Anda di halaman 1dari 10

Makalah Pendidikan Agama Islam

Tentang

Etos Kerja

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.

Anisa Dewi Kartika Ningrum


Difa Alfian Putra
Muhammad Afrizal
Rijka Fazriansyah

UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Etos
Etos berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial.[1] Etos berasal dari bahasa
Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas
sesuatu.[1] Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok
bahkan masyarakat.[1] Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja
yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. [1] Kerja dalam arti
pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi,
intelektual dan fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan. [1]
Secara terminologis kata etos, mengalami perubahan makna yang meluas. [2] Digunakan dalam
tiga pengertian berbeda yaitu:[2]

Suatu aturan umum atau cara hidup.[2]

Suatu tatanan aturan perilaku.[2]

Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku. [2]

Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau
berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang positif. [2]
Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya.
[2]
Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hampir mendekati pada pengertianakhlak atau
nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung
gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara optimal lebih baik dan
bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin. [2]

Pengertian Kerja

Kerja dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal
materi maupun non-materi, intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah
keduniawian atau keakhiratan. Kamus besar bahasa Indonesia susunan WJS Poerdarminta
mengemukakan bahwa kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah sesuatu yang
dilakukan untuk mencari nafkah.
KH. Toto Tasmara mendefinisikan makan dan bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya
sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh asset dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau
menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang menundukkan dunia dan menempatkan dirinya
sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa
dengan bekerja manusia memanusiakan dirinya.
Lebih lanjut dikatakan bekerja adalah aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya
dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian
dirinya kepada Allah SWT.
Di dalam kaitan ini, al-Quran banyak membicarakan tentang aqidah dan keimanan yang diikuti oleh
ayat-ayat tentang kerja, pada bagian lain ayat tentang kerja tersebut dikaitkan dengan masalah
kemaslahatan, terkadang dikaitkan juga dengan hukuman dan pahala di dunia dan di akhirat. AlQuran juga mendeskripsikan kerja sebagai suatu etika kerja positif dan negatif. Di dalam al-Quran
banyak kita temui ayat tentang kerja seluruhnya berjumlah 602 kata, bentuknya :

1) Kita temukan 22 kata amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat al-Baqarah: 62, an-Nahl: 97, dan
al-Mukmin: 40.
2) Kata amal (perbuatan) kita temui sebanyak 17 kali, di antaranya surat Hud: 46, dan al-Fathir: 10.
3) Kata waamiluu (mereka telah mengerjakan) kita temui sebanyak 73 kali, diantaranya surat alAhqaf: 19 dan an-Nur: 55.
4) Kata Tamalun dan Yamalun seperti dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud: 92.
5) Kita temukan sebanyak 330 kali kata amaaluhum, amaalun, amaluka, amaluhu, amalikum,
amalahum, aamul dan amullah. Diantaranya dalam surat Hud: 15, al-Kahf: 102, Yunus: 41, Zumar:
65, Fathir: 8, dan at-Tur: 21.
6) Terdapat 27 kata yamal, amiluun, amilahu, tamal, amalu seperti dalam surat al-Zalzalah: 7,
Yasin: 35, dan al-Ahzab: 31.
7) Disamping itu, banyak sekali ayat-ayat yang mengandung anjuran dengan istilah seperti shanaa,
yasnaun, siru fil ardhi ibtaghu fadhillah, istabiqul khoirot, misalnya ayat-ayat tentang perintah
berulang-ulang dan sebagainya.
Di samping itu, al-Quran juga menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan bagian dari iman, pembukti
bahwa adanya iman seseorang serta menjadi ukuran pahala hukuman, Allah SWT berfirman:
barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang saleh (Al-Kahfi: 110)
Ada juga ayat al-Quran yang menunjukkan pengertian kerja secara sempit misalnya firman Allah
SWT kepada Nabi Daud As.
Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu
dalam peperanganmu (al-Anbiya: 80)
Dalam surah al-Jumuah ayat 10 Allah SWT menyatakan :
Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah
dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (al-Jumuah: 10)
Pengertian kerja dalam keterangan di atas, dalam Islam amatlah luas, mencakup seluruh pengerahan
potensi manusia. Adapun pengertian kerja secara khusus adalah setiap potensi yang dikeluarkan
manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan
peningkatan taraf hidup.
Inilah pengertian kerja yang bisa dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan dewasa ini, sedangkan
bekerja dalam lingkup pengertian ini adalah orang yang bekerja dengan menerima upah baik bekerja
harian, maupun bulanan dan sebagainya.
Pembatasan seperti ini didasarkan pada realitas yang ada di negara-negara komunis maupun
kapitalis yang mengklasifikasikan masyarakat menjadi kelompok buruh dan majikan, kondisi
semacam ini pada akhirnya melahirkan kelas buruh yang seringkali memunculkan konflik antara
kelompok buruh atau pun pergerakan yang menuntut adanya perbaikan situasi kerja, pekerja
termasuk hak mereka.

Konsep klasifikasi kerja yang sedemikian sempit ini sama sekali tidak dalam Islam, konsep kerja yang
diberikan Islam memiliki pengertian namun demikian jika menghendaki penyempitan pengertian
(dengan tidak memasukkan kategori pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah dan aktivitas
spiritual) maka pengertian kerja dapat ditarik pada garis tengah, sehingga mencakup seluruh jenis
pekerjaan yang memperoleh keuntungan (upah), dalam pengertian ini tercakup pula para pegawai
yang memperoleh gaji tetap dari pemerintah, perusahaan swasta, dan lembaga lainnya.
Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam ini telah muncul secara jelas, praktek muamalah umat
Islam sejak berabad-abad, dalam pengertian ini memperhatikan empat macam pekerja :
1) al-Hirafiyyin; mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti penjahit, tukang kayu, dan para
pemilik restoran. Dewasa ini pengertiannya menjadi lebih luas, seperti mereka yang bekerja dalam
jasa angkutan dan kuli.
2) al-Muwadzofin: mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti para pegawai dari suatu
perusahaan dan pegawai negeri.
3) al-Kasbah: para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan sehari-hari dengan cara jual beli
seperti pedagang keliling.
4) al-Muzarriun: para petani.
Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya hadis rasulullah SAW dari
Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW bersabda,berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatkeringatnya. (HR. Ibn Majah, Abu Hurairah, dan Thabrani).
Pendapat atau kaidah hukum yang menyatakan : Besar gaji disesuaikan dengan hasil kerja.
Pendapat atau kaidah tersebut menuntun kita dalam mengupah orang lain disesuaikan dengan porsi
kerja yang dilakukan seseorang, sehingga dapat memuaskan kedua belah pihak.

Etos Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan, memandang,
meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak
dan meraih amal yang optimal (high performance).
Etos Kerja Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan yang
sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan
kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh. Sehingga bekerja
yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim,
melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah yang didera kerinduan
untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai
manusia yang amanah, menunjukkan sikap pengabdian sebagaimana firman Allah, Dan tidak
Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku, (QS. adzDzaariyat : 56).
Bekerja adalah fitrah dan merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang
didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim,
tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah SWT.
Apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja,
malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan keimanan dalam
bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri, dan menurunkan
derajat identitas dirinya sebagai manusia.

Setiap muslim selayaknya tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar menjaga gengsi agar
tidak dianggap sebagai pengangguran. Karena, kesadaran bekerja secara produktif serta
dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab merupakan salah satu ciri yang khas dari
karakter atau kepribadian seorang muslim.
Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menjadi pengangguran, apalagi menjadi manusii
yang kehilangan semangat inovatif. Karena sikap hidup yang tak memberikan makna, apalagi
menjadi beban dan peminta-minta, pada hakekatnya merupakan tindakan yang tercela.
Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif atau ingin berbuat
sesuatu yang penuh manfaat yang merupakan bagian amanah dari Allah. Dan cara pandang
untuk melaksanakan sesuatu harus didasarkan kepada tiga dimensi kesadaran, yaitu :
dimensi marifat (aku tahu), dimensi hakikat (aku berharap), dan dimensisyariat (aku berbuat).

Etos Kerja: Dimensi Marifat (Aku Tahu)

Tahu siapa aku, apa kekuatan dan kelemahanku,


Tahu apa pekerjaanku,
Tahu siapa pesaingku dan kawanku,
Tahu produk yang akan dihasilkan,
Tahu apa bidang usahaku dan tujuanku,
Tahu siapa relasiku,
Tahu pesan-pesan yang akan kusampaikan

Etos Kerja: Dimensi Hakikat (Aku berharap)


Sikap diri untuk menetapkan sebuah tujuan kemana arah tindakan dilangkahkan. Setiap pribadi
muslim meyakini bahwa niat atau dorongan untuk menetapkan cita-cita merupakan ciri bahwa
dirinya hidup.

Etos Kerja: Dimensi Syariat (Aku Berbuat)


Pengetahuan tentang peran dan potensi diri, tujuan serta harapan-harapan hendaklah
mempunyai arti kecuali bila dipraktikkan dalam bentuk tindakan nyata yang telah diyakini
kebenarannya.
Yang membedakan semangat kerja dalam Islam adalah kaitannya dengan nilai serta cara meraih
tujuannya. Bagi seorang muslim bekerja merupakan kewajiban yang hakiki dalam rangka
menggapai ridha Allah. Sedangkan orang kafir bermujahadah untuk kesenangan duniawi dan
untuk memuaskan hawa nafsu.
Di Jepang dikenal sebuah istilah Keizen yang dipelopori oleh Masaaki Imai, yakni: semangat
untuk terus-menerus melakukan perbaikan yang melibatkan setiap orang mulai dari pimpinan
puncak sampai pekerja lapangan.

Motto Masaaki Imai:


Engineers at Japanese plants are often warned, There will be no progress if you keep on doing
things exactly the same way

"Dan para insinyur di Jepang sering diingatkan akan sebuah moto, Tidak pernah akan ada
kemajuan jika Anda mengerjakan sesuatu dengan cara yang sama dari waktu ke waktu'"
Prinsip dan Ciri Etos Kerja Muslim
ini adalah pembahasan lanjutan dari pembahasan yang terkait sebelumnya, yaitu: pembahasan
tentang pengertian dan maksud Etos Kerja dipandang dari segi Agama Islam. Baca: Pengertian
dan Maksud Etos Kerja Muslim.

Lima Prinsip Kerja Seorang Muslim


Berikut adalah lima prinsip kerja seorang muslim:
1. Kerja, Aktivitas, dan Amal
Kerja, aktivitas, amal dalam Islam adalah perwujudan rasa syukur kita kepada nikmat Allah SWT.


Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari
hamba-hambaKu yang berterima kasih, (QS. Saba : 13).
2. Berorientasi Pada Pencapaian
Seorang Muslim hendaknya berorientasi pada pencapaian hasil: hasanah fi ad-dunyaa dan
hasanah fi al-Akhirah



Dan di antara mereka ada orang yang bendo'a: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka, (QS. Al-Baqarah : 201).
3. Berkarakter al-Qawiyy dan al-Amiin
Dua karakter utama yang hendaknya kita miliki, yaitu: al-Qawiyy dan al-Amiin.



Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya", (QS. Al-Qashash: 26).
Al-Qawiyy merujuk kepada: reliability, dapat diandalkan. Juga berarti, memiliki kekuatan fisik dan
mental (emosional, intelektual, spiritual). Sementara al-Amiin, merujuk kepada integrity, satunya
kata dengan perbuatan alias jujur, dapat memegang amanah.
4. Kerja Keras
Ciri pekerja keras adalah sikap pantang menyerah; terus mencoba hingga berhasil. Kita dapat
meneladani ibunda Ismail AS Sehingga seorang pekerja keras tidak mengenal kata gagal (atau

memandang kegagalan sebagai sebuah kesuksesan yang tertunda).


5. Kerja Cerdas
Cirinya memiliki pengetahuan dan keterampilan; terencana; memanfaatkan segenap
sumberdaya yang ada. Seperti yang tergambar dalam kisah Nabi Sulaeman AS (Alaihi Salam)
jika etos kerja dimaknai dengan semangat kerja, maka etos kerja seorang Muslim bersumber
dari visinya: meraih hasanah fiddunya dan hasanah fi al-Akhirah. Jika etos kerja difahami
sebagai etika kerja; sekumpulan karakter, sikap, mentalitas kerja, maka dalam bekerja, seorang
Muslim senantiasa menunjukkan kesungguhan.

Ciri-Ciri Etos Kerja Muslim


Setelah kita mengetahui beberapa prinsip kerja seorang muslim sejati di atas, kini sekarang kita
akan menjabarkan beberapa ciri etos kerja seorang Muslim.

Mereka kecanduan terhadap waktu Menyusun tujuan, realisasi, kerja, evaluasi


Hidup berhemat dan efisien
Ikhlas
Jujur
Memiliki komitmen Tekad dan keyakinan, tidak mudah menyerah
Istiqomah
Berdisiplin berhati-hati dan tanggungjawab dalam kerja
Konsekuen dan berani menghadapi tantangan
Memiliki sikap percaya diri
Kreatif
Bertanggungjawab kerja sebagai amanah
Mereka bahagia karena melayani/ menolong
Memiliki harga diri
Memiliki jiwa kepemimpinan
Berorientasi ke masa depan
Memiliki jiwa wiraswasta
Memiliki insting bertanding
Mandiri (Independent)
Kecanduan belajar dan haus mencari ilmu
Memiliki semangat perantauan
Memperhatikan kesehatan dan gizi
Tangguh dan pantang menyerah
Berorientasi pada produktivitas
Memperkaya jaringan silaturahim
Memiliki semangat perubahan.

Etika Kerja dalam Islam


Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang diantara kamu yang
melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi dan teliti). (HR. al-Baihaki)
Dalam memilih seseorang ketika akan diserahkan tugas, rasulullah melakukannya dengan selektif.
Diantaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan (iman) dan kedalaman ilmunya. Beliau senantiasa
mengajak mereka agar itqon dalam bekerja.

1.

2.

1.
2.
3.

Sebagaimana dalam awal tulisan ini dikatakan bahwa banyak ayat al-Quran menyatakan kata-kata
iman yang diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja dengan muatan ketaqwaan.
Penggunaan istilah perniagaan, pertanian, hutang untuk mengungkapkan secara ukhrawi
menunjukkan bagaimana kerja sebagai amal saleh diangkatkan oleh Islam pada kedudukan
terhormat.
Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya.
Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat
pelakunya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa
sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan. (HR. Bukhari dan Muslim).
Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang tergantung dari tinggi rendahnya niat. Niat juga
merupakan dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu.
Nilai suatu pekerjaan tergantung kepada niat pelakunya yang tergambar pada firman Allah SWT agar
kita tidak membatalkan sedekah (amal kebajikan) dan menyebut-nyebutnya sehingga mengakibatkan
penerima merasa tersakiti hatinya.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian (alBaqarah : 264)
Keterkaitan ayat-ayat di atas memberikan pengertian bahwa taqwa merupakan dasar utama kerja,
apapun bentuk dan jenis pekerjaan, maka taqwa merupakan petunjuknya. Memisahkan antara taqwa
dengan iman berarti mengucilkan Islam dan aspek kehidupan dan membiarkan kerja berjalan pada
wilayah kemashlahatannya sendiri. Bukan kaitannya dalam pembangunan individu, kepatuhan
kepada Allah SWT serta pengembangan umat manusia.
Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etika yang harus selalu diikut sertakan
didalamnya, oleh karenanya kerja merupakan bukti adanya iman dan barometer bagi pahala dan
siksa. Hendaknya setiap pekerjaan disampung mempunyai tujuan akhir berupa upah atau imbalan,
namun harus mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT. Prinsip inilah yang
harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental
sepanjang zaman.
Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah serta tidak
diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus
mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan seperti bersungguhsungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping itu mereka harus
mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja
didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.
Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol
dalam kondisi apapun dan akan menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat.
Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam
bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan
relasinya. Dalam sebuah hadis rasulullah bersabda, sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang
pekerja yang dilakukannya secara tulus. (HR Hambali)
Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah SWT :
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan
kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (alBaqarah: 172)
Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua
harus dipekerjakan secara professional dan wajar.
Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan
minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah.
Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan pekerjaan sesuai
dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan
kreatif serta bertaqwa tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaannya. Tanpa
professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan dan kebangkrutan juga menyebabkan
menurunnya produktivitas bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen serta kerusakan alat-alat
produksi

