Anda di halaman 1dari 8

1.

Bedakan wanprestasi dengan perbuatan melanggar hukum dalam perjanjian


ketenaga kerjaan
Prestasi adalah sesuatu yang dapat dituntut. Jadi dalam suatu perjanjian suatu pihak
(biasanya kreditur/ berpiutang) menuntut prestasi pada pihak lainnya (biasanya debitur/
berutang). Menurut ps. 1234 KUHPer prestasi terbagi dalam 3 macam:
a. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalam ps. 1237 KUHPer);
b. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (prestasi jenis ini terdapat
dalam ps. 1239 KUHPer); dan
c. Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat seuatu (prestasi jenis ini terdapat
dalam ps. 1239 KUHPer).
Apabila seseorang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian itu, maka
kewajiban pihak tersebut untuk melaksanakan atau mentaatinya.
Apabila sorang yang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian tersebut
tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
maka disbut orang tersebut melakukan wanprestasi.
Apabila pihak debitur yang melakukan wanprestasi maka pihak kreditur yang
menuntut atau mengajukan gugatan. Ada tiga kemungkinan bentuk gugatan yang
mungkin diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat dari wanprestasi, yaitu:
a. Secara parate executie;
Dimana kreditur melakukan tuntutan sendiri secara langsung kepada debitur tanpa
melalui pengadilan. Dalam hal ini pihak yang bersangkutan bertindak secara
eigenrichting (menjadi hakim sendiri secara bersama-sama). Pada prakteknya, parate
executie berlaku pada perikatan yang ringan dan nilai ekonomisnya kecil.
b. Secara arbitrage (arbitrase) atau perwasitan;
Karena kreditur merasakan dirugikan akibat wanprestasi pihak debitur, maka antara
kreditur dan debitur bersepakat untuk menyelesaikan persengketaan masalah mereka
itu kepada wasit (arbitrator). Apabila arbitrator telah memutuskan sengketa itu, maka
pihak kreditur atau debitur harus mentaati setiap putusan, walaupun putusan itu
menguntungkan atau emrugikan salah satu pihak.
c. Secara rieele executie
Yaitu cara penyelesaian sengketa antara kreditur dan debitur melalui hakim di
pengadilan. Biasanya dalam sengketa masalah besar dan nilai ekonomisnya tinggi
atau antara pihak kreditur dan debitur tidak ada konsensus penyelesaian sengketa

dengan cara parate executie, maka penyelesaian perkara ditempuh dengan rileele
executie di depan hakim di pengadilan.
Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam ps. 1365 sampai
dengan ps.1380 KUHPer. Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian
pada orang lain, mewajibkan pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian (ps. 1365
KUHPer).
Dinamakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan itu bertentangan dengan
hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan-ketentuan undang-undang,
tetapi juga aturan-aturan hukum tidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup
bermasyarakat. Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang
melawan hukum itu; antara lain kerugian-kerugian dan perbuatan itu harus ada
hubungannya yang langsung; kerugian itu disebabkan karena kesalahan pembuat.
Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan (kelalaian).
Perbuatan melawan hukum tidak hanya terdiri atas satu perbuatan, tetapi juga
dalam tidak berbuat sesuatu. Dalam KHUPer ditentukan pula bahwa setiap orang tidak
saja bertanggungjawab terhadap kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri,
tetapi juga terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan orang-orang yang
ditanggungnya, atau karena barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.
Ditentukan antara lain, bahwa orang tua bertanggung jawab terhadap kerugian
yang ditimbulkan karena perbuatan-perbuatan anak-anaknya yang belum cukup umur
yang diam bersama mereka. Seorang majikan bertanggung jawab terhadap kerugian yang
ditimbulkan oleh orang bawahannya dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang
ditugaskan kepada mereka. Guru sekolah bertanggung jawab terhadap kerugian yang
ditimbulkan karena perbuatan-perbuatan murid selama dalam pengawasannya. Kerugian
yang ditimbulkan dapat berupa kerugian harta benda, tetapi dapat pula berupa
berkurangnya kesehatan atau tenaga kerja.

