Anda di halaman 1dari 19

METODE ANALISIS URIN

HENDRA WIJAYA

Daftar isi
Halaman

1. Pendahuluan..............................................................................................

2. Pemeriksaan Visual dan Fisik: Volume .....................................................

3. Warna Urin ...............................................................................................

4. Bau Urin ...................................................................................................

5. Berat Jenis Urin ........................................................................................

6. Kadar Padatan Urin ...................................................................................

7. pH Urin .....................................................................................................

8. Penentuan Protein dalam Urin ...................................................................

9. Penentuan Glukosa dalam Urin ................................................................. 10


10. Penentuan Keton dalam Urin ..................................................................... 12
11. Penentuan Darah dalam Urin ..................................................................... 13
12. Penentuan Bilirubin dan Urobilinogen (Pigmen empedu) dalam Urin ........ 14

1. Pendahuluan

Pemeriksaan air kemih atau urina sebagai salah satu cara untuk membantu
menetapkan diagnosis berbagai penyakit telah dilakukan selama berabad-abad
oleh praktisi kesehatan. Beberapa metode pemeriksaan yang hingga kini masih
dijalankan tergolong cara yang tradisional, seperti misalnya mengamati
penampakan dan bau contoh urina dan juga pemeriksaan mikroskop terhadap
endapan di dalamnya. Sedangkan yang relatif baru ialah penggunaan
batang/kertas celup (dipstick/test strip) untuk menandai atau mengukur
(semikuantitatif) beberapa golongan senyawa dan juga dalam mengukur
osmolalitas urina sebagai petunjuk atas konsentrasi zat linarut total. Meskipun
tidak 'kuantitatif, pemeriksaan visual dan mikroskop tidak boleh diabaikan karena
dapat mengandung informasi klinis yang berguna untuk diagnosis penyakit.
Urinalisis rutin biasanya terdiri atas pemeriksaan air kemih di pagi hari
(bangun tidur) terhadap warna, bau, berat jenis, atau osmolalitas: dapat juga
dilakukan berbagai uji kualitatif atau pun semikuantitatif untuk pH, protein,
glukosa atau gula pereduksi, badan-badan keton, darah dan mungkin juga
biltrubin. Urobilinogen, dan nitrit; dan pemeriksaan mikroskop terhadap endapan
di dalam urin.

2. Pemeriksaan Visual dan Fisik: Volume

Informasi mengenai banyaknya air kemih yang diproduksi sehari-hari


dapat menjadi petunjuk ada tidaknya gangguan fungsi/penyakit ginjal, akan tetapi
penentuan volumenya memerlukan pengumpulan contoh dalam jangka waktu
tertentu dan dalam jumlah yang cukup banyak. Luaran air kemih harian
bergantung pada banyaknya asupan cairan dan juga kontrol oleh hormon. Namun
demikian untuk mudahnya patut diingat-ingat bahwa rerata ekskresi urina orang
dewasa berkisar 1 mL/menit atau kira-kira 1400800 mL/24 jam. Oligouria
terjadi bila eksresi urina menurun/lebih sedikit dari normal; sedangkan poliuria
terjadi bila jumlah urina yang dikeluarkan meningkat. Penyebab oligouria terletak
antara lain: sebelum melewati ginjal (tekanan darah rendaf, syok.perdarahan,
kurang cairan), pada ginjal (nekrosis tubula akut, keracunan senyawa tertentu,
penyakit vaskular ginjal, pengendapan zat tertentu dalam nefron). atau setelah
ginjal (batu ginjal, tumor yang menekan saluran kemih, pembesaran prostat).
Sedangkan poliuria dapat disebabkan oleh: ekskresi zat linarut yang berlebihan,
keluarnya air dalam volume banyak (setelah konsumsi garam berlebihan. Dan
pada penyakit diabetes mellitus yang disertai glikosuria), defisiensi hormone
antidiuretik (ADH), atau terlalu banyak menelan cairan atau senyawa diuretik.

3. Warna Urin

Sangat penting untuk memperhatikan warna air kemih yang tidak biasa
(abnormal). Adanya darah segar atau hemoglobin dapat menyebabkan warna
kemerahan, sedangkan darah yang sudah lama menyebabkan warna yang keruh
pada air kemih; keduanya menjadi petunjuk terjadinya pendarahan pada saluran
urogenitalia. Pigmen empedu mengakibatkan air kemih berwarna kehijauan,
coklat, atau kuning tua yang menandakan gangguan fungsi hati atau saluran
empedu. Air kemih yang berwarna coklat tua dapat disebabkan oleh adanya asam
homogentisat yang diproduksi oleh penderita penyakit genetis langka, yaitu
alkaptonuria. Obat-obatan atau zat pewarna tertentu mungkin saja mengubah
warna urina.

4. Bau Urin

Air kemih segar memiliki bau yang khas yang dapat dipengaruhi oleh
makanan tertentu, seperti asparagus. Pada asidosis diabetes, mungkin urina akan
beraroma buah-buahan yang disebabkan oleh asam-asarn keto dan aseton. Pada
penyakit maple syrup, yaitu suatu penyakit genetis yang langka, urina berbau
seperti gula karamel atau sirup mapel. Bila contoh urina sudah lama, atau bila
ada infeksi bakteri proteus, biasanya tercium bau amonia yang menyengat. Bau
busuk menandakan telah terjadi dekomposisi oleh bakteria karena contoh urina
dibiarkan terlalu lama tanpa disimpan dalam lemari pendingin

5. Berat Jenis Urin

Berat Jenis (BJ). Berat jenis urina bergantung pada jumlah gram zat
terlarut yang diekskresikan per liternya. BJ memberi informasi tentang
kemampuan ginjal untuk memekatkan filtrat glomerulus. Nilai fisiologis BJ
berkisar dari 1,003 hingga 1,032, namun contoh urin usia 24 jam biasanya antara
1.015-1.025. Urina paling pekat diperoleh di pagi hari. Pada penyakit tubula
ginjal, kemampuan memekatkan filtrat paling cepat hilang. BJ dapat diukur secara
langsung menggunakan urinometer atau secara tak langsung dari penentuan
indeks refraktif dengan refraktometer.
Cara kerja: Tuangkan urin yang akan diperiksa ke dalam gelas ukur atau
tabung urinometer. Apungkan urinometer di dalam tabung yang telah berisi cairan
urin. Alat ini harus terapung bebas, tidak menempel pada dinding tabung.
Cara membaca berat jenis:

Pembacaan BJ ditentukan dengan

menentukan skala pada urinometer yang berhimpit dengan dasar meniskus urin.
Bila urin berbuih, gunakan kertas saring untuk menghilangkannya. Beberapa alat
urinometer telah ditera pada suhu tertentu.

6. Kadar Padatan Urin

Kalikan dua angka terakhir BJ urina dengan 2,6 (Koefisien Long) maka
akan diperoleh kadar padatan, di dalam gram per 1000/mL urina. Kadar ini hanya
perkiraan kasar.
Contoh.

BJ urin 1.025; dua angka terakhir = 25

Kadar padatan = 25 x 2.6 gram = 56 gram/1000 mL

7. pH Urin

Urin manusia mempunyai pH fisiologis berkisar antara 4,6 hingga 8,0


dengan rerata sekitar 6,0. Kelaparan dan ketosis meningkatkan keasaman urin.
Sangat tidak lazim urin bersifat basa, kecuali pada kondisi tertentu seperti
alkalosis, terlalu banyak mengkonsumsi senyawa basa seperti obat untuk
penderita tukak lambung, atau adanya bakteri dalam urin yang menghasilkan
amonia. Penentuan pH dapat dilakukan dengan kertas celup yang mengandung
indikator asam/basa atau kertas indikator pH komersil.
Cara kerja:

Ambil secarik kertas lakmus biru atau merah dan celupkan ke dalam urin yang
akan diperiksa. Perhatikan perubahan warna kertas tersebut:
o Lakmus biru berubah menjadi merah, urin bersifat asam
o Lakmus merah berubah menjadi biru, urin bersifat basa

Ambil kertas indikator pH universal dan celupkan ujungnya sekejap ke dalam


urin contoh. Warna yang timbul dibandingkan dengan warna yang tertera
pada skala pH yang sama

8. Penentuan Protein dalam Urin

Setiap hari sedikit protein (50mg-150mg/24 jam) akan terdapat di dalam


urina normal. Sebagian protein tersebut berasal dari albumin yang disaring di
dalam glomerulus tetapi tidak diserap di dalam tubula, sedangkan sisanya adalah
glikoprotein dari lapisan sel saluran urogenitalia. Normalnya jumlah protein
dalam urina kurang dari 10 mg/dL dan tidak akan terdeteksi dengan metode
urinalisis yang biasa digunakan. Proteinuria (adanya protein dalam jurnlah yang,
dapat terdeteksi) biasanya menjadi petunjuk adanya luka pada membran
glomerulus sehingga terjadi filtrasi atau lolosnya molekul protein ke dalam air
kemih. Keadaan ini harus dibedakan dengan proteinuria sementara yang mungkin
terjadi pada keadaan demam atau keadaan lain yang tidak membahayakan (disebut
proteinuria ortostatis).

Uji Koagulasi dengan pemanasan.


Urin contoh disaring lebih dahulu, pipet sebanyak 5 mL dan panaskan
sampai mendidih. Kekeruhan yang timbul dan berwarna putih dapat disebabkan
oleh pretein, tetapi bisa juga oleh fosfat. Tambahkan 1-3 tetes asam asetat 6%.
Bila cairan menjadi jemih kembali maka kekeruhan disebabakan oleh fosfat. Bila
setelah penambahan asam itu kekeruhan makin nyata, penyebabnya adalah protein
di dalam urina.
Perkiraan kadar protein dalam air kemih menurut uji ini:
Cairan tetap jernih seperti awalnya

= negatif (-)

Kekeruhan sangat tipis

()

= 0.01%

Kekeruhan jelas terlihat

(+)

= 10-30 mg/dL

Kekeruhan lebih banyak (sedang)

(++)

= 40-100 mg/dL

Sangat keruh

(+++)

= 200-500 mg/dL

Ada endapan

(++++)

= 500 mg/dL atau lebih

Uji Bang
Pipet 5 mL urin yang telah disaring lalu tambah dengan 2 mL pereaksi
Bang, campur baik-baik dan panaskan. Bandingkan uji ini dengan uji koagulasi.
Pereaksi Bang adalah larutan bufer asetat pH 4.7.

Uji Asam Sulfosalisilat


Pipet urin yang telah disaring sebanyak 3 mL ke dalam tabung reaksi dan
miringkan tabung tersebut. Tambahkan perlahan-lahan pada dinding tabung reaksi
3 tetes pereaksi (25% asam sulfosalisilat). Asam ini akan membentuk lapisan di
bawah cairan urina; jangan digoyang/dicampur. Perhatikan setelah 1 menit
kekeruhan yang timbul di pertemuan antara lapisan asam dan urina.
Kekeruhan yang sangat tipis, hampir tak terlihat = (biasanya 5 mg/dL)
Kekeruhan selanjutnya

= 1+ hingga 4+

9. Penentuan Glukosa dalam Urin

Glukosuria.
akibat

Glukosa dapat ditemukan di dalam air kemih sebagai

dari penyakit ginjal, namun hal ini sangat jarang terjadi. Umumnya

pemeriksaan gula di dalam urina dilakukan untuk menduga adanya penyakit


diabetes atau untuk memantau khasiat pengobatan insulin pada penderita diabetes.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatis. Pada
prinsipnya secara kimiawi suatu larutan basa CuSO4 yang panas akan
mengoksidasi semua gula pereduksi dan membentuk endapan Cu2O warna merah
bata hingga kuning. Sedangkan metode enzimatis yang sering digunakan ialah
menggunakan batang celup yang mengandung enzim glukosa oksidase dan
peroksidase serta dua senyawa kimia lain, yaitu suatu peroksida organik dan otolidina, suatu donor hidrogen yang tak berwarna tetapi berubah menjadi biru
bila dioksidasi (kehilangan 2 atom H-nya). Glukosa oksidase mengoksidasi
glukosa menjadi asam glukonat dan H2O2. Setelah itu H2O2 diurai oleh
peroksidase menjadi H2O dan terjadi oksidasi terhadap o-tolidina menjadi pigmen
biru. Enzim ini sangat spesifik untuk beta-glukosa, namun reaksinya dapat
dihambat oleh asam askorbat atau asam urat di dalam urina sehingga
menghasilkan reaksi negatif yang semu (false negative)

Uii Benedict
Pipetlah tepat 5 mL pereaksi Benedict ke dalam tabung reaksi yang bersih
dan tambahi 8 tetes urina yang sudah disaring. Panaskan di atas nyala Bunsen
hingga mendidih, dinginkan, dan perhatikan perubahan warna larutan. Adanya
gula pereduksi dapat dilihat bila larutan berubah warna dari hijau-kuning-merah
bata.
Warna biru (tanpa endapan)

= (-)

Biru kehijauan

= (+) atau 0.5 g/dL

Hijau

= (++)

Hijau kekuningan

= (+++)

Kuning kemerahan

= (++++)

Merah bata

= (+++++)
10

Catatan
Urina yang mengandung protein harus diendapkan dahulu proteinnya
dengan pereaksi Bang: pipet 4 mL urina dan tambahi 2 mL pereaksi Bang, kocok,
panaskan, lalu saring. Filtrat yang jernih uji dengan pereaksi Benedict. Sedangkan
urina yang basa harus dinetralkan dulu dengan asam asetat 6%. Uji ini tidak
spesifik untuk glukosa

11

10. Penentuan Keton dalam Urin

Ketonuria. Badan-badan keton tidak ditemui dalam air kemih orang sehat
dengan menu seimbang. Akan tetapi senyawa ini mungkin terdapat dalam urina
penderita diabetes yang tak diobati, pada orang yang tidak makan beberapa hari
lamanya, atau yang tengah berdiet kaya lemak rendah karbohidrat. Metode yang
paling lazim dipakai untuk mendeteksi senyawa keton dalam urina berdasar pada
reaksi antara natrium nitroprusida dan asetoasetat atau aseton dalam suasana
basa; hasilnya senyawa berwarna merah muda keunguan

(lavender),

Beta-

hidroksibutirat tidak bereaksi dengan pereaksi ini


Uji Rothera
Pipet 5 mL urina, tambahi kristal amonium sulfat sampai jenuh. Setelah itu
tambahi dengan 2-3 tetes larutan natrium nitroprusida 5% dan 1-2 mL amonia
pekat. Perhatikan warna yang terbentuk.

12

11. Penentuan Darah dalam Urin

Terdapat dua kemungkinan ditemukannya darah di dalam air kemih:


pertama, hematuria yakni adanya sel darah merah (eritrosit) dalam air kemih; dan
yang ke dua, hemoglobinuria yaitu bila air kemih mengandung hemoglobin.
Hematuria umumnya disebabkan oleh adanya luka di organ/saluran setelah ginjal
(ureter, kandung kemih, uretra). Sel-sel darah merah dapat langsung dilihat di
bawah

mikroskop

setelah

urina

disentrifus

lebih

dahulu.

Terjadinya

hemoglobinuria menandakan hemolisis dalam aliran darah di dalam saluran


kemih. Gejala ini lazim menyertai berbagai penyakit ginjal atau penyakit pada
saluran kemih. Darah (sel darah atau hemoglobin) yang jumlahnya sangat sedikit
dalam air kemih (hingga tidak terlihat mengubah warna air kemih) masih dapat
dideteksi secara enzimatis dengan

kertas/gagang

yang mengandung senyawa

peroksida. Hemoglobin akan betindak sebagai enzim yang menguraikan senyawa


peroksida, dalam proses ini akan terjadi oksidasi terhadap donor hidrogen yang
ditambahkan (o-tolidin) ke dalam sistem, sehingga akan terbentuk warna biru.
Cara kimiawi menggunakan prinsip yang sama, hanya cara ini tidak terlalu
sensitif karena memerlukan hemoglobin yang relatif cukup banyak untuk
menimbulkan hasil positif.

