Anda di halaman 1dari 70

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA PRAKTIK PROFESI


KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK
DI RUANG PERAWATAN PU 6
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA

Karya Ilmiah Akhir

AULIA TITIA PARAMADINA


0806333650

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013!

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA PRAKTIK PROFESI


KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK
DI RUANG PERAWATAN PU 6
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA

Karya Ilmiah Akhir


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

AULIA TITIA PARAMADINA


0806333650

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

!
!

Nama

: Aulia Titia Paramadina

NPM

: 0806333650

Tanda Tangan

Tanggal

: 8 Juli 2013

ii!

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisa Praktik Profesi Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Stroke Hemoragik di
Ruang Perawatan PU 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Jakarta tepat pada waktunya.
Saya menyadari bahwa banyak pihak yang turut membantu dan memberikan
bimbingan kepada saya dalam menyelesaikan proposal penelitian ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia (FIK UI);
2. Ibu Riri Maria, M.ANP selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir
FIK UI;
3. Bapak Agung Waluyo, PhD selaku pembimbing akademik dalam
pembuatan Karya Ilmiah Akhir ini;
4. Ibu Ns. Siti Annisah, S.Kep.,ETN selaku pembimbing klinik dalam
pembuatan Karya Ilmiah Akhir di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta;
5. Orang tua dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan
serta doa bagi saya
6. Teman Marisol dan teman-teman angkatan 2008 yang senantiasa berjuang
dan bergerak bersama serta selalu saling memberikan dukungan
7. Perawat di ruang Perawatan Umum 6 RSPAD Gatot Soebroto Jakarta,
yang telah mendukung praktik profesi ;
8. Teman-teman satu bimbingan: Hesti Rahayu, Putri Andriyani, Rohmad
Widiyanto, Elda Lunera Hutapea, yang sama-sama berjuang dalam
penyusunan Karya Ilmiah Akhir;
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut
berpartisipasi hingga selesainnya penyusunan karya ilmiah akhir ini.
!
!

iv!

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini ini masih terdapat
banyak kekurangan sehingga saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dalam penyusunan proposal penelitian ini.
Depok, Juli 2013
Penulis

!
!

v!

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS


AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini :
Nama

: Aulia Titia Paramadina

NPM

: 0806333650

Program Studi

: Ilmu Keperawatan

Fakultas

: Ilmu Keperawatan

Jenis karya

: Karya Ilmiah Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Analisa Praktik Profesi
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Stroke
Hemoragik di Ruang Perawatan PU 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto Jakarta beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan
Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 8 Juli 2013
Yang menyatakan

( Aulia Titia Paramadina )


!
!

vi!

ABSTRAK
Nama
: Aulia Titia Paramadina
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul
: Analisa Praktik Profesi Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Perkotaan pada Pasien dengan Stroke Hemoragik di Ruang


Perawatan PU 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto Jakarta
Urbanisasi di daerah perkotaan adalah masalah kesehatan. Perilaku kesehatan
masyarakat perkotaan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempatnya
tinggal dan bekerja. Kepadatan penduduk, polusi udara, persaingan, pekerjaan
adalah faktor-faktor yang dapat menimbulkan stress bagi masyarakat kota. Stress
menyebabkan resiko hipertensi dan dapat mengarah pada terjadinya penyakit
stroke hemoragik. Tingkat morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh stroke
hemoragik tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya asuhan keperawatan yang
komprehensif dari perawat untuk melakukan rehabilitasi, terutama perlunya
mobilisasi bertahap pada pasien dengan stroke hemoragik.
Kata kunci: stroke, stroke hemoragik, mobilisasi, rehabilitasi
ABSTRACT
Name
: Aulia Titia Paramadina
Study Program : Nursing Science
Title
: The Profession Practice Analytical of Urban Society Health

Nursing to the Stroke Hemorrhage Patient in the General Care


Room 6th RSPAD Gatot Soebroto, Central Jakarta
Urbanization in many urban is a health issue. Behavior of urban public health is
strongly influenced by environmental conditions where he lived and worked.
Population density, air pollution, competition, jobs are the factors that can cause
stress for the urban society. If the stress is prolonged the risk of hypertension to
happen bigger and can lead to the occurrence of hemorrhage stroke. The
morbidity and mortality caused by hemorrhage stroke is high. Therefore, it is
necessary to have a comprehensive nursing care from nurses to undertake
rehabilitation, especially the need for gradual mobilization in patients with
hemorrhage stroke.
Keyword : stroke, stroke hemorrhage, mobilization, rehabilitation!

!
!

vii!

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINILITAS ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 8
2.1 Keperawatan Kesehatan Masayarakat Perkotaan ............................. 7
2.2 Stroke Hemoragik.............................................................................. 8
2.4 Kaitan antara KKMP dengan Kasus Stroke ..................................... 16
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE HEMORAGIK ....... 19
3.1 Pengkajian ......................................................................................... 19
3.2 Analisa Data ..................................................................................... 25
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan ......................................................... 28
3.2 Catatan Perkembangan ..................................................................... 37
BAB 4 ANALISA KASUS ................................................................................. 44
4.1 Profil Lahan Praktik .......................................................................... 44
4.2 Analisa Masalah Keperawatan terkait KKMP .................................. 45
4.3 Analisis Tindakan Keperawatan dalam Mengatasi Imobilisasi ........ 48
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah .......................................................... 53
BAB 5 PENUTUP............................................................................................... 55
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 55
5.2 Saran .................................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 56

!
!

viii!

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Analisa Data ........................................................................................ 25


Tabel 3.2 Catatan Perkembangan ........................................................................ 37

!
!

ix!

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Format Pengkajian Barthel Index

!
!

!
!

x!

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Area perkotaan selalu menjadi pusat pembangunan, sehingga bukan merupakan
hal yang baru lagi jika tingkat angka perpindahan masyarakat ke daerah perkotaan
(urbanisasi) semakin meningkat setiap tahunnya. Tingginya angka urbanisasi di
daerah perkotaan sering dikaitkan dengan status kesehatan masayarakatnya. Status
kesehatan masayarakat perkotaan dipengaruhi oleh faktor perilaku hidup sehat
masyarakatnya. Saat ini, penduduk perkotaan harus berhadapan dengan berbagai
masalah kesehatan sebagai akibat gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat,
baik masalah kesehatan yang konvensional ataupun modern (Efendi dan
Makhfudli, 2009). Masalah kesehatan konvensional yang sering muncul adalah
seperti penyakit infeksi dan menular. Sedangkan masalah kesehatan modern yakni
semacam penyakit degeneratif, kelebihan gizi, penyakit kelamin, serta
penyalahgunaan napza dan minuman keras.
Berbagai macam penyakit degeneratif yang masuk dalam kategori masalah
kesehatan modern merupakan masalah kesehatan yang sering disebabkan karena
gaya hidup yang tidak sehat di wilayah perkotaan. Penyakit degeneratif
merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan penyakit yang muncul
akibat kemunduran fungsi sel tubuh, yaitu dari keadaan yang normal menjadi
lebih buruk (Japardi, 2002). Ada sekitar 50 jenis penyakit degeneratif, diantaranya
penyakit jantung dan pembuluh darah (hipertensi, stroke, dan jantung), endokrin
(diabetes mellitus, tiroid, hiperkolesterol), neoplasma (tumor ganas dan tumor
jinak), gangguan pencernaan, kegemukan, dan lain-lain. Dari kesemua penyakit
degeneratif yang ada, stroke adalah penyebab utama kedua kematian setelah
penyakit iskemik jantung di seluruh dunia, dengan perkiraan 5.5 juta subjek
meninggal karena stroke setiap tahun (WHO, 2004).
Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh
dunia menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian sebanyak 5 juta
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!1!
!

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!Universitas Indonesia!

2
!

orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen. Dua pertiga
dari kematian ini terjadi di negara-negara dengan sumber daya rendah. Prevalensi
stroke di Indonesia sendiri ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk yang
menderita stroke atau sebesar 8,3%. (Riskesdas, 2007). Terdapat 11 provinsi
mempunyai prevalensi stroke diatas prevalensi nasional dan DKI Jakarta diketahui
memiliki prevalensi tertinggi di Pulau Jawa, yaitu 12,5 persen.
Stroke

merupakan

penyakit

serebrovaskular

yang

diakibatkan

karena

berkurangnya aliran darah ke otak akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak
ataupun pecahnya pembuluh darah di otak. Stroke merupakan penyakit yang
memerlukan perawatan jangka panjang, sehingga untuk mendapatkan therapeutic
outcome yang baik perlu kerjasama antara berbagai tenaga kesehatan (dokter,
perawat, apoteker, pasien dan keluarga pasien). WHO (2006) mendefinisikan
stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler.
Stroke berada dalam peringkat kedua, di bawah penyakit jantung iskemik sebagai
penyebab kematian dan merupakan faktor utama penyebab kecacatan serius.
Seiring dengan semakin meningkatnya kemajuan pembangunan di Indonesia,
telah mengubah pola struktur masyarakat, dari masyarakat agraris menjadi
masyarakat industri. Perubahan tersebut membawa dampak pada pergeseran gaya
hidup masyarakat pedesaan ke gaya hidup masyarakat perkotaan, termasuk
kepada pola makan yang tadinya alami menjadi gemar memakan makanan cepat
saji. Meledaknya jumlah penduduk di daerah perkotaan juga membawa dampak
perubahan bagi lingkungan di perkotaan. Efek lain dari perubahan pola hidup itu
ialah terletak kepada pergeseran penyakit, dari penyakit infeksi ke penyakit
degeneratif, yakni penyakit kardiovaskuler dan stroke.
Stroke diderita oleh 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa, setiap tahunnya. Di
Amerika, sejumlah 275.000 300.000 orang meninggal karena stroke.
Universitas Indonesia
!

3
!

Berdasarkan data NCHS (National Center of Health Statistics), stroke menduduki


urutan ketiga penyebab kematian di Amerika setelah penyakit jantung dan kanker
(Heart Disease and Stroke Statistics2010 Update: A Report from American
Heart Association). Dari data National Heart, Lung, and Blood Institute tahun
2008, sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap
tahunnya. Dengan 610.000 orang mendapat serangan stroke untuk pertama
kalinya dan 185.000 orang dengan serangan stroke berulang (Heart Disease and
Stroke Statistics_2010 Update: A Report From the American Heart Association).
Setiap 3 menit didapati seseorang yang meninggal akibat stroke di Amerika
Serikat. Sedangkan di Inggris, stroke menduduki peringkat utama penyebab
kecacatan (WHO, 2010).
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, di mana
sekitar 4,4 juta di antaranya meninggal dalam 12 bulan (WHO, 2006).
Di pusat-pusat pelayanan neurologi Indonesia jumlah penderita gangguan
peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama dari seluruh
penderita rawat inap (Harsono.2007). Angka kejadian stroke terus meningkat
dengan tajam, jika tidak ada upaya penanggulangan stroke yang lebih baik maka
jumlah penderita stroke pada tahun 2020 diprediksikan akan meningkat 2 kali
lipat. Bahkan saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah
penderita stroke terbesar di Asia dan keempat didunia, setelah India, Cina, dan
Amerika (Feigin, 2006).
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya
mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga
sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di
Universitas Indonesia
!

4
!

Indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah


sakit (Yastroki, 2007). Menurut Riskesdas (2007), stroke, bersama-sama dengan
hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga
merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia. Stroke
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di
Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Berdasarkan survey
data pasien yang dirawat inap di sub instalasi rawat inap A RSPAD Gatot
Soebroto, dari Januari 2013 sampai April 2013, sebanyak 93 orang dirawat karena
stroke. Setiap bulan, jumlah orang yang dirawat karena stroke di RSPAD Gatot
Soebroto terus meningkat.
Berdasarkan klasifikasinya, stroke dapat dibedakan menjadi stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik. Insiden kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000
per tahunnya, dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya
perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih
tinggi daripada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% pasien yang
mendapatkan kembal kemandirian fungsionalnya. Selain itu ada sekitar 40-80%
yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50%
meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkandari 251 penderita
stroke, ada 47% wanita dan 53% pria dengan rata-rata umur 69 tahun (78%
berumur lebih dari 60 tahun). Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis
kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk (Denise, 2010).
Gejala stroke yang dialami setiap orang orang berbeda dan bervariasi, tergantung
pada daerah otak mana yang terganggu. Keterlambatan pemeriksaan gejala stroke
ini mengakibatkan pasien sering kali datang pada kondisi buruk atau terlambat.
Hal ini membuat angka kejadian penderita stroke meningkat. Penyakit stroke
merupakan masalah kesehatan yang memerlukan penanganan secara serius. Hal
ini dikarenakan penyakit stroke dapat berdampak buruk pada kondisi fisik dan
psikologis. Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional, dimana
20% penderita yang bertahan hidup masih membutuhkan perawatan di institusi
kesehatan setelah 3 bulan dan 15-30% penderitanya mengalami cacat permanen.
Universitas Indonesia
!

5
!

Fenomena tersebut di atas membuat penulis tertarik untuk membahas lebih dalam
tentang stroke beserta asuhan keperawatan yang dapat diimplementasikan pada
pasien penderita stroke.
1.2 Rumusan Masalah
Meningkatnya kasus stroke setiap tahun dikaitkan dengan perubahan gaya hidup
modern masyarakat perkotaan. Dalam pelaksanaannya, penatalaksanaan stroke
melibatkan multidisiplin berbagai ilmu, salah satunya adalah asuhan keperawatan
yang holistik terhadap penderita stroke. Asuhan keperawatan yang holistik
bertujuan untuk mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin dan
mencegah serangan berulang. Diharapkan, pasien penderita stroke mampu
meningkatkan kepercayaan diri, harapan hidup dan kemandirian. Asuhan
keperawatan yang dibutuhkan juga tidak terlepas dari disiplin ilmu lain,
diantaranya kolaborasi perawat dengan tim medis (dokter), fisioterapis, terapi
occupational, pekerja sosial medik, psikolog serta klien dan keluarga turut
berperan. Mobilisasi merupakan salah satu bentuk rehabilitasi awal dari kondisi
penyakit tertentu, dalam hal ini pada klien yang mengalami serangan stroke
sehingga terhindar dari komplikasi. Oleh karena itu, penulis menganggap perlunya
pembahasan mengenai asuhan keperawatan pada pasien stroke, yaitu pasien stroke
hemoragik.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1

Tujuan Umum
Memberikan gambaran hasil asuhan keperawatan pada klien dengan stroke
hemoragik.

1.3.2

Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar stroke

hemoragik yang terdiri dari

pengertian, etiologi, manifestasi klinis dan komplikasi.


b. Menjelaskan hasil asuhan keperawatan dari pengkajian sampai
evaluasi.
c. Menguraikan tentang salah satu intervensi keperawatan berdasarkan
evidence base yang ada

Universitas Indonesia
!

6
!

1.4 Manfaat Penulisan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
a. RSPAD Gatot Soebroto

Dapat memberikan informasi mengenai impelementasi asuhan keperawatan


terhadap pasien stroke hemoragik berdasarkan evidence base yang ada.
Dengan mengetahui implementasi asuhan keperawatan yang tepat pada
pasien stroke hemoragik, pihak RSPAD dapat meningkatkan harapan hidup
dan tingkat kemandirian pada pasien stroke hemoragik.
b. Peneliti

Memberikan informasi tambahan pada penulis mengenai implementasi


asuhan

keperawatan

pada

pasien

stroke

hemoragik,

memperoleh

pengetahuan dan pengalaman, serta dapat mengembangkan minat dan


kemampuan karya tulis ilmiah.
c. Pembaca

Memberikan informasi tambahan bagi pembaca sebagai bahan acuan untuk


penelitian selanjutnya mengenai stroke hemoragik.

Universitas Indonesia
!

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan


Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) adalah mata ajar yang
berfokus pada pemahaman mahasiswa terhadap multidimensial perkotaan dengan
menekankan pada permasalahan kesehatan perkotaan, dan faktor yang
mempengaruhi masalah individu, kelompok dan masyarakat yang utama pada
perkotaan, dan metode pemberdayaan masyarakat kota dengan pendekatan lintas
program dan lintas sektoral.
Keunggulan

mata

mengembangkan

ajar

KKMP

kemampuan

yaitu

koginitif,

membuat
afektif

dan

mahasiswa
psikomotor,

mampu
untuk

meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan.


Mahasiswa diharapkan mampu merencanakan asuhan keperawatan melalui
penerapan konsep, teori, dan modalitas lintas keilmuan di bidang keperawatan dan
ilmu-ilmu lain yang relevan pada saat menyelesaikan masalah.
Mata ajar KKMP meliputi mencakup kemampuan untuk menjelaskan berbagai
konsep

dan

teori

terkait

masalah

kesehatan

perkotaan,

yaitu

dengan

mengidentifikasi masalah kesehatan yang lazim terjadi di daerah perkotaan,


mengidentifikasi faktor-faktor resiko timbulnya masalah kesehatan perkotaan,
membuat perencanan asuhan keperawatan masyarakat perkotaan, membuat
perencanaan yang kemudian diimplementasikan dalam menyelesaikan masalah
kesehatan masyarakat perkotaan.
Komunitas adalah sekelompok orang yang memiliki karakteristik umum,
komunitas dapat ditentukan dari lokasi, ras, etnik, umur, pekerjaan atau
ketertarikan terhadap masalah-masalah tertentu (McKenzie,2005). Kesehatan
dalam komunitas mengacu pada status kesehatan yang menentukan kelompok
tersebut yang ditentukan dari tindakan dan kondisi, baik swasta maupun
pemerintah untuk mempromosikan, melindungi dan menjaga kesehatan mereka.
!
!

7!

Universitas Indonesia

8
!

American Nurses Association (ANA)

mendefinisikan keperawatan kesehatan

komunitas sebagai tindakan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan


dari populasi dengan mengintegrasikan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai
dengan keperawatan dan kesehatan masyarakat (Efendi, 2009). Pada suatu
komunitas terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah
lingkungan.
Badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) menyatakan akan
ada satu miliar orang di dunia, khususnya di wilayah perkotaan yang di bayangi
akan menderita obesitas atau kegemukan. Jumlah ini juga di prediksi oleh WHO
tetap akan meningkat pada 2015 mendatang dengan jumlah penderita obesitas
sebanyak 1,5 miliar orang. Hal ini di anggap wajar terjadi, pasalnya masyarakat
perkotaan yang hidup di bawah tuntutan ekonomi dan dipaksa melupakan gaya
hidup yang sehat. Kepadatan rutinitas merupakan satu faktor utama pergeseran
masyarakat untuk berolah raga dan makan makanan yang sehat. Penyakit
degeneratif potensial terjadi di Indonesia dan tidak menutup kemungkinan akan
meledak menjadi penyebab utama kematian di wilayah berbagai perkotaan di
Indonesia. Disinyalir penyebab utama ledakan ini terjadi karena besarnya
perubahan gaya hidup akibat urbanisasi dan modernisasi.
2.2 Stroke Hemoragik
2.2.1 Definisi Stroke
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh
tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak,
sehingga supplay darah ke otak berkurang (Smletzer & Bare, 2005). Secara
umum ganguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan
sirkulasi serebral. Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi
merupakan kumpulan tanda dan gejala dari beberapa penyakit diantaranya;
hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes
mellitus, dan penyakit vaskuler perifer (Markus, 2001).

Universitas Indonesia

9
!

Stroke merupakan gangguan fungsional otak yang bersifat: lokal dan atau
global, akut, berlangsung antara 24 jam atau lebih, disebabkan gangguan
aliran darah ke otak, tidak disebabkan karena tumor/infeksi. Stroke biasanya
disertai satu atau beberapa penyakit lain, seperti hipertensi, penyakit
jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit
vascular perifer.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim otak, ruang
cairan serebrospinal, atau keduanya. Adanya perdarahan ini pada jaringan
otak menyebabkan terganggunya sirkulasi di otak yang mengakibatkan
terjadinya iskemik pada jaringan otak karena supply darah ke otak menurun.
Serta dapat terbentuk hematom di otak yang bisa mengakibatkan penekanan.
Proses ini memacu peningkatan tekanan intracranial sehingga terjadi
perubahan dan herniasi jaringan otak yang dapat mengakibatkan kompresi
pada batang otak (Caplan, 2006).
2.2.2 Etiologi Stroke
Listiono (1998) menjelaskan bahwa penyebab stroke antara lain
aterosklerosis, thrombosis, embolisme, hipertensi yang menimbulkan
perdarahan intraserebral dan rupture aneurisma . Stroke biasanya disertai
satu atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi faktor resiko seperti
hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah,

diabetes

mellitus, atau penyakit vaskuler perifer. Adapun penyebab perdarahan pada


stroke hemoragik:
a. Intrakranial : perdarah intraserebral primer, pecahnya aneurisma,
pecahanya malformasio aretrio venosa, tumor otak (primer/metastasis),
infeksi (meningoensefalitis)
b. Ekstrakranial : leukimia, hemofilia, anemia, obat-obatan antikoagulan,
penyakit liver

Universitas Indonesia

10
!

2.2.3 Klasifikasi Stroke


Secara garis besar stroke dibagi menjadi dua yaitu infark non
hemoragik/iskemik dan hemoragik :
a. Infark non hemoragik/iskemik, umumnya disebabkan oleh trombus yang
menyebabkan oklusi menetap, mencegah adanya reperfusi pada organ
yang infark sehingga menyebabkan terjadinya keadaannya anemia atau
iskemik Secara patologi didapatkan infiltrasi leukosit selama beberapa
hari terutama pada daerah tepi infark. Makrofag menginvasi daerah
infark dan aktif bekerja sampai produk-produk infark telah dibersihkan
selama periode waktu tertentu (beberapa minggu). Eritrosit sangat jarang
ditemukan. Hampir 85% stroke non hemoragik disebabkan oleh
sumbatan bekuan darah, penyempitan arteri/ beberapa arteri yang
mengarah ke otak, embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau
arteri ekstrakranium yang menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa
arteri ekstrakranium. Pada usia lebih dari 65 tahun penyumbatan atau
penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis.
b. Infark hemoragik, terjadinya infark hemoragik yang telah lama diketahui
adalah adanya reperfusi oleh pembuluh darah setelah oklusi hilang.
Diasumsikan bahwa adanya tekanan baru arteri pada kapiler-kapiler
menyebabkan terjadinya diapedesis eritrosit melalui dinding kapiler yang
hipoksia. Semakin sering terjadi reperfusi, semakin rusak pula dinding
kapiler

dan

makin

memperbanyak

kemungkinan

daerah

infark

hemoragik. Berbeda dengan infark nonhemoragik secara patologik pada


infark hemoragik ditemukan banyak eritrosit di sekeliling daerah
nekrosis yang umumnya menetap lebih lama yaitu beberapa jam sampai
2 minggu ataupun setelah oklusi arteri. Ini adalah jenis stroke yang
sangat mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian kecil dari
stroke total (10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk
perdarahan subarakhnoid).
Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease and
Related Health Problems 10th Revision, stroke Hemoragik di bagi atas:
Universitas Indonesia

11
!

a. Perdarahan Intraserebral. Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan


suatu aneurisma yang pecah ataupun karena suatu penyakit yang
menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh seperti pada hipertensi
dan angiopati amiloid (Mohr, et.al, 2004) Pada perdarahan intraserebral,
perdarahan terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Adapun penyebab
perdarahan intraserebral : Hipertensi (80%), Aneurisma, Malformasi
arteriovenous, Neoplasma, Gangguan koagulasi seperti hemofilia,
Antikoagulan, Vaskulitis, Trauma, Idiophatic
b. Perdarahan

Subarachnoid.

Perdarahan

subarachnoid

merupakan

perdarahan yang terjadi di rongga subarachnoid. Perdarahan ini


kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya suatu
aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di samping
juga sebab-sebab yang lain. Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5%
dari semua kejadian stroke. Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan
terjadi di sekeliling otak hingga ke ruang subarachnoid dan ruang cairan
serebrospinal. Penyebab perdarahan subarachnoid : Aneurisma (7075%), Malformasi arterivenous (5%), Antikoagulan ( < 5%), Tumor ( <
5% ), Vaskulitis (<5%), Tidak di ketahui (15%)
2.2.4 Manifestasi klinis stroke hemoragik
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik adalah (Mohr, 2004) :
a.

Intracerebral hemoragik: Sakit kepala, timbul mendadak setelah


melakukan aktivitas dan emosi, muntah, pusing, kesadaran menurun,
kelainan neurologis dan kejang

b.

Subarachnoid hemoragik: Sakit kepala, muntah-muntah, vertigo dan


dizziness, kejang-kejang, kesadaran menurun dan hipertermi

Faktor resiko terjadinya stroke antara lain (Djoko, 1998):


Universitas Indonesia

12
!

1.

Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu :


Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan
bawaan. Pembuluh darah yang tidak normal tersebut dapat pecah
atau robek sehingga menimbulkan perdarahan otak. Adapula yang
dapat

mengganggu

kelancaran

aliran

darah

otak

sehingga

menimbulkan iskemik.
Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko
terkena stroke iskemik ataupun perdarahan intraserebrum lebih
tinggi sekitar 20 % daripada wanita. Resiko terkena stroke
meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah mencapai 50 tahun, setiap
penambahan usia 3 tahun meningkatkan risiko stroke sebesar 1120%, dengan peningkatan bertambah seiring usia terutama pada
pasien yang berusia lebih dari 64 tahun dimana pada usia ini 75%
stroke ditemukan.
Riwayat keluarga dan genetika, kelainan turunan sangat jarang
menjadi penyebab langsung stroke. namun gen berperan besar dalam
beberapa faktor risiko stroke misalnya hipertensi, penyakit jantung,
diabetes, dan kelainan pembuluh darah.
Ras. Di Amerika Serikat, insidens stroke lebih tinggi pada populasi
kulit hitam daripada populasi kulit putih. Lelaki negro memiliki
insidens 93 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian mencapai
51% sedang pada wanita negro memiliki insidens 79 per 100.000
jiwa dengan tingkat kematian 39,2%. Lelaki kulit putih memiliki
insidens 62,8 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian mencapai
26,3% sedang pada wanita kulit putih memiliki insidens 59 per
100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%.
2.

Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu :


Hipertensi, merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis
infark

cerebral

dan

perdarahan

intrakranial.

Hipertensi

mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah


otak. Pecahnya pembuluh darah otak menimbulkan perdarahan otak,
dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke
Universitas Indonesia

13
!

otak terganggu mengakibatkan sel-sel otak mengalami kematian.


Usia 30 tahun merupakan kewaspadaan terhadap munculnya
hipertensi, makin lanjut usia seseorang makin tinggi kemungkinan
terjadinya hipertensi.
Penyakit

jantung,

beberapa

penyakit

jantung

berpotensi

menyebabkan stroke dikemudian hari antara lain: penyakit jantung


rematik, penyakit jantung koroner, dan gangguan irama jantung.
Faktor resiko ini umumnya menimbulkan sumbatan/hambatan darah
ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel/jaringan
yang mati ke dalam aliran darah. Munculnya penyakit jantung dapat
disebabkan oleh hipertensi, diabetes mellitus, obesitas ataupun
hiperkolesterolemia.
Diabetes

mellitus,

penyakit

diabetes

mellitus

menyebabkan

penebalan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar dan


akhirnya

mengganggu

kelancaran

aliran

darah

otak

dan

menimbulkan infark otak.


Hiperkolesterolemia, meningginya kadar kolesterol dalam darah,
terutama LDL merupakan faktor resiko penting bagi terjadinya
aterosklerosis sehingga harus segera dikoreksi.
Serangan iskemik sesaat, sekitar 1 dari 100 orang dewasa akan
mengalami paling sedikit satu kali serangan iskemik sesaat (
transient ischemic attack atau TIA) seumur hidup mereka. Jika tidak
diobati dengan benar, sekitar sepersepuluh dari pasien ini akan
mengalami stroke dalam 3 bulan serangan pertama, dan sekitar
sepertiga akn terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan
pertama.
Obesitas, berat badan berlebih, masih menjadi perdebatan apakah
suatu faktor resiko stroke atau bukan. Obesitas merupakan faktor
resiko terjadinya penyakit jantung sehingga obesitas mungkin
menjadi faktor resiko sekunder bagi terjadinya stroke.
Merokok, merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen;
peningkatan ini akan mempermudah terjadinya penebalan dinding
Universitas Indonesia

14
!

pembuluh darah dan peningkatan viskositas darah sehingga


memudahkan terjadinya aterosklerosis.
2.2.5 Patofisiologi Stroke Hemoragik
Aterosklerosis atau trombosis biasanya dikaitkan dengan kerusakan lokal
pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan
adanya plak berlemak pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteri
serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang.
Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
darah sebagian terisi oleh materi sklerotik. Plak cenderung terbentuk pada
daerah percabangan ataupun tempat-tempat yang melengkung. Trombosit
yang menghasilkan enzim mulai melakukan proses koagulasi dan menempel
pada

permukaan

dinding

pembuluh

darah

yang

kasar.

Sumbat

fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli atau dapat tetap


tinggal di tempat dan menutup arteri secara sempurna (Lombardo, 1995).
Emboli kebanyakan berasal dari suatu trombus dalam jantung, dengan kata
lain hal merupakan perwujudan dari masalah jantung. Meskipun lebih
jarang terjadi embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus
karotis atau arteri karotis interna. Tempat yang paling sering terserang
emboli serebri adalah arteri serebri media, terutama bagian atas.
Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi dimana
tekanan darah diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat
menyebabkan pecah/ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di
daerah otak dan/atau subarakhnoid, sehingga jaringan yang terletak di
dekatnya akan tergeser dan tertekan. Daerah distal dari tempat dinding arteri
pecah tidak lagi kebagian darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik
dan kemudian menjadi infark yang tersiram darah ekstravasal hasil
perdarahan. Daerah infark itu tidak berfungsi lagi sehingga menimbulkan
deficit neurologik, yang biasanya menimbulkan hemiparalisis. Dan darah
ekstravasal yang tertimbun intraserebral merupakan hematom yang cepat
Universitas Indonesia

15
!

menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak berikut bagian rostral


batang otak. Keadaan demikian menimbulkan koma dengan tanda-tanda
neurologik yang sesuai dengan kompresi akut terhadap batang otak secara
rostrokaudal yang terdiri dari gangguan pupil, pernapasan, tekanan darah
sistemik dan nadi. Apa yang dilukis diatas adalah gambaran hemoragia
intraserebral yang di dalam klinik dikenal sebagai apopleksia serebri atau
hemorrhagic stroke (Djoko, 1998; Mardjono, 2003)
Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah kapsula
interna. Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa
disitu terdapat aneurisme kecil-keci yang dikenal sebagai aneurisme Charcot
Bouchard. Aneurisma tersebut timbul pada orang-orang dengan hipertensi
kronik, sebagai hasil proses degeneratif pada otot dan unsure elastic dari
dinding arteri. Karena perubahan degeneratif itu dan ditambah dengan beban
tekanan darah tinggi, maka timbullah beberapa pengembungan kecil
setempat yang dinamakan aneurismata Charcot Bouchard. Karena sebabsebab yang belum jelas, aneurismata tersebut berkembang terutama pada
rami perforantes arteria serebri media yaitu arteria lentikolustriata. Pada
lonjakan

tekanan

darah

sistemik

seperti

sewaktu

orang

marah,

mengeluarkan tenaga banyak dan sebagainya, aneurima kecil itu bisa pecah.
Pada saat itu juga, orangnya jatuh pingsan, nafas mendengkur dalam sekali
dan memperlihatkan tanda-tanda hemiplegia. Oleh karena stress yang
menjadi faktor presipitasi, maka stroke hemorrhagic ini juga dikenal sebagai
stress stroke(Mardjono, 2003)
Pada orang-orang muda dapat juga terjadi perdarahan akibat pecahnya
aneurisme ekstraserebral. Aneurisme tersebut biasanya congenital dan 90%
terletak di bagian depan sirkulus Willisi. Tiga tempat yang paling sering
beraneurisme adalah pangkal arteria serebri anterior, pangkal arteria
komunikans anterior dan tempat percabangan arteria serebri media di bagian
depan dari sulkus lateralis serebri. Aneurisme yang terletak di system
vertebrobasiler paling sering dijumpai pada pangkal arteria serebeli
Universitas Indonesia

16
!

posterior inferior, dan pada percabangan arteria basilaris terdepan, yang


merupakan pangkal arteria serebri posterior.
Fakta bahwa hampir selalu aneurisme terletak di daerah percabangan arteri
menyokong anggapan bahwa aneurisme itu suatu manifestasi akibat
gangguan perkembangan embrional, sehingga dinamakan juga aneurisme
sakular (berbentuk seperti saku) congenital. Aneurisme berkembang dari
dinding arteri yang mempunyai kelemahan pada tunika medianya. Tempat
ini merupakan tempat dengan daya ketahanan yang lemah (lokus minoris
resistensiae), yang karena beban tekanan darah tinggi dapat menggembung,
sehingga dengan demikian terbentuklah suatu aneurisme.
Aneurisme juga dapat berkembang akibat trauma, yang biasanya langsung
bersambung dengan vena, sehingga membentuk shunt arteriovenosus.
Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan tekanan
intraabdominal, aneurisma ekstraserebral itu pecah, maka terjadilah
perdarahan yang menimbulkan gambaran penyakit yang menyerupai
perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma Charcor Bouchard.
Pada umumnya factor presipitasi tidak jelas. Maka perdarahan akibat
pecahnya aneurisme ekstraserebral yang berimplikasi juga bahwa aneurisme
itu terletak subarakhnoidal, dinamakan hemoragia subduralis spontanea atau
hemoragia subdural primer (Mardjono, 2003).
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri
masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang
nyata. Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml
dapat mengakibatkan kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma
yang pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih dari
satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).
2.3 Kaitan antara KKMP dengan Kasus Stroke
Kota besar seperti menjadi suatu daya tarik bagi setiap orang. Banyak orang
berbondong-bondong berpindah dari tempat tinggal mereka di desa dan
Universitas Indonesia

17
!

kemudian memutuskan untuk menetap di kota dengan berbagai alasan. Salah


satu kota yang menjadi tujuan banyak orang di Indonesia adalah Jakarta.
Jakarta seolah menjadi pusat segala kegiatan, baik kegiatan pemerintahan,
hiburan, bahkan pendidikan. Keadaan tersebut berjalan seiring dengan
perkembangan infrastruktur kota yang juga meningkat akibat mengimbangi
kebutuhan masyarakatnya.
Perkembangan infrastruktur kota Jakarta turut mengubah pola aktivitas dan
tuntutan hidup di masyarakat perkotaan sehingga menyebabkan banyak orang
mengubah

gaya

hidupnya.

Tuntutan

hidup

yang

tinggi

seringkali

mengakibatkan tingginya stress di daerah perkotaan. Tuntutn hidup yang


tinggi bisa meliputi waktu, tenaga, pekerjaan maupun pikiran. Hal tersebut
membuat masyarakat perkotaan lebih cenderng memilih hal-hal praktis,
termasuk dalam hal memilih makanan cepat saji, yang dianggap praktis dan
mudah ditemukan di hampir setiap sudut kota Jakarta. Kondisi jalanan yang
padat yang sering berujung pada kemacetan yang tinggi, membuat banyak
waktu terbuang di jalanan, sehingga mengakibatkan kelelahan dan tingkat
stress yang tinggi. Tingkat aktivitas yang tinggi sering membuat masyarakat
perkotaan menjadi jarang berolahraga sebagai salah satu cara untuk menjaga
kesehatan mereka.
Situasi tersebut diperparah dengan semakin buruknya kondisi lingkungan saat
ini. Misalnya saja, udara kota yang dihirup seseorang sudah tercemar oleh
polutan. Udara menjadi salah satu faktor resiko yang sulit dikendalikan di
daerah perkotaan. Tingkat kepadatan arus lalu lintas yang semakin meningkat
setiap tahunnya, juga dapat memicu kondisi stress bagi penduduk kota. udara
yang tercemar karbon monoksida atau polutan lain, seperti udara di Jakarta,
bisa membuat oksigen di dalam darah terdesak. Atau dengan kata lain, darah
lebih mudah membawa karbon monoksida daripada oksigen. Akibatnya
tubuh pun kekurangan oksigen. Salah satu cirinya jika tubuh kekurangan
oksigen adalah mudah lelah. Situasi tersebut direspon oleh jantung dengan
mempercepat aliran darah ke seluruh tubuh. Apalagi jika pembuluh darah
Universitas Indonesia

18
!

sudah tersumbat, maka jantung akan lebih keras memompa darah ke seluruh
tubuh.
Penyumbatan pembuluh darah tidak terjadi seketika, melainkan penumpukan
dari beragam faktor resiko dan dalam jangka waktu yang cukup lama, melalui
beberapa proses. Tetapi pada situasi tertentu, saat jantung dipicu untuk
bekerja lebih keras, penyumbatan pembuluh darah bisa berakibat fatal.
Kondisi tersebut mudah terjadi saat seseorang tertekan atau stres, baik stress
secara fisik maupun psikis. Emosi yang memuncak bisa menyebabkan
tekanan darah meningkat. Pada saat itu, jika di dalam tubuh telah terjadi
terjadi penyumbatan aliran darah, maka pembuluh darah bisa pecah.
Dalam keadaan stres, seseorang mudah terkena stroke atau serangan jantung,
terutama jika ada penyumbatan pada pembuluh darah yang mengalir baik ke
jantung maupun ke otak. Karena pada saat stres, otak memerlukan banyak
oksigen sehingga memaksa jantung bekerja lebih cepat untuk mengalirkan
darah yang membawa oksigen ke otak.
Situasi yang berbahaya adalah terutama ketika darah tidak bisa mengalir
dengan baik akibat adanya penyempitan pembuluh darah. Hal itulah yang
membuat pembuluh darah pecah karena tidak bisa menahan tingginya tekanan
darah. Selain stres, stroke juga biasanya terjadi pada orang yang kurang
berolahraga, merokok, diabetes, obesitas (kelebihan berat badan) dan berusia
di atas 40 tahun. Saat ini, usia muda bukan jaminan stroke dan serangan
jantung tidak bisa terjadi. Sebab telah terjadi banyak perubahan, baik gaya
hidup maupun kondisi lingkungan.

Universitas Indonesia

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGIK
3.1 Pengkajian
a. Informasi Umum
Nama : Tn. E

Usia : 60 tahun

Tanggal Lahir : 28 Februari 1953

Jenis Kelamin: Laki-laki

Suku Bangsa : Betawi

Tanggal Masuk : 5 Mei 2013

Waktu

Dari

: 17.00 WIB

: Stroke Unit

Sumber Informasi: Keluarga, Klien, Rekam Medis


b. Riwayat Keperawatan:
-

alasan masuk RS : Klien masuk rumah sakit pada tanggal 18 April


2013 dan dirawat di Cerebrovaskular Unit di RSPAD. Klien dibawa
dan dirawat di rumah sakit dengan alasan pingsan, kelemahan anggota
badan sebelah kiri. Kaki sebelah kiri kesemutan saat berjalan, pasien
kemudian mengatakan tiba-tiba tidak ada tenaga di kaki kirinya,
kemudian pasien jatuh dan pingsan. Pada saat masuk, klien
mengatakan ada keluhan mual, muntah dan nyeri kepala.

Riwayat Penyakit Terdahulu: Klien dan keluarga mengatakan


mempunyai riwayat hipertensi. Sebelumnya, klien tidak pernah dirawat
di rumah sakit. Klien juga belum pernah mengalami penyakit stroke.
Klien juga tidak memiliki alergi terhadap obat dan makanan apapun.

c. Aktivitas/Istirahat
Gejala (Subyektif)
Klien adalah seorang pensiunan TNI AD. Aktivitas/hobi klien adalah
membaca. Aktivitas klien saat waktu luang adalah membaca, kadangkadang mengasuh cucu, lebih banyak duduk-duduk sambil minum kopi.
Menurut klien dan keluarga, klien puas terhadap pencapaian hidupnya.
Sebelum dirawat di RS, klien masih dapat melakukan aktivitasnya secara

19

Universitas Indonesia!

20
!

mandiri. Setelah dirawat, aktivitas klien lebih banyak dibantu. Klien


mempunyai kebiasaan tidur siang selama 1 jam, tidur malam sekitar 6-8
jam. Saat dirawat di RS, lama tidur klien berkurang menjadi 4-5 jam.
Menurut klien hal ini disebabkan karena suasana di RS yang kadang
membuatnya stres.
Tanda (Obyektif)
Status mental klien saat ini adalah compus mentis. GCS E4 M6 V5. Klien
terlihat lemah dan berbaring di tempat tidur. Postur tubuh sulit terkaji
karena klien tirah baring. Sejak pindah dari cerebrovaskular center klien
belum

dapat

duduk

tegak

dan

apabila

bersandar

tidak

dapat

mempertahankannya dalam posisi yang lama. Klien istirahat dengan


menaikkan tempat tidur di bagian kepala setinggi 30. Kekuatan otot saat
ini adalah
4444

1111

4444

1111

d. Sirkulasi
Gejala (Subyektif)
Klien mengatakan nyeri kepala masih ada, tidak ada keluhan sesak napas,
tidak ada riwayat penyakit jantung,dan ada riwayat hipertensi pada klien.
Tanda (Objektif)
Saat pertama kali masuk di RS, TD klien adalah 190/120 mmHg. Ketika
sudah dipindah ke ruang perawatan biasa, TD klien saat ini adalah 140/90
mmHg, nadi 70x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,5 C, bunyi jantung 1 dan
2 normal, murmur (-), gallop (-), membran mukosa kering dan pecahpecah, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema pada ekstrimitas (-)
, CRT < 3 detik, tidak ada riwayat perdarahan. Tidak ada kesemutan /
kebas pada ekstremitas yang lemah maupun ekstremitas yang normal.
Tidak ada distensi vena jugularis, abnormalitas kuku (-), penyebaran /
kualitas rambut normal,
e. Integritas Ego
Universitas Indonesia
!

21
!

Gejala (Subyektif)
Yang menyebabkan klien stres saat ini adalah lamanya perawatan di RS.
Klien mengatakan khawatir jika terlalu lama berada di rumah sakit.
Selama di RS hal yang paling dicemaskan klien adalah ketika terpasang
selang NGT. Ketika sudah dipindahkan ke ruang rawat, NGT klien sudah
dilepas,sehingga tingkat stres klien sudah agak berkurang. Cara klien
menangani stres selama di RS adalah dengan menceritakan perasaannya
kepada istri atau anaknya yang sedang menunggunya. Tetapi klien lebih
sering diam karena keterbatasannya. Masalah finansial yang dirasakan saat
ini tidak ada. Klien dan keluarga merasa berkecukupan. Hubungan klien
dengan anggota keluarga lain seperti anak, istri dan cucu baik. Istri selalu
menunggui klien sedangkan anaknya selalu bergantian menunggu di
rumah sakit. Klien beragama islam. Selama dirawat, klien dengan
keterbatasan geraknya masih melakukan ibadah shalat di atas tempat tidur,
dengan dibantu keluarganya. Menurut keluarga, setelah dirawat, kadang
klien tidak dapat mengendalikan emosinya.
Tanda (Obyektif)
Status eosional yang teramati adalah klien merasa cemas, kadang marah
jika tidak ada yang membantu (misal jika yang menunggu pergi terlalu
lama). Klien kooperatif, tidak mudah tersinggung, tidak menarik diri dari
orang lain.

f. Eliminasi
Gejala (Subyektif)
Selama dirawat di rumah sakit, pola BAB klien tidak teratur. Klien
mengatakan sudah tidak BAB selama 4 hari (10-13 Mei 2013). Keluarga
mengatakan klien pernah menggunakan laksatif sebelumnya, pada saat
dirawat di Unit Stroke. Klien tidak mempunyai riwayat hemoroid. Tidak
ada riwayat perdarahan juga sebelumnya. Diare (-). Pola BAK normal,
sudah di bladder training, tidak ada inkontinensia urin. Frekuensi BAK 56x/hari. Rasa nyeri / terbakar saat BAK tidak ada. Tidak ada riwayat
penyakit ginjal, penggunaan diuretik (-).
Universitas Indonesia
!

22
!

Tanda (Obyektif)
Tidak ada nyeri tekan abdomen, abdomen lunak, massa (-), bising usus
(+), 3x/menit, hemoroid (-)

g. Makanan / Cairan
Gejala (Subyektif)
Klien mendapatkan diet tinggi serat, tetapi, klien kurang patuh terhadap
dietnya. Klien kurang suka makan sayuran. Kebiasaan makan klien
sebelum dirawat di RS adalah makan makanan berkolesterol, bersantan,
masakan Padang, gorengan dan jarang sekali makan sayur. Klien
mengatakan kehilangan selera makan karena mual. Jumlah makanan yang
dimakan kurang dari 1 porsi. Klien mengatakan tidak pernah
menghabiskan makanannya. Tidak ada alergi makanan, masalah
mengunyah / menelan tidak ada. Gigi susu tanggal sebanyak 1 buah, gigi
geraham kiri tanggal. Sejak sakit, berat badan tidak diperiksa lagi.
Tanda (Objektif)
Berat badan saat ini tidak terkaji, BB sebelum sakit adalah 60kg. Tinggi
badan terakhir 168 cm, Turgor kulit baik, membran mukosa kering, edema
(-), asites (-), pembesaran tiroid (-), hernia (-), Bising usus (+), 3x/menit

h. Higiene
Gejala (Subyektif)
Aktivitas sehari-hari adalah tergantung pada keluarga dan perawat.
Mobilitas juga dibantu oleh keluarga dan perawat. Klien makan dibantu
oleh keluarga. Bantuan sering diberikan oleh istri dan anak pertama klien.
Tanda (Obyektif)
Klien tampak sering berkeringat dan tercium bau yang tidak sedap dari
mulut dan badan klien. Penampilan umum klien kurang rapi, toileting
dilakukan di tempat tidur. Rambut tampak berminyak, kebiasaan klien
sebelum sakit adalah keramas 2 hari 1 kali.
Universitas Indonesia
!

23
!

i. Neurosensori
Gejala (Subyektif)
Klien mengatakan pusing, sakit kepala. Lokasi nyeri kepala berada di
seluruh kepala. Frekuensinya sering (kurang lebih 15-20 menit). Skala
nyeri adalah 4. Kesemutan / kebas tidak ada. Stroke (gejala sisa) : nyeri
kepala, hemiparese. Kejang (-), kehilangan penglihatan (-), glaukoma(-),
katarak (-), kehilangan pendengaran (-), Epistaksis (-)
Tanda (Obyektif)
Klien compus mentis, GCS E4M6V5, terorientasi penuh (waktu, tempat dan
orang), kooperatif, memori masa lalu dan sekarang baik, ukuran pupil
kanan dan kiri simetris, reaksi pupil terhadap cahaya (+), paralisis pada
ekstremitas kiri, meningeal sign(-), refleks bisep (+/-), refleks trisep (+/-),
N.

Olfaktorius

(N

I)

normal

klien

menginterpretasikan bau, N. Optikus (NII) :

dapat

merespon

dan

tidak ada penurunan

penglihatan yang disebabkan karena stroke, N. Okulomotorius (N III) :


Elevasi kelopak mata, konstriksi pupil & bentuk lensa normal, N.
Troklearis (N IV) : pergerakan mata ke bawah dan ke dalam normal, N.
Trigeminalis (N.V) : pergerakan rahang untuk mengunyah normal, sensasi
pada wajah dan kulit kepala normal, N. Abdusen (N V): pergerakan mata
ke arah lateral normal, N. Fasialis (N VII) : mulut agak mencong ke kiri
(gejala sisa dari stroke tetapi klien tidak pelo dalam berbicara), N.
Vestibulokoklearis (N VIII) : tidak terkaji, N. Glosovaringeus (N. IX)
normal, N. Vagus ( N X) normal, N. Aksesorius (N XI) terjadi kelemahan
pada ekstremitas kiri, N. Hipoglosus (N.XII) normal.
j. Nyeri / Ketidaknyamanan
Gejala (Subyektif)
Klien mengatakan nyeri kepala sedang, skala nyeri 4, nyeri muncul
semakin hebat ketika klien banyak bergerak, misalnya mencoba duduk,
nyeri seperti ditusuk-tusuk di seluruh bagian kepala, durasi 15-20 menit,
nyeri bisa hilang dengan istirahat.
Universitas Indonesia
!

24
!

Tanda (obyektif)
Klien tampak mengerutkan muka, menjaga area yang sakit dengan
meletakkan lengan kanan di bawah kepala, kadang terlihat memegang
kepala

k. Pernapasan
Gejala (Subyektif)
Dispnea (-), batuk (-), sputum (-), riwayat bronkhitis (-), asma (-),
tuberkulosis (-), penumonia (-), Klien merupakan perokok aktif biasanya
bisa menghabiskan 1 bungkus setiap harinya dan sudah berhenti sejak
awal tahun 2012. Klien mengatakan tempatnya bekerja dulu sering
terpapar polusi udara.
Tanda (Obyektif)
RR = 24x/menit, simetris, pola teratur, penggunaan otot bantu napas (-),
napas cuping hidung (-), bunyi napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-), sianosis (-)
l. Keamanan
Gejala (Subyektif)
Alergi/ sensitivitas (-), Riwayat cedera kecelakaan (-), Fraktur/ dislokasi
(-), Artritis/ sendi tak stabil (-), Kerusakan penglihatan, pendengaran (-),
Alat ambulatori yang digunakan adalah kursi roda.
Tanda (Obyektif)
Suhu tubuh klien 36,5 0C, ada kemerahan di bagian penonjolan sakrum,
klien mengalami hemiparesis kiri, ROM pasif pada ekstremitas kiri, ROM
aktif pada ekstremitas kanan
m. Seksualitas
Klien sudah jarang melakukan hubungan seksual dengan istri.

Universitas Indonesia
!

25
!

n. Interaksi Sosial
Gejala (Subyektif)
Status perkawinan klien menikah, lama pernikahan 32 tahun. Saat ini klien
hidup dengan istri dan anak pertama serta menantunya. Klien senang
masih tinggal bersama anaknya dan juga cucunya. Keluarga besar Tn. E
sering datang menjenguk dan sering bergantian menunggu klien di rumah
sakit. Orang yang paling berpengaruh bagi klien adalah istri dan anak
pertamanya. Tn.E berperan sebagai kepala keluarga di rumahnya yang ia
tempati sekarang. Tn. E adalah pengambil keputusan ketika terjadi
masalah yang harus segera diselesaikan.
Tanda (Obyektif)
Cara berbicara Tn. E jelas, dapat dimengerti, pola bicara normal

o. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala (Subyektif)
Bahasa dominan adalah bahasa Indonesia. Klien melek huruf. Tingkat
pendidikan terakhir adalah SMA. Faktor resiko keluarga adalah dengan
hipertensi, karena keluarga klien gemar mengkonsumsi makanan cepat saji
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
CT Scan (19 April 2013): perdarahan pada pons sisi kanan dengan perifokal
edema disekitarnya (vol. kurang lebih 2,4 cc), infark pada thalamus kanan dan
kiri dengan ukuran bervariasi
CT Scan (1 Mei 2013): perdarahan di pons sisi kanan tampak ukuran mengecil
dan densitas menurun (Perbaikan), tidak Nampak tanda-tanda peningkatan TIK

3.2 Analisa Data


Tabel 3.1 Analisa Data
Data
DS :
Klien mengatakan
kepalanya nyeri
P = Klien mengatakan nyeri

Masalah
Nyeri akut

Etiologi
Peningkatan tekanan
intrakranial

Universitas Indonesia
!

26
!
Data
akan muncul ketika klien
banyak bergerak (misalnya
berusaha untuk duduk /
bersandar)
Q = Nyeri kepala seperti
ditusuk-tusuk
R = Nyeri dirasakkan di
seluruh bagian kepala
S = Klien mengatakan skala
nyeri 4
T = klien mengatakan
durasi nyeri berkisar antara
15-20 menit
DO :
Klien tampak mengerutkan
wajah
Klien lebih banyak tiduran
dan jarang berbicara
TD : 150/90 mmHg,
N=78x/menit,RR =
24x/menit, S=36,30C
DS :
Klien mengatakan bagian
tubuhnya sebelah kiri tidak
dapat digerakkan
DO :
Hasil CT Scan : perdarahan
di pons sisi kanan, infark
pada thalamus kanan dan
kiri
Ekstremitas kiri atas dan
bawah tidak bisa
digerakkan
Klien tampak bedrest
Klien tampak kesulitan
untuk duduk
Klien lebih banyak
melakukan aktivitas di
tempat tidur
Nilai Skala Barthel Index
adalah 6 (ketergantungan
berat)
Keterbatasan ROM
Kekuatan otot
4444
4444

Masalah

Etiologi

Kerusakan mobilitas fisik

Penurunan fungsi
neuromuscular, hemiparesis

Resiko kerusakan integritas


kulit

Imobilisasi

1111
1111

DS :
Klien mengatakan bagian
punggungnya terasa gatal
Klien mengatakan belum
mandi sejak pindah ke
ruang rawat
DO :
Kulit di bagian panggul

Universitas Indonesia
!

27
!
Data
tampak kemerahan
Klien tampak sering
berkeringat
Klien mengalami kesulitan
mengubah posisi

Masalah

Etiologi

DS :
Klien mengatakan belum
BAB sejak pindah dari
stroke unit (4 hari yang
lalu)
Keluarga mengatakan klien
tidak mau makan sayuran
dari rumah sakit
Keluarga mengatakan klien
hanya menghabiskan
setengah porsi makanan
DO :
Klien tampak lebih banyak
tirah baring
Klien tampak tidak
menghabiskan porsi makan
Bising usus (+) 3x/menit

Konstipasi
(10-13 Mei 2013)

Penurunan aktivitas fisik,


penurunan intake serat

DS :
Klien mengatakan belum
mandi sejak pindah ke ruang
rawat
DO :
Kekuatan otot
4444
1111
4444
1111
Tonus otot menurun
Tercium bau badan dan bau
mulut tidak sedap dari klien
Klien tampak sering
berkeringat
Penampilan klien kurang
rapi

Defisit perawatan diri

menurunnya kekuatan otot dan


kehilangan kontrol otot akibat
terganggunya neuromuskuler.

Prioritas Diagnosa Keperawatan :


1. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intracranial
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskuler
3. Defisit perawatan diri b.d menurunnya kekuatan otot dan kehilangan
kontrol otot akibat terganggunya neuromuskuler
4. Konstipasi b.d penurunan aktivitas fisik, penurunan intake serat
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d imobilisasi fisik

Universitas Indonesia
!

28
!

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan


1. Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien
mengatakan nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang, Tanda-tanda
vital normal, pasien tampak tenang & rileks.
Intervensi Keperawatan
a. Pantau tanda-tkita vital, intensitas/skala nyeri, Lokasinya, lamanya,
faktor yang memperburuk atau meredakan.
Rasional : Mengenal & memudahkan dalam melakukan tindakan
keperawatan. Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus
dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang
berhubungan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memilih
intervensi yang tepat dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi
yang diberikan.
b. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.
Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.
c. Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi tepat mengurangi penekanan & mencegah
ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
d. Ajarkan teknik relaksasi & napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan & membuat perasaan
lebih nyaman.
e. Berikan kompres dingin
Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada otot yang meningkatkan
relaksasi dan mengurangi ketegangan.
f. Hindari valsava maneuver (misal mengejan saat BAB, membungkuk,
batuk)
Rasional : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan
sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral.
g. Kolaborasi buat pemberian analgetik.

Universitas Indonesia
!

29
!

Rasional : analgetik berguna buat mengurangi nyeri sehingga pasien


menjadi lebih nyaman.
2. Diagnosa 2 : Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskuler
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam,
mobilitas fisik meningkat secara bertahap
Kriteria Evaluasi : mempertahankan posisi yang optimal ditandai dengan
tidak adanya tanda kontraktur, footdrop (-), mempertahankan kekuatan
otot, mampu melakukan ROM, aktif dan pasif secara bertahap.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji

kemampuan

fungsional/luasnya

gangguan

sejak

awal,

dan

dapat

klasifikasikan dalam skala 0-4.


Rasional:

mengidentifikasikan

kekuatan/defisiensi

memberikan informasi terhadap usaha penyembuhan. Pada stroke akan


terjadi peningkatan kemampuan motorik setelah 3-5 hari paska
serangan, hal ini disebabkan karena pada hari tersebut telah dimulai
proses absorbsi edema yang dapat meningkatkan sirkulasi serebral dan
mengurangi tekanan serebral (Hickey, 1997).
b. Lakukan terapi fisik yang di fokuskan pada latihan gerak pasif dan
aktif (jika pasien sadar) minimal 4 kali dalam sehari.
Rasional : latihan gerak aktif meningkatkan massa otot, tonus otot dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung akibat tirah baring.
Bila otot-otot volunter tidak digunakan makan akan kehilangan
kekuatannya sehingga perlu dilakukan latihan gerak pasif. Hal ini
dapat mengimbangi paralysis melalui penggunaan otot yang masih
mempunyai

fungsi

normal,

membantu

mempertahankan

dan

membentuk adanya kekuatan dan mengontrol otot-otot yang


mengalami gangguan serta mempertahankan kemampuan ROM
sehingga tercegah dari kontraktur dan atropi (www.healtoz.com,
2006). Terapi ini merupakan terapi keperawatan berdasarkan teori
keperawatan Florence Nightingale (Modern Nursing), karena dalam
teori ini bertujuan memberikan kondisi alamiah yang baik bagi pasien
sehingga tulang, otot-otot serta syaraf dapat berfungsi kembali. Dalam
Universitas Indonesia
!

30
!

terapi tersebut bertujuan untuk mengembalikan kondisi tubuh dalam


keadaan mampu berakomodasi/bergerak seperti sebelum sakit
c. Letakkan pasien pada posisi tengkurap satu-dua kali dalam 24 jam jika
pasien dapat mentoleransi.
Rasional : membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional,
tetapi penting kita kaji kemampuan pasien akan bernapas.
d. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki
(foot board) selama periode paralysis flaksid.
Rasional : mencegah kontraktur/foot drop dan memfasilitasi
kegunaannya

jika

berfungsi

kembali.

Paralysis

flaksid

dapat

mengganggu kemampuan untuk menyangga kepala, dilain pihak


paralysis spastic dapat mengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi
(Lewis, Heitkemper, dan Dirksen, 2000).
e. Bila pasien ditempat tidur, lakukan tindakan untuk mempertahankan
posisi kelurusan postur tubuh seperti ; hindari duduk/berbaring dalam
waktu lama pada posisi yang sama, ubah posisi send bahu tiap 2-4 jam,
gunakan bantal kecil atau tanpa bantal dalam posisi fowler, sangga
tangan dan pergelangan pada kelurusan alamiah, gunakan bebat
pergelangan tangan.
Rasional : imobilisasi dan kerusakan fungsi neurosensori yang
berkepanjangan dapat menyebabkan kontraktur permanent, hindari
posisi duduk/berbaring yang lama dimaksudkan untuk mencegah
kontraktur fleksi panggul, ubah posisi bahu mencegah kontraktur bahu,
snagga tangan mencegah edema dependen dan kontraktur fleksi pada
pergelangan, dan bebat tangan mencegah kontraktur fleksi/ekstensi jari
(www.neuro.wust.edu, 2006)
f. Siapkan pasien untuk mobilisasi progresif. Pertahankan bagian kepala
tempat tidur sedikitnya 30 derajat kecuali ada indikasi, Bantu pasien
secara bertahap dari berbaring ke posisi duduk dan biarkan paisen
menjuntaikan kaki disamping tempat tidur untuk beberapa saat
sebelum berdiri. Saat latihan awal batasi latiha turun dari tempat tidur
tidak lebih dari 15 menit 3 kali sehari, motivasi pasien untuk berjalan
Universitas Indonesia
!

31
!

singkat tapi sering dengan bantuan bila belum stabil, tingkatkan jarak
berjalan tiap hari.
Rasional : tirah baring lama menyebabkan penurunan volume darah
yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba.
Peningkatan aktivitas secara bertahap akan menurunkan keletihandan
meningkatkan ketahanan.
g. Secara bertahap Bantu pasien maju dari ROM aktif ke aktifitas
fungsional, sesuai indikasi dan anjurkan orang terdekat untuk
berpartisipasi atau kita sebut sebagai terapi kerja. Dengan latihan ini
pasien diharapkan dapat beradaptasi dengan kondisinya
Rasional : mendorong pasien untuk melakukan aktivitas secara teratur.
Terapi kerja berfokus pada latihan aktivitas sehari-hari seperti makan,
mandi, dll. Terapi kerja mengembangkan alat dan tehnik khusus yang
mengijinkan perawatan sendiri yang dapat memberikan motivasi
bahwa

pasien

dengan

kelemahannya

bisa

hidup

normal

(www.strokecenter.com, 2006). Terapi keperawatan ini berlandaskan


pada teori keperawatan Sister Calista Roy (Adaptation Model). Dimana
teori

ini

mengemukakan

bahwa

individu

sebagai

mahluk

biopsikososial dan spiritual sebagai satu kesatuan yang utuh memiliki


mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Tujuan terapi ini pasien mampu beradaptasi dengan kemungkinan
handicap yang akan dialami paska stroke.
h. Kolaborasi dengan fisioterapi. Jelaskan pada pasien dan keluarga
adanya terapi khusus bagi pasien pasca stroke seperti constrainit
induced treatment program yaitu cara penatalaksanaan pada paralysis
yang terjadi setelah terkena stroke dan injury otak. Cara ini
menjanjikan dapat meningkatkan fungsi tubuh pada seseorang rata-rata
setahun setelah stroke.
3. Diagnosa 3 : Defisit perawatan diri b.d menurunnya kekuatan otot dan
kehilangan kontrol otot akibat terganggunya neuromuskuler

Universitas Indonesia
!

32
!

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,


kebutuhan ADL terpenuhi dan terjadi peningkatan kemampuan untuk
memenuhinya sampai mandiri.
Kriteria evaluasi : kebutuhan makanan dan minuman terpenuhi, badan
bersih, pakaian bersih dan rapi, berangsur-angsur mendemonstrasikan
perubahan tingkah laku dalam merawat diri, menampilkan aktivitas
perawatan diri secara mandiri, mengidentifikasi sumber-sumber bantuan.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji kemampauan ADL pasien
Rasional : membantu menentukan/merencanakan intervensi sesuai
kebutuhan
b. Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan makan, minum, mandi,
berpakaian,BAK, dan BAB
Rasional : karena pasien mengalami penurunan kekuatan otot
sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka
perawat harus membantu pemenuhan kebutuhan tersebut. Hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya masalah lanjut bila kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi, seperti; gangguan nutrisi, gangguan eleminasi,
gangguan integritas kulit dll. Intervensi ini berlandaskan pada teori
Virginia Henderson (14 Human Needs) karena perawat berupaya
memenuhi kebutuhan nutrisi, eleminasi, berpakaian, kebersihan diri
pasien.
c. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL pasien jika memungkinkan
d. Hindari mengerjakan sesuatu yang dapat dikerjakan pasien dan berikan
bantuan bila diperlukan
Rasional : penting bagi pasien untuk melakukan kegiatan sebanyak
mungkin yang dia bisa untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
e. Waspadai terhadap tingkah laku impulsive karena gangguan dalam
pengambilan keputusan.
Rasional : Mengidentifikasi perlunya intervensi tambahan untuk
meningkatkan keamanan.
Universitas Indonesia
!

33
!

f. Pertahankan dukungan, sikap tegas, beri pasien waktu yang cukup


untuk mengerjakan tugasnya. Dan berikan umpan balik positif atas
usaha pasien yang telah dilakukan
Rasional : Pasien membutuhkan perasaan empati, tetapi perlu
mengetahui bahwa pemberi asuhan bersifat konsisten. Intervensi ini
menggunakan teori keperawatan Jean Watson (Phyloshopy and
Science of Caring) dimana perawat harus bersikap memahami apa
yang dirasakan pasien dan menghargai kemampuan yang dimiliki
pasien, serta memperhatikan kewajiban-kewajiaban yang harus
dilakukan oleh pasien jangan sampai terlupakan.
g. Kaji kemampuan pasien untuk mengkomunikasikan kebutuhannya,
misal; lapar, mengosongkan kandung kemih dll.
Rasional : mengetahui kebutuhan pasien yang belum terpenuhi,
sehingga

perawat

dapat

membantu

pasien

dalam

memenuhi

kebutuhannya.
h. Dekatkan makanan dan peralatan yang dibutuhkan pasien di sisi
tempat tidur yang mudah di jangkau dan motivasi pasien untuk
memenuhi kebutuan ADL nya secara bertahap.
Rasional : Membantu memudahkan pasien untuk menggunakannya.
Intervensi ini berlandaskan pada teori keperawatan Dorothea Orem
(self care model) dalam teori ini perawat memberikan pelayanan
langsung

pada

pasien

dalam

bentuk

intervensi

keperawatan,

memberikan arahan dan memfasilitasi kemampuan pasien dalam


memenuhi kebutuhannya secara mandiri, dan memberikan dorongan
secara fisik dan psikologis agar pasien dapat mengembangkan
potensinya sehingga dapat melakukan perawatan mandiri. Tujuan pada
intervensi ini adalah perawat ingin melatih pasien mandiri dalam
memenuhi kebutuhan ADLnya.
4. Diagnosa 4 : Konstipasi b.d penurunan aktivitas fisik, penurunan intake
serat

Universitas Indonesia
!

34
!

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,


masalah konstipasi teratasi
Kriteria hasil : Defekasi 3x seminggu, Konsistensi feses lunak
Intervensi Keperawatan
a. Kaji pola defekasi klien, jumlah dan frekuensi, konsistensi, riwayat
penggunaan laksatif, diet, intake serat dan cairan
Rasional : Hal-hal tersebut adalah beberapa penyebab terjadinya
konstipasi, oleh karena itu peru adanya pengkajian terkait pola
eliminasi
b. Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 1,5-2 liter per hari
Rasional : Untuk melunakkan eliminasi feses
c. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake serat
Rasional : Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal
d. Anjurkan klien untuk meningkatkan mobilisasi jika ada restriksi.
Anjurkan klien untuk merubah posisi, melakukan ROM
Rasional : Mobilisasi atau latihan pergerakan untuk orang yang yang
mengalami

keterbatasan

mobilisasi

fisik

dapat

meningkatkan

peristaltic usus
e. Kolaborasi pemberian laksatif, enema atau supositoria sesuai instruksi.
Rasional : Untuk meningkatkan eliminasi feses padat atau gas dari
saluran pencernaan, pantau keefektifannya.
5. Diagnosa 5 : Resiko kerusakan integritas kulit b.d imobilisasi fisik
Tujuan : Setelah dilakukan implementasi keperawatan selama 3x24 jam,
keutuhan kulit mampu dipertahankan, tidak terjadi kerusakan integritas
kulit
Kriteria evaluasi : tidak ada lecet, kelembaban kulit baik, tekstur kulit
halus.
Intervensi Keperawatan:
a. Kaji status nutrisi pasien dan mulai tindakan perbaikan sesuai
petunjuk.

Universitas Indonesia
!

35
!

Rasional : Keseimbangan nitrogen positif dan peningkatan status


nutrisi karena adanya atropi kelenjar sebasea dan keringat, dan mandi
dapat menyebabkan masalah kekeringan pada kulit. Meskipun
demikian, sewaktu epidermis menipis bersama kulit, pembersihan dan
penggunaan lotion akan menjaga kulit tetap lembut dan melindungi
kulit yang rentan terhadap kerusakan (Smletzer & Bare, 2005).
b. Ubah posisi tidur pasien tiap 2-3 jam sekali dan pertahankan posisi
kepala elevasi 300C
Rasional : Meningkatkan sirkulasi, tonus otot, dan gerakan tulang
sendi sehingga dapat terhindar dari luka akibat penekanan (dekubitus),
membalikkan tubuh paisen terlalu sering dikhawatirkan akan
menigkatkan tekanan intracranial (Lewis, Heitkemper, dan Driksen,
2000).
c. Gunakan jadual rotasi dalam merubah posisi pasien. Berikan perhatian
yang teliti pada tingkat kenyamanan pasien
Rasional : Memberikan waktu lebih lama bebas dari tekanan,
mencegah gerakan yang dapat menyebabkan pengelupasan dan
robekan yang dapat merusak jaringan yang rapuh. Penggunaan posisi
terlentang tergantung pada ketahanan pasien dan harus dipertahankan
hanya dalam waktu yang singkat.
d. Massase daerah yang mengalami penekanan dan penonjolan tulang
dengan menggunakan kream atau lotion yang dapat menyerap air.
Rasional : dengan massage dapat meningkatkan kelancaran sirkulasi
darah, sehingga jaringan cukup mendapatkan oksigen. Bila jaringan
cukup mendapatkan oksigen maka tidak akan terjadi iskemia yang
nantinya dapat menimbulkan dekubitus dan menjadi kontraindikasi
bila jaringan telah berwarna merah pada waktu kerusakan seluler
terjadi. Massage menggelilingi area dapat menstimulasi sirkulasi dan
dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Terapi diatas merupakan
terapi

keperawatan

berdasarkan

teori

keperawatan

Florence

Nightingale (Modern Nursing), karena dalam teori ini bertujuan


memberikan kondisi alamiah yang baik bagi pasien sehingga dapat
Universitas Indonesia
!

36
!

mengatasi

masalah.

Dalam

terapi

tersebut

bertujuan

untuk

meningkatkan sirkulasi darah ke seluruh tubuh sehingga kebutuhan


oksigen pada jaringan terpenuhi
e. Pertahankan agar sprei dan selimut tetap kering, bersih dan bebas dari
kerutan, serpihan ataupun material lain yang dapat mengiritasi.
Rasional : Menghindari friksi dan abrasi kulit.
f. Gunakan pelindung lutut, siku, pantat dengan bantal angina/air.
Rasional : Mengurangi resiko abrasi kulit dan pengurangan penekanan
yang dapat menyebabkan kerusakan aliran darah seluler. Tingkatkan
sirkulasi udara pada permukaan kulit untuk mengurangi panas atau
kelembaban.
g. Batasi pemajanan terhadap suhu yang berlebih (panas/dingin)
Rasional : penurunan sensitivitas rasa sakit/panas/dingin akan
meningkatkan resiko trauma jaringan.
h. Periksa permukaan kulit atau daerah lekukan (terutama yang
menggunakan pembalut/pempers) dan daerah-daerah yang menonjol
secara rutin. Tingkatkan tindakan pencegahan ketika area yang
kemerahan telah teridentifikasi.
Rasional : Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerahdaerah yang beresiko terinfeksi dan nekrotik, daerah ini meliputi
tulang

dan

otot.

Terjadi

peningkatan

resiko

mengalami

kemerahan/iritasi pada daerah sekitar kaki karena penggunaan


pembalut elastic
i. Lakukan perawatan pada daerah kemerahan dan bula secara terusmenerus. Dan cegah terjadinya luka dekubitus derajat lebih tinggi.
j. Kolaborasi pemeriksaan Hb, Ht, dan kadar glukosa darah
Rasional : anemia dan meningkatnya kadar glukosa darah merupakan
factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kerusakan kulit dan dapat
mengganggu proses penyembuhan.

Universitas Indonesia
!

37
!

3.4 Catatan Perkembangan


Tabel 3.2 Catatan Perkembangan
Tanggal
7 Mei 2013
09.00 WIB

Diagnosa
Keperawatan
Nyeri akut b.d
peningkatan tekanan
intracranial

8 Mei 2013
08.30

Defisit perawatan diri


b.d menurunnya
kekuatan otot dan
kehilangan kontrol otot
akibat terganggunya
neuromuskuler

8 Mei 2013
11.30 WIB

Nyeri akut b.d


peningkatan tekanan
intrakranial

Implementasi

Evaluasi

1. Memantau tanda-tanda vital, keluhan nyeri :


intensitas/skala nyeri, lokasinya, lamanya,
faktor yang memperburuk atau meredakan.
2. Menganjurkan klien istirahat ditempat tidur.
3. Memberikan klien posisi 300
4. Mengajarkan klien teknik relaksasi napas
dalam dengan melibatkan keluarga
5. Menjelaskan tentang valsava maneuver dan
menganjurkan klien untuk menghindari
valsava maneuver
6. Memberikan lingkungan yang tenang dan
nyaman untuk klien

1. Menjelaskan kepad a klien tentang perlunya


kebersihan diri
2. Membantu membersihkan mulut klien dengan
menggunakan kasa + NaCl
3. Membersihkan wajah klien & mengelap
badan klien
1. Memonitor tanda-tanda vital dan keluhan
nyeri
2. Memberikan posisi elevasi kepala 300
3. Menganjurkan klien untuk beristirahat dan

S : Klien mengatakan kepala masih terasa nyeri, nyeri muncul jika


klien terlalu banyak bergerak, nyeri seperti ditusuk-tusuk, klien
mengatakan nyeri menyebar di seluruh kepala, klien mengatakan
skala nyeri 4, nyeri muncul selama 15-20 menit, klien mengatakan
mau belajar teknik relaksasi napas dalam
O : TD = 150/90 mmHg, N = 78x/menit, RR = 24x/menit, S =
36,30C, klien tampak masih mengerutkan wajah, klien tampak lebih
banyak tidur, klien mau mempraktekkan teknik relaksasi napas
dalam, klien dapat mempraktekkan teknik relaksasi napas dalam
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
P : Monitoring tanda-tanda vital, monitoring keluhan nyeri, anjurkan
klien untuk beristirahat, elevasi kepala 300, evaluasi teknik relaksasi
napas dalam, hindari valsava maneuver, berikan lingkungan yang
nyaman dan tenang, bila nyeri tidak hilang kolaborasikan pemberian
analgetik
S : Klien mengatakan = mulutnya kering, rasanya tidak enak, sudah
beberapa hari tidak dibersihkan mulutnya, berkeringat terus menerus
O : mulut tampak lebih bersih, bau mulut berkurang, mulut masih
terlihat kering, wajah bersih
A : Masalah defisit perawatan diri teratasi sebagian
P : Bantu klien dalam melakukan ADL, libatkan keluarga dalam
melakukan ADL klien, ajarkan keluarga untuk memandikan klien di
tempat tidur
S : Klien mengatakan nyeri di kepala masih ada tapi lebih berkurang,
skala nyeri 2, muncul hanya kadang-kadang, nyeri sudah lebih
berkurang dari hari sebelumnya, nyeri tidak mengganggu tidur
O : TD =140/90mmHg, N=75x/menit, RR = 23x/menit, S = 35,60C,

Universitas Indonesia
!

38
!
Tanggal

Diagnosa
Keperawatan

Implementasi

Evaluasi

menghindari gerakan-gerakan yang


berlebihan
4. Mengevaluasi penggunaan teknik relaksasi
napas dalam
9 Mei 2013
08.30 WIB

Defisit perawatan diri


b.d menurunnya
kekuatan otot dan
kehilangan kontrol otot
akibat terganggunya
neuromuskuler

9 Mei 2013
09.00 WIB

Nyeri akut b.d


peningkatan tekanan
intracranial

9 Mei 2013
10.00 WIB

Kerusakan mobilitas
fisik b.d kelemahan
neuromuskuler

1. Menjelaskan kepada keluarga tentang


kebersihan diri untuk klien
2. Membantu membersihakn mulut klien
dengan menggunakan kasa + air hangat
3. Mendiskusikan dengan keluarga cara
memandikan klien di tempat tidur
4. Melibatkan keluarga dalam membersihkan
klien
5. Bersama dengan keluarga membuat jadwal
untuk memandikan klien (pagi dan sore)
1. Monitoring TTV dan keluhan nyeri klien
2. Mengevaluasi penggunaan teknik relaksasi
napas
1. Mengkaji tanda-tanda vital klien
2. Memvalidasi apakah ada nyeri kepala atau
pusing, mual dan muntah
3. Menjelaskan kepada klien tentang pentingnya
latihan mobilisasi
4. Memotivasi klien untuk percaya diri pada
kemampuannya
5. Menjaga
keamanan
klien
dengan
menggunakan siderail pada tmpat tidur
6. Membantu dan Melatih klien untuk miring
kanan kiri

klien tampak lebih rileks, klien mempraktekkan teknik relaksasi


napas dalam untuk mengurangi nyerinya
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : Anjurkan klien untuk beristirahat, pertahankan elevasi kepala 300,
evaluasi penggunaan teknik relaksasi napas dalam, monitoring TTV
& keluhan nyeri
S : Klien mengatakan mulutnya terasa segar setelah dibersihkan,
lebih nyaman setelah dimandikan, keluarga mengatakan akan
memandikan klien sesuai jadwal yang telah dibuat
O : Klien tampak lebih bersih, lebih nyaman, keluarga mau terlibat
dalam kebersihan diri klien, keluarga mampu mempraktekkan cara
memandikan klien dengan bantuan
A : Masalah deficit perawatan diri teratasi sebagian
P : Jika sudah mampu duduk, ajarkan klien untuk membersihkan
mulut dengan menggosok gigi, monitoring keterlibatan keluarga
dalam menjaga kebersihan klien
S : Klien mengatakan nyeri sudah tidak ada, rasanya lebih rileks,
tidak tegang, tidur nyenyak semalam
O : TD =130/80 mmHg, N=72x/menit, RR = 22x/menit, S = 36,20C
A : Masalah nyeri akut teratasi
P : Observasi adanya keluhan nyeri berulang, monitoring TTV
S : Klien mengatakan mau untuk melakukan latihan mobilisasi, klien
mengatakan termotivasi untuk segera sembuh dan pulang
O : TD = 130/80 mmHg, N= 75x/menit reguler, RR = 25x/menit, S =
360C, klien tampak mau berusaha untuk miring kanan dan kiri,klien
mau berusaha untuk duduk bersandar dengan bantuan penuh, klien
masih mengalami kesulitan untuk miring ke kiri (hemiparese kiri),
A : Masalah kerusakan mobilitas fisik belum teratasi
P : Kaji TTV sebelum latihan, kaji adanya keluhan nyeri kepala, kaji
adanya mual muntah, motivasi klien untuk meningkatkan latihan
mobilisasi, jaga keamanan dan kenyamanan klien selama latihan,
libatkan keluarga untuk memotivasi klien dan ikut membantu klien

Universitas Indonesia
!

39
!
Tanggal

Diagnosa
Keperawatan

Implementasi

Evaluasi
0

7. Memberikan elevasi kepala 30


8. Membantu klien untuk duduk
perlahan, dengan topangan

10 Mei 2013
08.30 WIB,
12.15 WIB

Defisit perawatan diri


b.d menurunnya
kekuatan otot dan
kehilangan kontrol otot
akibat terganggunya
neuromuskuler

10 Mei 2013
09.30 WIB

Resiko kerusakan
integritas kulit b.d
imobilisasi fisik

10 Mei 2013
11.30 WIB

Kerusakan mobilitas
fisik b.d kelemahan
neuromuskuler

untuk melakukan latihan mobilisasi


secara

1. Monitoring keterlibatan keluarga dalam


memberikan kebersihan bagi klien
2. Membantu klien membersihkan mulut
dengan menggunakan sikat dan pasta gigi
3. Menjaga privasi klien
4. Membersihkan klien dengan menggunakan
air hangat dengan melibatkan keluarga
5. Membantu klien makan siang
6. Mengajarkan klien untuk melakukan perineal
hyigiene
1. Memberikan posisi miring untuk klien dan
menggantinya setiap 2 jam
2. Melakukan massage pada daerah penonjolan
(sacrum) dan memberikan lotion
3. Mengganti selimut & sprei yang sudah kotor
4. Menggunakan pelindung lutut, siku, pantat
dengan bantal
1. Mengkaji tanda-tanda vital klien
2. Memvalidasi apakah ada nyeri kepala atau
pusing, mual dan muntah
3. Memvalidasi apakah klien sudah mencoba
untuk berlatih miring kanan kiri dan duduk
4. Melibatkan keluarga pada saat latihan
mobilisasi
5. Melakukan ROM pasif pada ekstremitas atas
kiri dan ROM aktif asistif pada ekstremitas

S : Klien mengatakan terasa lebih segar setelah dibersihkan


O : Klien tampak bersih, lebih rileks, bau mulut (-), bau badan
berkurang, keluarga dapat menjalankan jadwal untuk memandikan
klien
A : Masalah deficit perawatan diri teratasi sebagian
P : Motivasi keluarga untuk terus memelihara kebersihan klien,
motivasi keluarga untuk membantu ADL klien

S : Klien mengatakan ingin miring atau tengkurap agar badannya


tidak pegal dan sakit
O : Kulit bagian sacrum masih tampak kemerahan, lembab, bersih
A : Masalah resiko kerusakan integritas kulit belum teratasi
P : Bantu klien untuk merubah posisi setiap 2 jam, gunakan
pelindung lutut, siku, pantat dengan bantal, bersihkan daerah
punggung klien setiap hari, berikan lotion untuk memelihara
kelembaban, jaga kebersihan alas tidur (selimut dan sprei)
S : Keluarga mengatakan klien sudah mau latihan miring kanan kiri
dengan sedikit bantuan, keluarga mengatakan klien sering meminta
untuk duduk, klien mengatakan tidak pusing, tidak mual selama
latihan dan sesudah latihan
O : TD = 130/90 mmHg, N= 72x/menit reguler, RR = 23x/menit, S =
360C, klien sudah bisa miring kanan kiri dengan bantuan minimal
dari keluarga, klien sudah dapat duduk dengan memanfaatkan
siderail di sisi tempat tidur (dengan bantuan minimal, klien belum
bisa melakukan secara mandiri), klien mampu duduk selama 15

Universitas Indonesia
!

40
!
Tanggal

Diagnosa
Keperawatan

11 Mei 2013
15.30 WIB
18.00 WIB

Defisit perawatan diri


b.d menurunnya
kekuatan otot dan
kehilangan kontrol otot
akibat terganggunya
neuromuskuler

11 Mei 2013
15.45 WIB

Resiko kerusakan
integritas kulit b.d
imobilisasi fisik

11 Mei 2013
16.30

Kerusakan mobilitas
fisik b.d kelemahan
neuromuskuler

Implementasi

Evaluasi

kanan atas
6. Menjaga
keamanan
klien
dengan
menggunakan siderail pada tmpat tidur
7. Mengevaluasi latihan sebelumnya.
8. Membantu klien untuk duduk dengan
memanfaatkan siderail di tepi tempat tidur
dengan menggunakan bagian tangan yang
kuat dengan dibantu keluarga
9. Menganjurkan
pada
klien
untuk
mempertahankan posisi duduk kurang lebih
15 menit
10. Mengajarkan
kepada
klien
dengan
melibatkan keluarga, agar klien dapat makan
secara mandiri
1. Mengelevasikan posisi kepala 900
2. Menjaga privasi klien
3. Membantu klien membersihkan mulut dengan
pasta dan sikat gigi
4. Mengobservasi & membantu keluarga dalam
memandikan klien
5. Mengevaluasi jadwal kebersihan klien
6. Membantu klien makan sore
1. Memberikan posisi miring untuk klien dan
menggantinya setiap 2 jam dengan
melibatkan keluarga
2. Melakukan massage pada daerah penonjolan
(sacrum) dan memberikan lotion
3. Menggunakan pelindung lutut, siku, pantat
dengan bantal
1. Mengkaji tanda-tanda vital klien
2. Memvalidasi apakah ada nyeri kepala,
pusing, mual, muntah

menit degan ditopang , klien dapat memegang sendok dan makan


sendiri dengan gerakan yang lambat, klien mampu melakukan
latihan ROM aktif asistif pada ekstremitas kanan atas, kekuatan otot
4444
1111
4444
1111
A : Masalah kerusakan mobilitas fisik belum teratasi
P : Kaji TTV sebelum latihan, kaji adanya keluhan nyeri kepala, kaji
adanya mual muntah, motivasi klien untuk meningkatkan latihan
mobilisasi, latihan mobilisasi lanjutkan, jaga keamanan dan
kenyamanan klien selama latihan, libatkan keluarga untuk
memotivasi klien dan ikut membantu klien untuk melakukan latihan
mobilisasi
S : Klien mengatakan badannya terasa semakin segar, lebih bersih
dan tidak gatal
O : Klien tampak lebih bersih, lebih segar, bau mulut (-), bau badan
(-), mulut tampak lebih bersih
A : Masalah deficit perawatan diri teratasi
P : Motivasi keluarga untuk membantu memelihara kebersihan diri
klien, motivasi klien untuk bisa makan secara mandiri
S : Klien mengatakan punggung tidak terasa gatal dan panas
O : Kulit masih tampak kemerahan, lembab, bersih, tidak ada luka
A : Masalah resiko kerusakan integritas kulit belum teratasi
P : Lanjutkan positioning sesuai dengan toleransi klien, motibvasi
keluarga untuk membantu menjaga kebersihan daerah penonjolan
tulang
S : Klien mengatakan pegalnya berkurang karena tangannya
digerakkan, keluarga mengatakan klien sering menggerakkan tangan
kanannya dan mengangkat tangan yang lemah dengan menggunakan

Universitas Indonesia
!

41
!
Tanggal

Diagnosa
Keperawatan

13 Mei 2013
08.30 WIB

Konstipasi b.d
penurunan aktivitas
fisik, penurunan intake
serat

13 Mei 2013
09.00 WIB

Resiko kerusakan
integritas kulit b.d
imobilisasi fisik

Implementasi

Evaluasi

3. Melakukan ROM pasif pada ekstremitas atas


kiri dan ROM aktif pada ekstremitas kanan
atas
4. Melakukan ROM aktif asistif pada
ekstremitas kanan bawah, dan ROM pasif
pada ekstremitas kiri bawah
5. Memotivasi klien untuk duduk secara
perlahan dengan bantuan siderail (dengan
dipegang siderailnya)
6. Melatih klien duduk tanpa topangan selama
5 menit
7. Menganjurkan kepada keluarga untuk
dilakukan ROM

tangan yang kuat, keluarga mengatakan akan membantu klien


melakukan ROM
O : TD = 135/80 mmHg, N= 79x/menit, RR =22x/menit, S= 35,60C,
klien tampak berusaha melakukan ROM secara aktif pada
ekstremitas kanannya, klien mampu duduk tanpa topangan selama 5
menit, kekuatan otot
4444
1111
4444
1111
A : Masalah kerusakan mobilitas fisik belum teratasi
P : Kaji TTV sebelum latihan, kaji adanya keluhan nyeri kepala, kaji
adanya mual muntah, motivasi klien untuk meningkatkan latihan
mobilisasi, latihan mobilisasi lanjutkan : duduk di samping tempat
tidur, jaga keamanan dan kenyamanan klien selama latihan, libatkan
keluarga untuk memotivasi klien dan ikut membantu klien untuk
melakukan latihan mobilisasi
S : Klien mengatakan masih belum bisa BAB, klien mengatakan mau
makan sayur sedikit demi sedikit, klien mengatakan akan
meningkatkan jumlah air yang diminum
O : Bising usus 3x/menit, perut teraba keras dan penuh
A : Masalah konstipasi beum teratasi
P : Motivasi klien untuk emningkatkan asupan serat & cairan

1. Menjelaskan
kepada
klien
tentang
pentingnya mengkonsumsi serat
2. Memotivasi klien untuk meningkatkan
konsumsi serat
3. Memotivasi klien untuk meningkatkan intake
cairan sebanyak 1,5-2 liter/hari
4. Memotivasi klien untuk melakukan latihan
mobilisasi dengan pengawasan
1. Memotivasi klien untuk miring kanan & kiri
2. Mengobservasi kulit bagian punggung klien
3. Memberikan reinforcement positif pada
keluarga karena telah membersihkan klien
sesuai jadwal

S : Klien mengatakan lebih nyaman karena bisa miring kanan dan


kiri sendiri, klien mengatakan bagian punggung tidak terasa gatal,
keluarga mengatakan selalu memasase bagian punggung klien ketika
memandikan
O : Kemerahan pada bagian sacrum berkurang, kulit tampak bersih,
tidak ada luka
A : Masalah resiko kerusakan integritas kulit teratasi
P : Motivasi keluarga dan klien untuk selalu melakukan mobilisasi
(miring kanan dan kiri), motivasi keluarga untuk menjaga kebersihan

Universitas Indonesia
!

42
!
Tanggal
13 Mei 2013
10.30 WIB

Diagnosa
Keperawatan
Kerusakan mobilitas
fisik b.d kelemahan
neuromuskuler

14 Mei 2013
09.00 WIB

Konstipasi b.d
penurunan aktivitas
fisik, penurunan intake
serat

14 Mei 2013
10.15 WIB

Kerusakan mobilitas
fisik b.d kelemahan
neuromuskuler

Implementasi

Evaluasi

1. Mengkaji tanda-tanda vital klien


2. Memvalidasi apakah ada nyeri kepala,
pusing, mual, muntah
3. Memotivasi dan membantu klien untuk
melakukan ROM pasif pada ekstremitas kiri
atas dengan menggunakan tangan yang kuat
4. Memotivasi klien untuk melakukan ROM
aktif pada ekstremitas kanan atas
5. Memotivasi klien untuk menggerakkan
bagian
kaki
yang
lemah
dengan
menggunakan bantuan dari kaki yang kuat
(ROM pasif)
6. Memotivasi klien untuk melakukan ROM
aktif pada kaki yang sehat
7. Memotivasi klien untuk duduk tegak dengan
lama waktu yang bisa ditoleransi oleh klien
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.

Mengevaluasi pola BAB klien


Mengauskultasi bising usus
Mengevaluasi intake serat dan cairan klien
Memberikan reinforcement positif untuk
klien karena sudah mau meningkatkan intake
serat dan cairan
Kolaborasi pemberian suppositoria
Mengkaji tanda-tanda vital klien
Memvalidasi apakah ada nyeri kepala,
pusing, mual, muntah
Memotivasi klien untuk melatih ROM aktif
pada tangan kuat (kanan) dan melakukan
ROM pasif pada tangan yang lemah

klien
S : Keluarga mengatakan klien sering melakukan ROM aktif pada
ekstremitas kanan atas, keluarga mengatakan sering membantu
menggerakkan ekstremitas yang lemah, klien mengungkapkan
keinginannya untuk cepat sembuh dan cepat pulang
O : TD = 140/80mmHg, N= 74x/menit reguler, RR = 22x/menit, S =
35,70C, klien dapat menggunakan tangan kanannya untuk melakukan
ROM pasif pada tangan kiri, klien tampak sering duduk dengan,
klien dapat duduk dengan bantuan siderail dengan sangat pelan
durasi kurang lebih 15 menit Kekuatan otot
4444
1111
4444
1111
A : Masalah kerusakan mobilitas fisik teratasi sebagian
P : Kaji TTV sebelum latihan, kaji adanya keluhan nyeri kepala, kaji
adanya mual muntah, motivasi klien untuk meningkatkan latihan
mobilisasi, jaga keamanan dan kenyamanan klien selama latihan,
libatkan keluarga untuk memotivasi klien dan ikut membantu klien
untuk melakukan latihan mobilisasi
S : Klien mengatakan sudah bisa BAB (pukul 13.00 WIB), perut
terasa lebih lega, tidak terasa penuh lagi
O : Bising usus 5x/menit, feses lunak
A : Masalah konstipasi teratasi
P : Motivasi klien untuk selalu mengkonsumsi serat dan
mempertahankan asupan cairan selama tidak ada kontraindikasi
S : Keluarga mengatakan klien sering berlatih ROM, keluarga
mengatakan klien lebih sering duduk, klien mengatakan badannya
tidak pegal karena sering dilatih
O : TD = 130/80mmHg, N= 75x/menit reguler, RR = 22x/menit, S =
34,10C, klien dapat melakukan ROM aktif secara mandiri, tampak
bagian lemah sering dilatihh untuk digerakkan oleh klien, klien

Universitas Indonesia
!

43
!
Tanggal

15 Mei 2013
14.00

Diagnosa
Keperawatan

Kerusakan mobilitas
fisik b.d kelemahan
neuromuskuler

Implementasi

Evaluasi

4. Memotivasi klien untuk melakukan ROM


aktif pada kaki yang kuat dan ROM pasif
pada kaki yang lemah
5. Memotivasi klien untuk duduk tegak tanpa
topangan
6. Membantu klien duduk di samping tempat
tidur dengan melibatkan keluarga

tampak sering duduk dengan, klien dapat duduk dengan bantuan


siderail dengan sangat pelan durasi kurang lebih 15 menit Kekuatan
otot
4444
1111
4444
1111

1. Mengkaji tanda-tanda vital klien


2. Memvalidasi apakah ada nyeri kepala,
pusing, mual, muntah
3. Memotivasi klien untuk melatih ROM aktif
pada tangan kuat (kanan) dan melakukan
ROM pasif pada tangan yang lemah
4. Memotivasi klien untuk emlakukan ROM
aktif pada kaki yang kuat dan ROM pasif
pada kaki yang lemah
5. Dengan melibatkan keluarga, memindahkan
klien ke kursi roda
6. Memberikan topangan pada sisi yang lemah
7. Mengukur kekuatan otot klien

A : Masalah kerusakan mobilitas fisik teratasi sebagian


P : Kaji TTV sebelum latihan, kaji adanya keluhan nyeri kepala, kaji
adanya mual muntah, motivasi klien untuk meningkatkan latihan
mobilisasi, jaga keamanan dan kenyamanan klien selama latihan,
libatkan keluarga untuk memotivasi klien dan ikut membantu klien
untuk melakukan latihan mobilisasi
S : Keluarga mengatakan akan memotivasi klien untuk melakukan
ROM dan membantu mobilisasi klien klien sering berlatih ROM,
keluarga mengatakan klien lebih sering duduk, klien mengatakan
badannya tidak pegal karena sering dilatih
O : TD = 130/80mmHg, N= 75x/menit reguler, RR = 21x/menit, S =
35,90C, klien dapat melakukan ROM aktif secara mandiri, tampak
bagian lemah sering dilatihh untuk digerakkan oleh klien, klien
tampak sering duduk dengan, saat berpindah dari tempat tidur ke
kursi klien masih lemah, klien dapat duduk dengan bantuan siderail
dengan sangat pelan durasi kurang lebih 15 menit Kekuatan otot
5555
2222
5555
1111
A : Masalah kerusakan mobilitas fisik teratasi sebagian
P : Kaji TTV sebelum latihan, kaji adanya keluhan nyeri kepala, kaji
adanya mual muntah, motivasi klien untuk meningkatkan latihan
mobilisasi, jaga keamanan dan kenyamanan klien selama latihan,
libatkan keluarga untuk memotivasi klien dan ikut membantu klien
untuk melakukan latihan mobilisasi

Universitas Indonesia
!

BAB 4
ANALISIS KASUS
4.1 Profil Lahan Praktik
RSPAD merupakan rumah sakit tingkat satu dan menjadi rujukan tertinggi di
jajaran TNI yang memberikan perawatan kesehatan untuk prajurit TNI AD,
Pegawai Negeri Sipil serta masyarakat umum. RSPAD Gatot Soebroto
mempunyai visi menjadi rumah sakit berstandar internasional, rujukan utama
dan rumah sakit pendidikan serta merupakan kebanggaan prajurit dan
masyarakat. Dengan misi tambahan yaitu sebagai subsistem kesehatan nasional ,
yang ikut meningkatkan derajat kesehatan amsyarakat melalui program
Yanmasum.
Ruangan yang menjadi tempat praktek mahasiswa profesi keperawatan FIK UI
adalah Ruang Perawatan Umum Lantai 6 (PU 6). Ruangan perawatan umum
lantai 6 merupaka ruang rawat inap kelas III. Terdapat 11 kamar, dengan
kapasitas kapasitas tempat tidur sebanyak 56 tempat tidur, dengan pembagian 52
tempat tidur untuk ruang perawatan, dan 4 tempat tidur untuk perawatan khusus
(isolasi). Kamar 601 mempunyai 4 kapasitas tempat tidur untuk pasien dengan
kasus onkologi, kamar 602 dengan kapasitas 4 orang untuk kasus ginjal dan
hipertensi, kamar 603 kapasitas tidur 4 orang untuk kasus THT dan mata, kamar
604 dengan kapasitas tempat tidur 6 orang untuk kasus endokrin, kamar 605
dengan kapasitas 6 orang untuk kasus neurologi, kamar 606 dengan kapasitas 6
tempat tidur untuk kasus hepatologi, kamar 607 dengan kapasitas 4 tempat tidur
untuk kasus imunokompresi, kamar 608 untuk kasus integument, kamar 609 dan
610 untuk kamar digestif dan penyakit tropis. Jumlah perawat di ruang PU 6
adalah 36 orang, dengan tingkat pendidikan D3 akadmei keperawatan sejumlah
33 orang, sedangkan S1 keperawatan berjumlah 3 orang. Berdasarkan buku
register ruang PU 6 didapatkan data diagnosis medis terbanyak sejak JanuariMei 2013 yaitu diabetes mellitus, CKD on HD, stroke, DHF dan sirosis hepatis.

!
!

44

Universitas Indonesia

45!
!

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP


Kondisi lingkungan perkotaan berhubungan dengan tuntutan produktivitas yang
tinggi, tingkat pembangunan yang melaju dengan cepat dan sering tidak diiringi
dengan kesiapan sumber daya manusia. Hal tersebut seringkali memicu
timbulnya stres bagi kebanyakan masyarakat urban. Stres yang dialami
masyarakat perkotaan, ditambah dengan faktor gaya hidup yang tidak sehat,
kurang berolahraga serta akibat kebiasaan yang serba instan (makan, minum)
menyebabkan masyarakat berinvestasi terhadap beberapa penyakit, diantaranya
adalah stroke. Stroke lebih sering mengarah pada kebiasaan hidup masyarakat
perkotaan Ketika jantung semakin keras bekerja karena stress yang
berkepanjangan akibat kondisi lingkungan maupun persaingan, ditambah dengan
gaya hidup yang tidak sehat maka akan mengakibatkan hipertensi. Jika
hipertensi tidak terkontrol maka akan dapat mengakibatkan pembuluh darah
pecah atau tersumbat yang sering disebut dengan stroke.
Masalah keperawatan yang seringkali muncul pada klien yang dengan diagnosa
medis stroke hemoragik menurut Carpenito (2000) adalah perubahan perfusi
jaringan serebral, kerusakan mobilitas fisik, kerusakan komunikasi verbal,
perubahan persepsi sensori, defisit perawatan diri, harga diri rendah, konstipasi,
gangguan eliminasi urin, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Tidak semua diagnosa tersebut ditemukan dan dapat ditegakkan pada klien
karena tidak adanya data subjektif dan objektif yang ditemukan pada klien.
Masalah utama yang ditemukan pada klien pada saat pertama kali pengkajian
adalah nyeri akut. Nyeri akut dapat muncul karena adanya penekanan pembuluh
darah pada otak. Penekanan pembuluh darah di otak dapat disebabkan karena
hipertensi atau stress yang dialami oleh klien, sehingga otak juga mengalami
kekurangan oksigen. Rasa stress yang muncul pada klien ini disebabkan karena
masa perawatan yang lama di rumah sakit, sedangkan keinginan klien adalah
cepat sembuh dan dapat berkativitas kembali di rumah sakit.

Universitas Indonesia

46!
!

Masalah kedua yang timbul adalah kerusakan mobilitas fisik. Kerusakan


mobilitas fisik pada klien dapat terjadi karena adanya perdarahan yang terjadi
pada pons sisi kanan serta infark pada thalamus sisi kanan dan kiri. Perdarahan
terjadi pada daerah pons sisi kanan, perdarahan yang dialami cukup banyak yaitu
sekitar 2,4 cc, sehingga bagian otak didaerah pons mengalami perifokal edema.
Bagian otak yang mengalami edema menjadi area yang kekurangan oksigen.
Jika area tersebut mengalami penurunan perfusi oksigen maka akan
mengakibatkan metabolisme otak terganggu, metabolisme aerob menjadi
anaerob dan selanjutnya akan terjadi neuronal injury. Jika bagian otak tersebut
tidak mendapat cukup oksigen, bisa menyebabkan jaringan di area tersebut
iskemia atau bahkan infark, sehingga fungsinya pun terganggu. Pada bagian
thalamus klien telah terjadi infark thalamus sisi kanan dan kiri. Salah satu bagian
thalamus adalah kapsula interna, dimana jika terjadi invasi pada kapsula interna
maka akan menyebabkan hemiparese, seperti yang dialami oleh klien.
Masalah keperawatan berikutnya yang muncul adalah defisit perawatan diri.
Masalah tersebut dapat muncul karena klien mengalami penurunan kekuatan otot
yang mengakibatkan penurunan aktivitas fisik serta keterbatasan rentang gerak.
Klien menjadi bergantung pada orang lain dalam hal pemenuhan kebutuhan
dasar termasuk BAB, BAK, membersihkan diri. Kondisi klien yang sering
berada di tempat tidur dan dalam kondisi imobilitas, menyebabkan klien sering
berkeringat, melakukan kegiatan BAB dan BAK di tempat tidur, serta tidak
dapat mandi, menyebabkan masalah deficit perawatan diri muncul. Dari kondisi
tersebut akhirnya penulis mendapatkan data untuk menegakkan diagnosa deficit
perawatan diri.
Konstipasi berada pada prioritas keempat dalam daftar masalah keperawatan
yang disusun oleh penulis. Masalah ini muncul pada hari perawatan ke delapan.
Klien mengeluh tidak dapat BAB sejak hari jumat (10 Mei 2013). Konstipasi
pada klien tersebut dapat terjadi karena klien mengalami imobilisasi.
Konsekuensi imobilisasi pada traktus gastrointestinal bagi klien dengan
imobilisasi atau penurunan aktivitas adalah terjadi penurunan peristaltik usus.
Universitas Indonesia

47!
!

Makanan akan masuk ke dalam kolon, kolon akan menyerap air dan membentuk
bahan buangan sisa makanan atau feses. Kontraksi otot kolon akan mendorong
feses ke arah rectum, dan feses akan terbentuk padat karena sebagian besar
airnya diserap. Feses yang keras dan kering terjadi akibat kolon menyerap terlalu
banyak air. Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan,
sehingga menyebabkan feses bergerak ke arah kolon terlalu lama.
Resiko kerusakan integritas kulit adalah masalah kelima yang ditemukan pada
klien. Klien mengalami imobilisasi dalam waktu 3 minggu. Klien juga
mengalami kesulitan dalam mengubah posisi untuk miring ke kanan dan kiri
serta tengkurap. Selain itu ditambah pula dengan faktor defisit perawatan diri,
terutama area punggung yang dapat mengalami penekanan terlalu lama rentan
terjadi kerusakan integritas kulit (dekubitus). Karena keterbatasan gerak dari
pasien sehingga dapat direncanakan mobilisasi pasif pasien untuk mencegah
gangguan integritas kulit, kondisi paling sering pasien ini adalah terjadinya
kerusakan integritas kulit (dekubitus).
Hambatan-hambatan tentunya ditemukan pada saat penulis menegakkan
diagnosa untuk klien. Di RSPAD Gatot Soebroto ruang 6 PU, form untuk
masalah keperawatan belum ada. Untuk Renpra sudah ada, diisi dengan
menggunakan ceklist. Walaupun sudah ada lembar cek list untuk rencana
tindakan keperawatan yang akan dilakukan, renpra yang dibuat tidak
dikhususkan untuk menangani salah satu diagnosa keperawatan tertentu. Renpra
di ruangan dikelompokkan berdasarkan intervensi yang akan diberikan pada
tiap-tiap sistem tubuh yang mengalami gangguan. Selain itu, dalam mengakkan
masalah keperawatan kerusakan mobilitas fisik, penulis belum menjumpai
adanya form pengkajian Barthel Index, yaitu suatu instrumen pengkajian yang
berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan
mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan
fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan keseimbangan.
!
!
Universitas Indonesia

48!
!

4.3 Analisis Tindakan Keperawatan dalam Mengatasi Imobilisasi


Pada pelaksanaan intervensi keperawatan ini digunakan format yang telah
tersedia diruangan, walaupun masih banyak keterbatasan untuk menuliskan
semua tindakan yang ada. Intervensi keperawatan yang telah dilakukan oleh
penulis mencakup dari seluruh diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.
Dari intervensi keperawatan yang direncanakan, terdapat beberapa intervensi
yang lambat dilakukan karena beberapa prosedur harus direncanakan jauh-jauh
hari penjadwalannya seperti pemeriksaan EEG dan CT-Scan ulang, tetapi secara
umum 95% intervensi keperawatan dapat dilaksanakan sesuai jadwal baik
intervensi mandiri maupun intervensi yang bersifat kolaborasi.
Intervensi keperawatan yang paling sering dilakukan oleh penulis adalah
mobilisasi secara bertahap pada klien untuk mengatasi masalah kerusakan
mobilitas fisik klien. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan dalam
melakukan mobilisasi pada pasien stroke menjadi penyebab utama klien tidak
mampu melakukan aktivitas sehari-harinya (ADL). Imobilitas merupakan suatu
kondisi yang relatif, karena individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya
secara total, tetapi juga terjadi penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya.
Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan
kesehatan, memperlambat proses penyakit (khususnya degeneratif), dan untuk
aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh). Memberikan posisi pada pasien
dengan benar dan membantu mereka untuk duduk di tempat tidur lebih awal
dalam perawatan stroke mereka membantu untuk mencegah komplikasi stroke.
Duduk tegak juga membantu dengan menjaga nutrisi dan hidrasi dan pasien
merasa memiliki manfaat psikologis (NICE, 2008; Thornton, dan Kilbride,
2004). Kriteria hasil yang diharapkan untuk masalah kerusakan mobilitas fisik
adalah klien akan mencapai mobilitas fisik maksimal dalam keterbatasan yang
diakibatkan oleh stroke dibuktikan dengan gerakan yang lebih normal dari
ekstremitas yang terkena, meningkatkan kekuatan otot, dan efektif menggunakan
peralatan yan adaptif. Black (2009) mengungkapkan bahwa hasil ini mungkin
memerlukan jangka waktu yang lama, hasil yang lebih pendek/cepat
diindikasikan untuk perawatan akut.
Universitas Indonesia

49!
!

Mengkaji kemampuan aktivitas, gerak fungsional merupakan gerak yang harus


distimulasi secara berulang-ulang supaya terjadi gerakan-gerakan yang
terkoordinasi secara disadari serta menjadi refleks secara otomatis berdasarkan
ketrampilan aktivitas sehari-hari. Latihan pergerakan bagi klien stroke merupaka
prasarat bagi tercapainya kemandirian klien, karena latihan akan membantu
secara berangsur-angsur fungsi tungkai dan lengan kembali atau mendekati
normal dan member kekuatan klien tersebut untuk mengontrol hidupnya
(Irdawati, 2012).
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah
imobilisasi yang dialami klien yaitu dengan mendiskusikan dengan klien dan
keluarga tentang mobilisasi pada fase rehabilitasi stroke. Hal-hal yang
didiskusikan kepada klien dan keluarga adalah mengenai manfaat mobilisasi,
akibat jika klien tidak dilakukan mobilisasi secara bertahap, serta cara-cara
melakukan mobilisasi bertahap.
Tindakan

yang

pertama

yang

dilakukan

oleh

penulis

yaitu

dengan

memperkenalkan diri kepada keluarga, memonitor tanda-tanda vital klien dan


adanya keluhan nyeri. Selain itu, penulis juga berdiskusi dengan keluarga dan
klien tentang manfaat mobilisasi, akibat jika tidak dilakukan mobilisasi pada
bagian tubuh yang lemah, serta tahapan-tahapan dalam melakukan mobilisasi
pada penderita stroke. Tindakan mobilisasi bertahap ini dilakukan pada hari
ketiga perawatan pasien. Hal ini dikarenakan pada hari pertama dan hari kedua
klien masih mengalami nyeri kepala dan mual (hanya pada hari pertama
pengkajian). Klien mengatakan nyeri kepala semakin bertambah jika digunakan
untuk banyak bergerak, terutama jika klien menginginkan untuk merubah
posisinya. Pada hari itu, tekanan darah klien mencapai 150/90 mmHg, sehingga
hal tersebut menjadi pertimbangan penulis untuk melakukan latihan mobilisasi
pada klien.

Universitas Indonesia

50!
!

Petrina et.al (2012) mengemukakan bahwa kriteria pasien pasca stroke yang
dapat menjalani rehabilitasi atau recovery berkelanjutan yaitu status neurologis
stabil (GCS dalam batas normal), mempunyai fungsi kognitif yang cukup untuk
belajar, kemampuan komunikatif yang memadai untuk terlibat dengan terapis,
kemampuan fisik untuk mentolerir program aktif, tujuan dari terapi dapat diukur
dan bisa dicapai, memiliki pertahanan terhadap deficit neurologis secara
signifikan. Latihan mobilisasi pada pasien perlu dilakukan tahap demi tahap,
disesuaikan dengan kemampuan fisik pasien dan kesiapan psikologis pasien.
Sebelum dilakukan latihan mobilisasi juga perlu dinilai kemampuan toleransi
tubuh klien terhadap aktivitas, untuk menghindari terjadinya kolaps, misalnya
adanya gangguan fungsi jantung, neurologis, dan nyeri hebat. Implementasi
mobilisasi dimulai pada hari ketiga pasien dirawat di ruang perawatan, dengan
terlebih dahulu memeriksa tanda-tanda vital dan adanya keluhan nyeri kepala,
mual atau muntah. Setelah dilakukan pengkajian dan tidak ditemukan adanya
tanda-tanda peningkatan TIK serta hemodinamik klien stabil (tekanan darah
130/80mmHg, Nadi 74x/menit), penulis melakukan impelementasi mobilisasi.
Implementasi dimulai dengan mengajarkan kepada keluarga dan klien tentang
positioning. Sebelumnya, penulis melakukan telah melakukan pengkajian
kekuatan otot yang digunakan sebagai baseline untuk mengevaluasi keberhasilan
intervensi. Penulis mengajarkan kepada keluarga klien cara melakukan
positioning, yaitu dengan miring ke arah yang lemah, miring ke arah yang sehat
dan terlentang. Positioning dilakukan setiap 2 jam, hal ini dilakukan dengan
rasional untuk memberi peluang tubuh beraktivitas pasif, dan memaksimalkan
pengembangan paru serta mencegah terjadinya dekubitas akibat iskemia jaringan
karena penurunan mobilisasi (Mansjoer, et.al, 2000). Selain itu, positioning juga
dapat meningkatkan sirkulasi, tonus otot, dan gerakan tulang sendi sehingga
dapat terhindar dari luka akibat penekanan (dekubitus), tetapi jika membalikkan
tubuh paisen terlalu sering dikhawatirkan akan menigkatkan tekanan intracranial
(Lewis, Heitkemper, dan Driksen, 2000). Oleh karena itu pasien hanya
dilakukan postioning dengan selang waktu 2 jam. Hal ini sejalan dengan yang
ditemukan oleh penulis bahwa setelah dilakukan postioning secara teratur oleh
Universitas Indonesia

51!
!

penulis dengan melibatkan keluarga, didapati data bahwa kulit klien di bagian
sakrum masih tetap lembut dan tidak terjadi lecet dan kemerahan sudah mulai
berkurang. Hal ini dikolaborasikan dengan perawatan kulit yang dilakukan yaitu
dengan menjaga kebersihan dan menggunakan lotion secara teratur.
Tindakan berikutnya yang dilakukan oleh penulis terhadap klien adalah dengan
latihan gerak sendi / range of motion (ROM). Latihan gerak aktif meningkatkan
massa otot, tonus otot dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung akibat
tirah baring. Bila otot-otot volunter tidak digunakan makan akan kehilangan
kekuatannya sehingga perlu dilakukan latihan gerak pasif. Hal ini dapat
mengimbangi paralysis melalui penggunaan otot yang masih mempunyai fungsi
normal, membantu mempertahankan dan membentuk adanya kekuatan dan
mengontrol otot-otot yang mengalami gangguan serta mempertahankan
kemampuan

ROM

sehingga

tercegah

dari

kontraktur

dan

atropi

(www.healtoz.com, 2006). Terapi ini merupakan terapi keperawatan berdasarkan


teori keperawatan Florence Nightingale (Modern Nursing), karena dalam teori
ini bertujuan memberikan kondisi alamiah yang baik bagi pasien sehingga
tulang, otot-otot serta syaraf dapat berfungsi kembali. Dalam terapi tersebut
bertujuan untuk mengembalikan kondisi tubuh dalam keadaan mampu
berakomodasi/bergerak seperti sebelum sakit.
Mengajarkan Range of Motion (ROM), berpengaruh terhadap peningkatan
kekuatan otot dan kemampuan fungsional, namun tidak berpengaruh terhadap
luas gerak sendi (Maria, et.al, 2011). Dalam penelitian tersebut juga
dikemukakan bahwa latihan ROM yang dilakukan empat kali sehari maupun
latihan ROM yang diberikan hanya satu kali sehari sama-sama berpengaruh
terhadap peningkatan kemampuan fungsional. Selain itu, penulis mengajarkan
klien untuk menggerakkan bagian tubuh yang lemah dengan memanfaatkan
bagian tubuh yang sehat (mengangkat atau menggeser kaki yang terkena stroke
dengan menggunakan kaki yang masih normal, begitu pun dengan tangan).

Universitas Indonesia

52!
!

Implementasi selanjutnya adalah dengan mengajarkan klien untuk duduk secara


bertahap. Pada tahap awal, klien diberikan posisi Latihan di mulai dengan
mengelevasikan letak kepala secara bertahap untuk kemudian dicapai posisi
setengah duduk dan pada akhirnya posisi duduk. Pada saat memulai latihan
duduk, klien menggunakan pegangan sebagai alat bantu yaitu siderail yang ada
di samping tempat tidur. Sebelum dilakukan latihan, siderail diperiksa terlebih
dahulu kemanannya untuk klien. Latihan duduk sangat bermanfaat bagi klien.
Berdasarkan penelitian, duduk secara bertahap dapat menurunkan masa
perawatan di rumah sakit serta mengurangi resiko terkena penyakit pada saluran
pernapasan.
Posisi dan gerakan yang direkomendasikan untuk pasien stroke adalah duduk
dengan ditopang di atas tempat tidur, duduk dengan ditopang di tepi tempat
tidur, berpindah tempat dengan alat bantu mobilisasi, duduk tanpa bantuan /
support, berpindah tempat dengan menggunakan kaki, dan berdiri. Hal ini
bertujuan untuk menghindari kelelahan (Askim et al, 2012). Hal ini dapat
bermanfaat bagi pasien bahkan lebih jika mereka dapat melakukan tugas
fungsional seperti makan, tugas perawatan diri atau interaksi dengan keluarga
dan pengunjung.
Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kerusakan
mobilitas fisik mempunyai beberapa hambatan. Diantaranya adalah ketika
berlatih untuk duduk, pasien ditinggikan posisinya secara bertahap, mulai dari
300. Penulis mengalami kesulitan pada saat memberikan posisi 300, dikarenakan
posisi kepala di tempat tidur klien harus ditinggikan dengan menggunakan
listrik, sedangkan letak saklar dari tempat tidur klien cukup jauh. Jadi, kepala
harus ditinggikan secara manual dengan menggunakan bantal. Karena bantal
yang disediakan oleh rumah sakit jumlahnya terbatas, maka penulis
menyarankan kepada keluarga untuk membawa bantal tambahan dari rumah.
Selain itu, siderail yang berada di samping tempat tidur klien, yang seharusnya
dapat digunakan oleh klien untuk membantunya untuk duduk, mempunyai
kekuatan yang lemah. Sehingga jika klien menggunakan siderail tersebut dan
Universitas Indonesia

53!
!

tidak diawasi, dikhawatirkan akan membahayakan kondisi klien. Selain itu,


terdapat hambatan ketika akan mengajarkan mobilisasi ke kursi roda pada klien.
Karena kursi roda jumlahnya terbatas di ruangan, dan sering digunakan untuk
mengantar pasien ke ruang radiologi, poli atau endoskopi, penulis tidak sempat
mengajarkan kepada klien cara berpindah tempat dari tempat tidur ke kursi roda.
!

4.3 Alternatif Pemecahan Masalah


Hambatan yang ditemukan oleh penulis selama menegakkan masalah telah
dipaparkan pada analisa di atas. Dalam menegakkan diagnosa keperawatan
kerusakan mobilitas fisik diperlukan pengkajian mobility level dengan
menggunakan Barthel Index yang tidak tersedia di ruangan. Oleh karena itu,
penulis mencari solusi yaitu dengan mencari format khusus untuk pemantauan
mobilitas klien (Barthel Index) selanjutnya hasil pengkajian selanjutnya ditulis
pada format catatan perkembangan.
Pada saat melakukan intervensi keperawatan, solusi yang dilakukan untuk
mengelevasikan kepala tempat tidur klien adalah dengan menggunakan bantuan
beberapa bantal. Karena jumlah bantal yang disediakan oleh rumah sakit
terbatas, maka penulis menyarankan kepada keluarga untuk membawa bantal
tambahan dari rumah. Selain itu bantal juga digunakan untuk menjadi penopang
bagian tubuh yang lemah serta memberikan positioning untuk klien agar klien
dapat miring kiri kanan. Solusi penulis dalam mengatasi hambatan karena
siderail yang lemah adalah dengan melibatkan keluarga setiap klien akan
berlatih untuk duduk, menggeser posisi badannya ke kanan atau kiri, ataupun
untuk menggeser posisi badan ke arah yang lebih tinggi (ke atas). Penulis
menginformasikan kepada keluarga agar klien tidak ditinggal sendiri dalam
waktu yang lama, selain itu penulis juga menginformasikan pada klien agar tidak
berlatih untuk duduk atau miring kanan kiri tanpa bantuan dari keluarga atau
perawat. Jika memungkinkan, pasien bisa dipindahkan ke tempat tidur lain yang
mempunyai siderail yang masih kuat. Hal ini dapat dilakukan dengan
bekerjasama dengan perawat ruangan maupun dengan kepala ruang.

Universitas Indonesia

54!
!

Hendaknya jika akan menggunakan kursi roda untuk melatih pasien stroke untuk
mobilisasi, diharapkan berkomunikasi dengan perawat ruangan. Karena jumlah
kursi roda terbatas, maka jika akan melatih pasien, jadwal harus disesuaikan
dengan penggunaan kursi roda oleh pasien lain. Jika kursi roda tidak tersedia,
maka tahapan mobilisasi dengan menggunakan kursi roda dapat dimasukkan ke
dalam discharge planning, dengan melakukan kerjasama dengan perawat
ruangan.

Universitas Indonesia

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan selama memberikan asuhan keperawatan pada
pasien stroke hemoragik adalah :
1. Stroke merupakan salah satu penyakit penyakit perkotaan yang disebabkan
karena gaya hidup yang tidak sehat;
2. Masalah fisik yang sering timbul karena stroke adalah hemiparese /
hemiplegia
3. Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang
utama yang harus ditangani dengan segera, tepat dan cermat.
4. Peran perawat adalah melakukan asuhan keperawatan komprehensif serta
melibatkan keluarga dalam perawatan
5.2 Saran
1.

Saran untuk bidang keilmuan agar dapat memperkaya teori mengenai


asuhan keperawatan pada klien dengan stroke (terutama mobilisasi)
sehingga dapat dijadikan referensi bagi penelitian tentang pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan mobilitas

2.

Saran untuk pelayanan di rumah sakit agar dapat mempertahankan asuhan


keperawatan yang diberikan mencakup asuhan keperawatan yang
komprehensif (melibatkan bebrbagai disiplin ilmu kesehatan), kolaborasi
dengan disiplin ilmu kesehatan lain serta melibatkan keluarga dalam
merawat pasien stroke

3.

Saran untuk penelitian berikutnya terkait pemberian asuhan keperawatan


pada klien dengan masalah mobilisasi karena stroke adalah diharapkan
asuhan keperawatan yang diberikan berikutnya dapat lebih mengkaji lagi
mobility level klien dan kekuatan otot klien sebelum & sesudah latihan.

!
!

55

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo Tjokronegoro & Henra utama. (2002). Update In Neuroemergencies.
Balai Penerbit Jakarta : penerbit FKUI
Bernhardt J (2008) Very early mobilization following acute stroke: controversies,
the unknown, and a way forward. Annals of Indian Academy of Neurology; 11:
5, 88.
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier. Inc
Chris Winkelman. Neurological Critical Care. American journal Of Critical care.
Nopember 2000-volume 9 Number 6.
Dromerick, A. (2004). Constraint Induced Treatment Program. Diambil pada
tanggal 26 Juni 2013 pada http://www.neuro.wustl.edu
Doenges, Marylinn E. (2002). Nursing care plan: guidelines for Planning and
documenting patient care. 3rd ed. Philadelphia : FA. Davis
Feigin, V. (2006). Stroke. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Popular
Joseph V, et.al.(2004). Intracranial pressure/ head elevation. Diambil pada 26
Juni 2013. http ://pedscm.wustl.edu/all_net/English/Neuropage/Protect/icp-Tx3.htm
Krienger, Derk, W. (2004). Therapeutik ypothermia may enhance reperfution in
acut

ischemic

stroke.

Diambil

pada

tanggal

26

Juni

2013

pada

http://www.clevenland.org
Lewis, Sharon, M., Heitkemper, Margaret, M., & Direksen, Shannon. (2000).
Medical Surgical Nursing; assessment and management of clinical problem.
Fifth edition. St. Louis : Cv. Mosby.
Morton, P.G. (2005). Critical care nursing : a holistic approach. 8thedition.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins Munro, J. F & Ford, M. J,
(1993/2001), Introduction to Clinical Examination 6/E. (diterjemahkan oleh
Rusdan Djamil), Jakarta : EGC
Nasissi, Denise. (2010). Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, diambil pada
tanggal 1 Juli 2013 pada http://emedicine.medscape.com/article/793821overview
56
!

Universitas Indonesia

57
!

Rasyid, Al., & Soertidewi L. (2007). Unit Stroke; manajemen stroke


komprehensif. Jakarta : Balai penerbit FKUI
Shah, Sid. (2006). Stroke Pathophysiology. Diambil pada tanggal 26 Juni 2013
pada http://www.strokepathopysiology.com
Shepherd, E. (2012). Key points on stroke and early mobilisation. Diambil pada
tanggal

Juli

2013

pada

http://search.proquest.com/docview/1171004429?accountid=17242
Shorey, J. (2005). Functional Electrical Stimulation. Diambil pada tanggal 26
Juni 2013 pada http://www.paralysis.org
Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarths: Textbook of Medical Surgical
Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott
UNC Hospital. Intracranial Pressure Monitoring.(2005).Diambil 26 Juni 2013.
http//:www.unc.com
Vincent Thamburaj. Intracranial Pressure.(2005).Diambil 27 Juni 2013.
http://www.Rhamburaj.com/assited_ventilation-in-neurosurgery.htm

Universitas Indonesia
!

Lampiran 1
!

FORMAT PENGKAJIAN BARTHEL INDEX


Nama : Tn. E
Usia : 60 tahun
Ruang : 605
No.
1.

Aktivitas

Skala

Nilai

Makan (feeding)

0= Tidak mampu
1= Butuh bantuan memotong,
mengoles mentega dll.
2 = Mandiri
0 = Tergantung orang lain
1 = Mandiri
0 = Membutuhkan bantuan orang
lain
1 = Mandiri dalam perawatan muka,
rambut, gigi, dan bercukur
0 = Tergantung orang lain
1 = Sebagian dibantu (misal
mengancing baju)
2 = Mandiri
0 = Inkontinensia atau pakai kateter
dan tidak terkontrol
1 = Kadang Inkontinensia (maks,
1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih
dari 7 hari)
0 = Inkontinensia (tidak teratur atau
perlu enema)
1 = Kadang Inkontensia (sekali
seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
0 = Tergantung bantuan orang lain
1 = Membutuhkan bantuan, tapi
dapat melakukan beberapa hal
sendiri
2 = Mandiri
0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa
duduk (2 orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
0 = Immobile (tidak mampu)

2.

Mandi (Bathing)

3.

Perawatan diri (Grooming)

4.

Berpakaian (Dressing)

5.

Buang air kecil (Bowel)

6.

Buang air besar (Bladder)

7.

Penggunaan toilet

8.

Transfer

9.

Mobilitas

0
0

Universitas Indonesia
!

Lampiran 1
!

10.

Naik turun tangga

1 = Menggunakan kursi roda


2 = Berjalan dengan bantuan satu
orang
3 = Mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu seperti,
tongkat)
0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat
bantu)
2 = Mandiri

Nilai Barthel Index Tn. E (60 tahun) = 6


Interpretasi hasil :
20

: Mandiri

12-19 : Ketergantungan Ringan


9-11

: Ketergantungan Sedang

5-8

: Ketergantungan Berat

0-4

: Ketergantungan Total

!
!

Universitas Indonesia
!

Anda mungkin juga menyukai