Pembimbing :
dr. Bambang Sentanu, Sp.OT FICS
Oleh :
Made Surya Listyarini / 10700064
BAB I
RESPONSI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Alamat
Umur
: 44 Tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
MRS
II.
: 12 Mei 2016
ANAMNESIS
Keluhan Utama
saat jatuh posisi paha kanan atas membentur tangga. Kaki kanan pasien tidak bisa
diluruskan, apabila dicoba untuk diluruskan terasa nyeri sekali.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pada Tahun 2002 pasien mengalami patah tulang di paha kanan dengan kejadian
yang sama yaitu jatuh dari tangga dan sudah di operasi di RSUD nganjuk. Tahun 2006
pasien mengalami patah tulang pada bagian paha kiri bagian atas dan sudah dilakukan
operasi di RSUD nganjuk.
Riwayat Obat :
Pasien mengatakan tidak ada alergi obat.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Primary Survey
Airway
Breathing
Circulation
Diasability
b. Secondary survey
Jejas (-), Hematome (-)
Kepala leher
Kepala
: a-/i-/c-/d-
Thorax
I
: Sonor
: Cor
Pulmo
Abdomen
I
Ekstremitas
Akral hangat
Edema : Ekstremitas atas (-), ekstermitas bawah (-)
Status Lokalis
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 8 Mei 2016
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hasil
Leukosit
17.44
Normal Range
H
10^3/uL
3.80 - 10.60
Jumlah Eritrosit
5.28
106/uL
4.40 6.00
Hemoglobin
15.0
g/dL
13.2 17.3
Hematokrit
43.1
40.0 6.00
MCV
81.6
fL
80.0 100.0
MCH
28.4
pg
26.0 34.0
MCHC
34.8
g/L
32.0 -36.0
Trombosit
215
RDW-SD
40.4
fL
37 - 54
RDW-CV
13.7
11.0 15.00
RDW
12.0
fL
MPV
10.0
fL
P-LCR
24.5
PCT
0.21
KOAGULASI
10^3/uL
150 - 400
PT
9,8
(detik)
10,2 - 12,1
APPT
23,9
(detik)
24,9 - 34,42
SGOT
29.3
U/L
<34
SGPT
51.1
U/L
<55
Glukosa Sewaktu
89
mg/dL
70 - 120
Ureum
19.3
mg/dL
15.0 43.0
Kreatinin
1.23
mg/dL
0.57 1.11
Asam Urat
6.0
mg/dL
2.6 6.0
V. PENATALAKSANAAN IGD
1. Pasang bidai
2. Infus RL 14tpm
3. Injeksi Ketorolac 30 mg 3x1 Ampul
4. Cek DL,PT,APTT
5. Foto Pelvis dan Femur D/S
VI. RESUME
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri pada bagian paha kanan atas setelah
jatuh dari tangga saat pasien membenarkan kabel listrik. ketinggian saat jatuh 2 meter, saat
jatuh posisi paha kanan atas membentur tangga. Kaki kanan pasien tidak bisa diluruskan,
apabila dicoba untuk diluruskan terasa nyeri sekali.
Pada Tahun 2002 pasien mengalami patah tulang di paha kanan dengan kejadian yang
sama yaitu jatuh dari tangga dan sudah di operasi di RSUD nganjuk. Tahun 2006 pasien
mengalami patah tulang pada bagian paha kiri bagian atas dan sudah dilakukan operasi di
RSUD nganjuk.
