Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka penunjang penelitian ini meliputi beberapa penjelasan

mengenai proses pemurnian pada gas, proses dehidrasi gas yang terdapat di SPG
Merbau, larutan Triethylene Glycol (TEG), dan pemodelan.

2.1 Proses Pemurnian Gas

Pemurnian gas dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang tidak


diinginkan didalam gas bumi sebelum dikirimkan ke konsumen. Tujuan dari
pemurnian gas tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas dari gas bumi dan
menurunkan bahaya pada sistem proses & perpipaan. Komposisi dari gas bumi
merupakan faktor yang mempengaruhi proses pemurnian gas yang akan
dilakukan. Pada umumnya, proses pemurnian gas yang dilakukan adalah gas
sweetening (CO2 removal) dan gas dehydration.

2.1.1 Gas Sweetening (CO2 Removal)


Gas sweetening bertujuan untuk menurunkan kadar CO2 dan H2S dalam ra w
gas yang dapat mengganggu pada proses selanjutnya. CO2 dapat membeku pada

suhu rendah sehingga dapat menyumbat peralatan dan perpipaan. Selain itu, CO 2
tidak memiliki nilai bakar sehingga menurunkan nilai bakar (heating value) dari
gas bumi. H2S merupakan gas beracun yang sangat korosif sehingga dapat
menyebabkan korosi pada peralatan proses dan sistem perpipaan (Muhammad
Fauzi, 2009).
Proses ini terdiri dari proses absorpsi yang terjadi pada menara kontaktor
(CO2 Absorber) dan proses distilasi pada regenerator untuk proses regenerasi
larutan absorben. Beberapa absorben yang biasa digunakan diantaranya adalah :
larutan K2CO3;
larutan Monoetanolamine (MEA);
larutan Diethanolamine (DEA);

Bab II Tinjauan Pustaka

larutan Triethanolamine (TEA);

larutan Methyldiethanolamine (MDEA);

larutan Diisopropylamine (DIPA); dan


larutan Aminoethoxyethanol (DGA).

2.1.2 Gas Dehydration


Dehidrasi pada gas dilakukan untuk menghilangkan kandungan air pada gas,

sehingga dapat mengurangi masalah yang berkaitan dengan kandungan air dalam

gas, mengurangi penginjeksan inhibitor ke dalam proses produksi gas bumi dan

untuk meningkatkan kemurnian dari gas bumi yang diproduksi. Kandungan air
dalam gas dapat menyebabkan korosi, ice formation, dan terbentuknya gas
hydrates pada peralatan proses dan perpipaan (Dan Laudal Christensen, 2009).

2.1.2.1 Korosi
Air yang terdapat pada gas dapat menjadi faktor terbentuknya korosi. Korosi
dapat terjadi pada perpipaan dan peralatan yang dilewati oleh gas. Korosi
menyebabkan kerusakan pada perpipaan dan peralatan serta mengurangi umur
pakai peralatan. Hal ini akan berdampak pada besarnya biaya investasi peralatan
dan meningkatnya biaya produksi.
2.1.2.2 Pembentukan Es
Air di dalam gas bumi akan menjadi padat (membeku) dan akan menghambat
pada proses pendinginan gas bumi selanjutnya. Es yang terbentuk akan
menyumbat perpipaan dan menjadi masalah pada peralatan proses dan katup (Dan
Laudal Christensen, 2009).
2.1.2.3 Pembentukan Gas Hidrat
Gas hidrat adalah kristal gas bumi dan air yang dapat terbentuk diatas
temperatur terbentuknya es (Dan Laudal Christensen, 2009). Gas hidrat terbentuk
dari air yang mengikat gas misalnya methane. Struktur gas hidrat merupakan
Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant
di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

Bab II Tinjauan Pustaka

caged structure dimana caged terbentuk dari air dan gas akan terikat didalamnya.

Berikut ini merupakan gambar yang menunjukkan gas hidrat :

Gambar 2.1 Gas Hidrat


Sumber : Dan Laudal Christensen, 2009.

Pembentukan gas hidrat ini akan menyumbat perpiapan dan akan mengurangi
produksi gas bumi yang dihasilkan.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk menghilangkan air pada gas bumi
seperti proses adsorpsi, proses absorpsi, membrane processes, dan refrigeration
(Dan Laudal Christensen, 2009).
A. Adsorpsi
Adsorpsi ialah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan
maupun gas) terikat pada padatan dan akhirnya membentuk suatu
lapisan tipis pada permukaan tersebut (Robert, 1981). Proses ini
menghasilkan akumulasi konsentrasi zat tertentu di permukaan media
setelah terjadi kontak antarmuka atau bidang batas (paras, interface)
cairan dengan cairan, cairan dengan gas atau cairan dengan padatan
dalam waktu tertentu.
Atas dasar fenomena kejadiannya, adsorpsi juga dibedakan
menjadi tiga macam. Yang pertama disebut chemisorption, terjadi
karena ikatan kimia (chemical bonding) antara molekul zat terlarut
(solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat
Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant
di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

10

Bab II Tinjauan Pustaka

Proses absorpsi terdiri dari dua tahap yaitu proses absorpsi dan

proses regenerasi larutan absorben. Proses absorpsi dilakukan di

menara kontaktor. Jenis dari menara yang digunakan dapat berupa


packing, tray, atau kombinasi keduanya. Gas umpan akan masuk dari

bagian bawah menara, sedangkan larutan absorben akan masuk

melalui bagian atas menara (counter current).

Proses regenerasi dilakukan untuk menghilangkan kandungan air

dari larutan absorben dengan prinsip distilasi. Distilasi atau


penyulingan adalah suatu metode pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan

kemudahan

menguap

(volatilitas)

bahan.

Dalam

penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini


kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang
memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu
(McCabe, 1993). Jenis distilasi yang dilakukan untuk proses regenerasi
adalah distilasi fraksionasi. Fungsi distilasi fraksionasi adalah
memisahkan komponen-komponen cair, dua atau lebih, dari suatu
larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya (Syukri, 1999).
C. Membrane Processes
Membran adalah lapis tipis, mempunyai stuktur planar dan
merupakan material yang memisahkan dua lingkungan. Karena
membran terletak diantara dua lingkungan atau dua fasa dan
mempunyai volume yang terbatas, maka membran lebih layak disebut
sebagai interphase daripada interface.

Membran

secara

selektif

mengontrol transport massa antara dua fasa atau lingkungan (materialsciences.blogspot.com, 15 Mei 2012).
Dalam proses membran, gas dilewatkan ke dalam membran yang
dapat memisahkan air. Membran dapat membentuk suatu polymeric
interphases yang secara selektif hanya mengijinkan spesies kimia

tertentu untuk melewatinya.

Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant


di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

11

Bab II Tinjauan Pustaka

D. Refrigeration

Sistem pendinginan menggunakan proses

refrigeration

ini

berdasarkan pada prinsip pertukaran panas antara fluida yang

didinginkan (gas bumi) dengan pendingin luar (refrigerant) melalui

suatu siklus refrigerasi. Efek pendinginan dapat dicapai melalui siklus

sebagai berikut; ekspansi, evaporasi, kompresi, dan kondensasi. Proses

pertukaran panas dengan gas alam terjadi pada tahap evaporasi dimana
sebagian panas dari gas alam diserap oleh pendingin ( refrigerant)
(Inayah Fatwa Kurnia Dewi, 2009).

Dehidrasi

gas

dengan

metode

pendinginan

( refrigeration)

merupakan metode dehidrasi dengan biaya yang cukup rendah. Air


akan mengembun jika didinginkan, air ini kemudian dipisahkan dalam
separator. Metode ini paling efisien dilakukan pada tekanan tinggi.
Jumlah air yang dihilangkan pada proses ini kurang efisien.
Dua metode yang paling banyak digunakan adalah proses adsorpsi dan proses
absorpsi. Dari kedua proses tersebut, proses yang lebih banyak digunakan di
industri adalah proses absorpsi karena lebih ekonomis dibanding proses adsorpsi.
Proses absorpsi dilakukan dengan melarutkan bahan kimia pada wet gas yang
mempunyai kelarutan besar pada air. Pertimbangan diterapkannya proses absorpsi
adalah sebagai berikut :
1) Biaya investasi alat proses absorpsi lebih murah dibandingkan dengan
proses adsorpsi. Hal ini dikarenakan kandungan air pada gas bumi
cukup banyak sehingga dibutuhkan adsorben yang cukup besar.
Sehingga diperlukan peralatan yang besar dan ruang operasi yang luas.
Sedangkan, proses absorpsi menggunakan pelarut yang tidak
membutuhkan tempat yang terlalu besar, sehingga biaya investasi alat
dapat ditekan.
2) Adsorben lebih mahal dibandingkan pelarut yang digunakan pada
proses absorpsi (umumnya glikol).

Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant


di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

12

Bab II Tinjauan Pustaka

3) Membutuhkan lebih banyak energi untuk regenerasi adsorben

dibanding glikol. Selain itu, regenerasi adsorben membutuhkan lebih

banyak biaya dibanding regenerasi glikol. Glikol dapat diganti secara


kontinyu sementara penggantian adsorben memerlukan penghentian
proses.

4) Proses absorpsi merupakan proses kontinyu yang umumnya lebih

disukai dibandingkan proses batch.

Pada proses dehydration gas dengan menggunakan metode absorpsi

dilengkapi
dengan proses flashing. Terdapat dua bagian utama pada proses

flashing ini yaitu flash valve dan flash separator. Flash valve terletak setelah
contactor yang berfungsi untuk menurunkan tekanan rich glycol sebelum

memasuki regenerator. Flash separator terletak setelah flash valve yang berfungsi
untuk merilis sebagian hidrokarbon dan air yang terserap oleh glikol sehingga
hidrokarbon dapat digunakan sebagai gas proses di plant. Jika tidak tedapat proses
flashing maka hidrokarbon dan air seluruhnya akan dilepaskan di proses

regenerasi dan dibuang ke atmosfer, sehingga dapat meningkatkan emisi udara


(Dan Laudal Christensen, 2009).

2.2 Proses Dehydration Gas di SPG Merbau


Proses dehydration gas di SPG Merbau dilakukan dengan prinsip absorpsi.
Larutan absorben yang digunakan adalah larutan Triethylen Glycol (TEG). Gas
umpan yang masuk ke proses ini merupakan gas yang berasal dari CO2 Removal
Unit dimana kandungan CO2 pada gas telah diturunkan menjadi 5 % mol.

Komposisi gas umpan pada proses dehydration unit adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Komposisi Gas Umpan

Komposisi
Glycol
% - mol

0,0000

H2O

% - mol

0,2341

Nitrogen

% - mol

2,2913

Oxygen

% - mol

0,0000

Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant


di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

13

Bab II Tinjauan Pustaka

H2S

% - mol

0,0000

CO2

% - mol

4,9883

Methane

% - mol

84,9961

Ethane

% - mol

3,9670

Propane

% - mol

1,9033

i-Butane

% - mol

0,3650

n-Butane

% - mol

0,5850

i-Pentane

% - mol

0,2326

n-Pentane

% - mol

0,1979

n-Hexane

% - mol

0,1591

n-Heptane

% - mol

0,0802

n-Octane

% - mol

0,0798

Sumber : Techical Data Book Volume IV Operating Manual Book 1 of 2

Berikut ini skema proses dehidrasi gas yang terdapat di SPG Merbau :

Gambar 2.2 Skema Proses Penghilangan H2O dalam Gas


Sumber : Techical Data Book Volume IV Operating Manual Book 1 of 2
Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant
di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

Bab II Tinjauan Pustaka

14

1) Proses penyerapan air

Proses penyerapan air dilakukan di menara kontaktor (Glycol

Contactor ). Gas dialirkan menuju bagian bawah dari menara kontaktor

pada tekanan 644 psig dengan suhu 110 oF dan larutan TEG dari bagian
atas menara (counter current) pada tekanan 650 psi dengan suhu 122 oF.

Perbedaan suhu antara gas yang masuk dengan larutan TEG yang masuk

harus dijaga antara 5-20 oF (Dan Laudal Christensen, 2009). Hal ini

ditujukan untuk menghindari terkondensasinya hidrokarbon pada gas.


Suhu operasi yang rendah dimaksudkan agar sebagian air yang
terkandung dalam gas dapat berubah fasa menjadi fasa cair sehingga
memudahkan proses absorpsi.
Pada alat ini terdapat Packing Ring yang bertujuan untuk
memperluas kontak antara TEG dan wet gas. Pada bagian atas kontaktor
terdapat Mist Extractor yang berfungsi untuk menangkap TEG yang
terbawa pada aliran dry gas. Bagian bawah menara (bottom side Glycol
Contactor ) berfungsi juga sebagai Scrubber dimana bagian atasnya

tedapat Demister yang berfungsi untuk menangkap hidrokarbon cair


yang mungkin terbawa aliran dan pelepasan sebagian kandungan air
yang terkandung dalam inlet gas. Pada bagian bawah Glycol Contactor
terjadi pemisahan fasa antara fasa hidrokarbon cair dengan air. Dibagian
ini hidrokarbon cair dikirim ke Close Drain Drum dan air dikirim ke
Open Drain System. Kedua buangan liquid tersebut diatur dengan Level
Control Valve (LCV) yang terdapat pada Glycol Contactor.

Aliran gas yang keluar telah memiliki kandungan air kurang dari 7 lb
/MMSCF dan biasa disebut dengan dry gas. Aliran dry gas yang keluar
dari aliran upstream masuk ke Heat Exchanger (HE). Pada aliran Heat
Exchanger ini terdapat pemanfaatan panas yang berasal dari lean TEG

(TEG yang tidak mengandung air). Gas hasil proses dikontakan dengan
lean TEG di Heat Exchanger secara counter current. Selain itu,

pertukaran panas dilakukan untuk mendinginkan larutan lean TEG


sebelum masuk ke menara kontaktor. Gas mengalami pemanasan dari
Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant
di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

15

Bab II Tinjauan Pustaka


o

114 F hingga 116 F dan lean TEG yang masuk ke menara mengalami

pendinginan hingga 122oF. Heat Exchanger yang digunakan adalah jenis

Strike Shell and Tube. Aliran dry gas masuk di bagian Tube dan lean

TEG masuk di bagian shell.


2) Regenerasi TEG

Rich TEG (TEG yang mengandung banyak air) dialirkan menuju

proses Glycol Regeneration. Proses ini terdiri dari Glycol Reboiler ,

Glycol Still Column, Glycol Reflux Condenser , dan Stripping Column.


Rich

TEG

dialirkan

menuju

Glycol

Reflux

Condenser

untuk

mendapatkan pemanfaatan panas dari proses kondensasi uap air hasil


proses regenerasi. Dari proses ini rich TEG mengalami peningkatan
suhu dari 120 oF menjadi 132 oF.
Setelah itu rich TEG dipanaskan pada dua Heat Exchanger (HE).
Media pemanasnya merupakan lean TEG yang berasal dari Stripping
Column. Rich TEG melewati HE pertama dengan suhu masuk 132 oF

dan suhu keluar 150

F. Pemanas pada HE 1 berfungsi untuk

mengefektifkan proses pelepasan hidrokarbon dan air di Glycol Flash


Drum. Pada Glycol Flash Drum terjadi pelepasan hidrokarbon yang

terbawa pada aliran TEG (loss methane) dan sebagian air pada rich
TEG. Alat ini merupakan separator tiga fasa yang berfungsi memisahkan
cairan, hidrokarbon, dan gas. Hidrokarbon liquid dihasilkan dari proses
kondensasi gas yang terbawa aliran TEG. Fasa gas yang dipisahkan
merupakan gas yang ikut terbawa dalam aliran TEG dan sebagian air
yang teruapkan.
Setelah melewati Glycol Flash Drum aliran rich TEG dialirkan ke
Glycol Solid Filter dan Charcoal Filter untuk menghilangkan partikel

padatan pada aliran rich TEG.


Setelah melewati proses penyaringan, rich TEG dipanaskan kembali
di HE 2 dengan media pemanas yang sama. Pada HE 2 ini suhu gas
ditingkatkan dari 150 oF menjadi 322 oF. Kedua HE yang digunakan

Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant


di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

Bab II Tinjauan Pustaka

16

berbentuk U Tube Double Pipe Heat Exchanger. Setelah melewati HE 2

rich TEG masuk ke Glycol Still Column dan masuk ke Glycol Reboiler .

Pada Glycol Reboiler terjadi pemanasan larutan TEG sehingga air


yang terkandung dalam rich TEG teruapkan. Jenis Reboiler yang
digunakan adalah Fire Tube Reboiler . Reboiler bekerja pada tekanan 3,1

psig dan suhu 400 oF. Pemanasan dilakukan dengan bahan bakar gas. Air

yang terkandung dalam TEG akan berubah fasa menjadi uap yang

dikarenakan adanya pemanasan pada Reboiler . Uap ini akan mengalir ke


Glycol Still Column dan mengalami kontak dengan rich TEG. Pada

tahap ini terjadi proses penguapan air yang dibantu oleh Packing yang
terdapat pada Glycol Still Column.
Uap air akan menuju Glycol Reflux Condenser untuk merubah fasa
uap air menjadi fasa cair. Media pendingin yang digunakan adalah rich
TEG yang keluar dari menara kontaktor. Rich TEG yang berasal dari
reboiler mengalir ke Stripping Column untuk membantu penguapan air
menggunakan fuel gas. Hasil dari proses regenerasi merupakan lean
TEG yang telah memiliki kandungan air sekecil mungkin. Lean TEG
kemudian melewati dua Heat Exchanger sebagai media pemanasan
untuk rich TEG.
Setelah melewati Heat Exchanger lean TEG masuk ke Glycol
Accumulator dan dipompakan oleh Glycol Circulation Pump menuju

menara kontaktor. Tekanan lean TEG dinaikan oleh Glycol Circulation


Pump dari 230 psi menjadi 653 psi.

Sebelum masuk ke menara kontaktor lean TEG didinginkan dari


175,13 oF menjadi 122 oF di Heat Exchanger dengan dikontakkan
dengan dry gas. Make up TEG dimasukan ke Glycol Sump Drum untuk
kemudian dialirkan ke Glycol Day Tank. Jika volume TEG pada proses
berkurang penambahan TEG berasal dari Glycol Day Tank ke Glycol
Reboiler.

Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant


di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

Bab II Tinjauan Pustaka

18

Triethylene Glycol (TEG) banyak digunakan sebagai larutan absorben pada

proses
dehidrasi hal ini dikarenakan :

Biaya operasi dan investasi peralatan rendah


Stabilitas termal tinggi

Efisien jika diregenerasi pada temperatur reboiler yang tinggi

Losses vaporization rendah

Kelarutan yang tinggi pada air

Biaya yang murah


Tidak bersifat corrosive
Kelarutan yang rendah pada hidrokarbon dan acid gases
Viskositas rendah
Kecenderungan terbentuknya foaming rendah

Laju umpan larutan TEG pada proses dehidrasi gas dianjurkan antara 0.017
sampai 0.042 m3 lean TEG per kg air pada feed gas. Adanya rentang laju umpan
TEG bertujuan untuk meminimalisasi terbawanya gas ke aliran TEG dan
terbawanya larutan TEG ke aliran gas (Dan Laudal Christensen, 2009).

2.4 Pemodelan
Model didefinisikan sebagai suatu deskripsi logis tentang bagaimana
sistem bekerja atau komponen-komponen berinteraksi. Dengan membuat model
dari suatu sistem maka diharapkan dapat lebih mudah untuk melakukan
analisis. Hal ini merupakan prinsip pemodelan, yaitu bahwa pemodelan bertujuan
untuk mempermudah analisis dan pengembangannya.
Melakukan pemodelan adalah suatu cara untuk mempelajari sistem dan
model itu sendiri dan juga bermacam-macam perbedaan perilakunya.
2.4.1 Validasi
Penjelasan mengenai validasi (Harrell, 2003), yaitu sebagai berikut model
simulasi yang dibangun harus kredibel. Representasi kredibel sistem nyata oleh
Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant
di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

Bab II Tinjauan Pustaka

19

model simulasi ditunjukkan oleh validasi model. Validasi adalah proses penentuan
apakah model sebagai konseptualisasi atau abstraksi merupakan representasi

berarti dan akurat dari sistem nyata.


Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem tersebut

merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji yang dapat menghasilkan
kesimpulan yang meyakinkan. Validasi adalah suatu proses iteratif yang berupa
pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model komputer.

Umumnya validasi dimulai dengan uji sederhana seperti (1) tanda aljabar, (2)

tingkat
kepangkatan dari besaran, (3) format respons (linear, eksponensial,

logaritmik, dan sebagainya, (4) arah perubahan peubah apabila input atau
parameter diganti-ganti, dan (5) nilai batas peubah sesuai dengan nilai batas
parameter sistem.
2.4.2 Simulasi (Analisis Sensitivitas)
Simulasi merupakan suatu teknik meniru operasi-operasi atau prosesproses yang terjadi dalam suatu sistem dengan bantuan perangkat komputer dan
dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga sistem tersebut bisa
dipelajari secara ilmiah (Law and Kelton, 1991).
Dalam simulasi digunakan komputer untuk mempelajari sistem secara
numerik, dimana dilakukan pengumpulan data untuk melakukan estimasi
statistik untuk mendapatkan karakteristik asli dari sistem.
Simulasi merupakan alat yang tepat untuk digunakan terutama jika
diharuskan untuk melakukan eksperimen dalam rangka mencari komentar
terbaik dari komponen-komponen sistem. Hal ini dikarenakan sangat mahal dan
memerlukan waktu yang lama jika eksperimen dicoba secara riil. Dengan
melakukan studi simulasi maka dalam waktu singkat dapat ditentukan
keputusan yang tepat serta dengan biaya yang tidak terlalu besar karena
semuanya cukup dilakukan dengan komputer.
Pendekatan simulasi diawali dengan pembangunan model sistem nyata.
Model tersebut harus dapat menunjukkan bagaimana berbagai komponen dalam
sistem saling berinteraksi sehingga benar-benar menggambarkan perilaku sistem.
Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant
di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

Bab II Tinjauan Pustaka

Setelah model dibuat maka model tersebut ditransformasikan ke dalam program


komputer sehingga memungkinkan untuk disimulasikan.

Studi Optimasi Dehidration Gas Unit (DHU) Plant


di Stasiun Pengumpul Gas Merbau PT Pertamina EPRegion Sumatera Field Prabumulih

20

Anda mungkin juga menyukai