Etos Kerja Muslim: Manifestasi Mencari Ridho Allah


- Sebenarnya umat Islam termasuk beruntung karena semua pedoman dan panduan sudah
terkodifikasi. Kini tinggal bagaiman menterjemahkan dan meng-apresiasikannya dalam kegiatan
harian, mingguan dan bulanan. Jika kita pandang dari sudut bahwa tujuan hidup itu Mencari
Ridha Allah SWTmaka apapun yang dikerjakannya, apakah di rumah, di kantor, di ruang kelas,
di perpustakaan, di ruang penelitian ataupun dalam kegiatan kemasyarakatan, tidak akan lepas
dari kerangka tersebut.
Artinya, setiap pekerjaan yang kita lakukan, dilaksanakan dengan sadar dalam kerangka
pencapaian Ridho Allah. Cara melihat seperti ini akan memberi dampak, misalnya: dalam
kesungguhan menghadapi pekerjaan. Jika seseorang sudah meyakini bahwa Allah SWT sebagai
tujuan akhir hidupnya maka apa yang dilakukannya di dunia tidak dijalankan dengan
sembarangan dan semaunya. Ia akan mencari kesempurnaan dalam mendekati kepada al-Haq.
Ia akan mengoptimalkan seluruh kapasitas dan kemampuan inderawi yang berada pada dirinya
dalam rangka mengaktualisasikan tujuan kehidupannya. Ini bisa berarti bahwa dalam bekerja ia
akan sungguh-sungguh karena bagi dirinya bekerja tidak lain tidak bukan adalah ibadah,
pengabdian kepada Yang Maha Suci. Lebih seksama lagi, ia akan bekerja dalam bahasa
populernya secara profesional.
Apa sebenarnya profesional itu? Dalam khasanah Islam mungkin bisa dikaitkan dengan
padanan kata ihsan. Setiap manusia, seperti diungkapkan al-Quran, diperintahkan untuk
berbuat ihsan agar dicintai Allah. Kata Ihsan sendiri merupakan salah satu penguat disamping
kata Iman dan Islam. Dalam pengertian yang sederhana, ihsan berarti kita beribadah kepada
Allah seolah-olah Ia melihat kita. Jikalau kita memang tidak bisa melihat-Nya, tetapi pada
kenyataannya Allah menyaksikan setiap perbuatan dan desir kalbu kita. Ihsan adalah perbuatan
baik dalam pengertian sebaik mungkin atau secara optimal.
Hal itu tercermin dalam Hadis Riwayat Muslim yang menuturkan sabda Rasulullah SAW :
Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan atas segala sesuatu. Karena itu jika kamu membunuh,
maka berihsanlah dalam membunuh itu dan jika kamu menyembelih, maka berihsanlan dalam
menyembelih itu dan hendaknya seseorang menajamkan pisaunya dan menenangkan binatang
sembelihannya itu.
Menurut Nurcholis Madjid, dari konteks hadis itu dapat disimpulkan bahwa ihsan berarti
optimalisasi hasil kerja dengan jalan melakukan pekerjaan itu sebaik mungkin, bahkan
sesempurna mungkin. Penajaman pisau untuk menyembelih itu merupakan isyarat efisiensi dan
daya guna yang setinggi-tingginya. Allah sendiri mewajibkan ihsan atas segala sesuatu seperti
tercermin dalam al-Quran. Yang membuat baik, sebaik-baiknya segala sesuatu yang diciptakanNya. (32:7).
Selanjutnya Allah juga menyatakan telah melakukan ihsan kepada manusia, kemudian agar
manusia pun melakukan ihsan. Dan carilah apa yang dianugerahkan kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dunia, dan berbuat ihsanlah
kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepadamu , dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. (28:77).
Dari keterangan hadis dan uraian al-Quran jelaslah bahwa setiap Muslim harus menjadi seorang
pekerja yang profesional. Dengan demikian ia melaksanakan salah satu perintah Allah untuk
berbuat ihsan dan juga mensyukuri karunia Allah berupa kekuatan akal dan fisiknya yang

diberikan sebagai bekal dalam bekerja. Mengabaikan potensi akal dan fisik ini atau tidak
menajamkannya bisa bermakna tidak mensyukuri nikmat dan karunia Ilahi Rabbi.

Kesimpulan
Ethos kerja seorang muslim ialah semangat menapaki jalan lurus, mengharapkan ridha Allah SWT.
Etika kerja dalam Islam yang perlu diperhatikan adalah (1) Adanya keterkaitan individu terhadap Allah
sehingga menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja,
berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. (2)
Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. (3) tidak memaksakan seseorang,
alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan
wajar. (4) tidak melakukan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman
keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah. (5) Professionalisme dalam setiap pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai