Anda di halaman 1dari 21

A.

JUDUL PENELITIAN
Perlindungan Konsumen Terhadap Klausula Baku Dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli Perumahan Menurut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999
B. BIDANG ILMU
Hukum Administrasi Negara
C. LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia sebagai negara yang berpenduduk padat dan berbentuk
kepulauan mempunyai wilayah perairan lebih besar daripada daratan
berupa tanah, dalam hal ini tanah merupakan hal yang problematik sekali
dan dapat menjadi pemicu utama terjadinya sengketa. Bisa dikatakan tanah
memegang peranan utama dan pertama dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pembangunan perumahan dan
pemukiman merupakan upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar
manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan kehidupan,
memberi arah pada pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja
serta menggerakkan kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat. Bisnis perumahan di perkotaan maupun
di pinggiran merupakan sektor yang sangat menjanjikan. Sehubungan
dengan itu upaya pembangunan perumahan dan pemukiman terus
ditingkatkan untuk menyediakan perumahan dengan jumlah yang makin
meningkat, tetapi hal ini belum secara merata dapat dilaksanakan oleh
pemerintah karena melihat kebutuhan-kebutuhan lainnya yang masih perlu
diprioritaskan, Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia, baik
untuk tempat tinggal, tempat usaha, perkantoran dan lain sebagainya.
Namun demikian, belum semua anggota masyarakat dapat menikmati dan
memiliki rumah yang layak, sehat, aman dan serasi. Tingginya permintaan
akan perumahan mengakibatkan banyak bermunculan pengembangpengembang/perusahaan-perushaan yang menyediakan perumahan dengan
harga terjangkau yang dapat dipilih sesuai kemampuan keuangan
konsumen.
Nasmun, pebisnis property di bidang perumahan dalam memasarkan
rumah termasuk tanah selalu membuat format perjanjian baku yang

substansinya tidak seragam antara pengembang yang satu dengan


pengembang

yang

lain.

Pada

saat

pemesanan

yang

berminat

menandatangani surat pesanan disiapkan terlebih dahulu oleh perusahaan


pembangunan perumahan. Di dalam surat pemesanan terdapat keuntungan
mengenai pernyataan dan persetujuan untuk menerima segala persyaratan
dan ketentuanketentuan yang ditetapkan sepihak dan menandatangani
dokumen-dokumen yang telah dipersiapkan lebih awal. Format dengan
substansinya yang dibuat sepihak tersebut kemudian penggandaannya
dicetak dalam formulir yang dibakukan oleh pengembang tanpa
memusyawarahkan terlebih dahulu dengan pembeli. Bagi pengembang hal
tersebut akan mempermudah dan mempercepat proses penyelesaian
transaksi dengan pembeli. Perjanjian baku semacam itu cenderung
dikatakan substansi hukumnya hanya menuangkan dan menonjolkan hakhak yang ada pada pihak yang kedudukan lebih kuat serta pihak lainnya
terpaksa menerima keadaan itu karena posisinya yang lemah.
Sehingga, pemerintah telah menetapkan pedoman pengikatan jual-beli
rumah melalui Keputusan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) No.
09/Kept/M/1995

yang

menegaskan

bahwa

pengembang

wajib

melaksanakan pendirian bangunan sesuai waktu yang telah diperjanjikan


menurut gambar arsitektur, denah, dan spesifikasi teknik bangunan yang
menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjanjian pengikatan jual-beli
rumah tersebut. Selain itu, berbagai peraturan perundang-undangan
diadakan serta dalam perkembangannya yang terakhir sudah disahkan oleh
pemerintah
Perlindungan

berupa

Undang-undang

Konsumen

dalam

No. 8 Tahun 1999


rangka

memayungi

tentang

pemberian

perlindungan kepada konsumen pada umumnya baik terhadap pengguna


produk barang maupun jasa. Namun demikian produk-produk hukum yang
dicanangkan oleh pemerintah secara khusus mengatur perlindungan hakhak pembeli terhadap transaksi pengikatan jual-beli perumahan dalam
bentuk standar kontrak antara pengembang dengan pembeli rumah sampai
saat ini belum ada.

D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang di atas rumusan
masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut :
1. Apakah klausula baku yang terdapat dalam perjanjian pengikatan jual
beli perumahan telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (UUPK) ?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen atas pencantuman
klausula baku pada perjanjian pengikatan jual beli perumahan menurut
UUPK ?
E. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Penelitian merupakan hal-hal tertentu yang ingin dicapai dalam
suatu penelitian sebagai solusi terhadap permasalahan hukum yang
diangkat, maupun untuk memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
terkait dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari penulisan hukum ini
adalah :
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui adanya persyaratan-persyaratan yang terdapat
dalam

perjanjian

standar

jual-beli

rumah

yang

dibuat

oleh

pengembang/developer telah sesuai ataukah tidak sesuai dengan


ketentuan

-ketentuan

yang

terdapat

dalam

Undang-Undang

Perlindungan Konsumen.
b. Untuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum terhadap
konsumen atas kalusula baku dalam perjanjian pengikatan jual beli
perumahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
(UUPK) serta upaya hukum yang dapat ditempuh guna melindungi
hak-hak konsumen.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperoleh bahan hukum dan informasi sebagai bahan
utama dalam penyusunan penulisan hukum guna memenuhi syarat
untuk memperoleh nilai Ujian Akhir Semester mata kuliah Metode
Penelitian dan Penulisan Hukum kelas C.
b. Untuk mengembangkan dan memperluas wawasan di bidang
penulisan hukum serta meningkatkan pemahaman penulis terhadap
teori yang diperoleh selama masa perkuliahan.
F. MANFAAT PENELITIAN

Dalam kegiatan penelitian hukum sangat diharapkan adanya manfaat dan


kegunaan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini, baik bagi penulis
sendiri, bagi orang lain, juga bagi bidang ilmu yang diteliti. Adapun
manfaat tersebut antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran serta pengetahuan bagi
perkembangan disiplin ilmu hukum perdata khususnya berhubungan
dengan perlindungan hukum konsumen.
b. Untuk menjadi pedoman agar lebih memahami klausula-klausula di
dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah serta penegakkan hukum
dalam praktek jual-beli perumahan.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian hukum ini diharapkan mampu memberikan jawaban
atas pokok permasalahan yang diteliti.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu

dan memberi

masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait


dengan permasalahan yang diteliti.
G. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Konsumen
Konsumen merupakan pihak yang memiliki peranan penting dalam
transaksi penjualan barang dan/ atau jasa. Istilah konsumen sendiri
berasal dari bahasa Inggris yaitu consumer, atau dalam bahasa Belanda
yaitu consument. Secara harfiah konsumen adalah orang yang
memerlukan,

membelanjakan

atau

menggunakan;

pemakai

atau

pembutuh (N.H.T. Siahaan, 2005: 3).


Definisi konsumen yang terdapat dalam UUPK, yakni dalam Pasal 1 ,
angka 2 menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk idup lain
dan tidak untuk diperdagangkan. Pengertian konsumen dalam UUPK di
atas lebih luas bila dibandingkan dengan rancangan undang-undang
perlindungan

konsumen yang diajukan

oleh Yayasan

Lembaga

Konsumen Indonesia, yang menentukan bahwa : Konsumen adalah


pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi

kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak
untuk diperdagangkan kembali (Yayasan Lembaga konsumen, 1981: 2).
Di Perancis, berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang,
konsumen diartikan sebagai, The person who obtains goods or services
for personal or family purposes. Definisi itu terkandung dua unsur,
yaitu, pertama, konsumen hanya orang, dan kedua, barang atau jasa yang
digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarga. Sekalipun demikian,
makna kata memperoleh (to obtain) masih kabur, apakah maknanya
hanya melalui hubungan jual beli atau lebih luas dari pada itu? Undangundang Jaminan Produk di Amerika Serikat sebagaimana dimuat dalam
Magnusson-Moss Warranty, Federal Trade Commission Act 1975
mengartikan konsumen sama dengan ketentuan di Perancis. Di Australia,
dalam Trade Practices Act 1974 Konsumen diartikan sebagai Seseorang
yang memperoleh barang atau jasa tertentu dengan persyaratan harganya
tidak melewati 40.000 dollar Australia. Artinya, sejauh tidak melewati
jumlah uang di atas, tujuan pembelian barang atau jasa tersebut tidak
dipersoalkan (Shidarta,2000: 2).
Sementara itu, Az. Nasution memberikan batasan mengenai konsumen,
yaitu:
1. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa
digunakan untuk tujuan tertentu;
2. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang
dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa
lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial);
3. Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapat dan
menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi
kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan/atau rumah tangga dan
tidak untuk diperdagangkan kembali (nonkomersial).
B. Tinjauan Umum tentang Hak dan Kewajiban Konsumen
1. Hak dan Kewajiban Konsumen
Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum.
Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum.

Adapun materi yang mendapatkan perlindungan hukum itu bukan


sekedar fisik melainkan termasuk juga hak-haknya bersifat abstrak.
Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan
perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen. Secara
umum dikenal empat hak dasar konsumen yang diakui secara
internasional.
Hak-hak yang dimaksud adalah (Shidarta, 2004:19) :
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (The Right to safety)
2. Hak untuk mendapatkan informasi (The Right to be informed)
3. Hak untuk memilih (The Right to choose)
4. Hak untuk didengar (The Right to be Heard)
Dalam

perkembangannya,

organisasi-organisasi

konsumen

yang

tergabung dalam The International Organization of Consumers Union


(IOCU) menambahkan lagi beberapa hak, seperti hak mendapatkan
pendidikan, hak mendapatkan ganti kerugian, hak mendapatkan
lingkungan hidup yang baik, dan untuk sehat. Sedangkan dalam Pasal 4
Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur secara ekplisit delapan
hak dari konsumen, sementara satu hak terakhir dirumuskan secara
terbuka, berikut pembahasannya:
1. Hak konsumen mendapatkan keamanan, kenyamanan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Hak untuk memperoleh keamanan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa penting untuk ditempatkan
pada kedudukan utama karena selama berabad-abad berkembang falsafah
bahwa konsumen adalah pihak yang berwajib hati-hati, kemudian seiring
dengan perkembangannya prinsip yang merugikan konsumen ini telah
ditinggalkan. Barang dan/atau jasa harus diproduksi sedemikian rupa
sehingga apabila digunakan pada kondisi normal atau kondisi yang dapat
diduga sebelumnya tidak menimbulkan kerugian kesehatan dan
keamanan bagi konsumen.
2. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Setiap produk yang

diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar.


Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai
gambaran yang keliru atas produk barang dan/atau jasa. 3. Hak
konsumen untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan. Hak yang erat kaitannya dengan hak untuk
mendapatkan informasi adalah hak untuk didengar. Hal ini disebabkan
informasi yang diberikan pihak yang berkepentingan seiring tidak cukup
memuaskan konsumen. Untuk itu konsumen berhak mengajukan
permintaan informasi lebih lanjut, pemerintah memberikan hak ini
kepada konsumen, sehingga konsumen dapat turut berpartisipasi secara
aktif dalam kegiatan perdagangan.
4. Hak konsumen untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan. Hak ini erat kaitannya dengan keberadaan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek
Monopoli dan Praktek Usaha Tidak Sehat. Intinya perlindungan
konsumen selain ditujukan kepada kualitas barang dan/atau jasa yang ada
dipasar, secara signifikan juga berkaitan dengan: a. Mekanisme pasar
berjalan secara sempurna atau tidak b. Pasar terdistorsi atau tidak, dan c.
Ada monopoli atau tidak. Hanya dalam situasi pasar yang bekerja dengan
sempurna, konsumen dapat menggunakan hak untuk memilih barang
dan/atau jasa yang akan digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Definisi hak ini adalah konsumen harus berpendidikan secukupnya. Hal
ini dimaksudkan agar konsumen dapat memenuhi perannya sebagai
peserta atau pelaku usaha yang bertanggung jawab dengan kata lain agar
konsumen mengetahui dan memahami apa saja hak-hak dirinya. Hal ini
dapat dilakukan baik melalui kurikulum dalam pendidikan formal
maupun pendidikan informal.
6. Hak konsumen untuk mendapatkan dispensasi, ganti rugi jika barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

semestinya. Apabila konsumen merasa kuantitas dan kualitas barang


dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang
diberikannya, ia berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. Jenis
dan jumlah ganti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan
yang berlaku atau atas kesepakatan masingmasing pihak. Berdasarkan
rumusan Pasal 19 Undang-undang 39 Perlindungan Konsumen, pelaku
usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
penanaman dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Bentuk
ganti rugi yang diberikan dapat berupa: a. Pengembalian uang b.
Penggantian barang atau jasa yang setara nilainya c. Perawatan kesehatan
dan atau pemberian santunan.
7. Hak konsumen untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hal ini
merupakan salah satu hak konsumen untuk mendapatkan keadilan. Sebab
dengan adanya hak ini, konsumen akan mendapatkan perlindungan
hukum yang efektif dalam rangka mengamankan implementasi ketentuan
perlindunga konsumen dan menjamin keadilan sosial.
8. Hak konsumen untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif. Penjelasan Pasal 4 huruf g Undang-undang
Perlindungan Konsumen disebutkan hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan
suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya miskin dan status
sosialnya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya. Dicantumkannya hak ini maka semakin mempertegas bahwa: 1)
Undang-undang Perlindungan Konsumen adalah undangundang payung,
maksudnya cakupan materi yang diatur sangat luas, sehingga diharapkan
undang-undang lain yang berkaitan tidak bertentangan dengan Undangundang Perlindungan Konsumen walaupun kedudukannya sederajat. 2)
Hak konsumen dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak
bersifat statis melainkan dinamis, maksudnya dimungkinkan adanya hak

konsumen tambahan sesuai dengan tipikal sektor masing-masing. Selain


memperoleh hak tersebut, sebagai penyeimbang, konsumen juga
diwajibkan dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen untuk: 41 a. Membaca dan mengikuti informasi
dan prosedur pemakaian atau pemeliharaan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan, b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa, c. Membayar sesuai dengan nilai tukar
yang disepakati. d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut
C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Pengertian perjanjian secara otentik terdapat dalam Pasal 1313
KUHPerdata menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Terhadap rumusan tersebut Badrulzaman,
berpendapat bahwa walaupun definisi perjanjian tersebut sudah otentik
namun rumusannya disatu sisi adalah tidak lengkap karena hanya
menekankan pada perjanjian sepihak saja dan di sisi lain terlalu luas
karena dapat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan janji kawin yaitu
sebagai perbuatan yang terdapat dalam bidang hukum keluarga.
Subekti, berpendapat bahwa suatu persetujuan atau perjanjian itu adalah
suatu peristiwa di mana seorang, berjanji kepada seorang lain atau dimana
dan orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu (Subekti,
2001:1)
Tim Penyusun Ketrampilan Perencanaan Hukum, berpendapat bahwa
perjanjian itu adalah kesepakatan yang bertimbal balik di antara dua pihak
atau lebih yang memuat persyaratan-persyaratan tertentu mengenai suatu
obyek tertentu yang melahirkan persetujuannya di antara para pihak-pihak
itu. Disamping kedua definisi di atas yang menekankan perjanjian sebagai
melahirkan kewajiban secara bertimbal balik yang belum nampak aspek
hukumnya ada juga yang memberikan definisi lebih luas bahwa kontrak

itu adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan di antara dua orang atau
lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi atau menghilangkan
hubungan hukum.
2. Asas-asas Hukum Perjanjian
Menurut Paul Scholten, asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar
yang ada di dalam dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah
mendapat bentuk sebagai perundang-undangan atau putusan pengadilan,
dan ketentuan-ketentuan dan keputusan itu dapat dipandang sebagai
penjabarannya. Dengan demikian, asas-asas hukum selalu merupakan
fenomena yang penting dan mengambil tempat yang sentral dalam hukum
positif. Asas-asas hukum berfungsi sebagai pendukung bangunan hukum,
menciptakan harmonisasi, keseimbangan dan mencegah adanya tumpang
tindih diantara semua norma hukum yang ada. Asas hukum juga menjadi
titik tolak pembangunan sistem hukum dan menciptakan kepastian hukum
yang diberlakukan dalam masyarakat (Putra Jaya, 2007:23).
Ada berbagai asas yang paling menonjol serta diakui oleh para pakar
hukum perdata yang menjadi kerangka acuan dalam setiap membuat
perjanjian pada umumnya yaitu :
a. Asas kebebasan berkontrak adalah kebebasan para pihak untuk membuat
perjanjian baik mengenai bentuk maupun isinya. Asas ini juga disebut asas
otonom yaitu adanya kewenangan mengadakan hubungan hukum yang
mereka pilih di antara mereka. Asas kebebasan berkontrak ini
berhubungan dengan isi perjanjian (vide Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata).
b. Asas konsensualisme adalah suatu persetujuan kehendak yang
berhubungan dengan lainnya suatu perjanjian (vide Pasal 1320 ayat (1)
KUHPerdata).
c. Asas kekuatan mengikat / kepastian hukum adalah setiap perjanjian
yang dibuat secara sah sebagai Undang-undang artinya perjanjian itu dapat
dipaksakan bilamana salah satu pihak tidak memenuhi 11 Sudikno
Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta : Liberty, 1998), hal.97.
kewajibannya. Asas kekuatan mengikat atau asas kepastian hukum ini

berhubungan dengan akibat perjanjian (vide Pasal 1338 ayat (1)


KUHPerdata).
Ada beberapa asas selain di atas, yaitu :
a. Asas persamaan hukum adalah menempatkan para pihak dalam
persamaan derajat walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan,
dan lainnya. Kedua belah pihak dalam perjanjian harus saling hormat
menghormati dalam pemenuhan perjanjian.
b. Asas keseimbangan adalah bahwa kreditur mempunyai kekuatan untuk
menuntut pelunasan prestasi namun kreditur dan debitur dibebankan untuk
melaksanakan perjanjian dengan itikad baik.
c. Asas moral adalah faktor-faktor yang memberi motivasi pada yang
bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum didasarkan pada moral
(kesusilaan) sebagai panggilan dari hati nuraninya.
d. Asas kepatuhan adalah asas yang berhubungan dengan isi perjanjian
artinya melalui asas ini ukuran adanya hubungan hukum ditentukan juga
oleh rasa keadilan dalam masyarakat.
e. Asas kebiasaan adalah asas bahwa suatu perjanjian tidak hanya
mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas akan tetapi juga hal-hal
yang dalam keadaan dan kebiasaan yang diikuti.
Semua asas di atas ternyata dapat dikembalikan pada tiga asas : a. Yang
berhubungan dengan lahirnya suatu perjanjian yaitu mencakup : asas
konsesualisme, asas persamaan hukum, asas keseimbangan dan asas
kebiasaan. b. Yang berhubungan dengan akibat perjanjian mencakup asas
kekuatan mengikat/kepastian hukum, asas moral dan asas kepatutan. c.
Yang berhubungan dengan isi dari perjanjian adalah mencakup asas
kebebasan untuk membuat perjanjian atau otonom.
3. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah
pihak apabila memenuhi syarat-syarat perjanjian yang terdapat pada Pasal
1320 KUH Perdata, yaitu (Miru, 2007:13) : Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat:

a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya


Suatu perjanjian itu baru timbul apabila ada kata sepakat kedua belah
pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek
perjanjian. Sepakat 6 disini maksudnya adalah suatu persesuaian
paham dan kehendak antara dua pihak tersebut
b) Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Pada dasarnya semua orang cakap untuk membuat suatu perjanjian.
Yang dimaksud dengan cakap disini adalah cakap menurut hukum.
Artinya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat akal pikirannya,
pada hakekatnya adalah cakap untuk membuat perjanjian.
c) Mengenai suatu hal tertentu
Maksud dari suatu hal tertentu secara umum adalah hal-hal yang
diperjanjikan yang didalamnya meliputi hak-hak dan kewajiban kedua
belah pihak jika di kemudian hari timbul sengketa, semisal objek dari
persengketaan tersebut adalah berupa barang, maka sudah seharusnya
barang yang dimaksudkan tersebut telah disebutkan dalam perjanjian
dan setidaknya telah diketahui jenisnya.
d) Suatu sebab yang halal
Di dalam perjanjian tersebut harus memuat klausula atau sebab yang
halal bahwa isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan undangundang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Syarat pertama dan kedua yaitu unsur kesepakatan dan kecakapan
menyangkut subjek perjanjian, keduanya disebut syarat subjektif,
sedangkan syarat ketiga dan keempat yaitu unsur yang berkenaan dengan
materi atau objek perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal
disebut syarat objektif. Dengan adanya pembedaan ini, akibat hukum yang
ditimbulkan juga berbeda. Apabila unsur pertama dan kedua yang berarti
syarat subjektif tidak terpenuhi, akibat hukumnya adalah perjanjian
tersebut dapat dibatalkan oleh hakim melalui pengadilan (voidable atau
vernietigbaar), sedangkan pada unsur ketiga dan keempat atau syarat
objektif tidak terpenuhi maka akibat hukumnya adalah batal demi hukum
(null and void atau nietig verklaard).
4. Unsur-Unsur Perjanjian

Sehubungan dengan syarat-syarat untuk sahnya perjanjian sebagaimana


dibedakan beberapa bagian dari perjanjian menjadi bagian inti dan bagian
yang tidak inti. Bagian inti disebut dengan bagian essentialia dan bagian
yang tidak inti terdiri dari bagian naturalia dan aksidentialia. Bagian
essentialia adalah bagian inti yang merupakan sifat yang harus ada dalam
setiap perjanjian misalnya adanya kesepakatan para pihak, kecakapan,
obyek tertentu dan kausa yang dibolehkan oleh hukum sebagaimana
dirumuskan melalui Pasal 1320 KUHPerdata. Bagian naturalia adalah
bagian yang merupakan sifat bawaan dari perjanjian sehingga secara diamdiam dan tidak perlu diperjanjikan misalnya menanggung bahwa tidak ada
cacat yang tersembunyi dari benda yang dijadikan obyek dalam perjanjian.
Bagian aksidentialia adalah bagian yang merupakan sifat yang melekat dan
baru ada dalam perjanjian bila secara tegas diperjanjikan oleh para pihak
misalnya mengenai penetapan domisili, cara dan tempat pembayaran atau
cara dan tempat penyerahan barang
5. Klausula Baku
Klausula menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu ketentuan
tersendiri dari suatu perjanjian, yang salah satu pokok atau pasalnya
diperluasatau
dibatasi;
yang
memperluas
atau
membatasi.
SedangkanBaku yaitu standar atau ukuran tertentu yang menjadi
patokan. Dengan demikian perjanjian standar adalah perjanjian yang
ditetapkan secara sepihak oleh produsen/pelaku usaha/penjual yang
mengandung ketentuan yang berlaku umum (massal) sehingga pihak
konsumen hanya mempunyai 2 pilihan saja yaitu menyetujui atau
menolaknya.
Dalam praktiknya, pendapat tersebut berimplikasi pada perjanjian
pengikatan jual beli perumahan yang mana memenuhi unsur-unsur
perjanjian baku, antara lain :
a. Bentuk perjanjian tertulis
Bentuk perjanjian yang dimaksud berupa naskah perjanjian secara
keseluruhan dan dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat
baku. Kata-kata ataupun kalimat berupa pernyataan kehendak yang dimuat
dalam syarat-syarat baku dibuat secara tertulis berupa akte dibawah
tangan. Karena dibuat secara tertulis maka perjanjian yang memuat syaratsyarat baku tersebut selalu menggunakan kata-kata ataupun susunan
kalimat yang teratur dan sangat rapi.
b. Format perjanjian dibakukan

Sebuah format perjanjian meliputi model, rumusan ataupun ukuran format


ini dibakukan yaitu sudah ditentukan modelnya, perumusannya maupun
ukurannya sehingga tidak dapat diganti, diubah dibuat dengan cara lain
karena sudah tercetak. Model perjanjian dapat berupa naskah perjanjian
secara lengkap atau blangko formulir yang dilampiri dengan naskah
syarat-syarat perjanjian atau dokumen bukti perjanjian yang memuat
syarat-syarat baku. Rumusan syarat-syarat perjanjian dibuat secara rinci
dengan menggunakan nomor atau pasal-pasal atau dibuat secara singkat
berupa klausula-klausula tertentu yang mengandung arti tertentu yang
hanya dipahami oleh pengusaha, sedangkan bagi konsumen akan sulit
memahami dalam waktu yang singkat.
c. Syarat-syarat perjanjian ditentukan oleh pengusaha
Syarat-syarat perjanjian yang merupakan wujud pernyataan kehendak
ditentukan secara sepihak oleh pengusaha ataupun organisasi pengusaha.
Oleh karena syarat-syarat ini ditentukan sepihak oleh pengusaha maka
cenderung sifatnya akan lebih menguntungkan pengusaha dari pada
konsumen. Hal inipun dapat dilihat dari syarat-syarat eksonerasi berupa
pembebasan tanggung jawab pengusaha serta tanggung jawab itu
dirumuskan menjadi beban bagi konsumen. Penentuan secara sepihak oleh
pengusaha dapat diketahui melalui format perjanjian yang sudah siap
pakai, sedangkan konsumen cukup menandatangani bila konsumen
menyetujuinya.
d. Konsumen hanya menerima atau menolak
Bilamana konsumen bersedia menerima syarat-syarat perjanjian yang
disodorkan

kepadanya

maka

ia

wajib

menandatanganinya.

Penandatanganan tersebut menunjukkan bahwa konsumen bersedia untuk


memikul tanggung jawab walaupun ia sesungguhnya keberatan dengan
syarat-syarat yang ditetapkan secara sepihak tersebut. Jika konsumen tidak
setuju dengan syarat-syarat yang disodorkan itu iapun tidak boleh
melakukan perubahan terhadap syarat baku.
e.
Perjanjian baku menguntungkan pengusaha
Di dalam perjanjian tertulis yang dibakukan, syarat-syarat bakunya dimuat
secara lengkap dalam naskah perjanjian atau ditulis sebagai lampiran yang
tidak terpisah dari formulir perjanjian atau ditulis dalam dokumen bukti
perjanjian. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perjanjian baku yang
dirancang secara sepihak menguntungkan pengusaha dalam hal : efisiensi

biaya, waktu dan tenaga. Perjanjian yang dibakukan sangat praktis karena
sudah tersedia naskah siap pakai, penyelesaian transaksi relatif singkat,
homogenitas perjanjian yang dibuat dalam jumlah yang banyak.
6. Implikasi Asas Perjanjian pada Perjanjian Baku Jual Beli Perumahan
Dalam implikasi penggunaan perjanjian baku pada hukum perjanjian
terdapat 3 asas yang paling utama yaitu asas kebebasan untuk mengadakan
perjanjian, asas konsensualisme dan asas kekuatan mengikat. Adapun
implikasi penggunaan perjanjian baku pada beberapa asas hukum
perjanjian yaitu :
a. Asas kebebasan mengadakan perjanjian
Asas kebebasan ini dapat dimaknai dengan mengabstraksikan Pasal 1338
ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang. Kata semua dapat
dimaknai sebagai kata yang menunjukkan bahwa semua orang dapat
mewujudkan kehendaknya secara nyata untuk mengikatkan dirinya dalam
suatu bentuk perjanjian. Namun dalam prakteknya makna kebebasan
berkontrak dalam perjanjian baku itu sendiri sudah dibatasi karena tidak
ada lagi kebebasan untuk menetapkan bentuk perjanjian, kebebasan untuk
menetapkan isi perjanjian, kebebasan untuk menetapkan cara membuat
perjanjian dan yang tinggal hanya kebebasan untuk membuat atau tidak
membuat perjanjian dan kebebasan untuk memilih dengan siapa akan
membuat perjanjian.
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme yang diabstraksi melalui Pasal 1320 ayat (1)
KUHPerdata mengandung arti bahwa kata sepakat itu dimaknai sebagai
saat yang sangat menentukan lahirnya perjanjian diantara para pihak.
Dalam perjanjian baku asas ini harus mendapatkan penegasan mengenai
apa yang sesungguhnya disepakati oleh para pihak. Bilamana dapat
diterima mengenai asas freedom of entrance di atas maka yang perlu
disepakati oleh para pihak adalah : 1.adanya kehendak untuk menutup
suatu perjajian baku; 2. adanya para pihak yang menutup perjanjian itu
sendiri. Dari lima kebebasan yang terdapat dalam asas kebebasan
berkontrak dalam hukum perjanjian hanya 2 kebebasan yang ternyata

adalah dalam perjanjian baku yaitu kebebasan untuk membuat perjanjian


ataupun tidak membuat perjanjian dan kebebasan untuk memilih dengan
siapa akan ditutupnya perjanjian tersebut. Dalam perjanjian baku
mengenai kebebasan untuk menetapkan bentuk perjanjian, kebebasan
untuk menetapkan isi perjanjian dan kebebasan untuk menetapkan cara
membuat perjanjian, sesungguhnya para pihak tidak ada menyepakati
secara bebas. Dengan demikian dalam perjanjian baku ketiga hal tersebut
disepakati secara terpaksa oleh salah satu dari para pihak terutama oleh
para pihak yang posisi tawarnya lemah. Dalam hukum perjanjian pada
umumnya demikian pula dalam ketentuan yang terdapat dalam
KUHPerdata, kesepakatan dianggap tidak ada bila ternyata sepakat itu
lahir karena khilaf (dwaling), adanya penipuan (bedrog) dan paksaan
(dwang). Paksaan terjadi bila salah satu pihak menyetujui perjanjian
karena diancam atau ditakuti secara psikis atau rohaniah. Dalam perjanjian
baku terdapat keterpaksaan sehingga secara yuridis materiil perjanjian
tersebut tidak memenuhi unsur kesepakatan. Dengan demikian sepanjang
perjanjian itu tidak dimintakan pembatalannya maka perjanjian baku yang
mengandung unsur keterpaksaan tersebut secara yuridis formal masih
berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat diantara para pihak. Dari
uraian di atas dapat pula disimpulkan bahwa asas konsensualisme
dianggap eksis dalam perjanjian baku selama tidak dimintakan
pembatalannya oleh para pihak terhadap perjanjian baku tersebut.
c. Asas kekuatan mengikat
Dalam asas hukum pada umumnya dikenal asas pacta sunt servanda yaitu
para pihak berkewajiban mentaati isi dan syarat perjanjian yang telah
ditetapkan bersama tidak hanya dari kewajiban sisi moral melainkan
sebagaimana kewajibannya mentaati Undang-undang. Asas ini lahir serta
disusun dalam suasana asas kebebasan dalam membuat perjanjian
sehingga sangat wajar apapun yang telah disepakati oleh para pihak maka
para pihak juga harus menghormati dan mentaatinya. Menyimak beberapa
arti kebebasan dalam asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) bila
kelima unsur yang terdapat dalam asas kebebasan berkontrak itu tidak

semuanya dipenuhi maka secara yuridis materiil tidak dapat dikatakan


bahwa isi dan syarat-syarat perjanjian harus ditaati oleh para pihak. Akan
tetapi jika menganut asas freedom of entrace yaitu hanya memenuhi 2
unsur kebebasan yaitu kebebasan untuk membuat atau tidak tidak
membuat perjanjian dan kebebasan untuk memilih dengan siapa akan
ditutupnya perjanjian, maka perjanjian dapat dianggap mengikat sebagai
sebuah Undang-undang serta ditaati oleh para pihak.
D. MEODE PENELITIAN
Metodologi dapat diartikan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap
prosedur dan tehnik penelitian, dan suatu sistem dari prosedur dan tehnik
penelitian. Secara lebih lanjut, kegiatan penelitian dimuali apabila seorang
ilmuanmelakukan usaha untuk bergerakdri teori ke pemilihan metode. Dari
pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian pada
hakikatnya memberikan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuan
mempelajari, menganalisa, dan memahami lingkungan-lingkungan yang
dihadapinya (Soerjono Soekanto,2010: 5)
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian hukum ini adalah sebagai
berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah yuridis normatif.
Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah dan
menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut
asas, konsepsi, doktrin dan norma hukum yang berkaitan dengan
perlindungan konsumen.
2. Sifat Penelitian
Pada penelitian hkum ini,penulis menggunakan sifa penulisan yang
deskriptif analitis. Sifat penelitian secara deskriptif dimaksudkan untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan manusia atau
gejala-gejala lainnya terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa,
agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori lama, atau
didalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto,

2010: 10). Analisis tidak hanya memberi gambaran saja akan tetapi
juga bermaksud mengambil kesimpulan.
3. Pendekatan Penelitian
Jenis pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian
hukum ini adalah pendekaan kualitatif, yaitu penelitian yang
bermaksud untukmemahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
danlain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Lexy J. Molong, 2007: 6).
4. Jenis dan Sumber Data
Secara umum dalampenelitian dibedaka antara data yang diperoleh
langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh
secara langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan
data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan ialah data sekunder
(Soerjono Soekanto, 2010: 51). Jenis dan sumber data yang akan
penulis gunakanuntuk penelitian hukum ini, yaitu :
1. Bahan hukum primer
Data hukum primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan
langsung dari lapangan yang mnadi objek penelitian atau diperoleh
melalui wawancara yang berupa keterangan atau fakta-fakta aau
jugabisa disebut dengan data yang diperoleh dari sumber yang
pertama (Soerjono Soekanto, 2010: 12)
2. Bahan Hukum Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapati dari keterngan atau
pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung
antaralain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku , hasilhasil penelitian yang berwuju laporan (Soerjono Soekanto, 2010:
12).
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan
responden
2. Data Sekunder

Dikumpulkan dengan cara menelaah dan menganalisis literatur dan


dokumen yang berkaitan dengan obyek penelitian, kemudian
membuat pernyataan-pernyataan.
6. Teknik Analisa
Analisa data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian
pustaka maupun penelitian lapangan. Terhadap data primer yang didapat
dari lapangan terlebih dahulu diteliti kelengkapannya dan kejelasannya
untuk diklarifikasi serta dilakukan penyusunan secara sistematis serta
konsisten untuk memudahkan melakukan analisis. Data primer inipun
terlebih dahulu diedit untuk menyeleksi data yang paling relevan dengan
perumusan permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Data sekunder
yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara sistematis
sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Dari hasil data
penelitian baik pustaka maupun lapangan ini dilakukan pembahasan secara
deskriptif analisis. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data yaitu analisis
dilakukan dengan metode kualitatif komparatif yaitu penguraian dengan
membandingkan hasil penelitian pustaka (data sekunder) dengan hasil
penelitian lapangan (data primer) sehingga dapat dibuktikan bahwa
keseuaian antara klausula baku yang dibuat oleh pengembang secara
sepihak

dengan

KUHPerdata

dan

ketentuan-ketentuan
Undang-undang

sebagaimana
No.

18

Tahun

di

atur
1999

dalam
tentang

Perlindungan Konsumen. Adapun hasil dari membandingkan tersebut akan


menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini sehingga dapat
dibuktikan tujuan dari penelitian.
E. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM
Sisematika penulisan hukum berujuan untuk memberikan gambaran secara
jelas dan menyeluruh terkait isi penelitian ini. Penulis membagi
sistematika penulisan ini kedalam beberapa bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini diuraikan tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitiandan
sistematika penulisan hukum yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan mengenai tinjauan umum tentang perjanjian terdiri
dari : pengertian konsumen, hak dan kewajiban konsumen, pengertian
perjanjian, asas-asas hukum perjanjian, syarat-syarat sahnya perjanjian,
unsur-unsur perjanjian, klausula baku, implikasi asas perjanjian pada
perjanjian baku jual beli perumahan;
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dipaparkan mengenai hasil penelitian dan membahas sesuai
rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya.
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan berupa jawaban dan saran-saran
yang dikehendaki.

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku dan Literatur
Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen. 2000 Jakarta: Grasindo
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, 2004. Jakarta: Grasindo
Soekanto, Soerjono. 2010 Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas
Indonesia.
N.H.T. Siahaan,2005, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab
Produk,Grafika Mardi Yuana, Bogor
Yayasan Lembaga Konsumen, Perlindungan Konsumen Indonesia, Suatu
Sumbangan Pemikiran Tentang Rancangan Undang- Undang Perlindungan
Konsumen, Yayasan Lembaga konsumen, Jakarta, 1981.
B. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
C. Internet
http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2013/04/25/-1366882313.pdf
http://www.pksbandungkota.com/2014/10/hukum-perlindungan-konsumendari.html
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/540/jbptunikompp-gdl-intanmutia-26992-6unikom_i-v.pdf
http://eprints.ums.ac.id/33286/1/02.%20NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36689/1/09E00843.pdf
http://www.sekedarinfo.com/melindungi-konsumen-dari-klausula-baku/
http://thepresidentpostindonesia.com/2013/05/06/perlindungan-terhadapkonsumen-atas-klausula-baku/
https://core.ac.uk/download/files/379/11717383.pdf
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314071-S43753-Tinjauan%20yuridis.pdf

Anda mungkin juga menyukai