Anda di halaman 1dari 36

BORANG PORTOFOLIO

Nama peserta

: dr. Anna Kautsaria Putri

Nama wahana

: RS Marinir Cilandak

Topik

: Ketoasidosis Diabetikum pada DM Tipe 1

Tanggal kunjungan : 9 Maret 2016


Nama pasien

: Tn. DM, Lk, 48 th

No RM

Tanggal presentasi : -

: 36.66.43

Nama pendamping : dr. Shahnaz Fathia

Tempat presentasi : Objektif presentasi


Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Deskripsi : Pasien datang dengan keluhan badan lemas sejak 1 hari yang lalu.
Keluhan disertai disertai nyeri kepala, demam, mual, muntah, dan
napas terasa sesak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasiem tampak
sakit berat, kesadaran pasien compos mentis (GCS = E4V5M6), TD
120/90 mmHg, RR 32x/menit, suhu 37C, nadi 120x/menit.
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb 11,4 mg/dl, Ht 35%,
trombosit 203.000/ul, GDS 734 mg/dl, Hba1c 16,6 %, keton 1,2.
Pemeriksaan AGD kesan asidosis metabolik. Pemeriksaan urin, glukosa +++,
keton +. Penatalaksanaan yang diperlukan pada pasien ini adalah perawatan
rawat inap (motivasi icu), menejemen hiperglikemia, monitoring tanda vital
dan hemodinamik.
Tujuan :

Diagnosis KAD

Penatalaksanaan pasien KAD

Edukasi mengenai penyakit pasien dan kepatuhan berobat terutama

penggunaan insulin

Edukasi

untuk

mencegah
1

kekambuhan

KAD

pada

pasien

Bahan bahasan
Tinjauan pustaka

Riset

Kasus

Audit

Diskusi

Email Pos

Cara membahas
Presentasi & diskusi
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran klinis
L, 51 tahun, syok hipovolemik pada sirosis hepatis, anemia ec hematemesis melena.
2. Riwayat pengobatan

Pasien memiliki riwayat mengonsumsi obat-obat herbal.

Pasien menyangkal merokok, mengonsumi alkohol dan obat-obatan lain dalam


jangka waktu lama.

Pasien tidak pernah melakukan transfusi darah dan menggunakan jarum suntik
bergantian.

Pasien sebelumnya tidak pernah kontrol kesehatan di Rumah Sakit dan Puskesmas

3. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien adalah nyeri perut sejak 1 hari SMRS. Nyeri dikatakan
seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, dapat timbul
kapan saja. Keluhan ini dikatakan tidak membaik atau memburuk dengan
makanan. Nyeri dirasakan pada bagian ulu hati dan bagian perut kanan atas.
Keluhan lain yaitu demam, mual, muntah 1x sebanyak gelas belimbing
berisi makanan dan cairan berwarna hitam. BAK 5-6 kali/hari, warna seperti
air teh, tidak nyeri, keluar batu/pasir disangkal. BAB 1-2 hari sekali, warna coklat
kehitaman, konsistensi lembek..
Perut membesar sejak 3 minggu SMRS bersamaan dengan awal timbulnya
rasa nyeri perut, namun nyeri perut semakin memberat 1 hari SMRS.
Pasien merasa perutnya semakin hari semakin membesar dan bertambah tegang
2

sehingga membuat kesulitan bernapas. Batuk disangkal. Nafsu makan


menurun dan mengalami penurunan berat badan serta lemas. Terjadi
perubahan warna mata dan kulit tubuh menjadi kuning.

Riwayat merokok (), alkohol (-), transfusi darah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat gangguan fungsi hepar. Penyakit jantung (-), ginjal (-),
hipertensi (-), DM (-), asma (-)

Riwayat Alergi

4.

Riwayat keluarga

5.

Alergi makanan dan alergi obat disangkal oleh pasien

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat pekerjaan dan sosial

Pasien adalah ibu rumah tangga. Pasien hidup sendiri namun semenjak sakit
pasien tinggal bersama anaknya.

6. Pemeriksaan Fisik
Primary Survey :
Airway
Breathing

: Gasping/gurgling/stridor (-), clear.


: Nafas spontan, RR : 28 x/menit, penggunaan otot pernapasan (-),

pernapasan cuping hidung (-), sianosis (-)


Circulation : Perfusi buruk. TD : 60/40 mmHg, nadi: 120 x/menit, akral dingin,
sianosis/pallor (-), CRT > 2
Disability

: GCS : E4V5M6,

pupil isokor, lateralisasi (-), inkotinensia urin (-),


3

inkontinensia alvi (-)


Exposure Tidak tampak adanya jejas maupun tanda-tanda trauma.
Secondary survey :
KU

: Tampak sakit berat

Kesadaran

: Compos Mentis [GCS : E4V5M6]

TD

: 60/40 mmHg

Nadi

: 120 x/menit, teraba lemah, reguler, equal

Pernapasan

: 28 x/menit

BB: 70 kg

TB: 155 cm

Suhu: 36 oC

St.generalis:
Kepala: normocephali, rambut hitam distribusi tidak merata dan mudah dicabut.
Mata: konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik +/+, pupil isokor, RCT +/+, RCTL +/+
THT: Tenggorokan: T1-T1/Faring tenang. Telinga: Normotia/normotia, liang telinga lapang,
serumen +/+, sekret -/-. Hidung: deformitas (-), septum deviasi (-), cavum nasi lapang, sekret
-/Mulut: mukosa bibir kering, darah (+), sianosis (-), normoglossia, trismus (-), karies pada
gigi (+).
Leher: JVP 5 + 1 cm H2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB tidak teraba, trakea
terletak di tengah.
Paru

Inspeksi: simetris, statis dan dinamis.