2. Pilih salah satu bidang hukum ketenaga kerjaan kemudian jelaskan aspek
perlindungan hukum secara normatif
PERLINDUNGAN UPAH BURUH
Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu
hubungan kerja dan juga tujuan utama dari sorang pekerja untuk melakukan pekerjaan pada
orang lain dan badan hukum ataupun satu perusahaan.
Upah merupakan salah satu hak normatif buruh. Upah yang diterima oleh buruh
merupakan bentuk prestasi dari pengusaha ketika dari buruh itu sendiri telah memberikan
prestasi pula kepada Pengusaha yakni suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan
dilakukan. Karena merupakan hak normatif maka peraturan perundang-undangan yang
mengatur masalah pengupahan memuat pula sanksi pidana bagi Pengusaha yang
mengabaikan peraturan perundangan terkait dengan masalah pengupahan dan perlindungan
upah. Bila hal tersebut terjadi maka tindakan Pengusaha yang demikian ini termasuk dalam
tindak pidana kejahatan.
Bab I Pasal 1 angka 30 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan menegaskan:
"Upah adalah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusahaatau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau perturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan
dan/jasa yang telah atau akan dilakukan".
Penghasilan Pekerja adalah jumlah penghasilan Pekerja dalam satuan waktu tertentu
termasuk didalamnya gaji pokok, tunjangan-tunjangan, premi-premi, catu, upah lembur,
THR, bonus dan fasilitas-fasilitas.
Tujuan pemerintah mengatur upah dan pengupahan pekerja/buruh adalah untuk
melindungi pekerja dari kesewenang-wenangan pengusaha dalam pemberian upah. setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. pekerjamenerima upah dari pemberi kerja dan dilindungi undang-undang.
Peran pemerintah dalam hal ini adalah adalha menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh agar dapat memenuhi kebutuhan hidup pekerja maupun
keluarganya.

Bentuk perlindungan upah itu berupa pengaturan tentang upah dan pengupahan yang
diatur dalam Pasal 88 s/d Pasal 98 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. hal hal penting yang terkandung dalam Pasal ini adalah:

Penetapan upah minimum

Upah kerja lembur

Upah tidak masuk kerja karena berhalangan

Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaannya

Upah menjalankan hak dan waktu istirahat kerjanya

Bentuk dan cara pembayaran upah

Denda dan pemotongan upah

Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah

Struktur dan skala pengupahan yang proporsional

Upah untuk pembayaran pesangon

Upah untuk perhitungan pajak penghasilan (selanjutnya perlindungan upah akan saya
uraikan secara terperinci pada bagian lain blog ini)
Kalau kita perhatikan secara cermat bunyi undang-undang diatas kita melihat bahwa

ada bagian penting yang terkandung didalamnya, yaitu komponen upah dan tunjangantunjangan. terkait dengan komponen upah dan tunjangan Pasal 94 secara tegas menyatakan :
"Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok sedikit-dikitnya 75% dari jumlah upah
pokok dan tunjangan tetap". jadi, pengelompokan tunjangan dan tunjangan tidak tetap harus
diatur secara jelas karena upah pokok ditambah tunjangan tetap nantinya dipakai sebagai
dasar perhitungan untuk :

Upah lembur

Perhitungan pesangon

Perhitungan pensiun

Perhitungan pembayaran ke jamsostek

THR
Yang termasuk kedalam Komponen upah adalah sebagai berikut (SE Menaker No.

SE-07/Men/1990) :
1. Upah pokok adalah : imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat
atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

2. Tunjangan tetap adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan
yang diberikan secara tetap kepada pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam
satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok seperti tunjangan isteri,
tunjangan anak, tunjangan perumahan, tunjangan kematian, tunjangan jabatan,
tunjangan keahlian dan lain-lain.
Pada hari libur resmi semua pekerja yang bekerja pada perusahaan berhak mendapat
istirahat dengan upah sebagaimana biasa diterima tanpa membedakan status buruh (Pasal 1
Permen No. Per-03/Men/1987 Tentang Upah Pekerja Pada hari Libur Resmi).
Upah Minimum harus mencapai sesuai dengan (Kepmen No. 226/Men/2000 Tentang
Perubahan Pasal 1,3,4,8,11,20 dan 21 Permen No. Per-01/Men/1999 Tentang Upah
Minimum) :

Upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap (Pasal
1).

