juta kasus baru penyakit
menular seksual terjadi setiap tahun di seluruh dunia. Terdapat lebih dari patogen
yang boleh ditransmisikan melalui hubungan seksual dan kebanyakkannya boleh
diobati. Data terakhir dari WHO (2001) pada 1999 diperkirakan sebanyak 340 juta
kasus baru siflis, gonore, clamidia dan trikomoniasis berlaku do seluruh dunia
pada laki-laki dan wanita antara hingga 15 hingga 49 tahun. Data spesifik tentang
insidens dan prevalensi penyebab PMS sukar diperoleh karena kebanyakan infeksi
bersifat asimptomatik serta masih terdapat stigma sosial berkenaan PMS. Hanya
populasi yang simptomatik mendapatkan perhatian medik yang diperlukan dan
hanya sebagian dari itu dilaporkan.
Penyakit menular seksual merupakan penyakit bisa dicegah dan diobati
melainkan infeksi HIV. Pencegahan PMS terbagi kepada pencegahan primer dan
sekunder. Di mana pada pencegahan primer diarahkan untuk mencegah terjadinya
PMS atau HIV dengan mengamalkan cara dan perilaku hubungan seksual yang
sehat. Pencegahan sekunder adalah member terapi dan rehabilitas kepada individu
yang terinfeksi untuk individu yang terinfeksi untuk mencegah terjadinya
transmisi kepada orang lain (UNAIDS, 1999).
2.4 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yaitu: indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Menurut Notoatmodjo (2007), sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
terbentuknya tindakan seseorang. Maka, dari pengalaman dan penelitian ternyata

Universitas Sumatera Utara

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan mempunyai enam tingkat
yaitu tahu, memhami, aplikasi, analisis,sintesis dan evaluasi. Tahu diartikan
sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Maka, tahu merupakan tingkat
pengetahuan rendah dan untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari anatara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan
dan sebagainya.
Memahami adalah kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui dan dapat mengintepretasikan secara benar. Orang yang
memahami materi yang dipelajarinya harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
Aplikasi merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi lain, misalnya dalam menggunakan rumus
statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian.
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya antara satu sama lain. Kemampuan
ini dapat dinilai melalui dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan dan sebagainya.
Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya, dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

Universitas Sumatera Utara

Tingkat terkahir menurut Notoatmodjo (2007) adalah evaluasi


yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini dapat berdasarkan kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat menentukan
kesehatan masyarakat. Maka, masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan
pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan
lingkungan sosial menjadi sehat. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas
(Notoatmodjo,2007).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai