(ENDOCRINE SYSTEM)
REVIEW
Organisme tingkat tinggi (multicellular) dengan unit
fungsional yang terdiri dari kumpulan sel dan organ akan
merespons berbagai perubahan lingkungan luar
(extrinsic stimuli) maupun lingkungan dalam tubuhnya
(intrinsic stimuli) dengan melakukan proses
homeostasis.
Selain itu, untuk menjaga keberlangsungan hidup dan
eksistensinya organisme juga melakukan fungsi vegetatif
seperti proses metabolisme, regulasi nutrisi, kembang
dan tumbuh, serta reproduksi.
Keseluruhan proses tersebut di atas akan mempengaruhi
pemunculan perilaku organisma hewan yang terjadi
dengan melibatkan interaksi antara sistim saraf dan
sistim endokrin.
KONTROL HORMON
TERHADAP PERILAKU
Sistem saraf berperan penting dalam hal inisiasi,
koordinasi dan eksekusi terjadinya perilaku.
Sistem endokrin berperan penting dalam pengontrolan
saat pemunculan perilaku khas muncul dalam
kehidupan hewan, seperti:
- kontrol terhadap perkembangan dan ekspresi
perilaku seksual hewan (melibatkan hormon seks
testosterone, oestrogen, progesterone)
- kontrol terhadap pematangan organ-organ seks
hewan betina dan jantan (melibatkan FSH/ folliclestimulating hormone)
- kontrol pematangan sel-sel saraf di bagian tertentu
pada otak yang memungkinkan hewan belajar (a.l.
pada burung dan mamalia yang melibatkan hormonhormon seks)
- regulasi proses menyusui (pada
(melibatkan hormon PRL/prolactin)
mamalia)
Gambar 1. Interaksi antara hormon, sistim saraf pusat dan perilaku melalui
mekanisme umpan balik (feedback mechanism). Stimulus lingkungan
yang ditangkap oleh saraf sensoris akan mempengaruhi sistem saraf pusat
sehingga otak akan meregulasi sekresi hormon dan pemunculan perilaku.
Sekresi homon oleh sistem endokrin (yang diproduksi melalui
hipotalamus hipofise kelenjar endokrin) akan secara aktiv
menstimulasi:
(1) respons fisiologis pada sel-sel target di otak dan tubuh
(2) regulasi umpan balik terhadap hipotalamus dan hipofise untuk
memproduksi lebih banyak hormon
(3) respons perilaku melalui aksi neurotransmitter yang dilepaskan oleh
sel target di otak
Contoh di atas merupakan respons dari hipotalamus yang memproduksi
CRH (corticotropin releasing hormone), selanjutnya mempengaruhi
kelenjar
hipofise
anterior
untuk
memproduksi
ACTH
(adrenocorticotropic hormone) dan akhirnya mempengaruhi kelenjar
endokrin pada korteks adrenal yang melepaskan hormon kortikosteron
terhadap munculnya sebuah tekanan (stressor).
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
10
(a)
tikus dewasa yang mengalami pemandulan
jika diberi perlakuan estradiol akan memperlihatkan
postur lordosis yang menunjukkan tikus reseptiv
dan siap untuk dibuahi, namun setelah diberi
perlakuan testosteron tikus menjadi tidak
menunjukkan postur lordosis (reseptiv).
(b)
tikus neonatal yang mengalami pemandulan
dibiarkan hidup hingga mencapai usia dewasa dan
menerima perlakuan estradiol akan memperlihatkan
postur lordosis, namun saat diberi perlakuan
testosteron postur lordosis menghilang
(c)
saat tikus neonatal yang mengalami
pemandulan dan diberi perlakuan testosteron dan
ketika mencapai saat dewasa diberi perlakuan
estradiol tidak akan memperlihatkan postur lordosis,
namun setelah diberi perlakuan testosteron postur
lordosis muncul dan reseptiv terhadap tikus
(d)
tikus dewasa yang mengalami pemandulan
jika diberi perlakuan estradiol tidak akan
memperlihatkan postur lordosis, namun setelah
diberi perlakuan testosteron tikus mampu
berkopulasi dengan individu
(e)
tikus neonatal yang mengalami pemandulan
dibiarkan hidup hingga mencapai usia dewasa dan
menerima perlakuan estradiol akan memperlihatkan
postur lordosis, namun saat diberi perlakuan
testosteron postur lordosis menghilang dan tidak
mampu berkopulasi dengan reseptiv.
11
(f)
Kesimpulan:
(i)
12
13
14
15
(A)
(B)
16
17
19
20
(3)
21
22