Pada status lokalis didapatkan :
Regio Femur Dextra :
L
: Deformitas (+), oedem (-)
F
: Nyeri (+)
M
: ROM terbatas
Pada pemeriksaan hematologi didapatkan :
Leukosit
17.44
PT
9,8
APPT
23,9
10^3/uL
3.80 - 10.60
(detik)
10,2 - 12,1
(detik)
24,9 - 34,42
Pada pemeriksaan Foto Rontgen di dapatkan fraktur pada Collum Femur Dextra
Fraktur lama 1/3 medial femur dextra
Terpasang AMP pada collum femur sinistra
VII. DIAGNOSA
Close Fracture Collum Femur Dextra
Union 1/3 Medial Femur Dextra
VIII. PENATALAKSANAAN
Pro Operasi AMP (Austin More Hip Protese) / THR
Jenis Anaesthesi
Tindakan
Klasifikasi
: Elektif Khusus
O2 nasal 3 lpm
Infus RL/D5 2: 2
Observasi drain
9 Mei 2016
GCS : 456
TD : 130/80 mmHg
N
: 92 x/mnt
RR
: 20 x/mnt
: 36,5oC
Ekst
: akral hangat-kering
Status lokalis :
Regio Femur Dextra :
L
: Terpasang bidai
F
: Nyeri tekan(+)
M
: ROM terbatas
A : Close fraktur collum femur dextra
Union 1/3 Medial Femur Dextra
10 Mei 2016
Terapi post op :
Infus RL/D5 2: 2
TD
: 160/80 mmHg
: 84 x/mnt
RR
: 20 x/mnt
Observasi drain
: 36oC
K/L : A-/I-/C-/D-
Ekst
: akral hangat-kering
O2 Masker
Sadar baik, mual muntah tidak
ada
Minum sedikit-sedikit
Status lokalis :
Regio femur dextra :
L
: Terpasang perban
F
: Nyeri (+)
M
: ROM terbatas
A: Close fraktur collum femur dextra
Union 1/3 Medial Femur Dextra
11 Mei 2016
Infus RL/D5 2: 2
GCS : 456
TD
: 150/80 mmHg
: 84 x/mnt
Observasi drain
RR
: 20 x/mnt
: 36 C
Ekst
: akral hangat-kering
Status lokalis :
Regio femur dextra :
L
: Terpasang tensocrepe, drain 30 cc
F
M
: Nyeri (+)
: ROM Terbatas
: 150/80 mmHg
: 82 x/mnt
RR
: 20x/mnt
: 36,3oC
Ekst
: akral hangat-kering
Status lokalis :
Regio Femur dextra :
L
: Terpasang tensocrepe, drain 18 cc
F
: Nyeri (+)
M
: ROM terbatas
A : Post AMP Hari 2 collum femur dextra
Union 1/3 Medial Femur Dextra
Aff Drain
KRS
Ciprofloxacin 2x1 tab
Asam Mefenamat 3x1 tab
kontrol ke poli orthopaedi
pada hari yang ditentukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari area
benturan, misalnya disebabkan oleh gerakan eksorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah.Karena kepala femur terikat kuat
dengan ligamen didalam asetabulum oleh ligamen iliofemoral dan
kapsul sendi,mengakibatkan fraktur di daerah kolum femur.
c. Fraktur patologis
simpai
sendi panggul
atau
intrakapsular,
fraktur
Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal
femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femoris
sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.
Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan
deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur tanpa
pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang
terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di
inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan.
Standar pemeriksaan radiologi untuk fraktur kolum femur adalah rontgen pinggul dan
pelvis anteroposterior dan cross-table lateral. Klasifikasi fraktur kolum femur menurut Gardens
adalah sebagai berikut :
a. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
b. Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
terus
menerus dan
bertambah
beratnya
sampai
fragmen tulang diimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancanguntuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
c. Deformitas
Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.Deformitas dapatdi
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya obat.
d. Krepitasi
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e. Fungsileosa (gangguan fungsi)
f. Spasme otot
g. Tanda dan gejala lain:
Kehilangan sensori
Mobilitas yang abnormal
Hypovolemik shock
sekarang, Riwayat
Raba
Gerak
depan panggul.
1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan
role of two, yang terdiri dari :
Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak
terkena cedera (untuk membandingkan dengan yang normal)
Foto Rontgen
Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang
impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai melalui
bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput
femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak
bergeser (stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur
yang bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.
Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama dalam
pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk menyingkirkan
setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya
pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan
fraktur.Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher femur, yang merupakan
lokasi untuk jenis fraktur.Fraktur harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut
Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika
tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus
dilakukan.
Darah rutin,
Urinalisa,
Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).
3. Pemeriksaan arteriografi
Dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.
Fracture yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga
manula harus bangun dan aktif tanpa ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru-paru
dan ulkus dekubitus. Fracture yang terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu terdapat
risiko pergeseran pada fracture-fracture itu, sekalipun berada di tempat tidur; jadi fiksasi akan
lebih aman.
Bagaimana bila operasi dianggap berbahaya? Berada ditempat tidur dengan traksi
mungkin lebih berbahaya, dan membiarkan fracture tanpa diterapi akan terlalu nyeri; pasien yang
paling tidak cocok untuk operasi kadang-kadang justru sangat membutuhkan operasi.