Besarnya upah minimum diadakan peninjauan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun


sekali (Pasal 4 Kepmen No.226/Men/2000).

Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dan Pengusaha
dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum (Pasal 89 ayat 2 dan Pasal
90 ayat 1).
Pengusaha yang membayar upah buruhnya lebih rendah dari upah minimum

dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 100.000.000,- dan paling banyak Rp 400.000.000,- dan tindakan
Pengusaha tersebut merupakan Tindak Pidana Kejahatan (Pasal 185 UU No. 13/2003).
Setiap keterlambatan membayar upah pekerja menurut waktu yang ditetapkan,
pengusaha wajib memberikan tambahan upah (bunga) sesuai dengan Peraturan Pemerintah
yaitu :
1. Upah + 5 % untuk tiap hari keterlambatan (mulai hari ke 4 sampai ke 8 terhitung dari
hari dimana seharusnya upah dibayar).
2. Ditambah lagi 1 % /keterlambatan (sesudah hari ke dengan ketentuan bahwa
tambahan itu untuk 1 bulan tidak boleh melebihi 50 % dari upah yang seharusnya
dibayarkan.
3. Apabila masih belum dibayar (sesudah 1 bulan), pengusaha diwajibkan pula
membayar bunga sebesar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan

yang bersangkutan BUNGA ATAS UPAH (Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 8/1981
Tentang Perlindungan Upah).
Denda

yang dapat dilakukan Perusahaan terhadap karyawan yang

dibenarkan

(Pasal 20 ayat 1 dan ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 8/1981 Tentang Perlindungan
Upah) adalah Denda karena suatu pelanggaran hanya dapat dilakukan terhadap pekerja jika
diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan. Pengusaha
dilarang menuntut ganti rugi terhadap pekerja yang sudah dikenakan denda, pengusaha atau
orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda darinya.
Pemotongan upah yang dapat dilakukan Perusahaan terhadap karyawan yang
dibenarkan (Pasal 22 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 8/1981 Tentang
Perlindungan Upah) adalah Pemotongan upah untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan
bilamana ada Surat Kuasa dari pekerja kecuali kewajiban pembayaran oleh pekerja terhadap
negara atau pembayaran iuran sosial, jaminan sosial.
Ganti rugi yang dapat dilakukan Perusahaan terhadap karyawan yang dibenarkan
(Pasal 23 Peraturan Pemerintah No. 8/1981 Tentang Perlindungan Upah) adalah Permintaan
ganti rugi akibat kerusakan barang atau kerugian lainnya baik milik pengusaha maupun pihak
ketiga karena kesengajaan atau kelalaian pekerja harus diatur terlebih dahulu dalam suatu
perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan dengan ketentuan setiap bulannya tidak boleh
melebihi 50% dari upah.
UPAH ADALAH HUTANG YANG HARUS DIDAHULUKAN (Pasal 27 Peraturan
Pemerintah No. 8/1981 Tentang Perlindungan Upah) Apabila pengusaha dinyatakan pailit
maka upah pekerja merupakan hutang yang harus didahulukan.
Tuntutan dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi daluwarsa
setelah melampaui jangka waktu 2 tahun Pasal 30 Peraturan Pemerintah No. 8/1981 Tentang
Perlindungan Upah.
Dasar hukum yang mengatur tentang upah dan pengupahan adalah sebagai berikut :

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mulai Pasal 88 s/d
Pasal 98

Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1982 tentang perlindungan upah

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No.SE-01/MEN/1982 Tentang Petunjuk


Pelaksana Pemerintah No.8 Tentang Perlindungan Upah

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Per 01/MEN/1999


Tentang Upah Minimum

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Kep 226/MEN/2000


Tentang Perubahan Pasal 11, Pasal 20, Pasal 21 peraturan menteri tenaga kerja
Republik Indonesia Nomor Per 01/MEN/1999 Tentang Upah Minimum.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Kep 231/MEN/2003


Tentang Tatacara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Per 02/MEN/1993


Tentang Berakhirnya Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Kep 49/MEN/2004


Tentang Struktur dan Skala Upah.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Kep 102/MEN/VI/2004


Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.

Keputusan Presiden No. 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan.

Anda mungkin juga menyukai