Uji Benzidin (Uji Peroksidase)


Ke dalam 3 mL larutan benzidin 1% tambahka.n 1 mL H202 3% dan
campur baik-baik dengan cara memindah-mindahkan larutan antara dua tabung
reaksi, selanjutnya dibagi ke dalam dua tabung reaksi tersebut. Teteskan urina ke
dalam salah satu tabung, sedang tabung yang lain gunakan sebagai blanko.
Perhatikan perubahan warna yang terjadi dan bandingkan dengan blanko.

13

12. Penentuan Bilirubin dan Urobilinogen (Pigmen empedu) dalam Urin

Bilirubin,

merupakan

pigmen

empedu

utama,

terbentuk

dari

penghanghancuran hemoglobin yang berasal dari eritrosit yang telah usang.


Dalam prosesnya bilirubin harus dibuang ke luar tubuh; untuk itu metabolisme di
dalam hepatosit akan mengubahnya menjadi bilirubin diglukuronida (bilirubin
ester) yang larut air untuk dikeluarkan bersama cairan empedu. Di usus besar
bilirubin ester akan direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, pigmen tak
bewarna; sebagian akan diserap-balik melalui vena porta ke hati, urobilinogen
yang tidak diserap-balik ke hati akan teroksidasi sebagian menjadi urobilin dan
pigmen berwarna kecoklatan lainnya untuk dikeluarkan bersama tinja. Ada
sebagian kecil (1%) urobilinogen akan dikeluarkan melalui ginjal bersama air
kemih. Oleh karena itu bilirubin tidak akan terdeteksi di dalam air kemih individu
normal dan sehat. Adanya bilirubin dalam air kemih menandakan adanya
gangguan patologis pada hati atau sistem empedunya. Biasanya yang ditemui
adalah bentuk larut-nya yaitu bilirubin ester. Sebaliknya pada individu yang sehat
akan terdapat urobilinogen dalam air kemihnya sebagai hasil metabolisme
bilirubin. Kira-kira sebanyak 1-4 mg/24 jam uribilinogen dikeluarkan dalam air
kemih.

Jumlah

ini

akan

meningkat

pada

penyakit

hemolisis

(karena

meningkatnya sintesis bilirubin), pada penyakit hemolisis (akibai berkurangnya


serap-balik oleh hepatosit), dan pada gagal jantung. Adanya sumbatan oleh batu
empedu, baik di kantung mau pun di saluran empedu, akan menurunkan bahkan
menihilkan urobilinogen dalam air kemih.

Uji Bilirubin metode Hyman vd Bergh


Sebanyak 5 mL pereaksi diazo yang masih segar ditambah 5 mL urin
beralkohol, bubuhi setetes amonia pekat. Adanya bilirubin ditunjukkan oleh
timbulnya warna merah eosin.
Catatan:
Reaksi ini kurang spesifik karena bila urina terlalu basa atau terlalu asam,
zat lain daiam urina juga akan memberi warna merah yang sama.

14

Uji Bilirubin metode Harrison modifikasi Watson & Hawkinson


Rendam kertas saring yang agak tebal dalam larutan barium klorida jenuh,
keringkan, dan guntinglah menjadi potongan kecil memanjang. Celupkan
setengah bagian bawah potongan kertas tersebut dalam urina, lalu angkat. Setetes
pereaksi Fouchet (1 gram feriklorida dilarutkan dalam cairan TCA 25% hingga
100 mL) dibubuhkan pada batas antara bagian yang basah dan yang kering pada
potongan kertas tersebut. Adanya bilirubin ditunjukkan oleh warna hijau atau biru.
Intensitas warna dipengaruhi oleh banyak sedikitnya bilirubin yang ada dalam
urina.

Uji Urobilinogen and urobilin metode Schlessinger


Pipet 5 mL urin and tambahi 5 ml suspensi Zn-asetat jenuh beralkohol.
Tetesi dengan sedikit amonia, kocok and diamkan sebentar. Selanjutnya saringlah
dengan kertas saring kering, tampung filtratnya. Amati ada tidaknya fluorosensi
pada filtrat; hal nii disebabkan oleh adanya urobilin. Urobilinogen tidak memberi
fluoresensi, tetapi setelah dibubuhi beberapa tetes larutan Lugol akan
menghasilkan fluorosensi juga. Hasilnya akan lebih nyata bila menggunakan
lampu UV.

15

13. Penentuan Kalsium dalam Urin

Pemeriksaan terhadap jumlah kalsium yang dikeluarkan dengan urin dapat


dilakukan dengan cara mudah memakai reagens Sulkowitch (asam oxalat 2,5 g;
amoniumoxalat 2,5 g: asam, acetat glacial 5,0 ml dan aquadest ad 150 ml). Untuk
pemeriksaan ini diperlukan urin 24 jam, sedangkan penderita diberi makanan
yang tidak mengandung kalsium.
Reagens ini mengendapkan kalsium dalam bentuk Kalsiumoxalat tanpa
kalsiumfosfat oleh pH reagens itu. Percobaan menurut Sulkowitch ini berguna
dalam kelainan faal gl. parathyreoidea dan gangguan metabolismus kalsium pada
umumnya.

Cara Sulkowitch
1. Masukkanlah 3 ml urin ke dalam masing-masing 2 tabung reaksi. Tabung
reaksi kedua hanya dipakai selaku kontrol.
2. Tambahlah kepada tabung pertama 3 ml reagens Sulkowitch, campur dan
biarkan selama 2-3 menit.
3. Bacalah hasil secara semikuantitatif.

Negatif (-)

: tidak terjadi kekeruhan terjadi

Positif (1 +)

: kekeruhan yang halus

Positif (+ 2)

: kekeruhan sedang

Positif (3 +)

: kekeruhan agak berat yang timbul dalam waktu kurang

dari 20 detik.
Positif (4 +)

: kekeruhan berat yang terjadi seketika.

Catatan
Urin normal menghasilkan positif 1+ Jika hasil test ini negatif, pendapat itu
dipertalikan

dengan

hypocalcemia

yang kurang dari 7,5

mg%.

Pada

hypercalcemia (hyperparathyteoidie) exkresi kalsium bertambah besar dan hasil


test ini menjadi 3 + atau 4 +
Pemeriksaan ini mudah dapat dilakukan sebagai "bedside test" untuk diagnosa
dan mengikuti hasil terapi pada penderita dengan kelainan metabolismus kalsium.

16

14. Penentuan Klorida dalam Urin


Penetapan jumlah klorida dalam urin 24 jam secara cepat dilakukan menurut
Fantus. Pada cara ini dilakukan titrasi memakai perak-nitrat dengan ion kromat
sebagai indikator.

Cara Fantus
1. 10 tetes urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan memakai pipet
tetesan.
2. Cucilah pipet yang dipakai tadi beberapa kali dengan aquadest.
3. Bubuhilah 1 tetes larutan kaliumkromat 20% dengan pipet itu juga.
4. Cucilah lagi pipet itu dengan aquadest.
5. Tambahlah secara bertetesan memakai pipet itu juga, sambil terus-menerus
mengocok tabung reaksi larutan perak nitrat 2,9% sampai saat terjadinya warna
merah yang menetap.
6. Hitunglah kadar chlorida: jumlah tetes larutan perak nitrat yang dipakai sama
dengan jumlah gram NaCl per liter urin. Jika kadar itu hendak disebut dengan
milliequivalentper liter, maka angka itu dibagi 58,5 dan dikalikan 1 000.

Catatan
Cara kasar ini sering sudah cukup teliti untuk dipakai dalam klinik jika ingin
mengikuti pengeluaran chlorida dari sehari ke sehari.

17

Anda mungkin juga menyukai