Anda di halaman 1dari 4

Nama

: Anggun Anjaswara

NIM

: 13670048

1. Pilokarpin sebagai kolinergik dapat dimanfaatkan secara klinis untuk glaukoma.


Berikan penjelasan mekanisme kerja obat tersebut dikaitkan dengan penyebab
terjadinya glaukoma!
2. Golongan skopolamin berikut termasuk hyosin-N-Butil Bromida (Buscopan)
dimanfaatkan efek anti kolinergiknya sebagai splasmolitik. Benarkah statement
tersebut?, berikan alasan dan penjelasan terkait obat dan efek farmakologiknya!
3. Penggunaan insektisida golongan organofosfat berpengaruh terhadap kerja saraf
kolinergik. Berikan penjelasan pernyataan tersebut! Apabila terjadi intosikasi
organofosfat digunakan atropin sulfat, benarkah pemberian obat tersebut?. jelaskan
terkait mekanisme kerja obat atropin sebagai antidotum intoksikasi organofosfat!
Jawaban :
1. Pilokarpin adalah salah satu kolinergika yang sering digunakan dalam pengobatan
glaukoma . Alkaloid pilokarpin adalah suatu amin tersier dan stabil dari hidrolisis
oleh asetil kolenesterase. Dibandingkan dengan asetilkolin dan turunannya, senyawa
ini ternyata sangat lemah. Pilokarpin menunjukkan aktivitas muskarinik dan terutama
digunakan untuk oftamologi. Penggunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan
miosis dengan cepat dan kontraksi otot siliaris. Pada mata akan terjadi suatu spasme
akomodasi, dan penglihatan akan terpaku pada jarak tertentu, sehingga sulit untuk
memfokus suatu objek. Pilokarpin juga merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar
yang terkuat pada kelenjar keringat, air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak
digunakan untuk maksud demikian. Pilokarpin adalah obat terpilih dalam keadaan
gawat yang dapat menurunkan tekanan bola mata baik glaukoma bersudut sempit
maupun bersudut lebar. Obat ini sangat efektif untuk membuka anyaman trabekular di
sekitar kanal Schlemm, sehingga tekanan bola mata turun dengan segera akibat cairan
humor keluar dengan lancar. Kerjanya ini dapat berlangsung sekitar sehari dan dapat
diulang kembali. Obat penyekat kolinesterase, seperti isoflurofat dan ekotiofat,

bekerja lebih lama lagi. Disamping kemampuannya dalam mengobati glaukoma,


pilokarpin juga mempunyai efek samping. Dimana pilokarpin dapat mencapai otak
dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang
berlebihan.
2. Statemen pada pertanyaan nomor 2 adalah benar.
A. Scopolamine dapat memberikan efek pencegahan PONV

(postoperative

nausea and vomiting) yang efektif. Akan tetapi, perhatian ditujukan pada penggunaan
scopolamine secara IM (intramuskuler) atau IV (intravena) secara rutin sebagai
antiemetik karena durasinya yang singkat dan efek samping yang tidak diinginkan,
seperti gangguan penglihatan, mulut kering, pusing, mengantuk, dan agitasi.
Scopolamine adalah obat golongan antikolinergik yang bekerja secara sentral yang
efektif untuk mencegah motion-induced nausea and vomiting.
B. Buscopan memberikan gaya spasmolytic tindakan pada otot polos
gastrointestinal, genito-bilier dan unnary traktat. Sebagai ammonium kuaterner
derivatif, Hyoscine-N-butylbromide tidak memasuki sistem saraf pusat. Oleh karena
itu, efek samping antikolinergik pada sistem saraf pusat tidak terjadi. Peripheral
tindakan antikolinergik hasil dari ganglion-tindakan pemblokiran dalam dinding
mendalam
serta dari muscarinic anti-aktivitas.
3. pemberian obat atropin sulfat pabila terjadi intosikasi organofosfat adalah benar.
Organofosfat

mempunyai

aksi

sebagai

inhibitor

enzim

kholinesterase.

Kholinesterase adalah enzim yang berfungsi agar asetilkholin terhidrolisis menjadi


asetat dan kholin. Organofosfat mampu berikatan dengan sisi aktif dari enzim ini
sehingga kerja enzim ini terhambat. Akibatnya jumlah asetilkholin dalam sipnasis
meningkat

sehingga

menimbulkan

stimulasi

reseptor

possinap

yang

persisten.Asetilkholin terdapat di seluruh sistem saraf, terutama sekali asetilkholin


berperan penting pada sistem saraf autonom. Senyawa ini berperan sebagai
neurotransmiter pada ganglia sistem saraf simpatik dan parasimpatik, yang mana

senyawa ini berikatan dengan reseptor nikotinik. Inhibisi kholinesterase pada ganglia
sistem saraf simpatik dapat menimbulkan midriasis, takikardi, dan hipertensi.
Sedangkan, penghambatan kholinesterase pada ganglia sistem saraf parasimpatik
menimbulkan efek miosis, bradikardi, dan salivasi. Asetilkholin juga merupakan
neurotransmitter posganglionik pada saraf parasimpatik yang secara langsung
mempengaruhi jantung, bermacam-macam kelenjar, otot polos bronchial. Tidak
seperti reseptor pada ganglia, reseptor pada organ ini adalah reseptor muskarinink.
Untuk mengatasi keracunan karena toksikan, tindakan yang perlu dilakukan
adalah stabilisasi pasien, dekontaminasi, dan pemberian antidotum.
Pemberian Antidotum
A. Agen Antimuskarinik
Agen antimuskarinik seperti atropine, ipratopium, glikopirolat, dan skopolamin
biasa digunakan mengobati efek muskarinik karena keracunan organofosfat. Salah
satu yang sering digunakan adalah Atropin karena memiliki riwayat penggunaan
paling luas. Atropin melawan tiga efek yang ditimbulkan karena keracunan
organofosfat pada reseptor muskarinik, yaitu bradikardi, bronkospasme, dan
bronkorea.
Pada orang dewasa, dosis awalnya 1-2 mg yang digandakan setiap 2-3 menit
sampai teratropinisasi. Untuk anak-anak dosis awalnya 0,02mg yang digandakan
setiap 2-3 menit sampai teratropinisasi. Tidak ada kontraindikasi penanganan
keracunan organofosfat dengan Atropin.

B. Oxime
Oxime adalah salah satu agen farmakologi yang biasa digunakan untuk melawan

efek neuromuskular pada keracunan organofosfat. Terapi ini diperlukan karena


Atropine tidak berpengaruh pada efek nikotinik yang ditimbulkan oleh organofosfat.
Oxime dapat mereaktivasi enzim kholinesterase dengan membuang fosforil
organofosfat dari sisi aktif enzim.
Pralidoxime adalah satu-satunya oxime yang tersedia. Pada regimen dosis tinggi
(2 g iv load diikuti 1g/jam selam 48 jam), Pralidoxime dapat mengurangi penggunaan
Atropine total dan mengurangi jumlah penggunaan ventilator. Dosis yang
direkomendasikan WHO, minimal 30mg/kg iv bolus diikuti >8mg/kg/jam dengan
infus.
Efek samping yang dapat ditimbulkan karena pemakaian Pralidoxime meliputi
dizziness, pandangan kabur, pusing, drowsiness, nausea, takikardi, peningkatan
tekanan darah, hiperventilasi, penurunan fungsi renal, dan nyeri pada tempat injeksi.
Efek samping tersebut jarang terjadi dan tidak ada kontraindikasi pada penggunaan
Pralidoxime sebagai antidotum keracunan organofosfat.

Anda mungkin juga menyukai