Palpasi: gerak dinding dada simetris kanan dan kiri. Vocal fremitus kanan dan kiri
teraba sama kuat.

Perkusi: sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi: Suara napas vesikular, wheezing -/-, ronkhi +/+

Jantung

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi: Ictus cordis teraba pada ICS 5 + 1 cm medial garis midklavikularis

kiri, Tidak teraba thrill pada keempat area katup jantung, Besar sudut angulus
4

subcostae > 90

Perkusi: Batas kanan jantung setinggi ICS 3 ICS 5 garis sternalis kanan

dengan suara redup. Batas kiri jantung setinggi ICS 5 1 cm medial garis
midklavikularis kiri dengan suara redup. Batas atas jantung setinggi ICS 3 garis
parasternal kiri dengan suara redup

Auskultasi: BJ I dan BJ II iregular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi: perut tampak cembung ascites, venektasi (-), spider nevi (-), caput
medusae (-)

Auskultasi: BU (+) 3 x/menit, bruit (-)

Palpasi: distensi (+), nyeri tekan (+) epigastrium, hipokondria kanan. Undulasi
(+), Hepar dan lien sulit dinilai

Perkusi: redup (+). shifting dullness (+)

Anus dan genitalia: terpasang kateter urine folley no 16 F, warna urine seperti teh, volume
30cc/6jam.
Ekstremitas: akral dingin, oedem pitting tungkai bawah (+/+), CRT > 2 detik
Kulit: Tampak ikterik
7. Pemeriksaan Penunjang:
1) Laboratorium 27 Maret 2016
Jenis pemeriksaan

Hasil

Keterangan

Nilai rujukan

8,4 g/dl
8.700/L
28.00%
53.000/L

Menurun
Normal
Menurun
Menurun

1216 g/dl
500010.000/L
37-54%
150.000-400.000/L

17 mg/dl
1,16 mg/dl

Menurun
Meningkat

20-50 mg/dl
0,8-1,1 mg/dl

Glukosa sewaktu
Faal Hati

77 mg/dl

Normal

<200 mg/dl

SGOT

115 u/l

Meningkat

< 35 u/l

Darah rutin
Hb
Leukosit
Ht
Trombosit
Ureum dan
Creatinine Darah
Ureum
Creatinine
Glukosa Sewaktu

SGPT

46 u/l

Meningkat

< 35 u/l

2) EKG
Sinus takikardia

Kepustakaan
1.

Klarisa C, Liwang F, Hasan I. Sirosis Hati. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta
EA (Editor). Kapita Selekta Kedokteran Essentials of Medicine. Edisi IV. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014. p. 693-7.

2.

Medscape.

Wolf

DC.

Cirrhosis.

Available

at:

http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview. Accessed on March 29, 2016.


3.

Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

4.

Guyton AC, Hall JE. 2015. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 13. EGC. Jakarta. pp. 359-372.

5.

Schwarz A, Hilfiker ML.Shock. Available at http:/www/emedicine.com/ped/topic3047.


Accessed on March 29th , 2016.

6.

Butler A. Shock Recognition, Pathophysiology, and Treatment. 2010. Available at :


http://www.dcavm.org/10oct.html. Accessed on April 3rd, 2016.

7.

Maier RV. Pendekatan Pada Pasien Dengan Syok. Dalam: Fauci AS, TR Harrison, eds.
Harrison 's Prinsip Kedokteran Internal . 17 ed. New York, NY: McGraw Hill, 2008: chap
264.

8.

Spaniol JR, AR Knight, Zebley JL, Anderson D, JD Pierce. Resusitasi Cairan Terapi Untuk
Syok Hemoragik. J Trauma Nurs . 2007; 14:152-156.

Hasil pembelajaran
1. Pemeriksaan fisik pada kasus Syok Hipovolemik pada Sirosis Hepatis
2. Mengenali tanda tanda Syok Hipovolemik pada Sirosis Hepatis
3. Mencari pemicu terjadinya Syok Hipovolemik pada Sirosis Hepatis
6

4. Memberikan tatalaksana Syok Hipovolemik pada Sirosis Hepatis


5. Pentingnya dukungan keluarga

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

Subjektif
Keluhan Utama : Nyeri perut sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan utama pasien adalah nyeri perut sejak 1 hari SMRS. Nyeri dikatakan
seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, dapat timbul
kapan saja. Keluhan ini dikatakan tidak membaik atau memburuk dengan
makanan. Nyeri dirasakan pada bagian ulu hati dan bagian perut kanan atas.
Keluhan lain yaitu demam, mual, muntah 1x sebanyak gelas belimbing
berisi makanan dan cairan berwarna hitam. BAK 5-6 kali/hari, warna seperti
air teh, tidak nyeri, keluar batu/pasir disangkal. BAB 1-2 hari sekali, warna coklat
kehitaman, konsistensi lembek..
Perut membesar sejak 3 minggu SMRS bersamaan dengan awal timbulnya
rasa nyeri perut, namun nyeri perut semakin memberat 1 hari SMRS.
Pasien merasa perutnya semakin hari semakin membesar dan bertambah tegang
sehingga membuat kesulitan bernapas. Batuk disangkal. Nafsu makan
menurun dan mengalami penurunan berat badan serta lemas. Terjadi
perubahan warna mata dan kulit tubuh menjadi kuning.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat gangguan fungsi hepar kemudian berobat ke dokter

ahli penyakit dalam namun memilih untuk menggunakan obat herbal.

Riwayat penyakit jantung (-), ginjal (-), hipertensi (-), DM (-), asma (-), alergi

(-).

Riwayat merokok (), alkohol (-), transfusi darah (-).

Objektif
8

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: compos mentis, kesan sakit: Tampak sakit berat, TD : 60/40 mmHg, N:
120x/menit,teraba lemah, reguler, equal, RR: 28x/menit, S: 36C. BB: 70 kg, TB: 155 cm.
St.generalis:
Kepala : normocephali, rambut hitam distribusi tidak merata dan mudah dicabut.
Mata
: konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik +/+, pupil isokor, RCT +/+, RCTL +/
+
THT
: Tenggorokan: T1-T1/Faring tenang. Telinga: Normotia/normotia, liang
telinga lapang, serumen +/+, sekret -/-. Hidung: deformitas (-), septum deviasi (-),
cavum nasi lapang, secret.
Mulut: mukosa bibir kering, darah (+), sianosis (-), normoglossia, trismus (-), karies
pada gigi (+).
Leher: JVP 5 + 1 cm H2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB tidak teraba,
trakea terletak di tengah.
Paru
Inspeksi: simetris, statis dan dinamis.
Palpasi: gerak dinding dada simetris kanan dan kiri. Vocal fremitus kanan dan kiri
teraba sama kuat.
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi: Suara napas vesikular, wheezing -/-, ronkhi +/+
Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi:
Ictus cordis teraba pada ICS 5 + 1 cm medial garis midklavikularis kiri
Tidak teraba thrill pada keempat area katup jantung
Besar sudut angulus subcostae > 90
Perkusi:
Batas kanan jantung setinggi ICS 3 ICS 5 garis sternalis kanan dengan suara redup
Batas kiri jantung setinggi ICS 5 1 cm medial garis midklavikularis kiri dengan suara
redup
Batas atas jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri dengan suara redup
Auskultasi: BJ I dan BJ II iregular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi: perut tampak cembung, venektasi (-), spider nevi (-), caput medusae (-)
Auskultasi: BU (+) 3 x/menit, bruit (-)
Palpasi: distensi (+), nyeri tekan (+) epigastrium, hipokondria kanan. Undulasi (+),
Hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi: redup (+). shifting dullness (+)
Anus dan genitalia: terpasang kateter urine folley no 16 F, warna urine seperti teh,
volume 30cc/6 jam.
Ekstremitas: akral dingin, oedem pitting tungkai bawah (+/+), CRT > 2 detik
Kulit: tampak ikterik
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium
9

Darah rutin: Anemia, trombositopenia

Faal hati: peningkatan SGOT dan SGPT

Penurunan ureum dan peningkatan kreatinin darah

EKG: Sinus takikardia


Assessment
1. Syok Hipovolemik pada Sirosis Hepatis
2. Anemia e.c hematemesis melena
Planning
1. Tatalaksana Awal:

O2 nasal kanul 3L/m

Monitoring TTV, saturasi O2

Pasang kateter urin

2. Rencana diagnosis
-

Laboratorium: Cek Bilirubin darah, Imunologi (HbsAg), Albumin, Alkali Fosfatase,

Gamma Glutamil Transferasi, Urin rutin, AGD.


-

EKG

Radiologi: Foto Thoraks, USG abdomen.

3. Rencana terapi :
Konsul DPJP (Sp.PD)
-

IVFD RL 30tpm dilanjutkan Nacl0,9% 500cc 30tpm

Dopamin 5 micro dalam syringe pump target MAP 70 mmHg

Inj. pamol 1g drip

Inj transamin 1 amp iv

Inj omeperazole 1x40 mg iv

Curcuma 3x1 tab

4. Rencana edukasi :

Menjelaskan penyebab, terapi, prognosis, serta rencana pemeriksaan lanjutan yang


akan dilakukan.

Edukasi pasien dan keluarga untuk kontrol rutin dan minum obat secara teratur untuk
10

mengurangi komplikasi.

Edukasi untuk mengentikan minum obat-obat herbal/jamu-jamuan. Edukasi tentang


diit yaitu makan lemak secukupnya, diet TKTP dan rendah garam.

11

TINJAUAN PUSTAKA
Syok Hipovolemik pada Sirosis Hepatis

A. Definisi
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros
yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul nodul yang
terbentuk. Pengertian sirosis hepatis dapat dikatakan suatu keadaan patologis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai
dengan distorsi dari arsitektur hepar yang difus dan pembentukan nodulus regeneratif.
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat
gangguan mekanisme homeostasis. Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang
ditandai dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok
hipovolemik juga bisa terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume
intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir diastole yang
akibatnya menurunkan curah jantung (cardiac output). Keadaan ini juga menyebabkan
terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh darah dimana terjadi vasokonstriksi oleh
katekolamin sehingga perfusi makin memburuk.

B. Etiologi
Sirosis Hepatis
Alkohol merupakan penyebab sirosis hepatis yang paling sering dijumpai. Namun,
infeksi virus kronis adalah penyebab tersering di seluruh dunia. Di Indonesia, infeksi virus
hepatitis B dan Hepatitis C merupakan penyebab tersering dari sirosis hati. Hasil penelitian di
Indonesia menyebutkan bahwa sirosis hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B sebesar 4050%, virus hepatitis C setinggi 30-40%, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui
penyebabnya dan termasuk dalam kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol
sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin hanya kecil sekali karena belum ada datanya.
12

Dengan ditemukannya HCV, maka diagnosis sirosis hati idiopatik (cryptogenik)


semakin berkurang. Berat badan yang berlebihan juga merupakan faktor predisposisi bagi
sirosis hati.
Tabel 1.Sebab-sebab Sirosis dan/ atau Penyakit Hati Kronik
Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplamosis
Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik
Defisiensi 1-antitripsin
Sindrom fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hematokromatosis
Intoleransi fruktosa herediter
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
13

Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosis primer
Penyebab lain atau tidak terbukti
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis
Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan
volume darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik, sedangkan defisit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok
hipovolemik disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau karena kehilangan
cairan ke dalam jaringan kontusio.
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler,
misalnya terjadi pada :
1.

Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan pada organ dalam seperti

hemothoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.


2.

Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang

besar. Misalnya fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.


3.

Kehilangan cairan intravaskular lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein

plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada : Gastrointestinal : peritonitis,pankreatitis,


dan gastroenteritis, Renal : terapi diuretik, krisis penyakit Addison, Luka bakar ( kombusio)
dan anafilaksis.
4. Penurunan tekanan osmotic koloid, misalnya pada kekurangan sodium berat,
hipopituitarism, sirosis hepatis, obstruksi intestinal.
14

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran
darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan.
Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme
anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam
laktat, asam piruvat, asam lemak, dan

keton. Yang penting dalam klinik adalah fokus

perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu
diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan.

C. Fase Syok Hipovolemik dan Klasifikasi Sirosis Hepatis


Secara fisiologis, syok hipovolemik dibagi menjadi 4 fase :
1. Fase Inisial
Pada fase ini, gejala dan tanda yang muncul tidak terlalu signifikan karena tubuh
masih mentoleransi jumlah cairan yang hilang. Namun, pasien dapat cepat berpindah
ke fase berikutnya bahkan tidak melewati fase ini apabila jumlah cairan yang hilang
dari tubuh cukup banyak.
Gejala dan tanda :

Tekanan darah menurun 5-10 mmHg

Denyut jantung agak meningkat

2. Fase Kompensasi
Pada fase ini tubuh berusaha lebih keras untuk mengkompensasi hilangnya volume
cairan, sehingga akan terjadi perubahan besar pada tanda vital. Pemberian resusitasi
cairan dan pencegahan kehilangan cairan lebih lanjut pada fase ini sangat penting.
Gejala dan tanda:

Penurunan tekanan darah 10-15 mmHg

Takikardi (untuk mencukupi jumlah cardiac output)

Takipnea (sebagai kompensasi terhadap penurunan perfusi jaringan)

Peningkatan aliran darah ke organ vital (otak, paru-paru, dan jantung)

Penurunan jumlah urin

Vasokontriksi perifer :
-

Akral dingin, peningkatan capillary refill time

3. Fase Progresif

15

Apabila tubuh tidak dapat mengkompensasi kehilangan cairan yang terjadi, maka
syok akan berlanjut pada fase ini. Pada fase ini akan terjadi hipotensi yang
menyebabkan perfusi pada organ vital menurun yang kemudian dapat berujung pada
kerusakan organ.
Gejala dan tanda :

Penurunan tekanan darah

Nadi meningkat dan lemah

Penurunan vaskularisasi pada kulit, abdomen, dan ginjal :


-

Kulit dingin

Penurunan bising usus akibat motilitas usus yang menurun

Penurunan jumlah urin

4. Fase Refraktor
Pada fase ini telah terjadi kerusakan organ multipel yang bersifat irreversible.
Gejala dan tanda:

Hipoksia

Oligouria

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

Derajat Syok Hipovolemik


Berdasarkan jumlah darah yang hilang, maka syok hipovolemik dibagi menjadi 4 kelas :

16

Secara fungsional sirosis terbagi atas :


1. Sirosis hati Kompensata, sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada
saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata, dikenal dengan Aktif Sirosis hati, dan stadium ini biasanya
gejala-gejala sudah jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus.

D. Patogenesis
Sirosis Hepatis
1. Sirosis Lannec
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Lannec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular.
Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya.
Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah :
a. Perlemakan hati alkoholik
b. Hepatitis alkoholik
c. Sirosis alkoholik

17

Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan


mekanismenya sebagai berikut :

Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi


oksigen lobular, terjadi hipoksemia relative dan cedera sel di daerah yang jauh
dari aliran darah yang teroksigenasi.

Infiltrasi/aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh


hepatosit yang memetabolisme alkohol. Cedera jaringan dapat terjadi dari
neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease, dan
sitokin.

Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, yang


menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibody spesifik yang menyerang
hepatosit pembawa antigen ini

Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternative dari metabolism etanol, disebut
sistem yang mengoksidasi enzim mikrosomal.
Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor

nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF, dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan


mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis
alkoholik.
2. Sirosis Hepatis Pasca Nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan
lebar.Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik.Ukuran
nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau
parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya
peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus
(misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel

18

yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus
di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.
3. Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar ductus biliaris akan menimbulkan pola
sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab
kematian akibat sirosis.Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris
pascahepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati
dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobules, namun
jarang memotong lobulus seperti pada Sirosis Lannec. Hati membesar, keras,
bergranula halus, dan berwarna kehijauan.Ikterus selalu menjadi bagian awal dan
utama dari sindrom ini, demikian pula pruritus, malabsorbsi dan steatorea.
Syok Hipovolemik
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut/kehilangan cairan dengan
mengaktivasi

sistem

fisiologi

utama

sebagai

berikut:

sistem

hematologi,

kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.


1.

Sistem hematologi
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut

dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui


pelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan
tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber
perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya
menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu
sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi
bentuk yang sempurna.
2.

Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik

dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan


vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan
pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh
baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah
19

pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak,


jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.
3.

Sistem Renal
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi

renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi


angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru
dan hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu
perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab
pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
4.

Sistem Neuroendokrin
Sistem

neuroendokrin

berespon

terhadap

syok

hipovolemik

dengan

meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari


glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah
(dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang
dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan
reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan
lengkung Henle.
E. Manifestasi Klinis
Sirosis Hepatis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
Selama masa laten yang panjang, fungsi hati mengalami kemunduran secara bertahap.
Gejala awal pasien dengan penyakit sirosis (tipe kompensata) bersifat samar dan
nonspesifik berupa perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut terasa
kembung, mual dan berat badan menurun. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada
epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen dijumpai pada separuh dari semua
penderita.
Pada lelaki dapat timbul suatu impotensi, testis mengecil, buah dada membesar
sampai pada hilangnya dorongan seksual. Pada wanita terjadi abnormalitas menstruasi
20

biasanya terjadi amenorea. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin
disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah terjadi 15-25%,
melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi
sampai koma.
Temuan Klinis:
1. Spider angiomata (spider teleangiektasis atau spider naevi) yang merupakan lesi
vaskuler yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di
dada, bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui dengan jelas.
Ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan ratio estradiol/testosteron bebas. Tanda
ini juga dapat ditemukan selama hamil, malnutrisi berat bahkan ditemukan pula pada
orang sehat walau umumnya ukuran lesi kecil.

2. Eritema palmaris berupa warna merah saga pada daerah thenar dan hipothenar
pada telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme
hormon esterogen. Tanda ini pula tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada
kehamilan, arthritis rheumatoid, hiperthiroidisme, dan keganasan hematologi.

21

3. Perubahan kuku-kuku Murchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan


warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada hipoalbuminemia yang lain
seperti syndroma nefrotik.
4. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoarthropati hipertropi juga
ditemukan pada pasien sirosis sebagai suatu periostitis proliferatik kronik yang
menimbulkan nyeri.

5. Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur


fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak berkaitan secara spesifik
dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien dengan Diabetes
Melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi
alkohol.

22

6. Ginekomastia secara histologis merupakan proliferasi benigna jaringan glandula


mamae laki-laki, kemungkinan berupa peningkatan androstenedion. Selain itu
ditemukan pula hilangnya rambut di dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki
mengalami perubahan ke arah feminisme. Sebaliknya pada perempuan, menstruasinya
cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.
7.

Testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada
sirosis alkoholik dan hemokromatosis.

8. Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba membesar, keras dan nodular.
9. Splenomegali biasanya ditemukan pada sirosis terutama yang penyebabnya karena
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien akibat hipertensi
porta.
10. Ascites berupa penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat dari hipertensi
porta dan hipo-albuminemia. Caput medusa merupakan pelebaran vena-vena kolateral
dinding perut juga akibat hipertensi porta.
11. Fetor hepatikum sebagai bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
12. Ikterus pada kulit dan membran mukosa merupakan akibat dari hiperbilirubinemia.
Bila kada bilirubin serum kurang dari 2-3 mg/dl, maka ikterik tidak dapat dilihat
dengan kasat mata. Warna urin terlihat gelap seperti air teh. Pada kulit biasanya
ditemukan hiperpigmentasi, terutama pada daerah distal ekstremitas.
13. Ensepalopati hepatik diyakini terjadi akibat kelainan metabolisme amonia dan
peningkatan kepekaan otak terhadap toksin. Berkembangnya enselopati hepatik sering
merupakan keadaan terminal sirosis dan akan dibicarakan lebih mendalam kemudian.
Sindrom ini ditandai dengan Asterixis bilateral (flaping tremor) tetapi tidak sinkron
berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang dapat menyertai antaranya demam yang tidak tinggi akibat
nekrosis hepar, batu pada vesika felea, pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis
alkoholik akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema.
23

Manifestasi Hipertensi Portal


Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang
menetap di atas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cm H 2O. Tanpa memandang penyakit
dasarnya, mekanisme primer penyebabhipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria
splangnikus. Kombinasi kedua faktor yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena
hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama menghasilkan beban berlebihan
pada sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran
kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Tekanan balik pada sistem portal
menyebabkan splenomegali dan sebagian bertanggung jawab atas tertimbunnya ascites.
Ascites merupakan penimbunan cairan intraperitoneal yang mengandung sedikit
protein. Faktor utama patogenesis ascites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat
hipoalbuminemia. Faktor lain yang berperan adalah retensi natrium dan air serta
peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat
pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena cava menyebabkan
dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70%
penderita sirosis lanjut. Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan kematian.
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen, dan
timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus (kaput
medusa). Sistem vena rektal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena
berdilatasi dan dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid interna. Perdarahan dari
hemoroid yang pecah biasanya tidak hebat, karena tekanan di daerah ini tidak setinggi
tekanan pada esofagus karena jarak yang jauh dari vena porta.
Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronis
akibat aliran balik dan tekanan darah yang lebih tinggi pada vena lienalis.

Syok Hipovolemik
1. Takikardi
24

Terjadi karena tubuh berusaha mencukupi cardiac output. Seperti yang diketahui,
cardiac ouput merupakan hasil perkalian antara stroke volume dengan heart rate (CO
= HR x SV). Pada keadaan syok hipovolemik, yang terjadi adalah penurunan stroke
volume, sehingga untuk tetap mempertahankan cardiac output, maka kompensasi
yang dilakukan adalah dengan meningkatkan heart rate.
2. Nadi yang cepat dan lemah
Berhubungan dengan poin sebelumnya, akibat denyut jantung yang meningkat,
maka denyut nadi juga akan meningkat, namun lemah akibat volume vaskuler yang
menurun pada keadaan syok serta pengalihan vaskularisasi ke organ vital yaitu otak,
paru, dan jantung.
3. Hipotensi
Hipotensi terjadi akibat volume darah yang berkurang, yang kemudian
menyebabkan venous return menurun dan lama-kelamaan tekanan darah juga akan
menurun sebagai hasil dari volume sirkulasi yang menurun.
4. Perubahan Status Mental
Hal ini terjadi akibat penurunan perfusi oksigen ke otak. Pasien akan
menunjukkan gejala seperti agitasi. Penurunan kesadaran dapat terjadi apabila terjadi
kehilangan darah yang lebih dari 2 liter.
5. Penurunan Jumlah Urin
Akibat pengalihan vaskularisasi ke otak, jantung, dan hati, maka akan terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal yang bermanifestasi klinis pada penurunan jumlah
urin.
6. Akral Dingin
Hal ini juga disebabkan oleh hal yang sama, yaitu peningkatan aliran darah ke
organ vital, dan penurunan aliran darah ke tempat lain yang berarti penurunan perfusi
ke kulit sehingga kulit teraba dingin, dan lembab, terutama daerah akral.

F. Diagnosis
25

Sirosis Hepatis
Pasien yang datang berobat dapat dicurigai ke arah sirosis apabila ditemukan
kelainan

pada

pemeriksaan

laboratorium

ketika

seseorang

memeriksakan

kesehatannya secara rutin atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik.
Lakukan pemeriksaan darah lengkap. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali
fosfatase, gama glutamil traspeptidase (-GT), bilirubiun, albumin, globulin dan
waktu protrombin.
Aspartat Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamil Oksalo Asetat (SGOT)
dan Alanin Amonotransferase (ALT) atau Serum Glutamil Piruvat Trasnsaminase
(SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT,
namun apabila transaminase normal, tidak mengenyampingkan adanya sirosis.
Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 3 kali harga batas normal atas.
Kadar yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosi
bilier primer. Gama Glutamil Transpeptidase (-GT) kadarnya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Kadarnya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik
karena alkohol selain menginduksi GT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan
bocornya GT dari hepatosit.
Bilirubin kadarnya bisa normal pada sirosis kompensata namun meningkat
pada sirosis yang lanjut. Albumin merupakan zat yang disintesis di hati sehingga
kadarnya menurun seiring dengan perburukan sirosis. Globulin merupakan akibat
sekunder dari sirosis. Akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta
ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin.
Waktu protrombin menggambarkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati.
Sehingga, pada sirrosis waktu protrombin menjadi memanjang. Albumin serum dan
waktu protrombin merupakan indikator terbaik dari sintesis hati. Natrium serum
menurun, terutama pada sirosis dengan ascites karena ketidakmampuan ekskresi air
bebas. Kadar natrium juga turut dipengaruhi oleh efek diuretik.
Kelainan hematologi seperti anemia dapat berupa anemia monokrom
normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan
trombositopenia, leukopenia dan neutropenia akibat spelomegali kongestif yang
berkaitan dengan hipertensi portal sehingga terjadi hipersplenisme.
26

Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaan noninvasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang
bisa dinilai dengan USG berupa sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas dan
adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular,
sudut tumpul dan ada peningkatan ekogenitas (kasar) parenkim hati. Selain itu USG
juga bisa untuk melihat ascites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran
vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis hati.

G. Penatalaksanaan
Sirosis Hepatis
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang memudahkan
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma
hepatik, diberikan diet yang mengandung 1 g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000
kalori/hari.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati.Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan
etiologi diantaranya alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai
hati dihentikan penggunaannya.
Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif. Pada
penyakit hati non-alkoholik, menururnkan berat badan akan mencegah terjadinya
sirosis.
Pada hepatitis B, interferon dan Lamivudin (analog nukleosida) merupakan
terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral tiap
hari selama setahun.
Pada hepatitis kronik, kombinasi interferon dan Ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan 5 MIU 3 kali seminggu dan
dikombinasi dengan ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

27

Pada pengobatan fibrotik hati, pengobatan antifibrotik saat ini lebih mengarah
pada peradangan dan tidak pada fibrosis. Di masa datang, menempatan sel stelata
sebagai mediasi target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi
utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifitas dari sel stelata bisa merupakan salah
satu terapi pilihan.Interferon mempunyai aktifitas antifibrotik yang dihubungkan
dengan pengurangan aktivitas sel stelata.Kolkisin mempunyai efek antiperadangan
dan mencegah pembentukan kolagen.Namun belum terbukti secara penelitian
memiliki antifibrosis dan sirosis. Metroteksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai
antifibrosis.
Penatalaksanaan ascites dapat berupa tirah baring dan diawali dengan diet
rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah
garam

dikombinasi

dengan

obat-obat

diuretik.Awalnya

dengan

pemberian

spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa oedem kaki atai 1kg/hari dengan
oedem kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.Pemberian bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respon maksimal 160mg/hari.Parasintesis dilakukan bila ascites sangat
besar.Pengeluaran ascites bisa 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Penatalaksanaan ensefalopati hepatik dengan laktulosa untuk membantu
pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi
bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai dengan 0,5 g/kgBB
perhari terutama diberikan yang asam amino rantai cabang.
Penatalaksanaan varises esofagus dengan obat penyekat beta (propanolol).
Waktu perdarahan akut bisa diberikan somatostatin atau oktreotid diteruskan dengan
tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.Peritonitis bakterial spontan diberikan
antibiotik seperti sefotaksim intravena, amoksisilin atau aminoglikosida. Sindrom
hepatorenal: mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan
garam dan air.
Transplantasi hati, terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata.Namun,
sebelum melakukan transplantasi hati ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dulu. TIPS shunt (Transjugular intrahepatic portosystemic shunt) dapatjuga
dilakukan pada pasien sirosis hati yang merupakan prosedur invasif. TIPS shunt
28

adalah pipa logam yang diletakkan di hati dengan bantuan x-ray melalui insisi pada
vena jugularis di leher. TIPS shunt belekrja dengan menurunkan tekanan pada
hipertensi portal. Banyak digunakan untuk mengatasi pasien dengan komplikasi
seperti ascites atau perdarahan dari varises yang tidak bisa dikontrol dengan obat atau
endoskopi.

Syok hipovolemik
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh, dan mempertahankan
suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus
segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Segera berikan
pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (airway) harus
bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (breathing) harus
terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen
100%. Defisit volume peredaran darah (circulation) pada syok hipovolemik harus
diatasi dengan pemberian cairan intravena. Segera menghentikan perdarahan yang
terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok.
Primary survey meliputi : airway, breathing, circulation, disability, dan
exposure. Secondary survey meliputi pengkajian fisik. Sedangkan tersier survey
dilakukan selain pengkajian primary dan secondary survey, misalnya terapi atau
resusitasi cairan.
Manajemen resusitasi cairan sangat penting. Untuk mempertahankan
keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang
hilang. Dapat dimulai dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik.
Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera
dilakukan tindakan.
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi
elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Larutan parenteral pada syok
hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid
cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain
29

mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit
efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan
edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik
dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah
larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia
dengan asidosis metabolik atau sindroma syok.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat
metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan
asetat di metabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat
terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada
pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat.
Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena
dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan
dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk
mengganti kebutuhan harian.

30

31

H. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi child
pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi,
variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya ascites, ensefalopati dan
status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari chlid A, B, C, dan berkaitan dengan kelangsungan
hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan child A, B, C
berturut turut 100,80, dan 45%
Tabel 2.Klasifikasi Sirosis hati dengan Kriteria Child-Pugh:
Skor / Parameter

Bilirubin (mg %)

< 2,0

2 - < 3,0

> 3,0

Albumin (g %)

> 3,5

2,8 - < 3,5

< 2,8

40 - < 70

< 70

Protrombin

Time > 70

(quick %)
Ascites

Minimal Sedang

Banyak

Hepatic

Tidak Ada

Std. 1 2

Std. 3 - 4

Encephalopaty

Bila <6

: child pugh A

Bila <7-9

: child pugh B

Bila >10

: child pugh C
Penilaian prognosis terbaru adalah dnegan model for end stage liver disease

(MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.
MELD adalah sistim skor untuk mengetahui tingkat keparahan dari sirosis hepatis.
Hal ini berguna untuk memprediksi angka bertahan hidup dalam 3 bulan pada pasien
yang telah menjalani prosedur operasi Transjugular intrahepatic portosystemic
shunt(TIPS) dan berguna untuk menentukan prognosis dan prioritas untuk
mendapatkan transplantasi hati.

32

MELD menggunakan nilai dari bilirubin serum, kreatinin serum, dan ratio
internasional untuk waktu pembekuan darah (INR) untuk memprediksi angka bertahan hidup.
MELD = 3.78[Ln serum bilirubin (mg/dL)] + 11.2[Ln INR] + 9.57[Ln serum creatinine
(mg/dL)] + 6.43

Apabila pasien telah menjalani hemodialisis sebanyak 2 x dalam seminggu terakhir,


maka nilai untuk kreatinin serum harus 4.0.

Bila ada nilai di bawah 1 maka dimasukkan nilai 1 nya (jika bilirubin 0,8 amka
dibulatkan menjadi 1) untuk menghindari nilai skor di bawah 0.
Interpretasi skor MELD pada pasien yang dirawat, maka angka kematian (mortality)

selama 3 bulan adalah:

40 atau lebih 100% mortality

3039 83% mortality

2029 76% mortality

1019 27% mortality

<10 4% mortality

I. Komplikasi
Sirosis Hepatis
Hati memiliki banyak fungsi metabolik yang sangat kompleks, sehingga banyak
komplikasi yang menyertai sirosis.Sebagian komplikasi timbul pada umumnya disebabkan
karena penyakit yang menyertai sirosis (sebagai contoh, osteoporosis lebih banyak pada
penderita sirosis dibandingkan dengan penyakit yang berhubungan dengan kandung empedu).
Dibawah ini adalah beberapa komplikasi dari sirosis:
Ascites
Ascites adalah retensI dari sejumlah cairan yang berada di rongga abdomen.
Bila jumlahnya sedikit, ascites mungkin dapat terdeteksi dengan USG atau CT
33

scan.Bila jumlahnya meningkat menimbulkan peningkatan ukuran dan isi abdomen,


menurunkan nafsu makan dan rasa tidak nyaman di perut. Bila ascites sangat banyak,
cairan akan membatasi ekspansi normal dari dada ketika bernafas dan sering
menyebabkan sesak. Selain itu, ascites dapat terinfeksi yang menyebabkan peritonitis
bakteri spontan.Gejalanya berupa demam dan nyeri perut, tapi sering gejala klinis
tidak tampak.Peritonitis bakteri spontan merupakan komplikasi serius yang
memerlukan penanganan dengan antibiotik yang biasanya diberikan secara intravena.
Varises
Varises adalah pelebaran abnormal vena (sama dengan varises yang ada di
tungkai bawah) yang terbentuk karena sistem digestive pasien dengan sirosis. Varises
biasanya timbul di esofagus.Biasanya pasien disarankan untuk melakukan endoskopi
untuk melihat adanya varises.Dinding dari vena melebar menjadi tipis sehingga
memudahkan varises untuk robrk dan berdarah ke dalam traktus digestivus. Pada
pasien yang memili varises yang besar tetapi tidak mengalami perdarahan, terapi
medis menggunakan obat antihipertensi atau terapi dengan endoskopi

sangat

dianjurkan untuk mengurangi resiko perdarahan. Perdarahan pada esofagus atau


lambung merupakan kondisi yang dapat diselamatkan dan memerlukan intervensi
segera. Gejalanya berupa muntah berwarna darah atau berwarna seperti kopi atau
melena.
Ensefalopati hepatis
Pada sirosis, fungsi filtrasi berkurang dan aliran balik dari usus tidak
sepenuhnya didetoksifikasi.Sehingga ketika produk pembuangan ini memasuki
sirkulasi, mereka memasuki otak dan kondisi ini disebut dengan ensefalopati
hepatis.Gejala klinisnya adalah penurunan kesadaran, bingung, berbicara tidak
lancar.Pada beberapa kasus, pasien dapat mengalami koma.Kita dapat melihat adanya
tremor pada pasien ini. Level amonia juga akan meningkat.

Kanker hati

34

Pasien dengan sirosis merupakan resiko tinggi dari terjadinya kanker hati yang
disebut dengan karsinoma hepatoselular. Resiko terjadinya kanker hati tergantung
pada penyakit yang menyertai, tetapi pad a pasien dengan hepatitis C resikonya
sekitar 3% setiap tahun. Penanganan akan berhasil bila kanker ini terdeteksi secara
dini. Kanker hati biasanya tidak memiliki gejala klinis ketika kecil dan penanganan
akan terbatas pada penanganan gejala. Pasien akan direkomendasi untuk melakukan
USG, CT scan atau MRI dari hati setiap 6 bulan untuk mendeteksi adanya tumor. Tes
alfa fetoprotein (AFP) juga dapat digunakan untuk mendeteksi tumor.

Syok Hipovolemik
1.

Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan

yang berkepanjangan. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan
seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme
terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.
2.

Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus

kapiler karena hipoksia.

Hipoksia seluler

Pelepasan faktor-faktor biokimia


( enzim lisosom, vasoaktif, system komplemen, asam metabolic, kolagen, histamine )

Pe permiabilitas kapiler paru

Pe aktivitas surfaktan

35

Edema interstisial alveolar paru

Kolaps alveolar yang progresif

Pe compliance paru
Stiff lung
Pe shunting

Hipoksia arterial

3.

DIC (Koagulasi Intravascular Diseminata) akibat hipoksia dan kematian

jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi. Dinding
pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan
vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti
dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini
dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa
yang luas.

36

Anda mungkin juga menyukai