Anda di halaman 1dari 4

Di sebuah perkampungan kecil hiduplah sebuah keluarga yang bisa dibilang sangat berantakan.

Ayahnya bernama
Ikhsan, ibunya bernama Nila memiliki 4 anak bernama Afik, Ana, Robby, dan Nina. Cerita berawal ketika suatu hari

Pak Ikhsan berusaha merebut semua perhiasan milik Bu Nila dengan paksa, tetapi Robby dan Nina datang untuk
mencoba menghalanginya, namun usaha itu hanya sia-sia karena Pak Ikhsan berhasil merebut perhiasan dari Bu Nila
kemudian mendorong keduanya hingga terjatuh, lalu dia pergi untuk berj*di dengan membawa perhiasan milik Bu
Nila. Robby dan Nina kemudian mencoba menenangkan sang ibu.

Sabar ya Bu, biarkan Bapak mengambil perhiasan Ibu, Robby mencoba menenangkan ibunya.

Iya bu, dia juga pasti akan sadar suatu hari nanti diikuti dengan Nina.
Kalian tidak usah peduli dengan Ibu, lagi pula ini urusan orangtua, kalian tidak boleh ikut campur! Ibu seakan tidak
peduli dengan perkataan mereka kemudian Ibu kembali ke dapur.

Tiba-tiba Afik dan Ana datang memarahi Robby dan Nina karena mereka terlalu mencampuri urusan orangtua.
Kalian ini yah. Kenapa sih ngurusin banget masalah orangtua kita ucap Ana dengan nada seakan marah.
Percuma saja kita berbuat baik dengan orangtua kita. Lagi pula mereka juga tidak akan peduli dengan kita,
paham!!! Afik juga memarahi dengan suaranya yang sangat keras.

Robby dan Nina hanya bisa terdiam dan bersabar dengan apa yang mereka katakan. Malam hari tiba, Pak Ikhsan

pulang ke rumah dalam keadaan mabuk berat sambil membawa botol minuman keras yang masih dipegang di tangan,
dia pun mengetuk pintu dengan keras sambil membentak. Pintu terbuka, ternyata Bu Nila yang membukakan pintunya
karena sejak dari tadi menunggu Pak Ikhsan pulang. Bu Nila langsung marah-marah pada Pak Ikhsan. Suami macam

apa kau, malam-malam begini baru pulang dalam keadaan mabuk lagi!! ucap Bu Nila kesal. Ng-ngapaain k-kamu
menghalangi jalanku. Cepat menyingkir! jawab Pak Ikhsan yang masih mabuk dengan suara yang sangat keras

sehingga membuat keempat anak mereka yang sudah tertidur akhirnya terbangun.

Afik dan Ana ke luar kamar dan membentak kedua orangtuanya karena sudah mengganggu tidur mereka kemudian
kembali ke kamarnya. Di sisi lain Robby dan Nina juga ke luar untuk memisahkan orangtua mereka. Tanpa pikir

panjang, Pak Ikhsan langsung menyerobot masuk tanpa mempedulikan Bu Nila serta Robby dan Nina yang berada di
hadapannya. Bu Nila hanya bisa pasrah atas kelakuan suaminya itu, ia pun pergi ke kamar untuk tidur, Robby dan
Nina juga kembali ke kamar. Pagi harinya Afik dan Ana yang hendak bersekolah tiba-tiba membentak pintu kamar
ibunya yang masih tertidur karena tidak menyediakan makanan, tetapi sang ibu seolah tak mendengarkan mereka.
Afik dan Ana menghampiri ayah mereka, Pak Ikhsan, untuk meminta uang saku, namun Pak Ikhsan juga membentak

seakan tak peduli dengan mereka yang kemudian melanjutkan tidurnya.

