Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA

PASIEN RAWAT INAP DI PAVILIUN FLAMBOYAN


RUMAH SAKIT UMUM TANGERANG
Jl. Ahmad Yani No. 9 Tangerang

DISUSUN OLEH :
Neneng Adriyani, S.Farm
Rakhmawaty, S.Farm
Rezky Febriani, S.Farm
Sry Wahyuni, S.Farm
Dewi Soraya Zebua, S.Farm
Relia Puspita Sari, S.Farm
RR Liza Anisa, S.Farm
Muh Maskur Setiadji, S.Farm

(12811004)
(12811005)
(12811010)
(12811012)
(12811014)
(12811026)
(12811028)
(12811038)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
AGUSTUS 2012

BAB I
ANALISIS KASUS
1.1

1.2

Identifikasi Pasien
Nama pasien

: Ny. R

Umur

: 41 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Tanggal MRS

: 04 Agustus 2012

Alamat

: Ciater Barat RT. 006/ RW.002 Serpong

Asuransi

: Umum

Di rawat

: Paviliun Flamboyan

Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

1.3

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien tiba-tiba mengeluh nyeri perut kanan atas habis sahur. Mual (-),
muntah (-). Pasien terdapat sariawan di bibir sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit dan di lidah muncul bercak-bercak putih sehingga sulit makan.
Penurunan BB (+). Pasien pernah dirawat 2 bulan yang lalu karena gula
darahnya 400 g/dL. Sejak 1 minggu yang lalu tidak bisa berjalan karena
lutut kanannya tidak bisa diluruskan dan BAB mencret.

1.4
1.5
1.6

Riwayat Penyakit Terdahulu


Hipertensi (-), alergi (-), sakit ginjal (-), DM (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama (-)
Riwayat Sosial
Pasien mempunyai 3 orang anak, pernah melakukan operasi caesar saat
melahirkan anak yang ketiga. Suami bekerja sebagai tukang ojek.

1.7
1.9

Riwayat Penggunaan Obat


Pasien tidak mengetahui nama obat-obat yang pernah di konsumsi.
Data Pemeriksaan Fisik, Laboratorium dan Uji Lain
Tanda-Tanda Vital

Tanggal
04/08/2012

Waktu
Pengukuran
Pagi
Siang

Tekanan Darah
(mmHg)
110/70
100/50

Suhu
(C)
35,7
38,0

Nadi
(kali/menit)

Pernafasan
(kali/menit)

98

20

05/08/2012
06/08/2012
07/08/2012
08/08/2012
09/08/2012
10/08/2012
11/08/2012
12/08/2012
13/08/2012
14/08/2012

Malam
Pagi
Siang
Malam
Pagi
Siang
Malam
Pagi
Siang
Malam
Pagi
Siang
Malam
Pagi
Siang
Malam
Pagi
Siang
Malam
Pagi
Siang
Malam
Pagi
Siang
Malam
Pagi
Siang
Malam
Pagi

90/60
120/80
120/80
110/80
110/70
120/90
100/90
100/90
130/80
130/80
110/70
110/80
130/80
120/80
130/90
120/90
120/90
120/90
110/70
120/80
130/70
130/70
100/70
100/70
140/80
140/80
150/90

36,8
36,3
35,7
34,5
37,3
37,9
37,1
37,5
38,2
38,2
38,7
38,7
38,9
39,4
39,5
38,6
37,5
39,3
36,7
36,1
38,4
36,7
36,1
38,4
38,6
38,0
37,6

98

20

100

20

Data Laboratorium
Pemeriksaan
Hematologi
Hb
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Hemostatis
PT
Kontrol PT
INR
aPTT
Kontrol aPTT
Fungsi Hati
Protein
Globulin
Albumin
SGOT
SGPT
Fungsi Ginjal
Ureum

Agustus 2012
06

04

05

7,2
33200
1561000
22

10,0
31900
1389000
31

10,7
33100
946000
31

10

13

8,0
26900
326000
24

6,3
15500
302000
19

Nilai Normal
P : 12,0 14,0 g/dL
4000-10.000/L
150000 450000/L
37 49 %

14,8
14,8
1,02
29,9
35,1

12 18 detik
12 18,9 detik

6,0
4,0
2,0
28
16

6,6 8,7 mg/dL


1,5 3,0 mg/dL
3,5 5,2 mg/dL
< 35 U/L
< 31 U/L

105

27 43 detik
27 43 detik

60

33

25

10.50 mg/dL

Kreatinin
Elektrolit
Na
K
Cl
Hepatitis
HbsAg
Anti HBs
Anti HCV
Anti HAV

1,9

1,1

1,1

0,7

< 1,1 mg/dL

124,32
5,92
100,80

137-150 mmol/L
3,50 5,50 mmol/L
99-111 mmol/L

Negatif

Negatif
Negatif
Negatif

(Iu/L)

Negatif

IgM
HIV
GDS

Negatif
< 200 mg/dL

240

Hasil Pemeriksaan USG Abdomen


Tanggal
7/8/2012

Kesan
- Calycetasis dextra, ec sumbatan di distal
- Fatty liver
Anjuran : BNO-IVP

Hasil Pemeriksaan CT-scan


Tanggal
11/12/2012

Lesi

densitas

cairan,

Kesan
dinding

tebal,

batas

tegas

retroperitoneal dextra yang mendesak ginjal dextra ke


anterior. Suspek abses retroperitoneal.
- Osteofil kecil L 1-5
- Lordotik Lumbal melurus
- Tidak tampak fraktur

11/12/2012

1.10 Monografi Obat


Nama obat
Mycostatin

Dosis
4 x 1 cc

(Nystatin

Dosis lazim
4 x sehari

Indikasi
Kandidiasis oral

1-6 mL

100.000 units/ mL)


Kotrimoksazol

Kontraindikasi
Hipersensitivitas
terhadap

komponen

obat
2 x 1 tab

960 mg/ 12 jam

3x1

3 x sehari

sachet

1-2 sachet

GEA

(Trimetoprim 160 mg
Sulfametoksazol 800
mg)
Kalitake
(Ca

polistirena

sulfonat 5 g)

Hiperkalemia

Pasien

yang

menderita

gagal

ginjal
dengan

bersamaan

hiperkalsemia (kadar
kalsium dalam darah
Neurobion 5000

1 x 1 tab

1 x sehari

(Vit B1 100 mg, vit B6

1 tab

100 mg, vit B12 5000


mcg)
Ascardia

Kekurangan

di atas normal).
-

vitamin B1, B6,


dan B12

1 x 80 mg

80-160 mg/ hari

Trombositosis

Tukak peptik aktif,

(Asetosal 80 mg)
Gabexal

2 x 300 Awal:

perdarahan
Terapi tambahan Hipersensitivitas,

(Gabapentin 300 mg)

mg

Hari 1 : 300 mg/

untuk

hari

neuropati

nyeri menyusui

Hari 2 : 300 mg,


2 x sehari
Hari 3 : 300 mg,
Ceftriakson

1x2g

(1 gram)

3 x sehari
1-2 g/ hari,

Infeksi jaringan CHF,

dapat dinaikkan

lunak,

ginjal, edema paru

hingga 4 g/ hari

bakterimia/

yang

untuk infeksi

septikemia,

karena retensi Na dan

berat.

infeksi berat

hiperproteinemia

kerusakan
disebabkan

Hipernatremia,
hiperkloremia,
hiperkalemia,
Omeprazol

1 x 40 mg

(40 mg)

dan

hiperhidrasi
peptik Hipersensitif

1 x 20 mg, dapat

Mual,

dinaikkan

ulcer

terhadap Omeprazole

Sebagai

Hipersensitif

preventif

mual terhadap ondansetron

menjadi
Ondansetron
(4 mg/2 mL)

3 x 4 mg

40 mg/ hari
8-12 mg/ hari

dan

muntah atau antagonis 5-HT

sedang-berat
karena
kemoterapi,
radioterapi dan
pasca operasi

yang lain

Ketorolac

1 IV : 15-30 mg

Penanganan

Hipersensitif

(30 mg/mL)

ampul

Maks : 60-120

jangka pendek

terhadap

mg/ hari

untuk nyeri

komponen formulasi.

Maks : 5 hari

sedang sampai

Riwayat peptik ulcer,

nyeri berat

riwayat

Untuk

perforasi lambung
Hipersensitivitas
terhadap

Tramadol

1 Nyeri sedang-

(100 mg/2 mL)

ampul

berat : 50-100

pengobatan

mg tiap 4-6 jam/

nyeri akut dan atau

hari

kronik

ketorolac/

perdarahan/

tramadol

opiat,

yang mendapat

berat

MAO,

sedang
terapi

intoksikasi

akut dengan hipnotik,


analgesik, atau obat
yang bekerja pada
Cefpirom

2x1g

1-2 g / 12 jam

(1 gram)

SSP
Infeksi jaringan Hipersensitivitas
lunak,

terhadap sefalosporin

bakterimia/
septikemia,
Metronidazol

3 x 500

(500 mg/100 mL)

mg

500 mg/ 8 jam

infeksi berat
Abses

Hipersensitivitas

retroperitoneal

terhadap
metronidazol

atau

golongan
Profenid suppo

1 suppo

(Ketoprofen 100 mg)

1 suppo tiap

nitroimidazole lain
Hernia Nukleus Ulkus peptik aktif,

malam

Pulposus (HNP)

riwayat ulkus peptik

bersamaan

berulang

dengan

dispepsia kronis

Amitriptilin

penggunaan oral
2 x 12,5 Nyeri : 10-25

Nyeri

(25 mg)

mg

neuropatik

mg/ hari saat

Hipersensitivitas,

malam, dapat
dinaikkan 75
mg/ hari jika
Mecobalamin
mcg/mL)

(500 1

ampup

perlu
1 IV/IM : 500

Neuropati

mcg/ hari 3x

perifer, anemia

seminggu

megaloblastik

atau

Paracetamol
(500 mg)

3 x 1 tab

selama 2 bulan
3 x sehari
500 mg

Demam

Penyakit
ginjal

hati

dan

1.8
N

Nama Obat

Data Penggunaan Obat


Tgl

o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Mycostatin
Kotrimoxazol
Ceftriaxon
Cefirom
Metronidazol
Tramadol
Ketorolac
Profenid Supp
Kalitake
Ascardia
Amitriptilin

Signa
4 x 1 cc
2 x 1 tab
2x2g
2x1g
3 x 500 mg
3 x 100 mg
2 x 30 mg
1 x 100 mg
3 x 1 sach
1 x 80 mg
2 x 12,5

12
13

Gabexal
Mecobalamin

mg
2 x 300 mg
1 x 500

14

Neurobion

mcg
1 x 1 tab

15
16
17

5000
Ondansentron
Omeprazol
PCT

3 x 4 mg
1 x 40 mg
3 x 500 mg

04/08/2012
-

05/08/2012
-

06/08/2012
-

07/08/2012

08/08/2012
-

09/08/2012
-

10/08/2012

11/08/2012

12/08/2012

13/08/2012

14/08/2012


STOP
-

STOP
- - - -

-
STOP

BAB II
PENYAKIT UTAMA
2.1. Pendahuluan

Hati terletak di bawah diafragma kanan, dilindungi bagian bawah tulang iga
kanan. Hati yang normal, kenyal dengan permukaannya yang licin (Chandrasoma,
2006). Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar dengan berat 1000-1500
gram. Hati terdiri dari dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior, lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum Falsiformis (Noer, 2002). Setiap lobus dibagi menjadi
lobuli. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempenglempeng sel hati berbentuk kubus mengelilingi vena sentralis. Diantara lempengan
terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang dibatasi sel kupffer. Sel kupffer
berfungsi sebagai pertahanan hati (Price, 2006).
Sistem biliaris dimulai dari kanalikulus biliaris, yang merupakan saluran
kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di sekeliling sel hati. Kanalikulus biliaris
membentuk duktus biliaris intralobular, yang mengalirkan empedu ke duktus
biliaris di dalam traktus porta (Chandrasoma, 2006).
Fungsi dasar hati dibagi menjadi :
a. Fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah. Ada dua macam
aliran darah pada hati, yaitu darah portal dari usus dan darah arterial, yang

keduanya akan bertemu dalam sinusoid. Darah yang masuk sinusoid akan
difilter oleh sel Kupffer.
b. Fungsi metabolik. Hati memegang peran penting pada metabolisme
karbohidrat, protein, lemak, vitamin (Guyton, 2003).
c. Fungsi ekskretorik. Banyak bahan diekskresi hati di dalam empedu, seperti
bilirubin, kolesterol, asam empedu, dan lain-lain.
d. Fungsi sintesis. Hati merupakan sumber albumin plasma; banyak globulin
plasma, dan banyak protein yang berperan dalam hemostasis (Chandrasoma,
2006).
2.2. Definisi Hepatomegali
Pembesaran hati (Hepatomegali) adalah membesarnya hati melebihi
ukurannya yang normal. Hepatomegali merupakan pembesaran organ hati yang
disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam
tifoid, amoeba, penimbunan lemak (fatty liver), penyakit keganasan seperti
leukemia, kanker hati (hepatoma) dan penyebaran dari keganasan (metastasis).
Keluhan dari hepatomegali ini yaitu gangguan dari sistem pencernaan seperti
mual dan muntah, nyeri perut kanan atas, kuning bahkan buang air besar hitam.
Pengobatan

pada

kasus

hepatomegali

ini

berdasarkan

penyebab

yang

mendasarinya (Saputro, 2011).

2.3. Penyebab
Penyebab hepatomegali yang sering ditemukan yaitu, alkoholisme, hepatitits
A, hepatitis B, gagal jantung kongestif (congestive heart failure), leukemia,
neuroblastoma, sindroma Reye, karsinoma hepatoseluler, penyakit Niemann-Pick,

intoleransi fruktosa bawaan, penyakit penimbunan glikogen, tumor metastatic,


sirosis bilier primer, sarkoidosis, kolangitis sklerotik, sindroma hemolitik-uremik
(Saputro, 2011).
Penyebab hepatomegali dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pembesaran generalisasi (generalized enlargement)
Pembesaran generalisasi bisa disebabkan oleh penyakit kuning atau tanpa
penyakit kuning.
1. Dengan penyakit kuning (jaundice) berupa hepatoseluler, hemolitik,
obstruktif-kanker pancreas, batu empedu, ikterus langka di karsinoma
hepatoseluler, karsinoma cholangio,
2. Tanpa penyakit kuning ( jaundice)
- Penyumbatan vascular
CCF, PHT, trombosis vena hati, trombosis vena porta, obstruksi IVC.
- Peradangan hepatitis
Induksi obat, alkoholis, demam tifoid, malaria, infeksi amoeba.
- Infiltratif
Penimbunan lemak, DM, limfoma, leukemia, hematopoiesis.
b. Pembesaran lokal (localised enlargement) disebabkan abses amoeba, hati
polikista, aktinomikosis, adenoma hati.

(Devi, 2009)
2.4. Epidemiologi
-

2.5. Patofisiologi
Faktor-faktor resiko seperti rokok, kelebihan zat dan infeksi virus hepatitis
B serta alkohol yang mengakibatkan sel-sel pada hepar rusak serta menimbulkan
reaksi hiperplastik yang menyebapkan neoplastik hepatima yang mematikan selsel

hepar

dan

mengakibatkan

pembesaran

hati.

Hepatomegali

dapat

mengakibatkan infasi pembuluh darah yang mengakibatkan obstruksi vena


hepatika sehingga menutup vena porta yang mengakibatkan menurunnya
produksi albumin dalam darah (hipoalbumin) dan mengakibatkan tekanan osmosis
meningkatkan tekanan osmosis meningkat yang mengakibatkan cairan intra sel
keluar ke ekstrasel dan mengakibatkan udema. Menutupnya vena porta juga dapat
mengakibatkan ansietas. Hepatomegali juga dapat mengakibatkan vaskularisasi
memburuk, sehingga mengakibatkan nekrosis jaringan. Hepatomegali dapat
mengakibatkan

proses

desak

ruang,

yang

mendesak

paru,

sehingga

mengakibatkan sesak, proses desak ruang yang melepas mediator radang yang
merangsang nyeri (Saputro, 2011).
2.6. Tanda dan Gejala
Hati yang membesar biasanya tidak menyebabkan gejala. Tetapi jika
pembesarannya hebat, bisa menyebabkan rasa tidak nyaman di perut atau perut
terasa penuh. Jika pembesaran terjadi secara cepat, hati bisa terasa nyeri bila
diraba. Tanda dan gejala yang lain berupa:
a. Umumnya tanpa keluhan
b. Pembesaran perut
c. Nyeri perut pada epigastrium/ perut kanan atas
d. Nyeri perut hebat, mungkin karena ruptur hepar
e. Ikterus
f. Sering disertai kista ginjal (Saputro, 2011).
2.7. Komplikasi
Orang yang hatinya rusak karena pembentukan jaringan parut (sirosis), bisa
menunjukkan sedikit gejala atau gambaran dari hepatomegali. Beberapa
diantaranya mungkin juga mengalami komplikasi, yaitu:

a. hipertensi portal dengan pembesaran limpa


b. asites (pengumpulan cairan dalam rongga perut)
c. gagal ginjal sebagai akibat dari gagal hati (sindroma hepatorenalis)
d. kebingungan (gejala utama dari ensefalopati hepatikum) atau
e. kanker hati (hepatoma) (Saputro, 2011).
2.8. Pemeriksaan Diagnostik
Ukuran hati bisa diraba/ dirasakan melalui dinding perut selama
pemeriksaan fisik. Jika hati teraba lembut, biasanya disebabkan oleh hepatitis
akut, infiltrasi lemak, sumbatan oleh darah atau penyumbatan awal dari saluran
empedu. Hati akan teraba keras dan bentuknya tidak teratur, jika penyebabnya
adalah sirosis. Benjolan yang nyata biasanya diduga suatu kanker. Pemeriksaan
lainnya

yang

bisa

dilakukan

untuk

membantu

menentukan

penyebab

membesarnya hati adalah:


a. rontgen perut
b. CT scan perut
c. tes fungsi hati (Saputro, 2011).
2.9. Tatalaksana Terapi
Terapi yang diberikan pada hepatomegali ini, antara lain adalah:
A. Terapi umum
Terapi utama yang biasanya dilakukan yaitu istirahat, diet, medikamentosa,
obat pertama dan obat alternatif.
B. Terapi komplikasi
Terapi komplikasi untuk ruptur yaitu pembedahan dan kista terinfeksi dengan
pasang drainase.
C. Pembedahan
Terapi yang dilakukan untuk hepatomegali ini yaitu pembedahan, operasi
pintas porto-cava, aspirasi cairan (bila kista besar), skleroterapi (bila ada
perdarahan varises) dan transplantasi hati (Saputro, 2011).

BAB III
DISKUSI
3.1

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs)

No.
Kategori DRP
1.
Kegagalan Terapi

Mulai

Masalah
awal terapi pasien

menggunakan

obat

Rekomendasi
tidak

mycostatin

(nystatin) dengan cara dan frekuensi


pemakaian yang benar. Seharusnya
obat setelah diteteskan, didiamkan
dalam mulut beberapa menit sebelum
ditelan dengan frekuensi 4 x sehari,
tetapi pasien langsung menelannya
dan penggunaannya pun hanya 1-3 x
sehari, dikarenakan pada tanggal 7
2

Sebaiknya

farmasis

memberikan
penjelasan tentang cara
penggunaan
mycostatin yang benar,
selain itu pasien harus
lebih terbuka terhadap
tenaga

medis,

khususnya

kepada

farmasis

Obat tanpa

obat tertumpah.
- Omeprazole

indikasi

Pada tanggal 4 13 Agustus, pasien

omeprazole tidak

diberikan omeprazole injeksi 1 x 40

diberikan kepada

mg, sedangkan pada SOAP pasien

pasien.

- Sebaiknya

tidak mengalami gangguan lambung.


- Ondansentron
Pada tanggal 4 14 Agustus, pasien

- Sebaiknya

diberikan terapi ondansetron injeksi

ondansetron tidak

3x4

diberikan kepada

mg

sebagai

antiemetik.

Sedangkan pada SOAP dan informasi

pasien karena tidak

dari pasien diketahui bahwa pasien

ada keluhan mual

Indikasi tanpa

tidak mengalami mual muntah.


dan muntah.
Pada tanggal 07 Agustus 2012, saat Seharusnya pasien

obat

pemeriksaan

suhu

badan,

pasien diberikan antipiretik

mengalami demam, tetapi pasien tidak yaitu parasetamol.


mendapatkan obat untuk demam.

Catatan : mulai malam


hari, tanggal 9 Agustus

2012, pasien
mendapatkan terapi
untuk demam.

Pemilihan obat

- Tramadol

yang tidak tepat

Tramadol

- Sebaiknya
diindikasikan

untuk

penggunaan

pengobatan nyeri hebat pada tungkai

tramadol dihentikan

kaki yang dialami pasien, sedangkan

sejak

mulai tanggal 08 dan 10 Agustus

NSAID (ketorolac).

pemberian

2012, nyeri telah berkurang (tungkai


kaki

sudah

dapat

diluruskan).

Penggunaan tramadol sudah dapat


dihentikan karena nyeri pasien telah
mengalami perbaikan dan pasien telah
mendapatkan

NSAID

(ketorolac),

antidepresan dan antikonvulsan yang


diindikasikan untuk pengobatan nyeri
neuropatik.
- Profenid

- Sebaiknya profenid

Pada tanggal 08 Agustus 2012, pasien

supp

tidak

diberikan profenid supositoria 1 x 100

diberikan,

mg yang diindikasikan untuk terapi

pasien

HNP (hernia nucleus pulposus) tetapi

mendapatkan

pada hari itu pasien juga diberikan

NSAID (ketorolac).

karena
sudah

injeksi ketorolac untuk terapi nyeri


perut kanan atas & nyeri neuropati
perifernya.
injeksi

Seharusnya

ketorolac

Pemberian

sudah

dapat

mengatasi HNP pasien, sehingga tidak


5

Polifarmasi

perlu diberikan lagi profenid supp.


Neurobion 5000 & Mecobalamin

Sebaiknya penggunaan

Pemberian neurobion 5000 (Vit B1, mecobalamin


vit B6, vit B12) dan mecobalamin. dihentikan.
Keduanya ditujukan untuk indikasi
yang sama yaitu untuk mengobati
nyeri neuropatik perifer.
3.2

Pembahasan
Pasien dengan inisial Ny. R (41 tahun) masuk rumah sakit pada tanggal 04

Agustus 2012 dan dirawat di paviliun Flamboyan. Keluhan utama pasien adalah
nyeri perut kanan atas sejak 6 jam yang lalu serta nyeri hebat pada bagian kaki
kanan/ tungkai kaki tidak bisa diluruskan sehingga menyebabkan pasien tidak bisa
berjalan. Pasien memiliki sariawan di bibir sejak 2 minggu yang lalu dan timbul
bercak-bercak putih sehingga pasien sulit makan. pernah dirawat di rumah sakit
karena gula darahnya mencapai 400 g/dL sekitar 2 bulan yang lalu. Pasien sering
mengeluhkan merasa kesemutan/nyeri pada bagian kakinya, dan sering melakukan
pengobatan tradisional. Akan tetapi, tidak dapat digali informasi tentang riwayat
penggunaan obat pasien karena pasien tidak mengetahui nama obat pernah
dikonsumsi.
Pasien masuk rumah sakit dengan diagnosa utama hepatomegali.
Hepatomegali adalah membesarnya hati melebihi ukuran yang normal, yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis penyebab, seperti virus hepatitis, demam tifoid,
amoeba, penimbunan lemak, leukimia, serta kanker hati. Diagnosa lain yang
ditegakkan berdasarkan gejala yang dialami pasien adalah GEA (Gastroenteritis
Akut) dengan dehidrasi sedang, Candidiasis oral suspek HIV, DM tipe 2, Acute
Kidney Injury (AKI) dd/ acute on CKD, hiperkalemia, hiponatremia, anemia,
trombositosis dd MPD (Mieloproliferatif Disease).
Diagnosa hepatomegali ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Poin positif pada pasien ini yakni berupa gejala
nyeri perut kanan atas dan pada pemeriksaan fisik hepar bisa diraba/dirasakan
melalui dinding perut. Selain itu, pada bagian belakang perut pasien terdapat
benjolan yang keras sehingga diduga sebagai suspek hepatoma (kanker hati).
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan untuk membantu menentukan

penyebab hepatomegali adalah rontgen abdomen, CT Scan abdomen dan tes


fungsi hati.
Pasien mengeluhkan nyeri pada bagian perut kanan atas serta nyeri hebat
pada bagian kaki. Nyeri pada bagian perut kanan atas merupakan salah satu tanda
adanya kelainan pada hati karena hati terletak di bagian kanan atas yang
dilindungi oleh tulang rusuk. Selain itu, pasien juga mengalami nyeri hebat pada
tungkai kaki kanan hingga menyebabkan pasien tidak bisa berjalan. Berdasarkan
informasi pasien, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, dan terasa sakit apabila
digerakkan. Terapi yang diberikan untuk penanganan nyeri adalah tramadol 3x1
ampul

sehari jika diperlukan. Tramadol merupakan analgesik opiod yang

diindikasikan untuk penanganan nyeri sedang-berat. Berdasarkan literatur,


analgesik opioid bukan merupakan first line terapi untuk nyeri neuropati, tetapi
digunakan sebagai second/ third line therapy. Pada pasien ini, diberikan tramadol
injeksi berdasarkan pertimbangan bahwa pasien mengalami nyeri yang hebat pada
bagian kaki dan perut sehingga diharapkan dengan pemberian tramadol injeksi,
nyeri lebih cepat berkurang. Literatur lain menyebutkan bahwa, analgesik opioid
dapat digunakan sebagai first line therapy, pada kondisi seperti nyeri yang sangat
hebat, pengobatan eksaserbasi berulang untuk nyeri berat, serta terapi untuk nyeri
kanker neuropatik. Sehingga, penggunaan tramadol dinilai sudah tepat untuk
pengobatan nyeri hebat pada saat pasien masuk rumah sakit.
Nyeri kaki kanan mulai mengalami perbaikan sejak tanggal 8 agustus
2012. Tungkai kaki sudah dapat diluruskan dan nyeri sudah berkurang. Tramadol
diindikasikan untuk pengobatan nyeri sedang sampai berat dan bukan merupakan
first line therapy untuk pengobatan nyeri neuropatik. Analgesik opioid digunakan
jika nyeri tidak memberikan respon yang adekuat dengan NSAID. Sebagaimana
diketahui, sejak tanggal 7 agustus 2012, pasien telah mendapatkan obat ketorolac,
amitriptilin, gabapentin, dan mecobalamin, dimana pada saat pemberian dengan
obat-obat ini, nyeri mengalami perbaikan yang signifikan. Penggunaan tramadol
mulai tanggal 8 agustus 2012 dinilai kurang tepat dan termasuk DRPs kategori
pemilihan obat yang tidak tepat, karena pasien sudah tidak lagi mengalami nyeri
hebat, sudah ada obat-obat lain yang merupakan first line therapy untuk nyeri

neuropatik seperti ketorolac, amitriptilin, gabexal (gabapentin) serta penggunaan


jangka lama dapat menyebabkan konstipasi dan resiko ketergantungan obat.
Pada tanggal 08 Agustus 2012, pasien juga diberikan Profenid
Suppositoria yang diindikasikan untuk mengurangi nyeri yang dialami pasien.
Penggunaan Profenid Suppositoria dianggap kurang tepat karena pasien sudah
menerima injeksi ketorolac sejak tanggal 07 Agustus 2012. Kandungan dari
Profenid Suppo adalah Ketoprofen, yang merupakan golongan dari NSAID
sehingga apabila diberikan secara bersamaan akan meningkatkan resiko gangguan
pada lambung. Selain itu, berdasarkan keluhan dan SOAP dokter, nyeri yang
dialami pasien sudah berkurang sehingga penggunaan bersamaan injeksi ketorolac
dan Profenid Suppo tidak diperlukan.
Berdasarkan hasil konsultasi neurologi diberikan terapi ketorolac 2 x 1
ampul (30 mg), Gabexal 2x300 mg po, Amitriptilin 2x12,5 mg, dan mecobalamin
1x1 ampul (500 mcg). Penatalaksanaan terapi untuk nyeri neuropatic adalah
trisiklik antidepresan, antikonvulsan, opioids, topikal lidokaine, antidepresan baru
seperti duloxetine and venlafaxine, dan analgesik tramadol. Dengan first line
terapinya adalah amitriptillin dan gabapentin. Bila memberikan terapi kombinasi,
dipilih obat yang berbeda kelasnya, seperti antidepresan dengan antikonvulsan
atau opioid selain tramadol. Dari semua obat yang diresepkan, penggunaan
tricyclic anti-depressant (TCA) paling banyak didukung riset. TCA diberikan
sebagai obat oral pilihan pertama bila toleransi pasien baik dan tidak ada
kontraindikasi terhadap TCA. Amitriptilin menghambat pengambilan kembali
neurotransmitter di otak. Selain itu, sebagai antidepresan trisiklik yang juga
menurunkan jumlah reseptor 5-HT sehingga secara keseluruhan mampu
meningkatkan 5-HT di celah sinaptik. Sehingga penurunan si-Na yang membuka
berarti depolarisasi menurun dan nyeri berkurang. Beberapa pasien yang minum
TCA merasa sangat mengantuk karena efek antidepresannya, tetapi efek ini
menguntungkan karena membantu pasien tidur pada malam hari, dimana saat
tersebut keluhan nyerinya bisa sangat parah. Selain TCA, digunakan gabapentin
sebagai terapi nyeri neuropatik. Gabapentin termasuk golongan antikonvulsan
yang tergolong dalam ligand alfa-2-delta yang telah digunakan secara luas dan
disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA). Mekanisme kerja keduanya

dalam menghasilkan efek analgesik diduga dengan mengikat secara selektif pada
subunit alfa-2-delta pada kanal kalsium tipe-L sehingga mengurangi influks Ca2+
kedalam

ujung

saraf

presinaptik

yang

akan

menghambat

pelepasan

neurotransmiter pronosiseptif seperti glutamat dan substansi P yang berperan pada


sensitisasi sentral. Penggunaan gabapentin dapat menurunkan derajat nyeri,
memperbaiki gangguan tidur, mood dan kualitas hidup. Selain diberikan
gabapentin dan amitriptilin, pasien juga mendapatkan terapi mecobalamin.
Mecobalamin merupakan vitamin B12 yang berperan penting dalam transmetilasi
sebagai koenzim dalam sintesis metionin dari homosistein. Mecobalamin baik
diangkut ke organel panggilan saraf, dan mempromosikan asam nukletik dan
sintesis protein. Kombinasi amitriptillin, gabapentin dan mecobalamin terbukti
efektif untuk menurunkan nyeri neuropatik, terlihat dari perkembangan pasien
berupa nyeri berkurang dan tungkai pasien sudah bisa digerakkan. Ketorolac
adalah obat golongan analgetik non-narkotik yang mempunyai efek antiinflamasi
dan antipiretik. Ketorolac bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin
yang merupakan mediator yang berperan pada inflamasi, nyeri, demam dan
sebagai penghilang rasa nyeri perifer.
Pasien didiagnosa GEA pada tanggal 4 agustus 2012 karena pasien
mengalami diare dengan konsistensi feses encer yang merupakan efek dari
hepatomegali. Terapi yang diberikan untuk pengobatan diare adalah cotrimoksazol
2 x 960 mg/hari. Kotrimoksazol merupakan antibiotik yang direkomendasikan
untuk diare yang disebabkan karena bakteri E. Coli dengan maksimal penggunaan
10 14 hari. Seperti pada kasus ini, setelah hari kedua pemberian cotrimoksazole
diarenya mulai berhenti akan tetapi terapi penggunaan antibiotik cotrimoksazole
harus tetap dilanjutkan untuk mencegah resistensi.
Diagnosis AKI (Acute Kidney Injury) diperkuat dengan adanya hasil
pemeriksaan kadar ureum pasien yang sangat tinggi, yaitu 105 g/dL (normal 10-50
g/dL). Tingginya kadar ureum menunjukkan tanda adanya kelainan/gangguan
pada ginjal. Selain itu, pasien juga mengalami hiperkalemia. Berdasarkan data
laboratorium diketahui kadar kalium pasien 5,92 mEq/L (Kalium normal : 3,5
5,0 mEq/L). Terapi yang diberikan untuk pengobatan hiperkalemia adalah
kalitake. Kalitake berisi Ca polystyrene sulfonate dengan dosis kalitake yang

diberikan dengan frekuensi 3 x 1 sachet dalam sehari. Pasien mendapatkan terapi


kalitake sejak awal masuk tanggal 4 Agustus 2012 hingga tanggal 14 Agustus.
Hiperkalemia merupakan keadaan kegawatdaruratan medis yang berbahaya
terhadap otot jantung. Timbulnya hiperkalemia pada pasien karena adanya
perubahan elektrolit sehingga terjadi penurunan ekskresi potasium akibat
terganggunya fungsi ginjal. Terganggunya fungsi ginjal pasien terlihat dari
diagnosa pasien yang mengalami Acute Kidney Injury (AKI). Mekanisme kerja
kalitake (calcium polystyrene sulfonate) adalah sebagai resin penukar ion, resin
ini melepaskan Ca2+ dan mengikat K+ dalam usus besar, kemudian calcium
polystyrene sulfonate yang sudah mengikat kalium akan dikeluarkan melalui
feses. Dalam suatu penelitian juga disebutkan bahwa kandungan dari kalitake ini
dapat menurunkan kadar kalium secara bermakna pada penderita penyakit ginjal
yang belum menjalani hemodialisis.
Pasien didiagnosa kandidiasis oral karena terdapat sariawan dan timbul
bercak-bercak putih pada lidah sehingga pasien sulit makan dan berbicara karena
terasa perih.

Kandidiasis oral adalah infeksi pada mulut yang biasanya

disebabkan oleh jamur, misalnya Candida albicans. Candida albicans ini


sebenarnya merupakan flora normal rongga mulut, namun berbagai faktor seperti
penurunan sistem kekebalan tubuh maupun pengobatan kanker dengan
kemoterapi, dapat menyebabkan flora normal tersebut menjadi patogen. Hal ini
berhubungan

dengan

penyakit

utama

pasien

yaitu

hepatomegali

yang

menyebabkan daya tahan tubuh pasien menurun, sehingga mudah mengalami


kandidiasis oral.
Terapi yang diberikan untuk pengobatan ini adalah Mycostatin drop, 4 x 1
cc sehari. Mycostatin (Nistatin) merupakan obat antifungal yang paling banyak
digunakan, karena cara kerja nistatin yaitu dengan mengikat sterol (terutama
ergosterol) dalam membran sel fungi. Hasil dari ikatan ini membuat membran
tidak dapat berfungsi lagi sebagai rintangan yang selektif (selective barrier), dan
kalium serta komponen sel yang lainnya akan hilang. Mycostatin ini akan
berfungsi efektif apabila dalam proses penggunaannya benar, baik cara
pemakaiannya maupun frekuensi penggunaannya. Karena banyak orang yang
salah dalam menggunakan obat ini yaitu setelah meneteskan obat ini ke dalam

mulut, maka akan langsung ditelan, seharusnya penggunaan mycostatin yang


benar yaitu setelah diteteskan ke dalam mulut, maka harus ditahan untuk
didiamkan di dalam mulut beberapa menit sebelum ditelan. Pada tanggal 7, 8 dan
10 Agustus 2012, pasien tidak menggunakan obat mycostatin sesuai dengan
frekuensi pemakaiannya yaitu tidak mencapai frekuensi 4xsehari (1-3x sehari),
karena obatnya tumpah. Sehingga hal ini dinilai sebagai DRP dengan kategori
kegagalan terapi. Oleh karena itu peran farmasis sangat penting untuk
memberikan informasi tentang penggunaan obat yang benar, terutama cara
pemakaian dan frekuensi penggunaan obat, selain itu pasien diharapkan bersikap
terbuka kepada tenaga medis, khususnya farmasis.
Pasien mendapatkan terapi Ascardia tab (Aspilet) dengan frekuensi 1x80
mg sejak tanggal 7 11 Agustus 2012 yang diberikan setelah pasien mendapatkan
sarapan pagi. Terapi Ascardia (Aspilet) dengan frekuensi 1x80 mg diindikasikan
untuk trombositosis. Diagnosa trombositosis diperkuat dari hasil pemeriksaan
kadar trombositnya, didapatkan nilai trombosit pasien sangat tinggi yaitu
1.561.000 L (4/8), 1.389.000 L (5/8), dan 946.000 L (6/8) dari nilai normal :
150000 450000/L. Trombositosis merupakan penyakit yang diakibatkan tubuh
memproduksi terlalu banyak trombosit yang memegang peranan penting dalam
pembekuan darah. Gangguan ini juga sering disebut trombositosis reaktif.
Peningkatan trombosit cenderung meningkatnya bekuan darah dalam tubuh, oleh
karena itu diperlukan terapi untuk mencegah terlalu banyaknya produksi
trombosit yang dapat mencetuskan penyakit stroke. Tingginya kadar trombosit
dalam darah juga dapat menyebabkan kehilangan darah akut, kekurangan zat besi
atau anemia.
Pada tanggal 6 Agustus 2012 pasien mulai mendapatkan terapi injeksi
ondansetron dengan frekuensi pemberian sebanyak 3x4 mg per harinya. Terapi ini
kurang sesuai karena sebagaimana diketahui ondansetron diindikasikan untuk
menangani mual dan muntah yang diinduksi oleh obat kemoterapi dan radioterapi
sitotoksik serta pasca operasi, serta untuk mual dan muntah yang hebat.
Sedangkan pasien tidak ada mengeluhkan mual dan muntah yang hebat seperti
terlihat pada SOAP dokter dimana tidak adanya keluhan tersebut. Oleh karena itu,

penggunaan ondansetron tidak tepat untuk pasien ini dan termasuk dalam DRP
dengan kategori obat tanpa indikasi.
Pasien diberi terapi antibiotik yaitu ceftriaxon dengan dosis 2 x 2gr,
antibiotik ini diberikan karena menunjukkan adanya infeksi yang menyebabkan
hepatomegali suspek hepatoma hal tersebut juga dapat dilihat dari data
laboratorium yang menunjukkan adanya peningkatan leukosit pada pemeriksaan
hematologi. Pada tanggal 9 agustus 2012 ceftriaxon dihentikan dan diganti
menjadi cefpirom dengan dosis 2 x 1gr. Adanya pergantian antibiotik sefalosforin
ini disebabkan oleh tidak adanya perbaikan infeksi yang diderita oleh pasien. Hal
ini ditunjukkan dari hasil pemeriksaan leukosit pasien tidak menunjukkan
perubahan yang bermakna dari pemeriksaan tanggal 4 hingga 6 Agustus 2012.
Setelah dilakukan pergantian obat dari ceftriaxon menjadi cefpirom pada tanggal
9 Agustus 2012 menunjukkan perubahan yang bermakna terlihat dari hasil
pemeriksaan leukosit pada tanggal 10 Agustus 2012. Pemilihan obat

ini

disebabkan karena cefpirom memiliki spektrum yang lebih luas jika dibandingkan
dengan ceftriaxon sehingga akan menghasilkan efektivitas yang lebih besar
terhadap infeksi bakteri. Selain itu cefpirom termasuk generasi keempat, yang
aktif dalam melawan bakteri gram positif dan gram negatif dan juga sebagai
antibiotik yang paling potensial di antara obat-obat dalam mengobati beberapa
infeksi serius daripada ceftriaxon. Sehingga pada kasus ini dipilihkan cefpirom
sebagai antibiotik yang digunakan sebagai terapi untuk pasien dengan
hepatomegali suspek hepatoma.
Pada tanggal 8 Agustus 2012 hingga tanggal 14 Agustus 2012 pasien
mendapatkan neurobion 5000 yang diberikan 1x1 tablet dalam sehari. Neurobion
berisi vitamin B kompleks yang memiliki banyak fungsi seperti meningkatkan dan
menjaga fungsi metabolisme, menjaga kesehatan kulit, rambut, dan tonus otot,
serta meningkatkan dan menjaga sistem imun dan sistem saraf tubuh. Neurobion
bagi pasien ini membantu untuk menanggulangi gejala nyeri otot dimana pasien
mengeluh nyeri di kaki kanannya. Neurobion mengandung vitamin B kompleks
yang dapat membantu kerja saraf dan otot sehingga mampu mengatasi keluhan
pasien. Vitamin B mampu larut dalam air maka dengan mudah dapat
diekskresikan kedalam urin sehingga jarang terjadi penimbunan yang berbahaya.

Pemberian terapi mecobalamin dan neurobion secara bersamaan pada tanggal 8


Agustus 2012 keduanya ditujukan untuk indikasi yang sama yaitu untuk
mengobati

nyeri

neuropatik

perifer.

Sehingga

sebaiknya

penggunaan

mecobalamin dihentikan karena dosis mecobalamin disini juga jauh lebih rendah
dibanding neurobion.
Pada malam hari tanggal 7 Agustus 2012, pasien mengalami demam
karena hasil pemeriksaan suhu badan pasien 38,2C, tetapi pasien tidak
mendapatkan terapi untuk mengobati demam pasien. Sehingga dapat dikatakan
adanya DRPs indikasi tanpa obat. Barulah pada tanggal 9 Agustus 2012, pasien
mendapat antipiretik berupa parasetamol yang diberikan 3x500 mg.
Pada tanggal 13 Agustus 2012, pasien mulai diberikan metronidazol drip
3x500 mg. Pemberian metronidazol diindikasikan untuk mengobati abses
retroperitoneal pasien. Abses retroperitoneal adalah bentuk infeksi yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang
bersumber dari sistim gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses
supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel
inflamasi atau sel darah di dalam parenkim. Metronidazol merupakan terapi
pilihan utama untuk abses, karena metronidazol membunuh bakteri anaerob &
amebisid jaringan dan mampu melakukan penetrasi ke dalam kavitas abses.
Tanggal 4 13 Agustus 2012, pasien mendapatkan injeksi Omeprazole
dengan dosis 1 x 40 mg sehari. Omeprazol merupakan golongan obat antisekresi
yang diindikasikan untuk terapi tukak peptik. Sedangkan berdasarkan dari keluhan
dan SOAP dokter tidak ditemukan adanya gejala gangguan pada lambung.
Apabila pemberian omeprazol ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak
peptik akibat penggunaan NSAID, maka dosis pencegahan yang diperlukan hanya
1 x 20 mg sehari, sehingga sehingga pemberian injeksi omeprazol dianggap
kurang tepat dan termasuk DRP kategori indikasi tanpa obat.

3.3 Kesimpulan
Dari kasus di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Hasil analisa terapi yang diberikan pada pasien sudah sesuai standar dan
literatur, tetapi masih terdapat masalah mengenai pengobatan pasien
(DRPs).
2. Beberapa DRPs yang terjadi pada kasus ini yaitu kegagalan terapi,
indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi dan pemilihan obat yang tidak
tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Afgani, A., Roesli, M, R., Martakusumah, H., Arifin, A, Y., 2011, Effect of
Calcium Polystyrene Sulfonate on Potassium Decrease in Chronic Renal
Failure Patients Untreated With Hemodialysis, Jurnal Medika, 03 : 36.
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Devi, S.U., 2009. Hepatomegaly.
http://api.ning.com/files/Jpa1Qt0LFDQ92BdpbdI85sDVUpEkzQ9rkhNQbwWw46DAEUSeitwuJqVuq3SG2oWmDg9a60xFaIbSi-EI0JQ38aiSqk3*d2cNtA5LY4TdE_/AllAboutHepatomegaly.pdf
diakses tanggal 25 agustus 2012
Guyton, AC. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed : 9 . Jakarta: EGC.
Noer, Sjaifulloh (ed). 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Price and Willson. 2006. Patofisiologi. Ed :6 . Jakarta: EGC.
Raja, Srivinasa. 2005. Combination Therapy For Neuropatic Pain. New English
Journal Medicine. Volume 352;13
Saputro, K.T. 2011. Laporan Pendahuluan Hepatomegali.
http://kepacitan.wordpress.com/2011/02/11/lphepatomegali/

diakses tanggal 25 agustus 2012

Anda mungkin juga menyukai