Prinsip terapi adalah reduksi yang tepat, fiksasi secara erat dan aktivitas dini.Bila pasien
dibawah anestesi, panggul dan lutut diflexikan dan paha yang mengalami fracture ditarik keatas,
kemudian
dirotasikan
secara
internal,
lalu
diektensikan;
akhirnya
diikatkan
pada
Sejak hari pertama pasien harus duduk di tempat tidur atau kursi.Dia dilatih untuk
melakukan latihan pernapasan, dianjurkan berusaha berdiri sendiri dan mulai berjalan (dengan
alat penopang) secepat mungkin.Secara teoritis, idealnya adalah menunda penahanan beban,
tetapi ini jarang dapat dipraktekan.
Penggantian Prostetik
Beberapa ahli menyampaikan bahwa prognosis untuk fracture stadium III dan IV tidak
dapat diramalkan sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Pandangan ini meremehkan
morbiditas yang menyertai penggantian. Karena itu, kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi
dan fiksasi pada semua pasien yang berumur di bawah 75 tahun dan mempersiapkan penggantian
atau replacement bagi pasien-pasien berikut ini:
1
Pasien yang gagal menjalani reduksi tertutup. Penggantian yang paling rendah resiko
traumanya adalah prostesis femur atau prostesis bipolar tanpa semen yang dimasukkan
dengan pendektatan posterior.
Terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai ada kerusakan acetabulum
b.
Desain Implan
Sendi panggul disebut sebagai juga sebagai sendi ball and socket karena caput femoris
yang berbentuk sferis bergerak di dalam rongga berbentuk mangkok yaitu acetabulum. Untuk
meniru gerakan ini implan yang digunakan dalam THR memiliki tiga bagian, yaitu corpus atau
stem yang akan dimasukkan ke dalam femur untuk memberikan stabilitas, head implant yang
akan menggantikan caput femoris, dan cup implant yang akan menggantikan permukaan
acetabulum.
Konstruksi Implan
Bagian corpus implan terbuat dari titanium atau campuran cobalt/chromium. Bagian head
terbuat dari keramik atau campuran cobalt/chromium yang dibuat selicin mungkin untuk
memudahkan pergerakan dalam rongga cup implant.Cup implant sendiri terbuat dari logam,
ultrahigh molecular weigth polyethylene, atau gabungan logam dan polyethylene.
Pemasangan Implan
Terdapat tiga cara pemasangan implan yang biasa digunakan dalam prosedurTotal Hip
Replacement, yaitu:
1. Cemented Hip Implant
Dengan cara ini implan yang sudah terpasang difiksasi dengan menggunakan semen
tulang yang disebut methylmethacrilate. Cara ini direkomendasikan bagi mereka yang berusia
diatas 60 tahun, dan bagi pasien usiamuda dengan kualitas dan densitas tulang yang kurang baik.
Gambar 4.22 menunjukkan cemented hip impant.
Prosedur Operasi
Terdapat tiga prosedur operasi THR, yaitu Traditional hip replacement surgery, minimally
invasive hip replacement surgery, dan computed assisted hip replacement surgery.
1. Traditional Hip-replacement Surgery
Berikut adalah langkah-langkah operasi pada THR:
Bagian cup implant dilekatkan di tempatnya menggunakan semen atau deangn penekanan
ke dalam permukaan acetabulum. Setelah bagian cup implant terpasang dilakukan
pemasangan lapisan plastik untuk melapisi permukaan dalamnya.
Sebuah gergaji khusus kemudian digunakan untuk memotong caput femoris. Dengan
instrumen khusus, bagian tengah tulang femur dikuretase dan dibentuk sehingga
membentuk kanal yang pas dengan bentuk corpus implan.
Setelah kanal femur terbentuk, bagian corpus dan head implant dipasang. Jika digunakan
semen, maka semen di injeksikan terlebih dahulu. Jika tidak digunakan semen, maka
implan dimasukkan begitu saja ke dalam kanal.
Setelah semua implan terpasang, head implant diletakkan di dalam cup implant.
Ligamen-ligamen disesuaikan untuk mendapatkan fungsi panggul yang maksimal.
Kemudian lapis demi lapis jaringan dikembalikan di tempatnya semula. Pemasangan
drain dilakukan untuk memungkinkan pengaliran cairan selama beberapa jam setelah
operasi. Sesudah semua lapisan dijahit dan drain dipasang, panggul ditutup dengan
perban elastis.