Afik ternyata memiliki ide, ia tahu kalau Robby dan Nina memiliki uang simpanan. Dia pun mengajak Ana untuk
meminta uang Robby dan Nina secara paksa. Mereka menghampirinya. Hei, aku tahu kalau kalian punya cukup
banyak uang simpanan kan? Ayo berikan uang itu untuk kami! tanya Afik memaksa.
Iya cepat berikan semuanya! Ana mengikuti. Mereka akhirnya merebut dengan paksa semua uang yang telah
dikumpulkan Robby dan Nina sejak lama. Mereka tidak bisa melawan karena Afik dan Ana adalah kakak mereka.

Jangan ambil semua Kak. Itu uang kami. Kami sudah mengumpulkannya sejak lama, tolong jangan ambil semua
Nina mencoba memohon. Afik dan Ana tidak peduli kemudian pergi meninggalkan mereka berdua. Robby mencoba

menenangkan Nina supaya bisa mengikhlaskan semuanya. Nina menurut.

Hari sudah siang, Robby dan Nina pulang sekolah bersama seperti biasanya. Mereka kaget ketika melihat kedua
orangtuanya bertengkar. Secara refleks mereka berdua langsung memisahkan kedua orangtuanya. Pak Ikhsan pun
pergi untuk kembali berj*di sedangkan Bu Nila membentak keduanya. Lagi-lagi kalian berdua selalu mencampuri
kami. Apa sih yang kalian inginkan? ucap Bu Nila kesal. Belum sempat keduanya manjawab, Bu Nila langsung masuk
ke rumah. Robby dan Nina hanya bisa terdiam kemudian masuk ke rumah untuk berganti pakaian. Beberapa saat
kemudian, Afik dan Ana pulang ke rumah dan langsung menuju ke kamar untuk merencanakan sesuatu yaitu

membunuh Robby.

Ana, lebih baik kita membunuh salah satu dari mereka, bagaimana? Afik bertanya.
Baiklah, kita bunuh saja si Robby Ana berpendapat.
Setuju, besok pagi kita ajak dia ke puncak gunung kemudian kita susun rencananya Afik menyetujuinya.
Ide bagus itu, aku sangat setuju Kak Ana juga setuju.

Afik dan Ana kemudian menghampiri Robby ntuk mengajak pergi ke puncak gunung besok pagi tanpa Nina, tepatnya

hari minggu, tapi ternyata Nina menguping pembicaraan mereka dari balik pintu. Dengan senang, Robby langsung
mengucapkan kata ya. Hari yang telah ditunggu-tunggu tiba, pagi-pagi sekali Afik, Ana dan Robby sudah siap untuk

pergi tanpa sepengetahuan orangtua mereka yang selalu memikirkan diri sendiri. Tiba-tiba Nina menghampiri Robby
untuk mengatakan sesuatu.

Sebaiknya Kakak jangan mengikuti ajakan mereka. Aku merasa curiga dengan mereka Kak ucap Nina memohon.
Nina, percayalah dengan Kakak. Kakak yakin kalau Kak Afik dan Kak Ana tidak berbuat jahat dengan Kakak kata
Robby mencoba menenangkan. Ya sudah Kak, kalau itu memang keinginan Kakak, aku tidak akan menghalangi
jawab Nina membolehkan.

Akhirnya mereka bertiga memulai perjalanan ke puncak gunung, tetapi secara diam-diam Nina mengikuti mereka dari

belakang seakan masih curiga dengan Afik dan Ana. Mereka bertiga tiba di puncak gunung tepat pukul 10 siang,
perjalanan yang cukup melelahkan bagi mereka. Mereka bermain, bersantai dan bersenda gurau bersama-sama

dengan senang. Rencana mulai berjalan, saat ketiganya sedang berfoto bersama, Afik dan Ana berencana mendorong
Robby ke jurang, tetapi Nina yang mengikutinya dari belakang hingga mencapai puncak gunung dengan melelahkan,
merasa curiga.

Dia pun berlari tanpa diketahui untuk menggagalkan rencana mereka, dan apa yang terjadi? Ternyata saat Nina
mencoba menyelamatkan Robby, Ana yang merasa kaget terdorong jatuh ke jurang hingga tak terlihat tubuhnya.
Melihat kejadian itu, Afik langsung marah dan menarik Nina untuk ia lemparkan ke jurang, Robby secara refleks

melawan kakaknya dari belakang. Afik terdorong hingga ke jurang seakan menjemput adiknya, Ana untuk bersama.

Bagaimana ini Kak, apa yang sudah kita lakukan? Nina merasa ketakutan.
Kita harus tenang, ini bukan salah kita. Lagi pula kita hanya mencoba menyelamatkan diri, jadi Kakak mohon kamu

tenang dan jangan dipikirkan lagi, oke Robby mencoba menenangkan. sang adik, Nina. Hari berlalu, Pak Ikhsan
merasa heran karena Afik dan Ana tidak ada di rumah sejak kemarin, kemudian dia bertanya pada istrinya, Bu Nila.

Bu, di mana Afik dan Ana, mereka sepertinya tidak ada di rumah sejak kemarin? tanyanya.
Paling-paling mereka kabur dari rumah. Biarkan sajalah mereka pergi entah ke mana, mereka kan sudah besar
jawab Bu Nila seperti tidak peduli dengan kedua anaknya.

Tidak ada yang tahu tentang kematian Afik dan Ana karena Robby dan Nina tidak menceritakan apa yang sebenarnya

terjadi. Tepat pukul 5 sore Pak Ikhsan berusaha mencari sertifikat rumah untuk dijadikan taruhan j*di, dia akhirnya
menemukannya tanpa ada yang mengetahui. Kemudian seperti biasa dia pergi untuk berj*di. Pak Ikhsan ternyata

kalah dalam perj*dian tersebut sehingga saat pulang dia menyuruh seluruh anggota keluarganya harus angkat kaki
dari rumah termasuk dirinya. Bu Nila menjadi kesal atas kelakuan Pak Ikhsan sehingga mereka memutuskan untuk
berpisah.
Kalian berdua mau ikut siapa? tanya Bu Nila pada kedua anak mereka. Ternyata Robby dan Nina lebih memilih
untuk ikut pada ibu mereka karena ayahnya adalah penyebab mereka harus angkat kaki dari rumah.

Ya sudah, kalau kalian ikut Ibu, sekarang kalian bawa semua barang Ibu, mengerti!!! perintah Bu Nila.
Baik Bu ucap Robby dan Nina serentak. Mereka bertiga pergi entah ke mana dan meninggalkan Pak Ikhsan
sendirian. Di jalan mereka bertiga bertemu dengan seorang lelaki berusia sekitar 45 tahun yang langsung
memperkenalkan diri, ia bernama Pak Oto. Ia kemudian bertanya apa yang terjadi pada mereka.

Apa yang terjadi dengan kalian? tanya Pak Oto.

Kami baru saja kehilangan rumah kami karena suami saya kalah dalam perj*dian jelas Bu Nila dengan jujur.
Oh kalau begitu kalian bisa tinggal di rumah saya, lagi pula saya hanya hidup sendiri Pak Oto menawarkan
bantuan. Bu Nila langsung mengangguk, kemudian mereka menuju ke rumah Pak Oto yang ternyata besar dan

mewah, mereka pun beristirahat. Satu minggu berlalu, Pak Oto yang ternyata sejak awal menyukai Bu Nila berencana
meminangnya sebagai istri sekaligus menerima Robby dan Nija menjadi anaknya. Tibalah saatnya Pak Oto untuk
menyampaikan perasaan pada Bu Nila.

Bu Nila? tanyanya dengan gugup. Iya pak, ada apa? jawab Bu Nila dengan polosnya.
S-s-saya saya tiba-tiba ucapannya berhenti. Kenapa Pak? Bu Nila kebingungan.

Saya sudah lama menyukaimu, bolehkah saya meminangmu sebagai istri? ucap Pak Oto dengan suara gemetar.
Apa Pak Oto serius? tanya Bu Nila yang semakin kebingungan.
Saya serius, apa Bu Nila bersedia? jelasnya.

