Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Respirasi ialah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dan lingkungan sekitarnya.
Pada manusia dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal. 1 Respirasi eksternal
ialah pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitarnya. Pertukaran ini meliputi beberapa
proses yaitu ventilasi, distribusi, difusi, dan perfusi. Respirasi internal ialah pertukaran gasgas antara darah dan jaringan. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu efisiensi
kardiosirkulasi dalam menjalankan darah kaya oksigen, distribusi kapiler, difusi, dan
metabolisme sel yang melibatkan enzim. Pada prosesnya, keseluruhan proses ini melibatkan
organ-organ pernafasan yang saling melengkapi dan saling terkait baik dari struktur maupun
fungsinya. Organ-organ ini tersusun menjadi satu sama lain menjadi traktus respiratorius.
Paru-paru sebagai organ perfusi memiliki fungsi utama dalam menyediakan
pertukaran gas terus-menerus antara udara insprasi dan darah pada sirkulasi pulmoner,
memberikan pasokan oksigen dan pengeluaran karbondioksida, yang kemudian dibersihkan
dari paru melalui pernafasan selanjutnya. Keberlangsungan kehidupan bergantung kepada
proses ini menjadi mendasar, saling mendukung, dan efisien, bahkan ketika dihadapkan pada
penyakit atau kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Perkembangan lebih lanjut telah
menghasilkan berbagai mekanisme kompleks untuk mencapainya, dimana beberapa
diantaranya berkompromi dengan anetesi. Pemahaman yang baik akan fisiologi pernafasan
menjadi esensial untuk memastikan keselamatan pasien selama anestesi.2
Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan manusia karena
seseorang tidak dapat hidup tanpa menghirup oksigen. Tidak makan atau tidak minum
mungkin masih akan memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada
keadaan fatal, tetapi sebentar saja manusia tidak mendapat oksigen, maka yang akan terjadi
kemudian adalah penurunan kesadaran dan apabila terus berlanjut, otak akan mengalami
kerusakan yang lebih berat dan irreversible.
Peranan oksigen dan nutrisi dalam metabolisme memproduksi energi utama untuk
berlangsungnya kehidupan sangat bergantung pada fungsi paru yang menghantarkan oksigen
sampai berdifusi lewat alveoli kekapiler dan fungsi sirkulasi sebagai transporter oksigen
kejaringan. Selain sebagai bahan bakar pembentukan energi, oksigen dapat juga dipakai
sebagai terapi berbagai kondisi tertentu.

BAB II
FISIOLOGI PARU
2.1 Anatomi Saluran Nafas
2.1.1 Struktur
Saluran nafas atau traktus respiratorius merupakan suatu kesatuan dari beberapa
organ yang saling mendukung satu sama lainnya. Dalam menjalankan kinerjanya,
mekanisme pernafasan, traktus respiratorius tidak lah berdiri sendiri, sehingga proses
bernafas menjadi sesuatu hal yang kompleks dan saling mengikat. Komponen lain yang
mendukung dan menjalankan mekanisme bernafas adalah tulang-tulang penyusun
toraks dan otot-otot yang menyokongnya.
Otot-otot Pernafasan3
Otot otot ventilasi adalah otot yang memiliki daya tahan. Nutrisi yang buruk,
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan udara yang terperangkap, dan
peningkatan resistensi jalan nafas memicu terjadinya kegagalan ventilasi yang
disebabkan oleh kelelahan otot ventilasi. Otot-otot ventilasi antara lain adalah
diafragma, otot intercostae, otot abdomen, otot cervical, otot sternomastoid, dan otot
intervertebrae. Otot ventilasi primer adalah diafragma, dengan sedikit kontribusi dari
otot-otot intercostae. Normalnya, pada saat istirahat, inspirasi membutuhkan usaha
sedangkan ekspirasi merupakan usaha pasif. Ketika usaha ventilasi meningkat, otot
abdomen diikuti dengan depresi iga, dan peningkatan tekanan intra abdomen
memfasilitasi terjadinya ekspirasi. Dengan peningkatan usaha, otot cervical membantu
mengangkat sternum dan dada bagian atas. Otot paravertebra pada bahu memiliki peran
penting selama usaha ventilasi maksimum. Pada paru-paru normal, proses bernafas dan
batuk dapat dibantu oleh otot diafragma. Otot-otot ventilasi harus memiliki usaha yang
cukup untuk mengangkat iga dan menciptakan tekanan subatmosfer pada rongga
intrapleura.
Bernafas memerlukan fiber otot tahan lelah yang ditandai dengan kedutan
lambat yang merupakan respon terhadap stimulasi elektrik.

Fiber otot tersebut

membentuk sekitar 50% fiber diafragma dan memiliki kapasitas tinggi oksidatif.
Kedutan cepat pada fiber otot yang memiliki peran pada kelelahan otot, memiliki
respon yang cepat terhadap stimulasi elektrik, menyediakan kekuatan, dan membantu
otot memproduksi usaha yang lebih selama periode tertentu. Oleh karena itu, diafragma
yang terdiri dari fiber-fiber kedut cepat berguna selama beberapa periode usaha
2

ventilasi maksimal. Otot otot dinding abdomen, otot ekspirasi yang paling kuat , sangat
penting untuk usaha ekspulsif seperti proses batuk. Dengan sistem respirasi yang
lengkap, jaringan paru yang mengembang mengisi rongga pleura. Pleura viseralis dan
parietalis secara konstan bersentuhan satu sama lain, menciptakan rongga intrapleura
yang tekanannya menurun ketika diafragma depresi dan rongga toraks mengembang.
Pada akhir inspirasi, akibat dari tekanan subatmosfer intrapleura terjadi usaha antara
kecenderungan paru untuk kolaps dan otot dinding dada untuk tetap mengembang.
Usaha pada akhir inspirasi menyebabkan Kapasitas Sisa Fungsional (Functional
Residual Capacity), volume udara paru pada akhir ekspirasi. Rongga intrapleura
normalnya memiliki tekanan sub ambient (-2 s/d -3 mmHg) pada Kapasitas Sisa
Fungsional. Dengan inspirasi, tekanan intrapleura menjadi lebih negatif ketika dinding
dada mengembang.
Traktus Respiratorius
Fungsi utama respirasi adalah pertukaran O 2 dan CO2 antara darah dan udara
pernapasan. Fungsi tambahan adalah pengendalian keseimbangan asam basa,
metabolism hormon dan pembuangan partikel. Paru adalah satu-satunya organ tubuh
yang menerima darah dari seluruh curah jantung.2
Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas terdiri dari hidung,
ruang hidung, sinus paranasalis dan faring yang berfungsi menyaring, menghangatkan,
dan melembabkan udara yang masuk saluran pernafasan dan bagian bawah terdiri dari
laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli.1 Trakea adalah pipa fibromuskular pada
dewasa panjangnya 10-12 cm, diameter 18-20 mm. Diameter cabang-cabangnya ialah
bronkus utama 13mm, bronkus lobaris 7-5mm, bronkus segmental is 4-3mm, bronkus
kecil 1mm, bronkiolus utama 1-0,5mm, bronkiolus terminalis 0,5mm, bronkiolus
respiratorius 0,5mm, duktus alveolaris 0,3 mm dan sakus alveolaris 0,3mm. Trakea
terdiri dari sel-sel bersilia dan sel-sel yang dapat mensekresi lensir. Setiap sel memiliki
200 silia yang selalu bergerak 12-20 kali setiap menitnya mendorong lendir ke faring
dengan kecepatan 0,5-1,5 cm/menit.1

Secara fisiologis sistem pernafasan dibagi menjadi bagian konduksi, dari ruang
hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari bronkioli
3

respiratorius sampai alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobi (atas, tengah, bawah) dan
paru kiri dual obi (atas dan bawah). 1
Pengetahuan tentang kerja segmen bronkopulmonar penting untuk lokalisasi
patologis paru, interpretasi radiograf paru, identifikasi regio paru pada bronkoskopi,
dan operasi paru. Masing-masing segmen bronkopulmonar dipisahkan dari segmen
yang berdekatan oleh jaringan pengikat. Oleh karena itu, patologi paru tetap segmental.
Parenkim paru dapat dibagi menjadi tiga kategori jalan nafas berdasarkan anatomi
fungsional paru.3
Jalan nafas konduksi menyediakan transport dasar udara dan tidak terjadi
pertukaran udara. Bagian selanjutnya yang memiliki diameter yang lebih kecil adalah
jalan nafas transisional. Bagian transisional adalah saluran untuk difusi udara dan
pertukaran udara yang terbatas. Dan fungsi primer jalan nafas yang paling kecil adalah
pertukaran udara. Pada dewasa, trakea adalah saluran fibromuskular dengan panjang
10-12 cm dengan diameter luar 20mm. Struktur trakea ditunjang oleh 20 kartilago
hyaline berbentuk U, dengan bagian U menghadap posterior. Membran krikoid
menghubungkan trakea ke kartilago krikoid pada level ke-6 vertebra servikalis. Trakea
memasuki mediastinum superior dan membagi sudut sternum (baris bagian terbawah
dari toraks vertebrae ke-4). Setengah trakea adalah intratorak dan setengahnya lagi
adalah ekstratorak. Kedua akhir trakea melekat pada struktur yang mobile. Oleh karena
itu, carina dewasa dapat bergerak ke superior sejauh 5 cm dari posisi istirahat normal.
Gerak jalan nafas memiliki peran penting pada pasien yang terintubasi. Pada dewasa,
ujung orotrakeal tube bergerak rata-rata 3,8 cm pada gerak fleksi dan ekstensi leher
tetapi leher dapat bergerak rata-rata 6,4cm. Pada bayi dan anak-anak, gerakan trakeal
tube sangat penting, kesalahan letak 1 cm saja dapat menggerakkan tube diatas cord
atau dibawah carina.
Saluran nafas selanjutnya terdiri dari batang bronkus kanan dan kiri. Diameter
bronkus kanan lebih besar daripada kiri . Pada dewasa, bronkus kanan meninggalkan
trakea pada 25O dari axis vertikal trakea, dimana sudut bronkus kiri 45 O. Oleh karena
itu, intubasi endobronkial atau aspirasi benda asing lebih sering terjadi pada paru kanan
daripada kiri. Oleh karena itu, lobus bronkus kanan atas menghilang pada sudut 90 O
posterior dari bronkus kanan. Benda asing dan aspirasi cairan biasanya jatuh ke lobus
kanan atas.
Pada anak-anak kurang dari 3 tahun sudut yang dibuat oleh bronkus kanan dan
kiri biasanya sama, dengan sudut sekitar 55O. Bronkus kanan dewasa memiliki panjang
4

~2,5 cm sebelum bercabang menjadi bronkiolus. Tetapi, sekitar 10% orang dewasa,
bronkus kanan atas berpisah dari bronkus utama kanan kurang dari 2,5 cm dari carina.
Pada 2-3% orang dewasa bronkus kanan atas terbuka ke trakea diatas carina. Pasien
dengan kelainan ini membutuhkan pertimbangan khusus ketika memasang trakeal tube
double lumen, khususnya jika diperlukan pemasangan endobronkial tube sebelah
kanan. Bronkus kiri memiliki panjang ~5cm sebelum akhirnya bercabang menjadi
lobus kiri atas dan lingual. Dan berlanjut ke bronkus kiri bawah. Bronkiolus dengan
diameter 1 mm, terdiri dari jaringan kartilago dan sebagian besar otot polos pada
dindingnya. Tiga perempat bagian bronkiolus, bagian akhir adalah bronkiolus
terminalis yang merupakan komponen terakhir jalan nafas yang tidak berperan dalam
pertukaran udara.3,5
Alveoli-kapiler memiliki struktur yang rumit dan desain yang mensupport
pertukaran udara. Dilihat dari mikroskop electron, dinding alveoli terdiri dari sel epitel
kapiler, membran basement, sel endotel kapiler paru, dan lapisan surfaktan. Sel alveoli
tipe I skuamosa meliputi 80% permukaan alveoli. Sel tipe 1 terdiri dari nuklei dan
ekstensi sitoplasma yang sangat tipis yang menyediakan permukaan untuk pertukaran
udara. Sel-sel tipe I terbatas dalam diferensiasi dan metabolik yang meningkatkan
risiko perlukaan. Ketika sel-sel tipe I terluka (karena luka akut paru atau sindroma
gawat napas pada dewasa), sel-sel tipe II bereplikasi dan bermodifikasi untuk
membentuk sel-sel tipe I yang baru. Sel-sel alveoli tipe II berselang-seling dengan selsel tipe I khususnya pada ikatan septum alveoli. Sel-sel polygonal ini memiliki aktivitas
metabolik dan enzimatik yang luas, dan memproduksi surfaktan. Aktivitas enzimatik
yang diperlukan untuk produksi surfaktan sekitar 50% aktivitas total enzimatik pada
sel-sel tipe II. Sisa aktivitas enzimatik mengatur keseimbangan elektrolit lokal, seperti
pada endotel dan fungsi sel sel limfatik. Sel-sel alveoli tipe I dan II memiliki ikatan
kuat intraseluler, oleh karena itu memproduksi barrier nonpermeabel terhadap cairan.
Sel-sel alveoli tipe III, makrofag alveoli, sangat penting untuk perlindungan paru.
Perpindahan dan aktivitas fagositik menyebabkan proses penghancuran benda asing
dalam rongga alveoli. Walaupun secara fungsional makrofag paru mengurangi insiden
infeksi paru, mereka juga merupakan bagian dari respon inflamasi paru. Oleh karena
itu, baik (untuk mengurangi perubahan akibat infeksi) buruknya (berkontribusi pada
respon inflamasi)keberadaaan mereka masih kontroversial.
Sebagian besar sel-sel endotel kapiler meningkatkan area permukaan. Mereka
juga menyediakan kontak yang intim antara sel-sel endotel kapiler dan volum darah
5

sirkulasi. Oleh karena itu, membran alveoli-kapiler memiliki dua fungsi utama yaitu
transport udara respirasi dan produksi beberapa variasi substansi lokal dan humoral.

Gambar 1. Traktus Respiratorius


2.1.2. Sistem Vaskularisasi Pulmoner3
Dua sistem sirkulasi utama mensuplai darah bagi kedua paru, yaitu pembuluh darah
pulmoner dan bronkial. Sistem vaskular pulmoner mengirimkan percampuran darah
vena dari ventrikel kanan ke dasar kapiler pulmoner melalui arteri pulmoner. Setelah
pertukaran gas terjadi pada dasar kapiler pulmoner, darh kaya oksigen dan miskin
karbon dioksida kembali ke atrium kiri melalui vena pulmoner. Vena-vena pulmoner
berjalan secara independen sepanjang jaringan ikat intralobaris. Sistem vaskularisasi
pulmober secara adekuat menyediakan kebutuhan metabolis dan oksigenasi parenkim
alveolar. Akan tetapi, sitem arteri bronkial harus menyediakan oksigen bagi saluransaluran udara konduktif dan pembuluh-pembuluh darah pulmoner. Hubungan
anatomis antara sirkulasi vena bronkial dan pulmoner menciptakan pintasan absolut
2% hingga 5% dari total cardiac output dan menciptakan pintasan normal. Oksigen
berdifusi dari bagian konduksi paru ke bagian respirasi paru sampai ke alveoli.
Setelah O2 menembus epitel alveoli, membrane basalis dan endotel kapiler, dalam

darah sebagian besar O2 bergabung dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam
plasma (3%).1
Dewasa muda pria muda jumlah darahnya 75ml/kg, wanita 65ml/kg. satu
ml darah pria mengandung 4,3-5,9 juta eritrosit, wanita 3,5-5,5 juta eritrosit. Satu sel
eritrosit mengandung kira-kira 280 juta molekul Hb. Satu molekul Hb sanggup
mengikat 4 molekul O2 membentuk HbO2, oksihemoglobin. Satu gram Hb dapat
mengikat 1,34-1,39 mlO2. Hb adalah protein konjugasi dengan berat molekul 66.700.
bentuk Hb normal hanya HbA (dewasa) mengandung banyak 2,3 DPG
(DiPhosphoGliserat) yang memudahkan O2 lepas dari Hb dan HbF (fetal)
mengandung sedikit 2,3 DPG. HbF menghilang setelah bayi berusia 4-6 bulan. Jenis
Hb lain abnormal. MyoHb adalah jenis Hb yang berada di otot lurik yang hanya
sangguo mengikat 1 molekul O2 dan melepas O2 kalau benar-benar PaO2 rendah.2

Gambar 2. Sistem vaskularisasi pulmoner.

Dalam keadaan normal, 100 ml darah yang meninggalkan kapiler alveoli


mengangkut 20 ml O2. Rata-rata dewasa muda normal membutuhkan 225 ml O 2 setiap
menitnya. Oksigen yang masuk ke dalam darah dari alveoli sebagian besar diikat oleh
Hb dan sisanya larut dalam plasma:1
O2 + Hb HbO2

(97%)

O2 + Plasma Larut

(3%)

Jika semua molekul Hb mengikat O2 secara penuh, maka saturasi nya 100%.
Jika kemampuan setiap molekul Hb hanya mengikat 2 molekul O 2, maka saturasinya
50%.Jumlah O2 larut dalam 100 ml darah adalah 0,29 ml pada tekanan PaO 2 95
mmHg dan tunduk pada hukum Henry1.
Konsentrasi gas = a x tekanan bagian
a= koefisien kelarutan gas dalam darah pada suhu tertentu
pada suhu normal a O2 = 0,003 ml/dl/mmHg
Karbondioksida (CO2) adalah hasil metabolisme aerobic dalam jaringan
perifer dan produksinya bergantung jenis makanan yang dikonsumsi. Dalam darah
sebagian besar CO2 (70%) diangkut dan diubah menjadi asam karbonat dengan antuan
enzim carbonic anhidrase (23%) larut dalam plasma: 1
CO2 + H20 H+ + HCO3-

(70%)

CO2 + Plasma Larut

(23%)

CO2 + HbNH2 H+ + HbNHCOO-

(sisanya)

2.2 Mekanisme Pernafasan Paru


Pada mekanisme pernafasan, gradasi tekanan dibutuhkan untuk menciptakan aliran
udara. Pada pernafasan spontan, aliran inspirasi didapatkan dengan menciptakan tekanan
subatmosfer di alveoli (dalam kisaran 5 cmH2O selama pernafasan biasa) dengan
meningkatkan volume rongga toraks melalui aksi otot-otot inspirasi. Selama eksirasi
tekanan intra alveolar menjadi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan atmosfer
sehingga membuat udara mengalir ke luar.2

2.2.1 Elastisitas Paru dan Tahanan Aliran Udara2

Pada keadaan dimana tidak terdapat dorongan untuk bernafas, paru-paru akan
beristiraahat pada titik Kapasitas Residual Fungsional (FRC). Untuk bergerak dari
posisi ini dan menciptakan gerakan respirasi, ada dua aspek yang harus
dipertimbangkan, yang bertolak belakang dengan ekspansi paru dan aliran udara, dan
oleh sebab itu perlu diimbangi dengan aktivitas otot-otot pernafasan. Hal ini adalah
resistensi aliran udara dan kapasitas paru dan dinding dada. Tahanan aliran udara
menggambarkan obstruksi aliran udara yang dihadirkan oleh konduksi aliran udara,
yang dihasilkan sebagian besar oleh aliran udara yang besar, ditambah kontribusi dari
resistensi jaringan yang dihasilkan dari gesekan ketika jaringan dari paru saling
bergeser satu sama lainnya selama proses bernafas. Peningkatan tahanan ini
dihasilkan dari penyempitan aliran udara, seperti pada bronkospasme, menjadi
penyakit aliran nafas. Pada penyakit obstruksi saluran nafas, menjadi ekspektasi
bahwa aliran udara dapat membaik dengan upaya respirassi yang lebih besar
(meningkatkan gradien tekanan) untuk mengimbangi peningkatan tahanan aliran
udara.

Gambar 3. Volume paru pada dewasa muda sehat yang diukur dengan spirometri
dengan pernafasan biasa dan satu kali pernafasan maksimal2

Ketika hal ini normal terjadi pada inspirasi, ini tidak menjadi keharusan
selama ekspirasi, dimana terjadi peningkatan tekanan intrapelural yang bertindak
menekan saluran udara proksimal dari alveoli, mendorong kearah obstruksi lebih
lanjut dengan tidak adanya peningkatan aliran ekspirasi dan terjebaknya udara
didistal, menunjukkan mengapa ekspirasi biasanya menjadi masalah utama selama
serangan astma. Kemampuan paru menunjukkan kemapuan meregang (peregangan)
dan pada pengaturan klinis merujuk kepada gabungan paru dan dinding dada, yang
ditentukan dengan perubahan volume per perubahan tekanan (V/P). Ketika
kemampuan paru rendah, paru menjadi lebih kaku dan dibutuhkan usaha lebih untuk
mengembangkan alveoli. Kondisi-kondisi yang memperburuk kemampuan paru,
seperti fibrosis pulmoner, menciptakan penyakit paru restriktif. Kemampuan paru juga
bervariasi antar masing-masing paru bergantung kepada derajat inflasi. Buruknya
kemampuan paru tampak pada volume terendah (disebabkan oleh kesulitan inflasi
paru inisial) dan pada volume tertinggi (disebabkan batasan pada ekspansi dinding
dada), dengan kemampuan terbaik pada rerata ekspansi menengah.

G
ambar 4. Kurva kemampuan paru menunjukkan kemampuan daripada paru pada
berbagai level inflasi. FR pada individu muda sehat, bagian yang tebuka berinflasi
dengan baik (melalui puncak kurva) dan oleh karenanya lebih kurang diventilasi
dibandingkan dengan area pertengahan dan basis, dimana merupakan kurva
kemampuan paling rendah dan landai.2

10

2.2.2 Kontrol Ventilasi1,2,3,4


Mekanisme yang mengatur pernafasan adalah sesuatu yang kompleks.
Terdapat kelompok pusat-pusat pengatur pernafasan, bertempat di batang otak, yang
memproduksi aktivitas bernafas secara otomatis. Hal ini kemudian diregulasi terutama
oleh input dari kemoreseptor.2,3 Kontrol ini dapat diambil alih oleh kontrol volunter
dari ada korteks. Menahan nafas, kehilangan kesadaran, atau menghela nafas adalah
salah satu contoh pernafasan volunter. Pusat pernafasan utama adalah pada dasar
daripada ventrikel ke empat, beserta kelompok-kelompok neuron inspirasi (dorsal)
dan ekspirasi (ventral).1,3 Neuron-neuron terpacu secara otomatis, tetapi respon
ekspirsai hanya digunakan selama ekspirasi makasimal. Dua pusat lainnya adalah
pusat apnuistik, yang memacu inspiprsai, dan pusat pneumatik, yang memacu
inspirasi dengan mengambat kelompok neuron dorsal diatasnya.
Kemoreseptor yang mengatur pernafasan keduanya berlokasi secara sentral
dan perifer. Normalnya, kendali diberikan oleh reseptor pusat yang berlokasi di
medula, yang memberikan respon terhadap konsentrasi ion hihdrogen di LSC, yang
kemudian ditentukan oleh CO2, yang berdifusi ecara bebas melewati sawar darah otak
melalui darah arteri. Respon ini cepat dan sensitif terhadap perubahan kecil pada
pCO2 arteri (PaCO2). Selain itu, terdapat pula kemoreseptor perifer yang berlokasi di
badan aorta dan karotis yang terutama merespon terhadap penurunan drastis dari O 2,
tetapi beberapa juga merespon pada peningkatan CO2 arteri. Derajat hipoksia
dibutuhkan untuk memproduksi aktivasi signifikan dari reseptor O 2 dan bahwasanya
mereka tidak memberikan pengaruh pada keadaan normal, tetapi akan memberikan
arti jika terbukti terdapat hipoksia (PaO2 < 8kPa), sebagai contoh pada ketinggian
yang tinggi ketika menghirup udara. Hal ini juga terjadi ketika respon terhadap CO2
tidak adekuat, yang dapat terjadi jika PaCO2 meningkat secara kronis, mengakibatkan
sensitivitas reseptor pusat yang berlebihan.3
Anestesi mempengaruhi fungsi respirasi melalui berbagai cara.2 Pemahaman
akan fisiologis pernafasan menjadi penting untuk memahami efek-efek tersebut.
Sistem kontrol fisiologis yang melibatkan sistem saraf pusat biasanya memiliki tiga
komponen, yaitu sebuah area kontrol pusat, sebuah jalur aferen, dan sebuah jalur
eferen. Neuron-neuron (sel saraf) dari area kontrol mengintegrasikan informasi dari
bagian lain tubuh dan menghasilkan respon yang terkoordinasi. Respon ini dari area

11

kontrol pusat dibawa ke berbagai organ dan otot-otot sepanjang jalur effern. Input
bagi area kontrol pusat adalah melalui berbagai sensor via jalur afferen.1,2,3
Area kontrol Pusat1,2,3
Area kontrol pusat untuk pernafasan, disebut dengan pusat pernafasan, berada
pada bagian bawah daripada batang otak, yaitu pada medula oblongata. Terdapat
neuron inspirasi yang aktif selama inspirasi dan inaktif selama ekspirasi. Neuronneuron lainnya aktif selama ekspirasi tetapi tidak pada inspirasi neuron ekspirasi.
Kedua kelompok neuron-neuron

ini secara otomatis menjaga pola ritme siklus

inspirasi dan ekspirasi. Ritme otomatis ini dapat dimodifikasi oleh informasi afferen.
Suplai Afferen1,2,3
Kemoreseptor Pusat2,3
Kemoreseptor adalah sel-sel yang merespon terhadap stimulus kimia. Sel-sel
ini adalah sel yang berada dilantai ventrikel keempat (bagian dari batang otak) yang
memberikan respon terhadap asiditas cairan serebrospinal dan keluarannya memacu
untuk bernafas.Keasaman dari cairan diukur dari pH yang berhubungan dengan
jumlah ion-ion hidrogen dalam larutan. pH normal dari tubuh adalah 7,4; dimana pH
yang lebih tinggi menggambarkan kondisi alkalis dengan konsentrasi ion hidrogen
yang rendah, dan sebaliknya. Sel-sel yang berada dilantai ventrikel keempat
memberikan respon terhadap keasaman LCS, dimana LSC yang adam menyebbkan
hiperventilasi, dan sebaliknya. Kadar karbondioksida dalam darah secara cepat
berdifusi melewati pembuluh darah ke LCS dan teradpat keseimbangan antara kadar
karbondioksida , ion hidrogen, dan ion bikarbonat LCS. Jika kadar karbondioksida
dalam LCS menigkat, demikian pula ion hidrogen dan bikarbonat. Peningkatan ini
menyyebabkan hiperventilasi yang menurukna konsentrasi karbondioksida dalam
darah. Kadar korbondioksida yang rendah dalam dara (hipokarbi) memiliki efek yang
berlawanan dan dapat muncul, sebagai contoh ventilasi kendali selama anestesi. Hal
ini akan menghambat kembalinya pernafasan spontan pada akhir dari operasi.
Kemoreseptor perifer2,3
Badan aorta dan karotis adalah sepotong kecil jaringan yang mengandung
kemoreseptor yang merespon terhadap konsentrasi karbondioksida dan oksigen dalam
pembuluh darah arteri. Badan karotis memiliki peran lebih penting dibandingkan
12

badan aorta dan terletak pada percabangan arteri karotis menjadi arteri karotis interna
dan eksterna pada leher. Badan aorta terletak pada arkus aorta. Informasi dari badan
karotis dibawa melalui nervus glossofaringeus dan informasi dari badan aorta dibawa
melalui nervus vagus, ke pusat respirasi. Output dari badan karotis diperkirakan untuk
menyediakan informasi yang mengatur pernafasan oleh pusat pernafasan.
Pada orang normal, jika darah arteri yang mencapai badan karotis memiliki
tekanan O2 parsial 10kPa (80mmHg) atau tekanan parsial karbondioksida lebih dari 5
kPa (40mmH), berarti ada peningkatan nafas yang berarti. Batas ini dapat
dimodifikasi oleh penyakit atau usia, contohnya, orang-orang dengan bronkitis kronik
dapat mentoleransi peningkatan konsentrasi karbondioksida atau penurunan
konsentrasi oksigen dalam darah.
Otak1,2,3
Pernafasan dapat dipengaruhi oleh bagian lain dari otak. Kita dapat bernafas
dengan sadar lebih cepat dan dalam (hiperventilasi), dan ini dapat terjadi, contohnya
sebelum memulai latihan berat. Situasi emosional juga dapat menyebabkan
hiperventilasi. Hiperventilasi juga merupakan bagian dari respon terhadap kehilangan
darah yang masif. Respon ini dikoordinasi oleh sistem otonom di hipotalamus dan
pusat vasomotor di batang otak.
Paru-paru2,3
Ada beberapa reseptor pada paru yang memodifikasi pernafasan. Reseptor di
dinding bronkus merespon terhadap substansi iritan dan menyebabkan batuk, breathholding, dan bersin. Pada jaringan elastis paru dan dinding dada terdapat reseptor
yang respon terhadap regangan. Fungsi sebenarnya dari reseptor ini belum diketahui
sepenuhnya, tetapi diperkirakan memiliki tanggung jawab terhadap beberapa reflex
yang ditemukan pada percobaan terhadap hewan. Ketika paru dan dinding dada
distensi, terdapat respon peregangan yang terjadi dan menghambat inspirasi lebih
lanjut. Ini merupakan mekanisme keamanan untuk menghindari overdistensi. Ketika
volume paru rendah, terdapat refleks oposit. Sedikit peningkatan ukuran paru dapat
merangsang reseptor peregangan untuk menyebabkan inspirasi lebih lanjut. Hal ini
dapat dilihat pada pasien di bawah pengaruh anestesi opioid; nafas spontan dapat
hilang atau sangat lambat, tetapi jika pasien diberi tekanan positif rendah oleh
anestesiologis, inspirasi dapat terangsang dan pasien mengambil nafas dalam.
13

Reflek ini juga memiliki beberapa fungsi pada neonatus setelah lahir, ketika
nafas kecil dapat menstimulasi inspirasi lebih lanjut. Pada pembuluh darah paru juga
terdapat reseptor peregangan. Jika pembuluh darah ini teregang, seperti pada gagal
jantung, reseptor akan merespon dengan hiperventilasi. Informasi dari reseptorreseptor pada paru dibawa ke pusat respirasi oleh nervus vagus.
Suplai Eferen1,2,3
Saraf eferen dari pusat respirasi melewati medulla spinalis ke diafragma, otot
intercostae dan otot aksesorius inspirasi pada leher. Diafragma dipersarafi oleh nervus
phrenic yang dibentuk di leher dari saraf spinalis, C3,4, dan 5. Otot intercostae
dipersarafi oleh saraf intercostae yang meninggalkan medulla spinalis antara T1 dan
T12. Otot aksesorius di leher dipersarafi oleh pleksus servikalis. Selama pernafasan
normal, inspirasi adalah proses muskular aktif. Ekspirasi terjadi secara pasif dan
bergantung pada elastisitas jaringan untuk mengempiskan paru. Otot yang memiliki
peran paling penting untuk inspirasi adalah otot diafragma. Penyakit apapun yang
mengganggu jalur eferen dari pusat respirasi ke C3,4 dan 5 dan juga saraf phrenic ke
diafragma, dapat menyebabkan kesulitan dalam proses bernapas. Trauma pada bagian
servicalis, diatas C3, memiliki efek yang fatal karena alasan diatas.
2.2.3 Transpor Oksigen dan Karbondioksida3
Dua sistem utama sirkulasi darah ke paru-paru: jaringan vaskular pulmonar
dan bronkial. Sistem vaskular pulmonar mengirim darah vena dari ventrikel kanan ke
kapiler paru melalui arteri pulmonar. Setelah pertukaran udara terjadi di kapiler
pulmonar, darah yang kaya oksigen dan miskin karbondioksida kembali ke atrium kiri
melalui vena pulmonar. Vena pulmonar terletak sepannjang jaringan ikat intralobaris.
Sistem kapiler pulmonar berperan dalam metabolisme dan pemenuhan kebutuhan
oksigen ke jalan napas bagian konduktif dan pembuluh darah pulmonar. Hubungan
anatomis antara bronkiolus dan sirkulasi vena pulmonar menciptakan shunt dari 25% total cardiac output. 3 keadaan klinis ini menyebabkan pergeseran ke kiri dan/atau
perlandaian kurva karbondioksida. Tiga situasi yang sama ini adalah satu-satunya
penyebab terjadinya hiperventilasi yaitu peningkatan ventilasi dalam satu menit dan
penurunan PaCO2 menyebabkan alkalemia respiratorik.
14

Tiga penyebab hiperventilasi (meningkatkan respon karbondioksida) adalah


hipoksemia arteri, metabolik asidosis, dan etiologi sentral. Contoh dari etiologi sentral
yang dapat menyebabkan hiperventilasi adalah pemberian obat, hipertensi
intrakranial, sirosis hepatis, dan keadaan non spesifik seperti anxietas dan ketakutan.
Aminofilin, salisilat, dan norepinefrin merangsang ventilasi dan kem
Baroreseptor perifer. Antagonis opioid yang diberikan pada orang normal tidak
merangsang ventilasi. Akan tetapi, ketika pemberian dilakukan setelah pemberian
opiate, akan memiliki efek reversal dari opioid pada kurva respon terhadap
karbondioksida.
Aliran darah pada paru bergantung pada gravitasi. Karena kapiler-alveoli tidak
terdiri dari pembuluh darah yang kaku, tekanan pada jaringan sekitar dapat
mempengaruhi resistensi dari aliran darah kapiler. Oleh karena itu, aliran darah
bergantung pada hubungan tekanan arteri pulmonar (Ppa), tekanan alveoli (PA), dan
tekanan vena pulmonar (PpV). West membuat model paru yang membagi paru
menjadi 3 zona. Kondisi zona 1 terdapat pada bagian paru yang tidak bergantung pada
gravitasi, di atas level dimana tekanan arteri pulmonar sama dengan tekanan atmosfer.
Karena tekanan alveoli kurang lebih sama dengan tekanan atmosfer, tekanan arteri
pulmoner di zona 1 menjadi subatmosfer tetapi lebih besar daripada tekanan vena
pulmonar (PA>PpV>PA). Tekanan alveoli yang diteruskan ke kapiler pulmonar
membantu terjadinya kolaps, dengan konsekuen aliran darah nol ke regio paru ini.
Oleh karena itu, zona 1 mendapatkan ventilasi pada saat tidak terjadi perfusi dan
membentuk ventilasi rongga mati. Normalnya, zona 1 muncul hanya pada
pengembangan yang terbatas. Tetapi, pada kondisi menurunnya tekanan arteri
pulmonar seperti pada syok hipovolemik, zona 1 membesar. Zona 3 terjadi pada
kebanyakan area paru yang bergantung pada gravitasi dimana Ppa>PpV>PA dan
aliran darah secara primer diatur oleh arteri pulmonar ke perbedaan tekanan vena.
Karena gravitasi juga meningkatkan tekanan vena pulmonar, kapiler paru menjadi
distensi.sehingga perfusi pada zona 3 sangat tinggi, menyebabkan perfusi kapiler pada
ventilasi berlebihan, atau shunt fisiologis. Akhirnya zona 2 terjadi dari batas bawah
zona 1 ke batas atas zona 3, dimana Ppa>PA>PpV. Perbedaan tekanan antara arteri
pulmonar dan tekanan alveoli menentukan aliran darah pada zona 2,. Tekanan vena
pulmonar memiliki pengaruh yang sedikit. Ventilasi dan perfusi terjadi di zona 2,
yang mengandung sebagian besar alveoli.
15

Seluruh area paru memiliki tekanan alveoli yang sama, oleh karena itu,
semakin negatif

tekanan intrapleura pada apex (atau area paru yang kurang

bergantung pada gravitasi) menyebabkan distensi yang lebih besar pada alveoli apex
daripada area lain pada paru. Tekanan transpulmonar (Paw-Ppl), atau tekanan distensi
paru yang lebih besar pada bagian atas dan lebih rendah pada bagian bawah dimana
tekanan intrapleura kurang negatif. Walaupun semakin kecil ukuran alveoli, ventilasi
semakin banyak terjadi di area pulmonar yang bergantung gravitasi. Penurunan
tekanan intrapleura pada basis paru selama inspirasi lebih besar daripada penurunan
tekanan di apex yang disebabkan oleh proksimitas diafragma.
2.2. Transport Oksigen
2.2.1. Definisi Oksigen
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2). Dalam keadaan
biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar
0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahankan kelangsungan
metabolisme sel sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga
berarti gabungan aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O 2 ke
seluruh tubuh dan pembuangan CO2 (hasil pembakaran sel).
Oksigen bergerak ke bawah tekanan atau konsentrasi gradien dari tingkat yang
relatif tinggi di udara, ke tingkat di saluran pernapasan dan kemudian gas alveolar,
darah arteri, kapiler dan akhirnya sel (lihat Gambar 1). PO2 mencapai level terendah
(1-1.5kPa) di mitokondria, struktur dalam sel yang bertanggung jawab untuk produksi
energi. Penurunan PO2 dari udara ke mitokondria dikenal sebagai kaskade oksigen.
Penurunan PO2 ini terjadi karena alasan fisiologis, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh
keadaan patologis, misalnya hipoventilasi, ventilasi perfusi ketimpangan, atau difusi
kelainan, yang akan mengakibatkan hipoksia jaringan.8

16

Gambar 1. Kaskade Oksigen. Dampak hipoventilasi diperlihatkan dengan


garis abu-abu dan dampak patologi shunt diperlihatkan pada garis putus-putus.
2.3.

Fisiologi Masuknya Oksigen3


Udara (atmosfer) di sekitar kita memiliki tekanan total 101kPa (1 atmosfer
tekanan = 760mmHg =101kPa). Udara terdiri dari 21% oksigen, 78% nitrogen dan
sejumlah kecil CO2, argon, dan helium. Tekanan yang diberikan oleh oksigen dan
nitrogen, ketika ditambahkan bersama-sama, mendekati tekanan atmosfer. Oleh
karena itu tekanan oksigen (PO2) dari udara kering di permukaan laut adalah 21.2 kPa
(21/100 x 101 = 21.2kPa). Namun pada saat udara yang diinspirasi mencapai trakea,
udara itu dihangatkan dan dilembabkan oleh saluran pernapasan atas. Kelembaban
dibentuk dari uap air yang merupakan gas, sehingga menghasilkan tekanan. Pada
37C tekanan uap air di trakea adalah 6.3kPa. Mengambil tekanan uap air ke dalam
perhitungan, PO2 dalam trakea saat menghirup udara (101-6,3) x 21/100 =19.9kPa
sehingga pada saat oksigen telah mencapai alveoli PO2 turun menjadi sekitar 13.4kPa.
Hal ini karena PO2 gas di alveoli (PaO2) kemudian dikurangi dengan pengenceran
dengan karbon dioksida memasuki alveoli dari kapiler paru. PaO 2 dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan gas alveolar:8

PaO2 = FiO2 PaCO2


RQ
Dimana RQ = hasil bagi pernapasan, rasio produksi CO 2 terhadap konsumsi
O2, biasanya sekitar 0,8.
Alveolus ke darah
Darah kembali ke jantung dari jaringan memiliki PO 2 yang rendah (4.3kPa)
dan berjalan ke paru-paru melalui arteri pulmonari. Arteri pulmonari membentuk
kapiler paru, yang mengelilingi alveoli. Oksigen berdifusi (bergerak melalui membran
memisahkan udara dan darah) dari tekanan parsial tinggi di alveoli (13kPa) ke daerah
tekanan parsial lebih rendah, yaitu darah di kapiler paru (4.3kPa). Setelah oksigenasi,
darah bergerak ke pembuluh darah paru dan kembali ke sisi kiri jantung, yang akan
dipompa ke jaringan sistemik. Dalam paru-paru yang sempurna, PO2 darah vena
pulmonal akan sama dengan PO2 di alveolus. Dua faktor utama yang menyebabkan
17

PO2 darah vena paru menjadi kurang dari PaO2, yaitu, untuk meningkatkan perbedaan
alveolar arteri. Ini adalah ventilasi / perfusi mismatch (baik meningkatkan deadspaces
atau shunt) dan difusi perlahan melintasi membran alveolar-kapiler.
Difusi
Oksigen berdifusi dari alveolus ke kapiler pada keadaan PCO2 sama dengan yang
di alveolus. Proses ini berlangsung cepat (sekitar 0.25 detik) dan biasanya selesai pada
saat darah telah berlalu sekitar sepertiga dari jalan sepanjang paru kapiler. Total waktu
transit melalui kapiler adalah 0.75 detik (lihat Gambar 2a). Dalam paru-paru normal,
bahkan jika curah jantung dan aliran darah melewati alveoli meningkat selama latihan,
ada cukup waktu untuk equilibrium (Gambar 2b). Penyakit paru dapat menyebabkan
kelainan membran alveolar-kapiler, sehingga merusak transfer oksigen dari alveolus
ke kapiler (difusi kelainan). Pada saat istirahat mungkin masih ada waktu untuk PaO 2
untuk menyeimbangkan dengan oksigen alveolar, tetapi pada saat latihan mentransfer
oksigen penuh adalah mustahil dan hipoksemia berkembang (Gambar 2c). Namun,
kemampuan paru-paru untuk mengkompensasi besar dan masalah yang disebabkan
oleh difusi gas sedikit adalah penyebab yang jarang untuk hipoksia, kecuali dengan
penyakit seperti fibrosis alveolar.

18

Gambar 2. (a). Difusi normal dari alveolus ke kapiler selama melewati darah di
sepanjang kapiler. Dalam 0,25 detik Hemoglobin sel darah merah disaturasi
sempurna dan tekanan parsial oksigen di dalam darah seimbang dengan di dalam
alveolus dan kemudian difusi berhenti. (b). Difusi oksigen dengan peningkatan curah
jantung (catatan skala waktu terpendek di dalam x-axis). Sel darah merah mungkin
hanya berhubungan dengan gas alveolar untuk 0,25 detik, bagaimanapun ini masih
akan membutuhkan waktu untuk mencapai saturasi penuh. (c). Gangguan difusi
oksigen dimana merupakan sebuah membran alveolar-kapiler abnormal. Saturasi
hanya diterim saat istirahat (garis solid), tetapi waktu yang tidak cukup untuk
saturasi penuh ketika curah jantung meningkat. (d). Hasil dari desaturasi eksersional
(tanda panah).
2.4.

Deliveri Oksigen

19

Sistem sirkulasi bekerja sama dengan sistem respirasi dalam transport oksigen
dari udara luar ke sel mitokondria. Oksigen dalam darah diangkut dalam bentuk
terikat dengan Hb dan terlarut dalam plasma. Setiap 100 cc darah yang meninggalkan
kapiler paru membawa oksigen kira-kira 20 cc, dimana hanya 3% yang dibawa
terlarut dalam plasma. Oksigen diikat oleh Hb terutama oleh ion Fe dari unit heme.
Masing-masing unit heme mampu mengikat 4 molekul oksigen untuk membentuk
oksihemoglobin dimana ikatannya bersifat reversible. Setiap eritrosit mempunyai 280
juta molekul Hb, dimana setiap molekul Hb memiliki 4 unit heme. Setiap eitrosit
dapat membawa miliaran molekul oksigen.
Prosentase unit heme yang mengandung okigen terikat, dikenal sebagai
saturasi hemoglobin (SaO2). Jika semua molekul Hb dalam darah penuh berisi
oksigen artinya saturasinya 100%.
Kebanyakan oksigen dalam tubuh 97-98% ditransport dalam bentuk terikat
dengan Hb. Molekul Hb tersusun dalam 2 bagian dasar. Bagian protein atau globin
dibuat oleh rantai polipeptide dimana tiap rantai mengandung kelompok heme yang
mengandung Fe membawa satu molekul oksigen karena ada 4 rantai maka setiap
molekul dapat mengikat 4 molekul oksigen.

Kapasitas Hb membawa oksigen setiap gram Hb dapat mengikat 1,34 cc


oksigen, maka menurut persamaan :
Ikatan O2 = (Hb x SaO2 x 1,34)
Bila PaO2 tinggi, seperti dalam kapiler paru oksigen berikatan dengan Hb, bila
PaO2 rendah seperti dalam kapiler jaringan oksigen dilepas dari Hb. utama Fungsi
sistem respirasi adalah mempertahankan tekanan partiel O2 dan CO2 dalam darah
arteri sedekat mungkin ke normal, dalam keadaan tertentu.
Adekuat tidaknya fungsi respirasi diukur dengan nilai PaO2 dan PaCO2
sedangkan cara lain hanya bisa menilai tidak adekuatnya fungsi repirasi tetapi tidak
menjamin adekuatnya fungsi respirasi.
Untuk dapat mengetahui kapasitas angkut oksigen dengan jelas harus
diketahui afinitas oksigen untuk jaringan maupun pengambilan oksigen oleh paru.
20

Ketika eritrosit melalui kapiler alveoli; oksigen akan berdifusi ke plasma dan
meningkatkan PaO2 dan berikatan dengan Hb.

Gambar 3. Kurva Disosiasi Oksihemoglobin

Kurva disosiasi oksihemoglobin menggambarkan hubungan antara SaO 2 dan


PaO2, dimana kita dapat mengetahui sejauh mana peningkatan dan penurunan PaO 2
mempengaruhi SaO2 secara bermakna, semakin besar saturasi semakin baik mutu Hb,
semakin besar volume O2 yang dapat diangkut oleh darah kejaringan.
Menurut rumus :

SaO 2=

gHbO2
100
Hb total

g HbO2 = Saturasi O2 x total Hb

21

Volume persen O2 yang diangkut sebagai HbO2 = SaO2 x total Hb x 1,34.


Setiap gram Hb dapat bergabung dengan 1,34 ml O2.

Deliveri O2 = CaO2 x CO x 10

Rumus diatas diperlukan untuk mencari tahu faktor mana yang perlu dikoreksi
agar DO2 terpenuhi. Hubungan antara SaO2 (sebagai ordinat) dan PaO2 (sebagai absis)
dalam satu kurva berbentuk S disebut kurva disosiasi oksihemoglobin. Pada PaO2 100
mmHg maka SaO2 97% dan bila PaO2 27 mmHg maka SaO2 50%. PaO2 27 mmHg
disebut P50 artinya pada tekanan partiel tersebut Hb mengikat O 2 hanya 50%, bila P50
diatas 27 mmHg maka artinya diperlukan PaO2 yang lebih tinggi untuk mengikat O2
dimana kurva bergeser ke kanan dan sebaliknya kurva bergeser kekiri mudah
mengikat

O2

tetapi

sulit

melepaskannya

ke

jaringan.

Setiap melihat data O2 dalam darah sebaiknya mempelajari arti point-point tertentu
pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Poin yang harus diingat pada kurva disosiasi O 2
dijelaskan pada tabel 1.

PaO2 (mmHg)

SaO2 (%)

Makna Klinis

100

97

Muda normal

80

95

Orang tua

60

90

Bahu kurva (penurunan O2 yang


bermakna)

40

75

Transport O2 lemah, kadar O2 dalam


darah vena (normal), hipoksemia kritis.

20

35

Level terendah yang ditoleransi.

Tabel 1. Makna Klinis PaO2 dan SaO2

22

Penurunan PaO2 kira-kira 25 mmHg dari 95 menjadi 70 mmHg hanya


memengaruhi sedikit perubahan pada oksihemoglobin sama artinya dengan situasi
seorang mendaki ketinggian 6000 feet dari permukaan laut, atau bertambahnya umur
dari 20 tahun menjadi 70 tahun, atau penderita penyakit paru yang moderate. Tetapi
penurunan PaO2 sebesar 25 mmHg dari 60 mmHg menjadi 35 mmHg lain halnya,
akan terjadi perubahan yang serius.
Pengikatan PaO2 diatas 90 mmHg tidak akan mempengaruhi kemampuan Hb
mengangkut O2 karena Hb cukup jenuh pada PaO2 80 mmHg. Penurunan afinitas
oksigen digambarkan dengan kurva bergeser ke kanan. Sebaliknya peningkatan
afinitas oksigen dengan gambaran kurva bergeser ke kiri. Jika pH darah menurun
(asidosis) maka kurva bergeser kekanan artinya oksigen lebih mudah di lepas di
jaringan sebaliknya bila alkalosis maka afinitas Hb tehadap oksigen meningkat dan
oksigen sukar dilepas. Selain pH ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurve
bergeser kekanan:
a. Peninggian konsentrasi CO2.
b. Peninggian temperatur darah
c. Peninggian 2,3 difosfogliserat(DPG) dalam darah

Ketika mempertimbangkan kecukupan pengiriman oksigen ke jaringan, tiga


faktor perlu dipertimbangkan: kadar hemoglobin, curah jantung dan oksigenasi.
Jumlah oksigen yang tersedia untuk tubuh dalam satu menit dikenal sebagai
pengiriman oksigen.

2.5.

Isi Oksigen (Oksigen Content)


Total oksigen isi darah adalah penjumlahan menyangkut larutan yang lebih
yang dibawa oleh hemoglobin. Kenyataannya, ikatan oksigen dengan hemoglobin
secara teoritis tidak pernah mencapai maksimum tetapi adalah semakin dekat kepada
1.31 mL O2/dl darah per mm Hg. Total isi oksigen dinyatakan oleh penyamaan yang
berikut:
Oksigen Content = ([0.003 mL O2 / dl blood per mm Hg] x PO2)+ ( SO2 x Hb x
1.31 mL/dL blood)

23

2.6.

Konsumsi Oksigen
Sekitar 250 ml oksigen yang digunakan setiap menit oleh orang istirahat sadar
(konsumsi oksigen istirahat) dan sekitar 25% dari kandungan oksigen arteri digunakan
setiap menit. Hemoglobin dalam darah vena campuran adalah sekitar 73% jenuh (98%
minus 25%). Pada saat istirahat, pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh melebihi
konsumsi oksigen. Selama latihan, oksigen meningkatkan konsumsi. Peningkatan
kebutuhan oksigen biasanya disediakan oleh peningkatan cardiac output Jantung yang
outputnya rendah, rendahnya kadar hemoglobin (anemia) atau saturasi oksigen rendah
akan mengakibatkan berkurangnya pengiriman oksigen jaringan, kecuali ada
perubahan kompensasi dalam salah satu faktor lainnya.
Jika pengiriman oksigen jatuh relatif terhadap konsumsi oksigen, jaringan
mengekstrak lebih banyak oksigen dari hemoglobin dan saturasi darah vena campuran
turun di bawah 70%. Di bawah titik tertentu, menurunnya pengiriman oksigen tidak
dapat dikompensasi oleh peningkatan oksigenekstraksi, dan ini hasil dalam
metabolisme anaerob dan laktatasi dosis. Situasi ini dikenal sebagai oksigenasi
supply-dependent.

2.7.

Pengangkutan Pernafasan Gas di dalam Darah.


A. Oksigen
Oksigen dibawa darah di dalam dua bentuk, solusi yang dihancurkan dan di
dalam bentuk gabungan yang kembali dengan hemoglobin.
Oksigen yang Dihancurkan
Jumlah oksigen yang dihancurkan darah dapat diperoleh dari Hukum
Henry' S, yang mana konsentrasi dari segala gas di dalam larutan adalah
sebanding ke tegangan sebagiannya. Rumusnya sebagai berikut:
gas konsentrasi = x Partial pressure

'

Dimana = koefisien daya larut gas untuk larutan yang ditentukan pada
temperature

24

Gambar 8. Efek dari ventilasi alveolar pada alveolar Pco2 , pada produksi dua
tingkat CQ2. (Direproduksi dan yang dimodifikasi, dengan ijin, dari Nunn JF:
Ilmu faal Berhubung pernapasan Yang diterapkan, 5Th Ed. Lumb A [ editor].
Butterwcrth-Heinemann, 2000.

25

Gambar 9. Kurva Dissosiasi Hemoglobin -Oxygen Orang dewasa yang normal.


(Yang dimodifikasi, dengan ijin, dari Barat JB: Physiology - Berhubung
pernapasan Penting, 3rd ed. Williams & Wilkins, 1985)10
2.8.

Anestesi Terhadap Pernapasan


Efek penekan dari obat anestetik dan pelumpuh otot lurik terhadap respirasi
telah dikenal sejak dahulu ketika kedalaman, karakter, dan kecepatan respirasi dikenal
sebagai tanda klinis yang bermanfaat terhadap kedalaman anestesia. Zat-zat anestetik
intravena dan abar (volatile) serta opioid semuanya menekan pernapasan dan
menurunkan respons terhadap CO2. Respon ini tidak seragam, opioid mengurangi laju
pernapasan, zat abar trikloretilen meningkatkan laju pernapasan. Hiperkapnia atau
hiperkarbia (PaCO2 dalam darah arteri meningkat) merangsang kemoreseptor di badan
aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah napas cepat dan dalam
(hiperventilasi). Sebaliknya hipokapnia atau hipokarbia (PaCO 2 dalam darah arteri
menurun) menghambat kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke
pusat napas, terjadilah napas dangkal dan lambat (hipoventilasi).
Induksi anestesia akan menurunkan kapasitas sisa fungsional (functional
residual volume), mungkin karena pergeseran diafragma keatas, apalagi setelah
pemberian pelumpuh otot. Menggigil pasca anesthesia akan meningkatkan konsumsi
O2. Pada perokok berat, mukosa jalan napas mudah terangsang, produksi lendir
meningkat, darahnya mengandung HbCO kira-kira 10% dan kemampuan Hb
mengikat O2 menurun sampai 25%. Nikotin akan menyebabkan takikardia dan
hipertensi.
Dalam kondisi normal hanya O2 yang diambil paru dan tidak ada ambilan
terhadap nitrogen. Bila ada gas kedua yang diabsorbsi dengan cepat, seperti N 2O
masuk kedalam paru kemudian ambilan gas ini memiliki efek mengkonsentrasikan
gas-gas yang tetap berada dalam alveoli. Efek terhadap O2 tidak memiliki
kepentingan klinis, tetapi peningkatan kadar zat-zat anestetik abar (volatile) akan
mempercepat induksi anesthesia. Kebalikannya bila pemberian

N2O

dihentikan,

eliminasi gas ini akan mengencerkan gas-gas dalam alveoli dan akan menyebabkan
hipoksemia jika tidak diberikan tambahan O2.
Obat-obatan opioid, seperti morphine atau fentanyl efeknya menekan pusat
pernapasan sehingga merespon terjadinya hiperkarbia. Efek ini dapat dibalikkan
dengan menggunakan naloxone. Zat - zat anestetik abar (volatile)dapat menekan pusat
26

pernapasan dengan cara yang sama.walaupun eter memiliki efek yang lebih kecil pada
pernapasan dibandingkan dengan zat-zat yang lain. Zat-zat abar juga mengganggu
Alirah darah di paru-paru, hasilnya terjadi penigkatan ventilasi / perfusi yang tidak
sebanding dan menurunkan efisiensi dari oksigenasi.
Nitrit oxide hanya mempunyai efek minor pada pernapasan. Efek depresan dari
opioid dan zat abar bersifat aditif dan monitoring ketat dari pernapasan sangatlah
penting, ketika oksigen tidak tersedia respirasi harus selalu didukung selama proses
anetesi berlangsung.

BAB III
KESIMPULAN
Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas terdiri dari hidung, ruang
hidung, sinus paranasalis dan faring yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan
melembabkan udara yang masuk saluran pernafasan dan bagian bawah terdiri dari laring,
trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli.1
Secara fisiologis sistem pernafasan dibagi menjadi bagian konduksi, dari ruang
hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari bronkioli respiratorius
sampai alveoli.1
Fungsi utama respirasi adalah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara
pernafasan. Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa, metabolisme
hormon dan pembuangan partikel.1
Pada mekanisme pernafasan, gradasi tekanan dibutuhkan untuk menciptakan aliran
udara.3,5 Pada pernafasan spontan, aliran inspirasi didapatkan dengan menciptakan tekanan
subatmosfer di alveoli dengan meningkatkan volume rongga toraks melalui aksi otot-otot

27

inspirasi. Selama eksirasi tekanan intra alveolar menjadi sedikit lebih tinggi dibandingkan
dengan tekanan atmosfer sehingga membuat udara mengalir ke luar.3
Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan manusia, sebentar
saja manusia tidak mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tidak hanya untuk
bernafas dan mempertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untuk
metabolisme tubuh. Pemberian oksigen dapat memperbaiki keadaan umum, mempermudah
perbaikan penyakit dan memperbaiki kualitas hidup. Oksigen ditransportasi dari udara yang
kita hirup ke tiap sel di dalam tubuh. Secara umum, gas bergerak dari area dengan konsentrasi
tinggi (atau tekanan) ke daerah dengan konsentrasi rendah (atau tekanan).
Peningkatan kebutuhan oksigen biasanya disediakan oleh peningkatan cardiac output.
Jantung yang outputnya rendah, rendahnya kadar hemoglobin (anemia) atau saturasi oksigen
rendah akan mengakibatkan berkurangnya pengiriman oksigen jaringan, kecuali ada
perubahan kompensasi dalam salah satu faktor lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk Praktis
Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009, 3-8.
2. Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th ed. 2000
3. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF, Stelting RK,
editors. Clinical Anesthesia 7th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2013
4. Galvin I, Drummond GB, Nirmalan M. Distribution of blood flow and ventilation in
the lung: gravity is not the only factor. British Journal of Anaesthesia; 2007, 98: 4208.
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical Anesthesilogy 4th
ed. McGraw-Hill; 2007
6. Law, Robert & Henry Bukwirwa. 1999. The Physiology of Oxygen Delivery.
Anaesthesia, edition 10. (Diakses dari www.worldanaesthesia.org pada tanggal 7
April 2016).
7. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical Anesthesilogy 4th
ed. McGraw-Hill; 2007
8. Mc. Lellan, S.A. 2004. Oxygen delivery and haemoglobin. The Journal Oxford of
28

Anaesthesia. (diakses dari http://www.medscape.com/viewarticle/559763

pada

tanggal 7 April 2016)


9. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF, Stelting RK,

editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2006,
p. 791-811
10. Conte, Benjamin MD, etc. Perioperative Optimization of Oxygen Delivery. 2010.
(Diakses dari http://www.medscape.com/viewarticle/730822_2 pada tanggal 8 April
2016).

29

Anda mungkin juga menyukai