Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi
pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah urologi.
Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia
50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat.
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan luar
negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan pengobatan
untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan umur.
Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini,
dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi
kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik. 7
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan
pada usia 30 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi
perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada
usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan
tanda klinik.1
Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk
mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling
ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.

BAB II
ILUSTRASI KASUS
Pasien berobat ke RS DKT tanggal

: 08-03-2012

No. Rekam Medik

ANAMNESIS
I.

Identitas
Nama

: Tn. D

Usia

: 65 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jl. H.Umar Maja Baru, Kel. Sumur Putri, Kec. Teluk Betung
Utara Bandar Lampung

II.

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Status pernikahan

: Menikah

Pendidikan

: SMA

Anamnesis
Anamnesis diambil secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 09-02-2012, jam
13.30 WIB di bangsal Mawar RS DKT Bandar Lampung.

III.

Keluhan Utama
Tidak bisa BAK sejak 8hari SMRS

IV.

Keluhan Tambahan
-

V.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien tidak bisa BAK sejak 8 hari SMRS, saat itu merasa nyeri pada perut bagisn
bawah. Seminggu SMRS berobat ke puskesmas lalu dipasang kateter, volume urin urin
bag. Awalnya, pasien buang air kecil tidak lancar sejak 2 tahun yang lalu. Pasien harus
menunggu pada permulaan BAK, mengedan pada saat BAK, alirannya terputus-putus tidak
dipengaruhi perubahan posisi, pancaran air kencing lemah dan menetes pada akhir BAK.
Pasien juga merasa tidak puas setelah BAK, sering kencing terutama pada malam hari
terbangun untuk kencing, keluhan juga disertai nyeri saat BAK, nyeri BAK tidak menjalar.

BAK berdarah (-), tidak keruh, BAK keluar pasir (-), nyeri pinggang (-), demam (-),
penurunan BB (-).
VI.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat darah tinggi, asma, penyakit jantung, kencing manis disangkal.

VII. Riwayat Penyakit keluarga


Riwayat penyakit DM,asama, hipertensi, penyakit jantung disangkal.
VIII. Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak suka makan sayur dan buah, serta jarang minum. Namun, BAB
lancar 1x/2-3hari dengan konsistensi normal. Minum banyak 8 gelas/hari.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 09-03-2012, jam 13.30 WIB di bangsal Mawar RS
DKT Bandar Lampung.
I.

II.

III.

Keadaan Umum
Kesadaran

: Compos Mentis

Kesan sakit

: sakit ringan

BB

: 50 kg

TB

: 160 cm

BMI

: 19,53

Kesan gizi

: cukup

Tanda Vital
Tekanan Darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 80 X/menit

Pernapasan

: 18 X/menit

Suhu

: 36,9 C

Kepala dan Leher


Bentuk kepala
: normocephali
Rambut
: hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah
: simetris, tidak ditemukan benjolan
Mata
Conjungtiva anemis -/-, Sclera ikterik -/-, oedem palpebra -/ Pupil isokor, 3 mm, kekeruhan pada lensa -/Telinga

Tidak ditemukan kelainan pada preaurikula dextra dan sinistra, Bentuk aurikula
dextra dan sinistra normal, tidak ditemukan kelainan kulit, tidak hiperemis, Tidak
ditemukan kelainan pada retroaurikula dextra dan sinistra
Dinding meatus aurikularis dextra dan sinistra tidak oedem, tidak hipremis
Nyeri tekan tragus -/-, Nyeri tekan aurikula -/-, Nyeri tarik aurikula -/-, Nyeri tekan

retroaurikula -/Hidung
Tidak terlihat deformitas
Nares anerior: sekret -/-, darah -/-, hiperemis -/Mulut
Bentuk mulut normal
Tidak ditemukan kelainan kulit daerah perioral
Bibir tidak pucat, tidak kering,tidak sianosis
Lidah tidak kotor, tidak tremor, tidak hiperemis, tidak kering, tidak nampak bercakbercak
Uvula terletak ditengah, tidak oedem, tidak ada pulsasi, berwarna merah muda,

Faring tidak hiperemis


Tonsila T1-T1, tidak hiperemis
Leher
Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid,
tidak tampak pembesaran KGB, tidak tampak deviasi trakea
Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba pembesaran KGB leher, kaku
kuduk (-), trakea teraba di tengah, trakeal tug (-)
Pada auskultasi tidak terdengar bruit

IV.