Kalau begitu saya bersedia menjadi istri Pak Oto jawab Bu Nila malu.

Pak Oto merasa senang dengan jawaban yang diberikan Bu Nila. Beberapa hari kemudian mereka melangsungkan
pernikahan. Pernikahan mereka ternyata dikaruniai 2 orang anak perempuan yang bernama Ara dan Asih, mereka

berdua memiliki kepribadian yang berbeda. Ara memiliki kepribadian yang cenderung suka marah-marah, pemalas,
dan egois, sedangkan Asih memiliki kepribadian yang sangat sabar, rajin, dan sopan.

Waktu berjalan begitu cepat, sudah 10 tahun Bu Nila dan Pak Oto menikah. Semakin hari Pak Oto mulai berubah
sikap, sekarang ia menjadi lebih kasar terhadap istrinya, Bu Nila. Sampai suatu saat rumah sedang sepi, mereka
berdua bertengkar hebat di lantai atas hingga terjadi aksi kekerasan namun pada akhirnya mereka berdua terjatuh
bersama ke lantai bawah. Keempat anaknya yang baru saja pergi jalan-jalan langsung panik saat mengetahui kalau
kedua orangtua mereka berceceran darah, kemudian membawa orangtua mereka ke Rumah Sakit, sayangnya
keduanya sudah tidak bernapas akibat pendarahan yang hebat. Harta warisan Pak Oto kini jatuh ke tangan Robby

karena dia anak tertua dari keempat anaknya meskipun Robby dan Nina hanya anak tiri.

Sepuluh tahun berlalu, Ara yang sudah mulai beranjak dewasa yaitu 19 tahun baru mengetahui bahwa kedua
kakaknya Robby dan Nina adalah kakak tirinya. Ara pun merencanakan untuk mengambil alih harta warisan dari

ayahnya, Pak Oto yang sudah meninggal. Dalam waktu kurang dari seminggu Ara berhasil melakukannya dan ia pun
mengusir semuanya termasuk adik kandungnya, Asih yang kini berumur 13 tahun secara paksa. Robby, Nina dan Asih

hanya bisa pasrah menjalani kehidupan selanjutnya.

Robby dan Nina yang sudah sangat dewasa harus bekerja keras untuk bisa menyambumg hidup mereka serta
membiayai adik mereka, Asih yang masih duduk di bangku SMP. Lama waktu berjalan, Robby dan Nina yang bekerja
sebagai penjual roti bakar kini mulai sukses hingga memiliki banyak cabang di beberapa tempat serta memiliki tempat

tinggal sendiri yang nyaman walau tidak sebesar rumah mereka yang dulu. Saat Robby hendak pergi membeli bahan
untuk membuat roti bakar, tiba-tiba dia bertemu dengan Ara yang keadaannya sangat dekil dan sakit-sakitan. Robby
menghampiri untuk membawanya ke rumah, tanpa menunggu lama dia menggendong Ara ke dalam mobilnya.
Sesampainya di rumah Ara langsung dibawa ke dalam rumah, Nina dan Asih terkejut saat melihat Ara yang sangat

buruk.

Kak Ara? ucap Asih terkejut. Apa yang terjadi padamu? tanya Nina.
Sebenarnya aku sudah ditipu oleh teman-temanku hingga aku tidak punya harta lagi. Jadi sekarang aku sudah jadi
gembel. Maafkan semua yang telah aku lakukan ke kalian waktu dulu ya, aku sangat menyesal Ara menjelaskan apa
yang terjadi sebenarnya dan meminta maaf.

Sudahlah, Ara, kami semua sudah memaafkanmu jauh-jauh hari jawab Robby. Terima kasih semua, ternyata kalian
sangat mulia ucap Ara. Ketiganya kemudian memohon pada Ara agar mau tinggal bersama mereka dan menjadi
sebuah keluarga seperti dulu lagi. Ara mengangguk, dan akhirnya Robby, Nina, Ara, dan Asih hidup bersama menjadi

sebuah keluarga yang bahagia selamanya.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai