Anda di halaman 1dari 5

DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

oleh : dr. Razi Maulana

I PENDAHULUAN DIC
dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejalagejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala
tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.1 Koagulasi intravaskular
diseminata atau lebih populer dengan istilah aslinya, Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC) merupakan diagnosis kompleks yang melibatkan komponen pembekuan darah akibat
penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh
dengan koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat
menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki
prognosis malam. Meski DIC merupakan keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan
gejala berikut penatalaksanaannya menjadi hal mutlak yang tak hanya harus dikuasai oleh
hematolog, namun hampir semua dokter dari berbagai disiplin.1 DIC merupakan kelainan
perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan
metastasis, trauma masif, serta sepsis bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan
nekrotik yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram
negatif akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan
memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang
teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli
pada mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary
fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun
menyebabkan perdarahan dan terjadi efek antihemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan
mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi
bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pregangren pada jari, genital, dan
hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi. Pada pemeriksaan
lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang memanjang, penurunan fibrinogen bebas
dibarengi peningkatan produk degradasi fibrin, seperti D-dimer.2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Pengertian Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuanbekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan
perdarahan.3 Disseminated intravascular coagulation (D.I.C. ) adalah suatu keadaan
hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau keadaan, dimana pada
suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh. Penggumpalan darah dapat
terjadi dalam waktu singkat, beberapa jam sampai satu sampai dua hari (acute D I C) dan dapat
juga dalam waktu yang lama, berminggu-minggu sampai berbulan-bulan (chronic D I C). Pada D I
C akut terjadi penggumpalan darah dalam waktu singkat, hal ini mengaki-batkan sebagian besar
bahan-bahan koagulasi, seperti trombosit, fibrinogen dan lain faktor pembekuan ( I sampai XIII)

dipergunakan dalam proses penggumpalan tersebut, oleh karena itu, keadaan ini disebut juga
consumption coagulapathy atau defibrinolysis syndrome. Kesemuanya ini berakibat terjadinya
perdarahan dari yang ringan sampai berat. 3,4 Penyebab Keadaan ini diawali dengan pembekuan
darah yang berlebihan, yang biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Karena
jumlah faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan. 3,4 Orang-orang
yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC : 5 Wanita yang telah menjalani
pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke
dalam aliran darah Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat
yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan) Penderita leukemia tertentu atau penderita
kanker lambung, pankreas maupun prostat. Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi
untuk menderita DIC:5 Penderita cedera kepala yang hebat Pria yang telah menjalani
pembedahan prostat Terkena gigitan ular berbisa. Komplikasi obstetrik bisa menyebabkan DIC,
terutama pada keadaan abrupsi plasenta dan emboli cairan amnion. Cairan amnion itu sendiri
dapat mengaktivasi koagulasi, sehingga jika terdapat sumbatan seperti pada preeklamsia dan
sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver function, low platelet), juga akan terjadi koagulasi
sistemik. DIC biasanya menjadi komplikasi sekunder penyakit-penyakit tersebut. Patofisiologi 1.
Consumptive coagulopathy Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem
pembekuan darah secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen fibrin
bebas yang terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang
mengarah kecurigaan ke DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi
pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah, sehingga menyebabkan
trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang mengarah pada kegagalan fungsi berbagai
organ. Akibat koagulasi protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan.6,7
Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem fibrinolitik yang
menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat
pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien
dengan DIC dapat terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan
ini cukup menyulitkan untuk dikenali dan ditatalaksana.6,7 Pengendapan fibrin pada DIC terjadi
dengan mekanisme yang cukup kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama,
pembentukan trombin dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi
fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang membuat
pembentukan trombin secara terus-menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat
depresi sistem fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin
menumpuk di pembuluh darah. Nah, sistem-sistem yang tidak berfungsi secara normal ini
disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada
beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan
perdarahan. Sepintas nampak membingungkan, namun karena penatalaksanaan DIC relatif
suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka tulisan ini akan membahas lebih
dalam tentang patofisiologi DIC.6,7 2. depresi prokoagulan DIC terjadi karena kelainan produksi
faktor pembekuan darah, itulah penyebab utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan
gangguan produksi faktor pembekuan darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat
menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin
(diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir
terbentuknya trombin sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.6,7 Pembentukan trombin

dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui
mekanisme antigen-antibodi. Faktor koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem
VII(a) yang memulai pembentukan trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik.
Aktivasi pembekuan darah sangat dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur
ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan trombin.
Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial.
Sebagian penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel
polimorfonuklear. 6,7 Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi
faktor-faktor pembekuan darah dapat melipatgandakan pembentukan trombin dan ikut andil dalam
membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di plasma pasien
DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada pembentukan trombin,
degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta
sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC berhubungan dengan
peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang rendah juga diduga berperan sebagai
biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal organ. 6,7 Berkaitan dengan rendahnya kadar
antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah.
Kelainan jalur protein C ini disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin
proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-) dan
interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen pembentuk protein C akan
menyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus
menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa protein C berperan
penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC. 6,7 Selain antitrombin III dan protein C, terdapat
pula senyawa alamiah yang memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor
pembekuan darah. Senyawa ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa
ini memblok pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri),
sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal
dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI rekombinan ke dalam plasma,
sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan
mortalitas akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini pada DIC,
namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan
bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan. 6,7 3. Defek Fibrinolisis
Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti, karenanya
endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun pada keadaan bakteremia atau
endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1).
Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C,
dan aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk
di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC akibat acute myeloid
leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi
hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap
berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh darah,
trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat
menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian. 6,7 Gejala DIC biasanya muncul
tiba-tiba dan bisa bersifat sangat berat. Jika keadaan ini terjadi setelah pembedahan atau
persalinan, maka permukaan sayatan atau jaringan yang robek bisa mengalami perdarahan hebat

dan tidak terkendali. Perdarahan bisa menetap di daerah tempat penyuntikan atau tusukan;
perdarahan masif bisa terjadi di dalam otak, saluran pencernaan, kulit. Otot dan rongga tubuh.
Bekuan darah di dalam pembuluh darah yang kecil bisa merusak ginjal (kadang sifatnya menetap)
sehingga tidak terbentuk air kemih. 4,5 Diagnosis Pemeriksaan darah menunjukkan :4,5
Penurunan jumlah faktor pembekuan Adanya bekuan-bekuan kecil yang tidak biasa
Sejumlah besar hasil pemecahan bekuan darah. Tidak ada metode khusus untuk mendiagnosis DIC
selain menilai gejala klinis berupa perdarahan terus-menerus dengan gejala sianosis perifer serta
melihat hasil lab dengan trombositopenia, masa perdarahan global yang memanjang signifikan
(PT dan aPTT), serta Fibrin Degradation Produc (FDP), atau spesifiknya D-dimer akan meningkat
(walaupun keduanya juga meningkat pada trauma berat).3,7 DIC dapat terjadi hampir pada semua
orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait
dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli,
disfungsi organ, dan perdarahan. Keadaan ini terjadi akibat sepsis atau infeksi berat, trauma,
destruksi organ, keganasan (tumor padat atau myelo/limfoproliferatif), penyakit obstetrik (emboli
cairan amnion dan abrupsi plasenta), abnormalitas vaskular (sindrom Kasabach-Meritt dan
aneurisma pembuluh darah besar), penyakit hepar yang berat, reaksi toksik-imunologik dari bisa
ular, obat-obatan, reaksi transfusi, dan penolakan transplantasi.7 Pada pemeriksaan fisik DIC akan
sangat tergantung etiologi penyakit tersebut. DIC akut akan memperlihatkan petekia pada palatum
mole dan tungkai dan ekimosis pada bekas punksi vena, keduanya akibat trombositeopenia. Pasien
seperti ini juga akan terdapat ekimosis pada area-area yang traumatik. Sedangkan pasien DIC
kronik atau subakut hanya akan memperlihatkan tanda dan gejala akibat trombosis dan
tromboemboli pada organ tertentu.7 Keadaan ini terjadi akibat kelainan berbagai penyakit. Secara
umum seperti yang tersebut di atas, terdapat dua jalur yang menjadi penyebab terjadinya DIC,
pertama, respon inflamasi sistemik yang umumnya akibat sepsis atau trauma hebat sehingga
mengaktifkan sitokin dan faktor pembekuan darah. Kedua, pajanan materi prokoagulan ke
pembuluh darah (mis. Pasien kanker atau obstetrik). Pada situasi tertentu, dua jalur penyebab DIC
ini bisa muncul secara bersamaan (mis. Trauma mayor atau pankreatitis nekrotik berat).7
Sangatlah buram untuk mendiagnosis jika kita hanya mengandalkan klinis dan lab tersebut di atas.
Cara terbaik untuk mengenali DIC selain pemeriksaan fisis dan penunjang ialah dengan
mengetahui penyakit-penyakit apa saja yang biasanya potensial menyebabkan DIC.7
Penatalaksanaan Penyebabnya harus dicari dan diatasi, apakah gangguan kebidanan, infeksi atau
kanker. Jika penyebabnya diatasi, maka gangguan pembekuan bisa berkurang. DIC bisa berakibat
fatal, sehingga harus diatasi sesegera mungkin. Diberikan transfusi trombosit dan faktor
pembekuan untuk menggantikan kekurangan dan menghentikan perdarahan. Untuk memperlambat
pembekuan kadang diberikan heparin.4,5,6 Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk DIC selain
mengobati penyakit yang mendasarinya, misalnya jika karena infeksi, maka bom antibiotik
diperlukan untuk fase akut, sedangkan jika karena komplikasi obstetrik, maka janin harus
dilahirkan secepatnya.7 Transfusi trombosit dan komponen plasma hanya diberikan jika keadaan
pasien sudah sangat buruk dengan trombositopenia berat dengan perdarahan masif, memerlukan
tindakan invasif, atau memiliki risiko komplikasi perdarahan. Terbatasnya syarat transfusi ini
berdasarkan pemikiran bahwa menambahkan komponen darah relatif mirip menyiram bensin
dalam api kebakaran, namun pendapat ini tidak terlalu kuat, mengingat akan terjadinya
hiperfibrinolisis jika koagulasi sudah maksimal. Sesudah keadaan ini merupakan masa yang tepat
untuk memberi trombosit dan komponen plasma, untuk memperbaiki kondisi perdarahan.7 Satu-

satunya terapi medikamentosa yang dipakai ialah pemberian antitrombosis, yakni heparin. Obat
kuno ini tetap diberikan untuk meningkatkan aktivitas antitrombin III dan mencegah konversi
fibrinogen menjadi fibrin. Obat ini tidak bisa melisis endapan koagulasi, namun hanya bisa
mencegah terjadinya trombogenesis lebih lanjut. Heparin juga mampu mencegah reakumulasi clot
setelah terjadi fibrinolisis spontan. Dengan dosis dewasa normal heparin drip 4-5 U/kg/jam IV
infus kontinu, pemberian heparin harus dipantau minimal setiap empat jam dengan dosis yang
disesuaikan. Bolus heparin 80 U tidak terlalu sering dipakai dan tidak menjadi saran khusus pada
jurnal-jurnal hematologi. Namun pada keadaan akut pemberian bolus dapat menjadi pilihan yang
bijak dan rasional. Apalagi ancaman DIC cukup serius, yakni menyebabkan kematian hingga dua
kali lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC. Semakin parah kondisi DIC, semakin besar pula
risiko kematian yang harus dihadapi. 7
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdil Gaard C.F. : Recognition On Treatment Of Intravascular Coagulation. J. Pediat. T4 : 1T0,
2001.
2. Corrigan J.J. : Disseminated Intravascular Coagulopathy. Pediatrics 64 : 3T, 2005.
3. Hardaway R.M. : Syndroms Of Intravascular Coagulation. C.C. Thomas Publ., Springfield,
Illinois , U.S.A. 2000.
4. McKay And Willlam Margaretten : Disseminated Intravascular Coagulation In Pregnancy. Arch.
Intern. Med. 120 : 129, 2004.
5. Andra. Ancaman Serius Koagulasi Intravaskular Diseminata. Dalam Farmacia Edisi Februari
2007 , Halaman: 17.
6. Anonymous. Disseminated Intravascular Coagulation. Dalam Www.Medicastore.Com, 2005. 7.
Kho L.K., Himawan. Beberapa Masalah Penyakit Darah di lndonesia. Dalam Cermin Dunia
Kedokteran No,18, 2005.

Anda mungkin juga menyukai