Thorax
Thorax Anterior
Inspeksi
bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang

tertinggal, pernapasan abdominotorakal


Pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi ataupun bulging

Tidak ditemukan eflouresensi pada kulit dinding dada,


Tidak terdapat kelainan tuang iga dan sternum, Tidak terlihat spider navy
Ictus cordis terlihat pada ics 5, 1 cm medial linea midclavicularis kiri, pulsasi

abnormal (-)
Palpasi
Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba benjolan
pada dinding dada, Gerak nafas simetris

Vocal fremitus simetris pada seluruh lapangan paru, friction fremius (-), thrill (-)
Teraba ictus cordis pada ics 5, 1 cm medial linea midclavicularis kiri , diameter 2

cm, kuat denyut cukup


Angulus costae 80
Perkusi
Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor
Batas paru-hepar pada linea midclavicularis kanan ics 6, peranjakan hepar 2 jari

dibawah ics 6
Batas kanan bawah paru-jantung pada ics 5 linea sternalis kanan, batas kanan

atas paru-jantung pada ics 3 linea sternalis kanan


Batas paru-lambung pada linea axilaris anterior ics 8
Batas kiri paru-jantung pada ics 5 linea midcavicularis kiri, batas atas kiri paru-

jatung pada ics 3 linea parasternalis kiri


Auskultasi
Suara nafas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing-/ BJ I, BJ II regular, kekuatan cukup, punctum maksimum pada linea midclavicula
kiri ics 5, murmur (-), gallop (-), splitting (-)
Thorax Posterior
Inspeksi
Bentuk simetris saat dinamis dan saat statis
tidak terlihat eflouresensi, Tidak terlihat benjolan, Tidak terdapat kelainan
vertebra
Palpasi
gerak napas simetris, vokal fremitus simetis
Tidak ditemukan nyeri tekan
Perkusi
tidak terdapat nyeri ketuk, Perkusi secara umum terdengar sonor
Batas bawah paru kanan pada ics 10, batas bawah paru kiri pada ics 11
Auskultasi
suara nafas vesikuler
V.

Abdomen
Inspeksi
Bentuk perut rata, tidak terlihat sagging of the flanks, pinggang tampak simetris
dari anterior dan posterior
Eflouresensi (-), Tidak terdapat pelebaran vena-vena superficial
Tidak terdapat smilling umbilicus
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Arterial bruit (-), venous hum (-)
Palpasi

supel, defens muskular umum dan setempat (-), turgor kulit baik, tidak teraba
massa
Nyeri tekan (-) pada suprapubik
Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, Vesika fellea tidak teraba, murphy sign (-)
Ballotement -/-, NK CVA -/-, Undulasi (-)

Perkusi
Perkusi secara umum terdengar timpani
Batas bawah hepar sejajar linea midklavikularis dextra pada ics 7 dan batas atas
hepar pada ics 5 linea midklavikularis dextra.
VI.

Extremitas
Ektremitas atas
Inspeksi
Tangan kiri dan kanan simetris, tidak terlihat deformitas, tidak terdapat
eflouresensi, tidak ada ptechiae, tidak terdapat palmar eritem, distribusi rambut

normal
Kuku tidak tampak pucat, tidak sianosis, Tidak ditemukan clubbing finger
Tidak tampak pembengkakan sendi, kedua extremitas atas dapat bergerak aktif

dan bebas, Tidak ada gerakan involunter, tidak ada tremor


Palpasi
tidak terdapat nyeri tekan, akral hangat dan kering
pitting oedem (-)
kekuatan otot normal
5555 5555
Ekstremitas bawah
Inspeksi
Tungkai kiri dan kanan simetris, tidak terlihat deformitas, tidak terdapat

eflouresensi, tidak ada ptechiae, distribusi rambut normal


Kuku tidak tampak pucat, tidak sianosis, Tidak ditemukan clubbing finger
Tidak tampak pembengkakan sendi, kedua extremitas bawah dapat bergerak aktif

dan bebas, Tidak ada gerakan involunter


Palpasi
tidak terdapat nyeri tekan, akral hangat dan kering
pitting oedem (-)
kekuatan otot normal
5555

5555

STATUS LOKALIS
Regio Suprapubik

Inspeksi

Datar, tidak tampak massa

Palpasi

Nyeri tekan (-), tidak teraba massa

Perkusi

Timpani

Regio Genitalia Eksterna

Inspeksi

Tidak tampak

massa, tidak tampak pembesaran scrotum,

terpasang cateter, produksinya ada, urin berwarna kuning jernih

Palpasi

: Nyeri tekan tidak ada, tidak teraba masa, tidak teraba pengerasan pada

bagian ventral penis.


Regio Anal

Inspeksi

Tidak tampak massa

Palpasi

Nyeri tekan tidak ada

Rectal toucher :

Tonus sfingter ani cukup, ampula recti tidak kolaps, mukosa

rectum licin. Prostat : teraba membesar, polus atas tidak dapat diraba, sulcus medianus
mendatar, kenyal, permukaan licin,tidak nyeri.

Sarung tangan :

Feses tidak ada, darah tidak ada, lendir tidak ada

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG


Laboratorium darah

GDS

: 112 mg/dl

(< 140 mg/dl)

SGOT

: 31 u/l

(< 42 u/l)

SGPT

: 14 u/l

(<47 u/l)

Ureum

: 39 mg/dl

(10-40 mg/dl)

Kreatinin

: 1,2 mg/dl

(0,67-1,50 mg/dl)

Hb

: 15 g/dl

(13-18 g/dl)

Leukosit

: 6400 /mm3

(4500-10000 /mm3)

LED

: 85 mm/jam

(0-10 mm/jam)

Trombosit

: 312.000 /mm3 (150000-400000 /mm3)

Ht

: 18%

Bleeding time

: 230

(1- 3)

Clotting time

: 7

(1- 10)

Protein total

: 6,3 g/dl

( g/dl)

Abumin

: 4,5 g/dl

( g/dl)

Globulin : 1,8 g/dl

( g/dl)

Urinalisa

Warna

: kuning jernih

pH

: 6,0 (4,6-8,0)

Protein

:-

Glukosa

:-

Leukosit

:-

Eritrosit

: - 0-1 /LPB

Epitel

:+

Kristal amorf

:-

Urobilinogen

: normal

Bilirubin

:-

Ketone

:-

Silinder

:-

Nitrit

:-

Darah

:-

Berat jenis

: 1015

EKG
Normal
Rontgen thorax PA
Normal
DIAGNOSIS KERJA
Suspek BPH
DIAGNOSIS BANDING
1. Urolithiasis
2. ISK
3. Ca prostat
RENCANA PEMERIKSAAN TAMBAHAN
USG abdomen
PSA
PENATALAKSANAAN

IVFD RL 20 tpm
Ganti kateter urin
Konsul Sp.U (setelah hasil USG Abdomen)

PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB III

FORMAT PORTOFOLIO
Kasus 1
Topik: BPH
Tanggal (kasus): 9-03-2012
Tangal presentasi: 13-4-2012
Tempat presentasi: RS DKT Bandar Lampung
Obyektif presentasi:

Persenter: dr. Anditta Zahrani


Pendamping: dr. Imelda M.

Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: laki-laki,65 thn, tak bisa BAK
Tujuan: mengatasi BPH
Bahan bahasan:
Tinjauan pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara membahas:
Diskusi
Presentasi dan diskusi
Email
Pos
Data pasien:
Nama: Tn.D
No registrasi:
Nama klinik: RS DKT
Telp: Terdaftar sejak: Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: BPH/ retensi urin
2. Riwayat Pengobatan: pasang kateter di puskesmas
3. Riwayat kesehatan/ Penyakit: Pasien tidak pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya
4. Riwayat keluarga/ masyarakat: tak ada riwayat BPH di keluarga
5. Riwayat pekerjaan: 6. Lainlain : Daftar Pustaka:
BPH
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.
2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah Kedokteran
Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.
3. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC,
1994.
4. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.
Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997.
5. Hugh. A.F. Dudley. Hamilton Baileys Emergency Surgery 11th edition, Gadjah Mada
University Press, 1992.
6. www.prostata-therapie.de.co.uk
7. www.prostateinformation.co.uk
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis BPH
2. Patogenesis BPH
3. Penatalaksanaan BPH
4. Edukasi tentang penyebab, faktor resiko, dan penatalaksanaan yang tepat

Subyektif
Tn.D,67 tahun tidak bisa BAK sejak 8hari SMRS, lalu dibawa ke puskesmas untuk dipasang
kateter urin. 2 tahun yang lalu, selalu menunggu pada permulaan buang air kecil, mengedan
pada saat buang air kecil, alirannya terputus-putus, pancaran air kencing lemah dan menetes
pada akhir kencing. Pasien juga merasa tidak puas setelah buang air kecil, sering kencing
terutama pada malam hari, nyeri saat BAK, nyeri BAK tidak menjalar. BAK berdarah (-), tidak
keruh, BAK keluar pasir (-), nyeri pinggang (-), demam (-), penurunan BB (-).
Obyektif

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Regio Suprapubik

Palpasi

Nyeri tekan (-), tidak teraba massa

Regio Genitalia Eksterna

Inspeksi

Tidak tampak massa, tidak tampak pembesaran scrotum, terpasang

cateter, produksinya ada, urin berwarna kuning jernih


Regio Anal

Rectal toucher :

Tonus sfingter ani cukup, ampula recti tidak kolaps, mukosa rectum

licin. Prostat : teraba membesar, polus atas tidak dapat diraba, sulcus medianus mendatar,
kenyal, permukaan licin,tidak nyeri.

Sarung tangan :

Feses tidak ada, darah tidak ada, lendir tidak ada

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan :


-

Laboratorium : (n)

Urinalisis: (n)

Assessment
Pada pasien terdapat gejala-gejala LUTS yang sesuai dengan kepustakaan BPH antara lain:
hesitansi, pancaran urin yang lemah pengosongan buli-buli yang kurang puas, double voiding, air
kencing menetes, mengedan bila BAK, urgensi, frekuensi, disuria, dan nokturia. Pada RT terdapat
tanda-tanda pembesaran prostat.
Plan
Diagnosis: BPH
Pengobatan: IVFD RL 20 tpm, ganti kateter urin, Konsul Sp.U untuk rencana prostatektomi
Konsultasi: Dijelaskan secara rasional tentang penatalaksanaan yang dilakukan.
Rujukan: Pada pasien ini dirujuk ke dokter spesialis urologi
Kontrol:

Kegiatan
- Edukasi gejala klinis,

Periode
Kunjungan ke puskesmas

Hasil yang diharapkan


-Timbul kesadaran pasien untuk

diagnosis,penyebab, faktor

berobat dan memeriksakan ke

resiko, dan pengobatan serta

dokter..

merujuk pasien ke bagian


Spesialis urologi agar
mendapatkan penatalaksanaan
lebih lanjut

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
BENIGN PROSTAT HIPERTROPHY
DEFINISI
Benign Prostate Hypertrofia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar
periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer
dan menjadi simpai bedah.
ANATOMI

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra
(uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan
berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm,
lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.12
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona
perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral. Sebagian
besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proximal dari spincter externus
di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2%
dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat.
Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian di
keluarkan bersama cairan semen lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25%
dari seluruh volume ejakulat.
Prostat mendapat inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus.
Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis
S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T 10-L2). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi
kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat
ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi.
Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher bulibuli.

Ditempat itu banyak terdapat reseptor adrenegika. Rangsangan simpatik menyebabkan

dipertahankannya tonus otot polos tersebut.

EPIDEMIOLOGI
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40
tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai
pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi. 4
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan luar negeri
diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan pengobatan untuk
prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan umur. Sebenarnya
perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada
perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik
(kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik. 7
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada
usia 30 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi
anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%.
Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. 1
Etiologi4
Etiologi BPH belum pasti, tetapi kemungkinan berhubungan dengan multifaktor dan
endokrin. Kelenjar prostat terdiri atas elemen stromal dan epitel.

Masing-masing atau bahkan

keduanya dapat berkembang menjadi nodul-nodul hiperplastik dan gejala-gejala yang ada dapat
diartikan sebagai suatu BPH.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat;
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan
kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging.
Beberapa hipotesis yang di duga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:
1. Teori dihidrotestosteron
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat.
Dibentuk dari testosteron yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat oleh
enzim 5a-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berkaitan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya
terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada BPH kadar DHT tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal. Hanya saja pada
BPH, aktivitas enzim 5a-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak.

Hal ini

menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih
banyak dibandingkan dengan prostat normal.

2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron


Pada usia semakin tua kadar testosteron samakin menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap
sehingga perbandingan antara estrogen: testostron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat
berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah sel-sel prostat (apoptosis).

Jadi meskipun rangsangan

terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tapi sel-sel prostat yang telah
ada mempunyai umur lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung di kontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) yang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel stroma sehingga menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun
sel-sel stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Estrogen di duga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan
TGFB berperan pada proses apoptosis.
5. Teori sel stem
Sel stem adalah sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi secara ekstensif. Terjadinya BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun epitel.

PATOFISIOLOGI4
Suatu hubungan gejala dapat dikaitkan antara BPH dengan obstruksi dari prostat atau
terjadinya respon sekunder pada kandung kencing saat berkemih. Komponen obstruksi dapat menjadi
komponen obstruksi dinamis atau komponen mekanis.
Saat pembesaran prostat timbul, obstruksi mekanis terjadi dari adanya gangguan didalam
lumen uretra atau leher kandung kencing, menyebabkan kesulitan yang tinggi dalam berkemih. Saat
prostat membesar terjadi proses penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, bulibuli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini
menyebabkan perubahan anatomic buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor,

Penonjolan serat

detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistokopi akan terlihat seperti balok yang disebut
trabekulasi (buli-buli). Mukosa dapat menerobos keluar di antara serat detrusor. Tonjolan mukosa
yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini
disebut fase kompensasi otot dinding.

Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien

dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS).
Komponen dinamis dalam obstruksi prostat menerangkan variasi natural dalam gejala yang
terjadi pada pasien. Stroma prostat, yang terdiri dari otot polos dan kolagen, kaya akan suplai
persarafan adrenergik. Tingkat stimulasi otonom diatur oleh uretra prostatika. Penggunaan terapi blocker menurunkan tonus, sehingga resitensi saat berkemih berkurang.
Keluhan iritatif berkemih yang kosong pada BPH berasal dari respon sekunder dari kandung
kencing untuk meningkatkan pengeluaran isi kandung kencing. Pengeluaran ini terhambat karena otot
detrusor hipertrofi dan hyperplasia dikarenakan terjadinya deposisi kolagen. Meskipun selanjutnya
keluhan ini akan berkurang tidak stabilnya otot detrusor juga menjadi factor. Pada pemeriksaan
inspeksi, penebalan otot detrusor pada serabut otot terlihat sebagai trabekula pada pemeriksaan
cystocospic. Jika terlewat pada pemeriksaan, herniasi mucosal antara otot detrusor terjadi divertikula
(disebut juga Divertikula vera yang hanya terdiri mukosa dan serosa)
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh buli-buli tidak terkecuali pada kedua
ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke
ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh
adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos
yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu
dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat
normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1,
hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan
prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan
tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
GEJALA KLINIS4
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Gejala-gejala pada BPH dapat dibagi menjadi 2, yaitu : gejala obstruksi dan gejala iritasi. Gejala
obstruksi dapat berupa hesitansi (menunggu lama pada permulaan buang air kecil), pancaran urin
yang lemah pengosongan buli-buli yang kurang puas, double voiding (miksi untuk kedua kalinya
dalam 2 jam dari yang sebelumnya, nyeri bila miksi, air kencing menetes), mengedan bila miksi.
Gejala iritatif berupa urgensi (tergesa-gesa buang air kecil), frekuensi (sering buang air kecil),
disuria, dan nokturia (buang air kecil malam hari lebih dari 1 kali).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam
yang merupakan tanda dari infeksi/ urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Hernia inguinalis, hemoroid karena peningkatan tekanan intraabdominal.

Urin yang selalu

menetes tanpa disadari oleh pasien yang merupakan tanda inkontinensia paradoksa.
MENEGAKKAN DIAGNOSA
1. ANAMNESIS
American Urological Association (AUA) telah mengembangkan suatu standar daftar pertanyaan
yang berlaku dan dapat dipercaya dalam identifikasi kebutuhan akan perawatan terhadap pasienpasien dan dalam memonitoring terhadap terapi yang dilakukan. Penilaian ini terfokus pada 7
pertanyaan yang di ajukan terhadap pasien-pasien untuk mengetahui seberapa sering timbul gejala
iritasi dan obstruksi. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0-5,
sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai 1-7. Dimana score 0-7
ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.
SKOR INTERNASIONAL GEJALA PROSTAT (I-PSS)
Untuk pertanyaan nomer 1 hingga 6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut:
0 = Tidak pemah
1 = Kurang dari sekali dari 5 kali kejadian
2 = Kurang dari separuh kejadian
3 = Kurang lebih separuh dari kejadian
4 = Lebih dari separuh dari kejadian
5 = Hampir selalu
Dalam satu bulan terakhir ini berapa seringkah anda:
1. Merasakan masih terdapat sisa urine sehabis kencing ?
2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam yang lalu anda baru saja kencing ?
3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini dilakukan berkalikali?
4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing ?
5. Merasakan pancaran urine yang lemah ?
6. Harus mengejan dalam memulai kencing ?
Untuk pertanyaan nomer 7, jawablah dengan skor seperti di bawah ini:
0 = Tidak pernah
1 = Satu kali
2 - Dua kali

3 = Tiga kali
4 = Empat kali
5 = Lima kali

7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur malam untuk kencing ?

Total Skor (S) = ............


Pertanyaan nomer 8 adalah mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala di atas; jawablah
dengan:
1.Sangat senang

2. Senang

3. Puas

4. Campuran antara puas dan tidak puas

5. Sangat tidak puas

6. Tidak bahagia

7. Buruk sekali
8. Dengan keluhan seperti ini bagaimanakah anda menikmati hidup ini?
Kesimpulan: S__, L_I , Q_, R _ ,V_I
(S:Skor I-PSS, L:Kualitas hidup, Q: pancara urine dalam ml/detik, R: sisa urine, V: volume
prostat)
2. PEMERIKSAAN FISIK
Untuk mengetahui adanya penurunan kekuatan pancaran aliran urin, pemeriksa harus menilai
proses pengosongan urin pasien sebagai hal utama dalam pemeriksaan. Pada pemeriksaan rectal
toucher kelenjar prostat diperiksa dengan memperhatikan dari segi bentuk dan ukuran serta
konsistensi. Pasien dengan pembesaran prostat mungkin tidak ditemukan gejala obstruksi traktus
urinarius, sedangkan pada pasien dengan pembesaran lobus medial dapat ditemukan dengan jelas
suatu adanya gejala obstruktif dan retensi urin tanpa adanya suatu pembesaran prostat yang
teraba.
Sebagai tambahan dalam menilai kelenjar prostat, pada pemeriksaan rectal toucher dapat
memberikan keuntungan bagi pemeriksa dalam menilai kekuatan tonus dari spingter ani, yang
secara tidak langsung juga memberikan gambaran keadaan dari persarafan vesika urinaria. Pada
perabaan prostat harus diperhatikan :
a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
b. Adakah asimetris
c. Adakah nodul pada prostate
d. Apakah batas atas dapat diraba
e. Sulcus medianus prostat
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba
ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada
carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak
simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Apabila terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba
dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada
pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus
mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk

melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti
batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah
meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba masa
kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk menandakan infeksi/hematuri.
Kultur urine untuk mencari jenis kuman dan menentukan sensitifitas.
Faal ginjal, ureum kreatinin, mengetahui adanya penyulit pada saluran kemih bagian atas.
Pemeriksaan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya diabetes melitus
yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika
dicurigai adanya keganasan prostat perlu di periksa kadar penanda tumor PSA.
b. Gambaran Radiologis
BNO berguna untuk dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya
batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk
menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
Ultrasonografi transrektal atau TRUS, dimaksudkan untuk mengetahui besar atau
volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk
untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urine. Ultrasonografi
transabdominal mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal
akibat obstruksi BPH yang lama. Cara pencitraan yang lain ialah pemeriksaan USG. Cara
pemeriksaan ini untuk prostat hipertrofi dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena
ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak adanya bahaya radiasi dan juga
relatif murah. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal
( TRUS = Trans Rectal Ultrasonografi ). TRUS dianggap lebih baik untuk pemeriksaan
kelenjar prostat apalagi bila menggunakan transducer yang biplane. Selain untuk
mengetahui adanya pembesaran prostat pemeriksaan USG dapat pula mendeteksi volume
buli, mengukur sisa urin, dan patologi lain seperti divertikel, tumor buli yang besar, batu buli.
TRUS dapat pula mengukur besarnya prostat yang diperlukan untuk menentukan jenis terapi
yang tepat yaitu apabila besarnya lebih dari 60 gr digolongkan besar sehingga kalau akan
dilakukan operasi dipilih operasi buka. Perkiraan besarnya prostat dapat pula dilakukan
dengan USG suprapubik atau trans urethral tetapi cara transuretral dianggap terlalu invasif.
Pada PIV, pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling
defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas
berbentuk seperti mata kail (hooked fish), mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun

ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli buli
yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli. Foto setelah miksi dapat dilihat
adanya residu urin
c. Uroflowmetri
Dengan uroflowmetri dapat diukur: (1) pancaran urin maksimal (maximal flow rateQmax); (2) volume urin yang keluar (voided volume); (3) lama waktu miksi. Pengukuran sisa
urin yang tertinggal dalam buli-buli setelah buang air kecil diukur dengan memasang kateter
setelah buang air kecil.
Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/ detik dan pancaran maksimal
sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik,
sedang pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau kurang.
DIAGNOSA BANDING
Kondisi obstruksi lainnya dari traktus urinarius bagian bawah adalah striktur uretra, batu bulibuli atau ca prostat.
Yang harus diketahui dalam menilai pria dengan dugaan BPH yaitu adanya riwayat urethritis
atau trauma untuk menyingkirkan adanya striktur uretra atau kontraktur leher buli-buli.
Hematuri dan nyeri biasanya merupakan gejala adanya batu buli-buli.ca prostat dapat
diketahui pada DRE atau kenaikan serum PSA.
Suatu infeksi pada traktus urinarius dapat memberikan gambaran gejala iritasi BPH, untuk
mengetahui adanya infeksi maka dilakukan kultur urine dan urinalisis.

KOMPLIKASI
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi
sebagai berikut :
Batu Kandung Kemih
Hematuria
ISK
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal Ginjal
TERAPI
Untuk BPH dengan gejala ringan (score 0-7) terapi hanya berupa Watchful Waiting.
Disamping itu terapi spesifik lainnya berupa adanya indikasi untuk tindakan operasi termasuk retensio

urine kronik (sedikitnya 1 kali percobaan menggunakan kateter yang gagal), infeksi traktus urinarius
berulang, gross hematuri berulang, batu buli-buli,insufisiensi ginjal dari buli-buli atau divertikula
buli-buli yang besar.
1. Watchful Waiting
Pilihan terapi ini hanya untuk pasien BPH dengan gejala ringan(score 0-7). Pasien dengan gejala
sedang dapat dilakukan terapi ini jika pasien menginginkan.
Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya, seperti:

Jangan mengkonsumsi alkohol atau rokok setelah makan malam

Kurangi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli

Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin

Kurangi makanan pedas atau asin

Jangan menahan kencing terlalu lama

2. Terapi Medis
I.

Alpha Bloker
Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat adrenergik alpha
sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat
alpha yang tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan
mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh pasien karena
menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, diantaranya adalah hipotensi
postural dan kelainan kardiovaskuler lain.
Ditemukannya obat penghambat adrenegik-a 1 adalah : Prazosin dua kali sehari, terazosin,
afluzosin, dan doksazosin yang diberikan sehari sekali. Obat-obat ini dilaporkan dapat
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.
Akhir-akhir ini telah ditemukan pula golongan penghambat adrenegik-a 1A, yaitu tamsulosin
yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan bahwa obat ini mampu
memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut
jantung.

II. Inhibitor 5 alpha-reduktase


Finasteride adalah merupakan inhibitor 5 alpha-reduktase yang memblok perubahan hormon
testosteron menjadi dihydrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel dari kelenjar
prostat yang mengakibatkan pengurangan ukuran dari kelenjar dan memberikan perbaikan
gejala. 6 bulan terapi diperlukan untuk mengetahui efek maximum dari ukuran prostat.
III. Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuhan-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejalagejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmologik tentang kandungan zat aktif yang
mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai : anti-androgen, menurunkan kadar sex hormon
binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (BFGF) dan epidermal
growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti inflamasi,
menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat.
Di antara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah : Pygeum africanum, serena repens,
Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
3. Terapi Operasi Konvesional
I.

Transurethral Resection Of The Prostat (TURP)


95% dari simple prostatektomi dapat dilakukan secara endoskopi yang di masukan melalui
penis atau uretra. Kebanyakan dari prosedur ini memerlukan pemakaian anestesi spinal serta
membutuhkan 1-2 hari perawatan di RS. Keuntungan dari TURP tidak dilakukan sayatan
sehingga mengurangi terjadinya infeksi.Resiko pada TURP termasuk didalamnya berupa
ejakulasi retrograd, impoten, dan inkontinensia.
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigasi
(pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan
yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi
hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai yaitu H 2O steril (aquades). Salah
satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke
saluran sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi, yang jika
berlebih dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau
dikenal dengan sindroma TURP.
Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah
meningkat , dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema
otak yang akhirnya jatuh kedalam koma dan meninggal.
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP, dipakai cairan isotonik yaitu glisin dan
harus membatasi untuk tidak melakukan reseksi lebih dari satu jam. Terapi standar sindrom
ini terdiri dari pemberian diuretik dan penggunaan salin hipotonik intravena

II. Transurethral Inscision Of The Prostat (TUIP)


Sering pada pria dengan gejala BPH sedang sampai berat serta kelenjar prostat yang kecil,
sering mempunyai hyperplasia pada komisura posterior (leher buli-buli terangkat).

Pada

pasien-pasien ini akan sangat bermanfaat, cara ini lebih cepat dan sedikit mengalami
kesalahan daripada TURP.
Pada cara ini melibatkan 2 potongan menggunakan pisau Colinns pada arah jam 5 dan jam 7.
kedua potongan ini dimulai dari arah distal sampai mulut uretra dan meluas keluar sampai ke
verumontirium.
Sebelum melakukan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya Ca prostate dengan
melakukan colok dubur, melakukan USG Transrektal, dan pengukuran kadar PSA.
Komplikasi yang terjadi perdarahan, infeksi, penyempitan uretra, dan impontensi.

III. Open Simple Prostatektomi


Jika ukuran prostat terlalu besar untuk dipindahkan secara endoskopi, maka diperlukan suatu
enukleasi terbuka. Kelenjar prostate lebih dari 100 g biasanya dilakukan suatu enukleasi
terbuka. Open prostatektomi mungkin dapat pula berguna, yaitu dengan seiring adanya
divertikula buli-buli atau batu buli-buli atau jika posisi litotomi tidak memungkinkan untuk
dilakukan operasi.
Indikasi absolut prostatektomi :
1. kronik obstruktif dengan azotemia
2. obstruksi kronik dengan eksaserbasi akut
3. batu buli-buli dengan obstruksi kronik
4. kerusakan pada buli-buli dan traktus urinarius bagian atas dari obstruksi
5. infeksi traktus urinarius berulang dari obstruksi
6. perdarahan dari hipertrofi benigna
Indikasi relatif prostatektomi :
1. retensi akut

2. frekuensi BAK yang mengganggu tidur atau kerja perubahan obstruksi awal pada bulibuli serta traktus urinarius bagian atas
3. residual urin
4. batu buli-buli
5. prostatitis berulang
6. BPH dengan komplikasi
Pembesaran kelenjar prostat bukan indikasi prostatektomi. Pada open prostatektomi dapat
dilakukan 2 cara yaitu: suprapubik dan retropubik. Simple suprapubik prostatektomi
dilakukan secara transvesical dan merupakan operasi pilihan dalam menangani masalah
kelainan dalam buli-buli.

Setelah buli-buli di buka kemudian dibuat satu potongan

semisirkuler pada mukosa buli-buli, distal dari trigonum. Pemotongan pada bidang datar
harus sangat tajam, kemudian pada potongan tumpul dengan menggunakan jari dibuat untuk
memindahkan adenoma.

Pada potongan apical juga dibuat setajam mungkin untuk

menghindari injuri terhadap distal spingter mekanisme. Setelah adenoma di angkat, setelah
hemostasis dicapai dengan melakukan penjahitan, dimana sebelumnya telah dipasang kateter
uretra dan suprapubik sebelum di lakukan penutupan.

Pada simple retropubik prostatektomi buli-buli tidak di masuki. Kemudian insisi pada daerah
kapsul prostate yang akan di operasi, lalu adenomanya di enukleasi. Pada simple retropubik
hanya digunakan 1 kateter.
4. Terapi Invasif Minimal
I.

Terapi Laser
Ada 4 sumber tenaga yang digunakan pada terapi ini yaitu : Nd YAG, Holmium YAG, KTP
YAG, dan diode yang dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre, interstitial fibre.
Beberapa perbedaan tehnik Necro coagulation telah diketahui :

Transurethral Laser Induced Prostatectomy (TULIP)

Dilakukan dengan cara menggunakan panduan memakai USG Transurethral. Alat-alat


pada TULIP diletakkan di dalam uretra dan USG Transurethral digunakan untuk
menuntun alat TULIP, perlahan mungkin ditarik dari leher buli-buli sampai ke apex.
Untuk mengetahui kedalamannya dapat dilihat melalui USG.

Visual Contact Ablative


Cara ini merupakan cara yang membutuhkan waktu yang lama, karena di lakukan dengan
cara meletakkan serat dari lasernya langsung berada didalam jaringan prostat yang dapat
menguap.

Terapi Laser Intersitiel


Pada cara ini seratnya diletakkan langsung pada prostat, dan biasanya dibawah kendali
cytoskopi.

Pada

setiap

penusukan,

lasernya

ditembakan

langsung,

sehingga

mengakibatkan lapisan submukosanya mengalami nekrosis koagulasi. Penggunaan cara


ini hanya dapat mengurangi sedikit gejala iritasinya saja, karena mukosa dari uretera
berbeda dan sisa dari jaringan prostatnya dipisahkan

serta jaringan dari prostatnya

diresobpsi.

Keuntungan dari penggunaan bedah laser adalah (1) perdarahannya minimal, (2) gejalanya
jarang timbul lagi, (3) berguna pada pasien pasien yang menggunakan terapi antikoagulan,
(4) dapat dilakukan pada pasien- pasien rawat jalan.
Kerugiannya adalah : (1) kurangnya jaringan patologik yang tersedia, (2) membutuhkan
waktu saat kateterisasi post operasi, (3) bertambahnya gejala iritasi.
II. Elektrovaporasi Prostat
Sama dengan TURP, hanya teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin
diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini
cukup aman, perdarahan minimal, masa rawat di RS lebih singkat. Namun hanya dapat
dilakukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan butuh waktu operasi lebih
lama.
III. Termoterapi
Energi panas bersamaan gelombang mikro dipancarkan melalui kateter transuretra. Besar dan
arah pancaran energi diatur sehingga dapat melunakkan jaringan prostat yang membuntu
uretra. Morbiditas rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi, dapat dijalani oleh pasien dengan

kondisi kurang baik jika menjalani pembedahan.

Direkomendasikan bagi prostat yang

ukurannya kecil.
IV. Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA)
Metode ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai 100 o,
sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri dari kateter TUNA yang
dihubungkan dengan generator. Metode ini tidak dapat digunakan pada terapi pembesaran
lobus medial dan leher buli buli . pasien seringkali masih mengeluh hematuria, disuria,
kadang retensi urine dan epididimo-orkitis.
V. High intensity focused ultrasound (HIFU)
Metode ini merupakan bentuk lain dari ablasi thermal jaringan. Alat ini didesain khusus
sebagai USG dengan dual fungsi yang diletakkan direktum. Probenya dapat digunakan untuk
memberikan gambaran prostat dan juga dapat menghantarkan ledakan kecil dari energi USG
yang terfokus dengan kekuatan tinggi yang mana dapat mengakibatkan panasnya jaringan
prostat dan dapat mengakibatkan suatu nekrosis koagulasi. Pada pembesaran lobus medial
dan leher buli buli tidak dapat menggunakan metode ini. Metode ini memerlukan anestesi
umum.
VI. Intrauretrhal stenting
Intrauretrhal stenting merupakan suatu alat yang secara endoskopi diletakkan didalam fossa
prostatika dan dibuat untuk menahan bentuk dari uretrha pars prostatika. Alat ini dibuat secara
khusus digunakan pada pasien pasien dengan angka harapan hidup terbatas dan bukan pada
pasien pasien dengan indikasi operasi. Namun setelah pemasangan kateter ini, pasien masih
merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra, rasa tidak enak di daerah
penis.
VII.Transurethral balloon dilatation of the prostate
Dilatasi balon dari kelenjar prostat dibentuk secara khusus dengan suatu kateter yang mampu
mendilatasi fossa prostatika saja atau fossa prosatika dan leher buli buli. Metode ini sangat
efektif pada prostat prostat dengan ukuran kecil ( < 40 cm 3 ).
Keuntungannya : mudah digunakan, aman, hospitalisasi yang minimal, sejauh ini tidak
menimbulkan impotent.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.
2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah Kedokteran
Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.
3. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC, 1994.
4. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.
Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997.
5. Hugh. A.F. Dudley. Hamilton Baileys Emergency Surgery 11th edition, Gadjah Mada University
Press, 1992.
6. www.prostata-therapie.de.co.uk
7. www.prostateinformation.co.uk

BAB V
ANALISIS KASUS
Pasien didiagnosis BPH atas dasar:
Anamnesis: Tidak bisa BAK sejak 1 minggu SMRS, nyeri perut bagian bawah. 2 tahun SMRS,
selalu menunggu pada permulaan buang air kecil, mengedan pada saat buang air kecil, alirannya
terputus-putus, pancaran air kencing lemah dan menetes pada akhir kencing, tidak puas setelah buang
air kecil, sering kencing terutama pada malam hari, nyeri saat BAK, nyeri BAK tidak menjalar. BAK
berdarah (-), tidak keruh, BAK keluar pasir (-), nyeri pinggang (-), demam (-), penurunan BB (-).
Pemeriksaan fisik : Nyeri tekan suprapubik (+), RT: Prostat : teraba membesar, polus atas tidak
dapat diraba, sulcus medianus mendatar, kenyal, permukaan licin,tidak nyeri, darah tidak ada
Pemeriksaan penunjang : lab (n), urinalisa (n)
Pada pasien terdapat gejala-gejala LUTS yang sesuai dengan kepustakaan BPH antara lain: hesitansi,
pancaran urin yang lemah pengosongan buli-buli yang kurang puas, double voiding, air kencing
menetes, mengedan bila BAK, urgensi, frekuensi, disuria, dan nokturia. Pada RT terdapat tanda-tanda
pembesaran prostat.
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi: : IVFD RL 20 tpm, Pasang kateter urin, Konsul Sp.U untuk
rencana prostatektomi.

Anda mungkin juga menyukai