Keuntungan THR
Keuntungan THR adalah berkurangnya nyeri dan kembalinya fungsi normal sendi. Terapi
operatif akan menghilangkan nyeri yang sudah tidak memberikan respon terhadap terapi nonoperatif. Selain itu, operasi akan mengembalikan stabilitas sendi sehingga memungkinkan
penderita berdiri dan berjalan secara lebih mudah. Dengan THR, deformitas sendi juga diperbaiki
sehingga fungsi sendi dapat diperbaiki.
Kerugian THR
Kerugian THR adalah lamanya waktu pemulihan dan mahalnya biaya yang harus
dikeluarkan.Setelah operasi terdapat berbagai latihan yang harus diikuti.Untuk itu diperlukan
komitmen dan kemauan yang keras dari penderita.Selain itu biaya juga harus menjadi
pertimbangan.Besarnya biaya bervariasi tergantung pada jenis pembedahan, terapi dan medikasi
lain, pemeriksaan penunjang yang dilakukan, dan dukungan asuransi.
Komplikasi Total Hip Replacement
Komplikasi THR tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
Komplikasi
Persentase
Dislokasi
2-5 %
Infeksi
1-2 %
4 % (> 2 cm)
3%
1-8 %
Emboli Pulmonal
Angka kematian : 0.3 - 3.4 %
Skiatik dan Femoral Nerve Palsy
1%
1-2 %
Kematian
0.3 %
Tabel 1. Komplikasi THR
Penyebab tersering sendi artifisial menjadi aus adalah aseptic loosening dimana implan
menjadi longgar di dalam tulang.Sebab lainnya adalah osteolisis atau resorbsi tulang, infeksi,
patahnya implan, dislokasi komponen implan, dan patah tulang di sekitar implan.
Pasien yang mengalami hal-hal di atas akan mengeluhkan nyeri di daerah panggul yang
seringkali menjalar ke tungkai. Mereka juga cenderung mengeluhkan rasa sakit yang terasa di
bagian dalam, berlangsung terus-menerus, dan memburuk pada malam hari atau saat hendak
memulai gerakan. Pasien juga akan mengalami penurunan kemampuan fungsional, dan sering
kali juga mengalami pemendekan tungkai satu sisi. Pada pasien-pasien ini, pemeriksaan
radiologis akan membantu menegakkan diagnosis.
Operasi revisi tidaklah mudah dan membutuhkan keterampilan khusus, peralatan khusus
serta fasilitas untuk melakukan bone-grafting. Operasi ini juga akan membutuhkan waktu yang
lebih lama, perawatan yang lebih lama, waktu pemulihan yang lebih lama, dan memberikan
resiko komplikasi yang besar.
Diindikasikan untuk nyeri ringan sampai sedang. Merupakan obat pilihan untuk nyeri
pasien yang hipersensitif terhadap aspirin atau NSAID, dengan gangguan gastrointestinal
atas, atau pasien yang mengkonsumsi antikoagulan oral.
Dosis yang digunakan adalah 325-650 mg Per Oral setiap 4-6 jam atau 1000 mg 3 sampai
4x sehari; dosis tidak lebih dari 4 gram per hari.
Untuk pasien anak12 tahun: 325-650 mg per oral setiap 4 jam; tidak lebih dari 5x dalam
24 jam.
Interaksi obat. Rifampin dapat mengurani efek analgetik; digunakan bersama barbiturate,
carbamazepine, hydantoins, dan isoniazid akan meningkatkan hepatotoksisitas.
Efek samping bersifat hepatotoksik terutama bila pasien alkoholism; nyeri hebat atau
nyeri terus-terusan atau demam tinggi merupakan efek samping yang serius;
acetaminophen terdapat pada beberapa produk OTC dan biasanya dikombinasikan
sehingga dosis acetaminophen menjadi berlebihan atau bahkan dapat melebihi dosis
maksimal.
b. Ibuprofen
Obat pilihan untuk pasien dengan nyeri ringan sampai sedang. Menghambat reaksi
inflamasi dengan menurunkan sintesis prostaglandin.
Dosis dewasa 400-600 mg per oral setiap 4-6 jam selama gejala masih ada; tidak
melebihi 3.2 gram/hari.
Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif; ulkus peptik, perdarahan dan perforasi
saluran cerna, insufisiensi renal, atau resiko perdarahan.
Bila digunakan bersama aspirin akan meningkatkan efek kebalikan dari NSAID; dengan
probenecid akan meningkatkan konsentrasi obat dan mungkin menjadi toksik; dapat
menurunkan efek hidralazine, captopril, dan beta bloker; dapat menurunkan efek diuretik
furosemide dan tiazid; dapat meningkatan PT (Protrombin Time) bila digunakan bersama
antikoagulan (peringatkan pasien untuk mendeteksi gejala perdarahan); meningkatan efek
toksik metrotrexate; level phenytoin akan meningkat bila digunakan terus-menerus.
Efek samping. Kategori D pada trisemester III kehamilan; Kategori B pada trisemester I
dan II kehamilan; menyebabkan CHF, Hipertensi, dan menurunkan fungsi ginjal dan hati;
menyebabkan abnormalitas antikoagulan atau selama terapi antikoagulan.
c. Oxycodone
Analgesik dengan multipel aksi yang mirip morphine; dengan konstipasi minimal,
spasme otot polos, dan depresi refleks batuk yang lebih ringan dibandingkan dengan pemberian
morphine pada dosis yang sama.
Dosis anak: 0.05-0.15 mg/kg per oral; Tidak melebihi 5 mg setiap 4-6 jam per oral.
Efek samping. Masa aktif meningkat pada pasien lansia; hati-hati pada penggunaan
acetaminophen dan jangan melebihi 4000 mg dalam 24 jam karena dapat mengakibatkan
hepatotoksik.
2.10 Komplikasi
A. Komplikasi Umum
Pasien yang mengalami fracture collum femur, yang sebagian besar merupakan orang
lanjut usia, beresiko untuk mengalami komplikasi yang umum terjadi pada semua penderita
fracture, di mana mereka mengalami proses imobilisasi yang cukup lama. Komplikasi umum
tersebut ialah terjadinya deep vein thrombosis, emboli pulmonal, pneumonia, dan ulkus
dekubitus akibat berbaring dalam jangka waktu yang lama secara terus menerus.
Walaupun saat ini penangan paska operasi sudah sangat berkembang, angka mortalitas
pada orang lanjut usia masih mencapai 20%, yang terjadi dalam 4 bulan pertama setelah trauma.
Pada pasien-pasien berusia lebih dari 80 tahun yang dapat bertahan hidup, hampir setengahnya
tidak dapat berjalan seperti saat sebelum trauma.
Nekrosis Avaskular
Nekrosis caput femur akibat proses iskemik terjadi pada 30% pasien yang mengalami
fracturedisplaced dan pada 10% pasien dengan fractureundisplaced. Komplikasi ini belum dapat
didiagnosis atau diketahui pada saat awal terjadinya fracture.Setelah beberapa minggu setelah
terjadinya fracture, melalui pemeriksaan bone scan, baru mulai tampak dan ditemukan adanya
gangguan vaskularisasi tersebut.Pada pemeriksaan X-ray, perubahan vaskularisasi ini bahkan
baru dapat terdeteksi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah diagnosis fracture.
Nekrosis caput femur ini akan menimbulkan keluhan rasa nyeri dan hilangnya fungsi
struktur tersebut yang bersifat progresif, yang semakin lama akan semakin memburuk jika tidak
segera ditangani. Metode tata laksana yang dipilih pada pasien berusia lebih dari 45 tahun untuk
mengatasi komplikasi ini ialah dengan total joint replacement. Sedangkan pada pasien dengan
usia yang lebih muda, tata laksana yang akan digunakan masih menjadi kontroversi. Terapi core
decompression tidak dapat digunakan pada kasus osteonekrosis traumatik ini, sedangkan terapi
realignment atau rotational osteotomy dapat dilakukan pada pasien dengan segmen nekrosis yang
relatif tidak terlalu luas.Terapi arthrodesis juga banyak dikemukakan sebagai salah satu pilihan
terapi, tetapi pada prakteknya sangat jarang dilakukan.
