PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu menjelaskan tentang kaitan antara polaritas eluen dengan harga Rf.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut
dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa
yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga
sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan
tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus
berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi
kepolaran eluen, dan sebaliknya (Ewing Galen Wood, 1985).
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan murah dibandingkan
dengan kromatografi kolom. Demikiann juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi
lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan hampir semua laboratorium
melaksanakan metode ini. Kromatografi lapis tipis (KLT) fase diamnya berupa lapisan seragam
(uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium,
atau pelat plastik. Fase diam pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10-30 m. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam, semakin baik kinerja
KLT dalam hal efisien dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan
serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama adalah pada KLT yaitu adsorpsi dan
partisi. Untuk tujuan tertentu, pejerap atau fase diam dapat dimodifikasi dengan cara
pembaceman. Fase gerak dari pustaka dapat ditentukan dengan uji pustaka atau dengan dicobacoba karena pengerjaan KLT ini cukup cepat dan mudah. Sistem yang paling sederhana ialah
campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran ini dapat diatur sedemikian rupa
sehingga pemisahan dapat terjadi dengan optimal. Dalam pembuatan dan pemilihan fase gerak
yang harus diperhatikan yaitu kemurnian dari eluen itu sendiri karena KLT merupak teknik yang
sensitif; daya elusi dari pelarut itu juga harus diatur sedemikian rupa agar harga Rf berkisar
antara 0,2-0,8 yang menandakan pemisahan yang baik; polaritas dari pelarut juga harus
diperhatikan agar pemisahan terjadi dengan sempurna. Ada 2 cara yang digunakan untuk
menganalisis secara kuantitatif dengan KLT. Pertama, bercak yang terbentuk diukur langsung
pada lempeng dengan menggunakan ukur luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua yaitu
dengan mengorek bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut
dengan menimbang hasil korekan (Ibnu, gholib 2007).
Identifikasi secara kulitatif pada kromatografi kertas khususnya kromatografi lapis tipis
dapat ditentukan dengan menghitung nilai Rf. Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi
suatu senyawa. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa titik awal dan
jarak tepi muka pelarut dari titik awal (Ibnu, gholib 2007).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk
mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki system
pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi
cair kinerja tinggi. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending)
atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (J. Gritter,
1991).
Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam
campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektivitas
pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta memantau
kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat. Analisa kualitatif dengan KLT
dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk
identifikasi adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak
langsung pada lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometry dan
cara berikutnya dalaha dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat
dalam bercak dengan metode analisis yang lain, misalnya dengan metode spektrofotometri. Dan
untuk analisis preparatif, sampel yang ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu
dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non- dekstruktif. Bercak yang mengandung analit
yang dituju selanjutnya dikerok dan dilakukan analisis lanjutan (Gholib Gandjar, 2007).
Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa pada
permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut sebagai fase gerak.
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut
pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda dibawah
kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan
berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis (Handayani, 2008).
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai
Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf Standart dari senyawa tersebut maka senyawa
tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai
Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda. Namun
perbedaan perlakuan dalam percobaan kromatografi lapis tipis juga akan mempengaruhi nilai Rf
sampel yang diidentifikasi (Parmeswaran, 2013). Nilai Rf Standart dari piperin adalah 0,42+0,03
(Vyas et all, 2011).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba
karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2
pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian
rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gholib, 2007).
Kemampuan suatu analit terikat pada permukaan silika gel dengan adanya pelarut
tertentu dapat dilihat sebagai pengabungan 2 interaksi yang saling berkompetisi. Pertama, gugus
polar dalam pelarut dapat berkompetisi dengan analit untuk terikat pada permukaan silika gel.
Dengan demikian, jika pelarut yang sangat polar digunakan, pelarut akan berinteraksi kuat
dengan permukaan silika gel dan hanya menyisakan sedikit tempat bagi analit untuk terikat pada
silika gel. Akibatnya, analit akan bergerak cepat melewati fasa diam dan keluar dari kolom tanpa
pemisahan. Dengan cara yang sama, gugus polar pada pelarut dapat berinteraksi kuat dengan
gugus polar dalam analit dan mencegah interaksi analit pada permukaan silika gel. Pengaruh ini
juga menyebabkan analit dengan cepat meninggalkan fasa diam. Kepolaran suatu pelarut yang
dapat digunakan untuk kromatografi dapat dievaluasi dengan memperhatikan tetapan dielektrik
() dan momen dipol () pelarut. Semakin besar kedua tetapan tersebut, semakin polar pelarut
tesebut. Sebagai tambahan, kemampuan berikatan hidrogen pelarut dengan fasa diam harus
dipertimbangkan (Tim Penyusun, 2010).