BAB II
PEMBAHASAN
2. 1. Pembentukan Batubara
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari
endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara
strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan
panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara.
2.1.1. Teori Pembentukan Batubara
Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :
- Teori In-situ
Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya terjadi
di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada
saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa
tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan
akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
Batubara yang dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas yang baik.
Penyebaran batubara jenis ini sifatnya merata dan luas, bisa dijumpai di
wilayah Muara Enim, Sumatera Selatan.
- Teori Drift
Berdasarkan teori ini, batubara terbentuk bukan di tempat asal
tumbuhan itu berada. Tumbuhan yang telah mati akan terangkut air hingga
terkumpul di suatu tempat dan mengalami proses sedimentasi dan
pembatubaraan. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya
terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak
menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor
(kandungan abu cenderung tinggi).
2.1.2. Tahap Pembentukan Batubara
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap
biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Berikut
penjelasan lebih lanjut mengenai tahapan pembentukan batubara :
- Tahap Biokimia
Tahap biokimia (atau biogenetik) daripada metamorfisme organik
adalah aksi organisme hidup, khususnya dominan bakteri. Bakteri yang
berperan yaitu bakteri aerob dan bakteri anaerob serta jamur, bakteri aerob
menguraikan unsur karbon (C), Nitrogen (N), dan Karbon Dioksida (CO 2)
pada material tumbuhan, sedangkan bakteri anaerob menguraikan unsur
Hidrokarbon (CH), Asam (acid) serta alkohol (C 2H5OH) pada material
tumbuhan, proses ini berlangsung dibawah permukaan.
Dalam pembentukan batubara, material tanaman mengalami proses
penggambutan dan proses pembentukan humin terhadap humic matter.
Komposisi microbiologi tidak dapat terjadi diatas temperatur tertentu (>
80 oC). Proses ini berlangsung pada kedalaman satu sampai sepuluh meter
dibawah permukaan.
- Tahap Geokimia
Tahap geokimia, fase ini tidak ada lagi aktivitas organisme seperti
bakteri, tetapi didominasi oleh pengaruh peningkatan temperatur dan
tekanan, disebabkan oleh peningkatan kedalaman penimbunan unsur
organik dibawah tutupan sedimen (sedimentary overburden). Batas dari
fase tersebut yaitu pada kedalaman lebih dari sepuluh meter, tetapi bisa
dikatakan reaksi berakhir pada tingkat gambut dan aksi geokimia menjadi
agen utama pada tingkat brown-coal dan hard-coal.
Pada tahapan geokimia, terjadi peningkatan rank pada batubara
mulai dari lignite sampai pada tahap antrasit, seiiring dengan kenaikan
rank, maka terjadi pula kenaikan unsur karbon, nilai reflectan (Rmax)
dan CV (Calorivic Value) atau nilai kalori, serta terjadi penurunan
kandungan air (H2O), Vollatile Matter (VM), Hidrogen (H) dan Oksigen
(O). Nilai kalori batuabara bergantung pada peringkat batubara. Semakin
tinggi peringkat batuabara, semakin tinggi nilai kalorinya. Pada batubara
yang sama, nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga abu.
Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.
Kandungan karbon secara sesuai pada rank batubara yaitu : Gambut
(55% C), Lignit (60% C), Sub-bituminus (70% C), Bituminus (80% C)
dan Antrasit (95% C).
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam Pembentukkan Batubara
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam Proses Pembentukkan
Batubara, yaitu :
1. Posisi Geoteknik
Posisi geoteknik adalah letak suatu tempat yang merupakan
cekungan sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya
tektonik lempeng. Proses tektonik yang terjadi akan berpengaruh pada
penyebaran batubara yang terbentuk. Makin dekat cekungan sedimentasi
batubara yang terbentuk atau terakumulasi dengan posisi kegiatan
tektonik, maka kualitas batubara yang dihasilkan akan semakin baik.
2. Keadaan Topografi Daerah
Daerah tempat tumbuhan berkembang, merupakan daerah yang
relatif mempunyai ketersediaan air. Tempat tersebut mempuyai topografi
yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang ada
disekelilingnya. Makin luas daerah dengan topografi rendah, maka makin
banyak pula tanaman yang tumbuh, sehingga makin banyak pula bahan
pembentuk batubara.
3. Iklim Daerah
Iklim sangatlah berperan penting dalam pertumbuhan tanaman.
Didaerah yang berilklim tropis, hampir semua tanaman dapat hidup yang
dikarenakan tingkat curah hujan dan ketersediaan matahari sepanjang
waktu yang memungkin tanaman tumbuh dengan cukup baik. Oleh karena
itu, didaerah yang beriklim tropis pada masa lampau sangatlah
memungkinkan didapatkan endapan batubara dalam jumlah banyak,
sebaliknya pada daerah yang beriklim subtropis mempunyai endapan
batubara yang relatif lebih sedikit.
4. Proses Dekomposisi
Proses dekomposisi tumbuhan merupakan bagian dari transformasi
biokimia pada bahan organik. Selama porses pembentukkan batubara, sisa
tumbuhan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimia.
Setelah tumbuhan mati, proses degredasi biokimia lebih berperan. Proses
2. Bituminus
Bituminus mengandung 68 86 % unsur karbon (C) serta berkadar air
8 10 % dari beratnya. Nilai panas yang dihasilkan antara 10.500 sampai
15.500 BTU per pon. Batubaranya tebal, biasanya berwarna hitam
mengkilat, terkadang cokelat tua. Bituminous coal mengandung 86%
karbon dari beratnya dengan kandungan abu dan sulfur yang sedikit.
Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi dalam jumlah besar juga dipakai untuk
pemanas dan aplikasi sumber tenaga dalam industri dengan membentuknya
menjadi kokas-residu karbon berbentuk padat.
10
penirisan dan tes pondasi, serta dalam tahap eksploitasi untuk penempatan
baut batuan & kabel batuan. Jika dihubungkan dengan operasi peledakan,
penggunaan terbesar adalah pemboran produksi (Nurhakim, 2004).
Prinsip pemboran adalah mendapatkan kualitas lubang ledak yang
tinggi dengan pemboran yang cepat dan dalam posisi yang tepat. Guna
mendapatkan hasil peledakan yang baik, yaitu volume bongkaran lapisan
batuan yang besar dengan fragmentasi yang sesuai untuk dimanfaatkan serta
biaya yang seminimal mungkin (Kartodharmo, 1989).
Pada dasarnya terdapat dua cara untuk membuat lubang ledak, yaitu
membor dengan lubang miring dan membor dengan lubang tegak.
3. Peledakan
Peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemboran yang
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk melepas batuan dari
batuan induknya dengan harapan menghasilkan bongkaran batuan yang
berukuran lebih kecil sesuai dengan yang diharapkan sehingga memudahkan
dalam proses pendorongan, pemuatan, pengangkutan, dan konsumsi
material (Kartodharmo, 1989).
Urutan pekerjaan peledakan adalah pemboran, pemuatan bahan
peledak dan penyambungan rangkaian peledakan.
Sebelum operasi peledakan dimulai, penentuan letak lubang ledak
harus dievaluasi dengan hati-hati untuk mendapatkan hasil yang
optimum dari bahan peledak yang dipilih. Lebih dari pada itu, penyediaan
lubang ledak yang tepat tentu saja untuk pembongkaran dengan biaya yang
rendah. karakteristik massa batuan dan kemampuan pembuatan lubang ledak
harus diidentifikasi.
Bahan peledak adalah suatu bahan kimia senyawa tunggal atau
campuran berbentuk padat, cair, gas atau campurannya yang apabila dikenai
suatu aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami
suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat yang hasil reaksinya sebagian
11
atau seluruhnya berbentuk gas dan disertai panas dan tekanan sangat tinggi
yang secara kimia lebih stabil.
4. Penggalian dan Pemuatan
Semua satuan operasi yang terlihat dalam penggalian atau pemindah
tanah/batuan selama penambangan disebut penangan material (material
handling).Pada siklus operasi, dua operasi utama pemuatan dan transportasi
dengan kerekan sebagai operasi optimal ketiga, jika transportasi vertikal
diperlukan.
Pola pemuatan yang digunakan tergantung pada kondisi lapangan
operasi pengupasan serta alat mekanis yang digunakan dengan asumsi
bahwa setiap alat angkut yang datang, mangkuk (bucket) alat gali muat
sudah terisi penuh dan siap ditumpahkan. Setelah alat angkut terisi penuh
segera keluar dan dilanjutkan dengan alat angkut lainnya sehingga tidak
terjadi waktu tunggu pada alat angkut maupun alat gali-muatnya.
Pola pemuatan pada operasi pengangkutan di tambang terbuka
dikelompokkan berdasarkan posisi back hoe terhadap front penggalian dan
posisi dump truck terhadap back hoe. Proses pemuatan pada operasi
penambangan dapat dibagi tiga macam yaitu frontal cut, parallel cut with
drive-by, dan parallel cut with turn and back.
5. Pengangkutan (Hauling)
Material dalam jumlah besar dalam industri pertambangan di transport
dengan haulage (pemindahan tanah ke arah horisontal) dan hoisting
(pemindahan tanah ke arah vertikal).
Beberapa bagian dari pengangkutan ini meliputi :
1. Pengangkutan batubara dari daerah penambangan ke tempat penumpukan
(ROM Stockpile/Temporary Stockpile).
2. Pengangkutan waste/overburden ke lokasi waste dump/dump area (baik
berupa tanah pucuk/humus ataupun lapisan penutup)
12
13
maka harus dicari batubara yang sifatnya sama dengan spesifikasi ketel
PLTU tersebut. Semua PLTU yang direncanakan dibangun di Indonesia,
satu unitnya berkapasitas 50 400 MW. Untuk yang berkapasitas >200
MW, umumnya dipakai cara pulverised fuel, sedangkan untuk yang
kapasitasnya lebih kecil digunakan cara fluidised bed combustion
ataupun pembakaran pada panggangan (grate firing).
Demikian pula dengan pabrik semen dewasa ini. Semuanya harus
menggunakan bahan bakar batubara, dan yang telah dibangun sebelum
Peraturan Presiden ditetapkan, harus mengganti bahan bakar minyaknya
dengan batubara. Untuk keperluan tersebut harus dibangun kiln untuk
membakar batubara yang didesain dengan spesifikasi tertentu, seperti
halnya PLTU. Hanya untuk pabrik semen, persyaratan yang diminta lebih
ringan bila dibandingkan dengan yang diminta untuk PLTU.
Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar telah mulai dirintis
dalam industri kecil, seperti pabrik kertas, pabrik gula, pabrik bata,
pabrik genteng, dan pabrik kapur. Hal ini terutama untuk memanfaatkan
batubara dengan cadangan kecil.
Pada saat ini, Indonesia telah mencoba memanfaatkan batubara
untuk menggantikan minyak tanah sebagai bahan bakar tidak berasap
(smokeless fuel) di rumah tangga. Untuk keperluan tersebut, batubara
dikarbonisasikan pada suhu rendah, digerus dan diberi bahan perekat,
kemudian dicetak dan dibentuk menjadi briket batubara. Di VictoriaAustralia, bahan untuk briket batubara berasal dari batubara peringkat
(rank) rendah yang mengandung moisture tinggi, misalnya lignit yang
mengandung mositure >60%.
2.4.2. Batubara untuk Kokas
Kokas ialah residu padat yang tertinggal bila batubara dipanaskan
tanpa udara sampai sebagian zat yang mudah menguapnya hilang.
Batubara kokas adalah batubara yang bila dipanaskan tanpa udara sampai
suhu tinggi akan menjadi lunak, terdevolatilasasi, mengembang, dan
14
15
16
alam, maka gas hasil gasifikasi batubara disebut juga dengan syngas
(syntetic gas). Syngas hasil gasifikasi batubara dapat diproses lebih lanjut
atau dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dan keperluan di industri
kimia untuk pembuatan pupuk dan metanol.
terbentuk
senyawa-senyawa
hidrokarbon
rantai
pendek
17
berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara
(berat kering) menjadi sintetik cair.
Faktor yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi yaitu :
a. Spesifikasi batubara yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah
sistem yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.
b. Jenis batubara tertentu yang mempunyai kecenderungan membentuk
lelehan (caking perform), sehingga menjadi bongkahan besar yang
dapat membuat reaktor kehilangan tekanan dan gradient panas
terlokalisasi (hotspot). Hal ini biasanya diatasi dengan mencampur
komposisi batubara, sehingga pembentukan lelehan dapat dihindari.
Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses
gasifikasi
terlebih
dahulu,
sehingga
tidak
terlalu
mempengaruhi
berjalannya proses.
Brown Coal Liquefaction Technology (BCL)
Teknologi yang mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi
produk yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan
bakar berkualitas serta ramah lingkungan.
Langkah pertama adalah memisahkan air secara efisien dari batubara
yang berkualitas rendah. Langkah kedua melakukan proses pencairan di
mana hasil produksi minyak yang dicairkan ditingkatkan dengan
menggunakan katalisator, kemudian dilanjutkan dengan proses hidrogenasi
di mana heteroatom (campuran sulfur-laden, campuran nitrogen-laden, dan
lain lain) pada minyak batubara cair dipisahkan untuk memperoleh bahan
bakar bermutu tinggi, kerosin, dan bahan bakar lainnya. Kemudian sisa
dari proses tersebut (debu dan unsur sisa produksi lainnya) dikeluarkan.
18