Non-Union
Lebih dari 30% kasus fracture collum femur mengalami kegagalan untuk menyatu
kembali dan resiko ini akan semakin meningkat pada fracture-fracture dengan displaced yang
parah. Ada beberapa penyebab terjadinya komplikasi ini, antara lain karena suplai darah yang
kurang baik, reduksi yang tidak sempurna, fiksasi yang tidak adekuat, dan adanya tardy healing
yang merupakan ciri khas fracture intra-articular. Pada komplikasi non-union, pasien akan
mengeluhkan rasa nyeri, tungkai yang mengalami fracture tampak lebih pendek dari tungkai
yang sehat, dan mengalami kesulitan untuk berjalan. Hal ini dikonfirmasi melalui pemeriksaan
X-ray yang juga menunjukkan hasil penyatuan tulang yang kurang baik atau tidak berhasil.
Metode terapi yang digunakan untuk mengatasi komplikasi ini sangat bergantung pada
penyebab non-union ini terjadi dan dengan mempertimbangkan usia pasien. Pada pasien dengan
usia yang relatif masih muda, ada tiga pilihan metode terapi yang dapat digunakan, antara lain:
1. Jika garis fracture hampir vertikal dengan caput femur yang masih baik, dapat dilakukan
subtrochanteric osteotomy dengan fiksasi internal untuk mengubah garis fracture agar
sudutnya menjadi lebih horizontal.
2. Jika terdapat masalah pada teknik reduksi atau fiksasi, tanpa adanya tanda-tanda nekrosis,
dapat dilakukan pencabutan screw, reduksi fracture, memasang screw yang baru dengan
cara yang tepat, dan memasang bone graft di sepanjang garis fracture. Bone graft dapat
diambil misalnya dari segmen tulang fibula.
3. Jika terjadi nekrosis pada caput femur tanpa adanya gangguan pada persendian, metode
yang dapat dilakukan ialah dengan prosthetic replacement. Namun, jika disertai dengan
gangguan pada persendian, makan harus dilakukan total replacement.
Sedangkan pada pasien lanjut usia, ada dua prosedur yang mungkin dapat dilakukan, yaitu:
1. Jika nyeri yang timbul sangat berat dan mengganggu, maka caput femur, baik mengalami
nekrosis avaskular ataupun tidak, harus segera diangkat dan diganti melalui prosedur
total joint replacement.
2. Jika pasien berusia sangat tua, tidak lagi menjalani aktivitas fisik secara aktif, dan nyeri
yang timbul tidak terlalu berat, maka hanya dengan penggunaan raised heel dan stout
stick atau elbow crutch biasanya sudah dapat mengatasi komplikasi ini.
Osteoartritis
Nekrosis avaskular yang terjadi pada caput femur, setelah beberapa tahun kemudian,
dapat menyebabkan timbulnya osteoartritis sekunder pada panggul.Jika terdapat gangguan berat
pada pergerakan sendi dan kerusakan telah meluas hingga permukaan articular, maka perlu
dilakukan total joint replacement.
2.11 Pencegahan
Collum femur merupakan lokasi fracture tersering yang banyak terjadi pada orang lanjut
usia. Fracture ini banyak terjadi pada orang ras Kaukasia, wanita lebih sering dari pada pria, usia
dekade ketujuh dan kedelapan, dan pada orang yang menderita osteoporosis. Oleh karena itu,
tingkat insidensi fracture collum femur dapat dijadikan sebagai salah satu parameter tingkat
insidensi osteoporosis di suatu negara.
Adanya hubungan antara fracture collum femur dengan hilangnya massa tulang akibat
osteoporosis post menopause meningkatkan usaha screening untuk osteoporosis sebagai salah
satu bentuk pencegahan terjadinya fracture tersebut. Sebaliknya, trauma ini sangat jarang
ditemukan pada orang-orang dengan massa tulang yang tinggi, seperti pada orang yang
menderita osteoartritis.
Faktor resiko lainnya ialah adanya penyakit yang mengakibatkan kelemahan atau
penurunan kekuatan pada tulang, seperti osteomalasia, diabetes mellitus, stroke, dan konsumsi
alkohol. Selain itu, orang lanjut usia sering kali memiliki otot-otot yang lebih lemah dan
keseimbangan yang kurang baik sehingga memiliki tendensi yang lebih tinggi untuk jatuh yang
mungkin mengakibatkan fracture collum femur ini.
Pada orang dengan usia muda, fracture biasanya terjadi akibat jatuh dari ketinggian atau
akibat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hingga terlempar ke jalan. Pada pasien ini sering
kali mengalami jejas multipel dan 20% di antaranya juga mengalami fracturecorpus femur.
Berdasarkan pengetahuan mengenai mekanisme terjadinya fracture collum femur tersebut, ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya fracture ini, antara lain:
tulang dan disertai kerusakan mikroarsitektur jaringan. Kelainan ini menyebabkan kerapuhan
tulang sehingga terjadi peningkatan resiko fracture.
Kekuatan tulang sangat ditentukan oleh densitas tulang dan kualitas tulang.Densitas
tulang dinyatakan dalam satuan gram mineral per area atau volume, sedangkan kualitas tulang
dipengaruhi oleh struktur atau arsitektur tulang, proses turnover, akumulasi kerusakan (misalnya
akibat mikrofracture), dan proses mineralisasi. Saat ini, tingkat densitas tulang telah dapat diukur
secara kuantitatif melalui berbagai macam metode, tetapi untuk kualitas tulang belum dapat
dinyatakan secara kuantitatif.
Densitas tulang sangat perlu untuk diukur secara berkala dan merupakan salah satu cara
untuk mencegah terjadinya fracture yang mungkin dapat berakibat fatal. Cara pencegahan ini
sangat penting untuk orang-orang lanjut usia, khususnya bagi para perempuan yang sudah
memasuki fase post-menopause. Seiring bertambahnya usia, proses kehilangan massa tulang juga
akan semakin meningkat.
Densitas tulang atau Bone Mineral Density (BMD) dapat diukur menggunakan suatu alat,
yaitu Bone Densitometry.Berdasarkan nilai BMD tersebut, WHO mengklasifikasikan tingkat
massa tulang sebagai berikut:
Kriteria
Normal
Osteopenia
Osteoporosis
Osteoporosis
Nilai BMD > -2,5 SD di bawah nilai rata-rata, disertai adanya 1 fracture
Berat
karena osteoporosis
Tabel 2. Tingkat massa tulang menurut WHO
Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi resiko terjadinya
fracture akibat osteoporosis ialah dengan cara biochemical melalui pemeriksaan laboratorium
darah lengkap, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, kadar albumin, kadar fosfor, kadar hormone
paratiroid, kadar 25-hidroksi vitamin D, pemeriksaan urin, dan sebagainya.
Membuat dan mengkonsultasikan rencana dan target latihan dengan dokter yang ahli di
bidang tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah dan mengurangi resiko terjadinya
fracture akibat latihan yang berlebihan dan tidak sesuai.
Jika seseorang memiliki tingkat keseimbangan yang kurang baik, dapat dilakukan hal-hal
berikut ini:
o Menggunakan walker atau berjalan dengan bantuan tongkat untuk memperbaiki
keseimbangan, sehingga megurangi resiko jatuh yang dapat menyebabkan
fracture.
Menggunakan karpet atau keset karet pada lantai agar tidak terlalu licin
Menggunakan sepatu atau sandal dengan alas karet atau alas non-slip
2.12 Prognosis
Tergantung pada sifat fracturenya, seorang atlet dapat kembali ke keadaan sebelum
terjadinya fracture tersebut.Displacedstress fracture pada fracturecollum femur dapat
mengakibatkan kelumpuhan walaupun diterapi dengan baik. Diagnosis dan penatalaksanaan awal
dapat mencegah terjadinya displaced pada fracture dan memperbaiki prognosis yang akan
terjadi.
2.13 Edukasi
Pasien harus mendapatkan pengertian yang baik tentang diagnosis dan keuntungan serta
kerugian dari pengobatan yang diterima. Melengkapi edukasi selama proses program rehabilitasi
sangat penting bagi pasien untuk mendapatkan hasil yang optimal dan memungkinkan pasien
kembali ke kondisi sebelum mereka mendapat cedera. Pasien harus peduli aktif terhadap diri
mereka dan mengerti bahwa pentingnya kesembuhan diri mereka, dan diberikan instruksi
terhadap program aktivitas di rumah mereka sesuai dengan porsi mereka. Edukasi terhadap
pasien merupakan hal yang penting untuk mencegah rekurensi terhadap fracturecollum femur.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jakarta: EGC
8. Syamsir, HM. 2011. Kinesiologi Gerak Tubuh Manusia. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi Bagian Anatomi.
9. Tambayong, J. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
10. http://medicastore.com.htm
11. http://etd.eprints.ums.ac.id/16548/