Reff Kegawatdaruratan Paru
Reff Kegawatdaruratan Paru
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia memiliki 2 proses pernafasan dalam tubuh, yaitu pernafasan
luar (eksterna), suatu penyerapan oksigen dan pengeluaran karbondioksida
dari tubuh secara keseluruhan serta pernafasan dalam (interna), penggunaan
oksigen dan pembentukan karbondioksida oleh sel-sel serta pertukaran gas
antara sel-sel tubuh. Secara garis besar terdapat empat tahapan proses
pernapasan diantaranya yaitu, 1) ventilasi paru, 2) difusi O2 dan CO2 melalui
membran respirasi, 3) transportasi O2 dan CO2 dari & kedalam sel, 4)
pengaturan ventilasi oleh saraf.(1)
Gawat paru adalah suatu keadaan pertukaran gas dalam paru terganggu,
yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan suatu keadaan yang disebut
gagal nafas akut yang ditandai dengan menurunnya kadar oksigen dalam
arteri (hipoksemia) atau naiknya kadar karbondioksida (hiperkarbia) atau
kombinasi keduannya.
Kedaruratan
paru
atau
pernafasan
merupakan
faktor
yang
diperhitungkan dalam gawat darurat pasien, banyak kasus yang gagal bukan
akibat penyakit primernya, tetapi karena kegagalan fungsi pernafasan baik
karena gangguan sentral maupun akibat infeksi. Berbagai keadaan dapat
menimbulkan gangguan respirasi yang serius dan membahayakan jiwa.
Keadaan ini berkisar antara: 1) Penyakit primer yang mengenai sistem
bronkopulmoner seperti hemoptisis masif, pneumotorak ventil, status
asmatikus, Edema paru dan pneumonia berat.(2) 2) Gangguan fungsi paru yang
sekunder terhadap gangguan organ lain seperti keracunan obat yang
menimbulkan depresi pusat pernafasan. Pada semua keadaan, perhatian utama
harus lebih ditujukan kepada tindakan penyelamatan dari pada penyelidikan
diagnostik.
Bila
tindakan
penyelamatan
telah
berjalan,
selanjutnya
B. Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran secara singkat
mengenai kegawatdaruratan paru, agar dapat mendiagnosis dan menangani
kegawatdaruratan paru secara cepat dan tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kegawatdaruratan paru
Gawat paru adalah suatu keadaan pertukaran gas dalam paru terganggu, atau
suatu kegagalan paru memperoleh O2 dari udara luar, yang bila tidak segera
diatasi akan menyebabkan suatu keadaan yang disebut gagal nafas akut yang
ditandai dengan menurunnya kadar oksigen dalam arteri (hipoksemia) atau
naiknya kadar karbondioksida (hiperkarbia) atau kombinasi keduannya. Penyebab
gawat paru diantaranya yaitu hemoptisis masif, pneumotorak ventil, status
asmatikus, edema paru dan pneumonia berat.(2)
Pada pasien sakit berat perlu segera dilakukan koreksi gangguan
oksigenisasi, ventilasi dan keseimbangan asam basa.
1. Oksigenisasi
Segera berikan O2 pada pasien dengan tanda hipoksemi (misalnya
sianosis). Perlu diingat bahwa O2 tidak akan memperbaiki hipoksi yang
disebabkan oleh Cardiac output yang rendah, anemi berat, right to left A-V
shunt. Pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan retensi
CO2 pemberian O2 yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan rasio
ventilasi/perfusi (V/Q) lebih lanjut atau menghilangkan rangsang pusat
respirasi, meningkatkan CO2 dan asidosis respirasi dan pemburukan keadaan pasien. Pada pasien PPOK berikan O2 terbatas dengan Venturi mask
(FIO2 24%28%).
2. Bantuan ventilator
Indikasi intubasi dan pemakaian alat bantu pernafasan yaitu bila :
Keadaan memburuk walaupun telah mendapatkan O2 secukupnya
Tidak mampu bernafas spontan
Pada penyakit paru akut hal ini ditandai oleh adanya: Gambaran klinik
adanya gangguan perfusi paru, kardiovaskuler dan neurologis yang
serius
Dikonfirmasi dengan hasil analisis gas darah berupa hipoksemi berat
(pO2 <5560 mmHg), peningkatan CO2 akut dan pH yang rendah.
3
3. Asidosis
Gangguan keseimbangan asam basa yang ringan sampai berat umum
terjadi pada gangguan fungsi respirasi yang akut. Kelainan ini dikoreksi
dengan mengingat pengaruh faktor metabolik, respirasi dan penyakit dasar
pasien.
4. Komplikasi akut
Komplikasi akut sering menyertai penyakit paru akut, diakibatkan oleh
gangguan oksigenasi atau asam basa, penyakit dasar pasien, dan terapi
yang tidak tepat dapat berupa gangguan respirasi: bronkospasme, infeksi,
aspirasi, obstruksi jalan nafas, pneumotorak, tromboemboli, atau gangguan
kardiovaskuler, neurologik, dan metabolik.
KEDARURATAN MEDIK PARU PRIMER
A. Hemoptisis
Hemoptisis atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang
mengandung darah, akibat perdarahan dari saluran nafas dibawah laring atau
perdarahan yang keluar ke saluran nafas dibawah laring.
Menurut Busroh (1978) yang disebut hemoptisis masif adalah :
1. batuk darah >600 cc / 24 jam dan perdarahan tidak berhenti
2. batuk darah <600 cc / 24 jam dan tetapi >250 cc / 24 jam jam dgn kadar
Hb <10 g%, batuk darah tetap berlangsung
3. batuk darah <600 cc / 24 jam dan tetapi >250 cc / 24 jam, Hb <10 g%, 48
jam dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti
Klasifikasi menurut Pusel (2,3,4) :
1) + : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis
dalam sputum
2) ++ : batuk dengan perdarahan 1 30 ml
3) +++ : batuk dengan perdarahan 30 150 ml
4) ++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis
sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
1. Etiologi Hemoptisis
Infeksi Tuberculosis, Keganasan/tumor paru, Bronkiektasis, Abses paru,
Pneumonia bakterial, Bronkitis kronik, Infeksi jamur, Trauma, Kelainan
vaskuler, Autoimun, Gangguan sistem pembekuan darah.(5)
2. Patofisiologi
a. Infeksi / radang pada jaringan parenkim atau pembuluh darah
sehingga menyebabkan mukosa jalan napas pecah. Perdarahan pada
penderita TB dapat terjadi karena robekan pembuluh darah pada
dinding kavitas (aneurisma rassmussen)
b. Kongesti aliran darah vena pulmonalis kapiler pecah
c. Kelainan auto imun alveolokapiler membran basalis terganggu
sehingga mudah pecah (Good pastures syndrome)
d. Invasi tumor menyebabkan pembentukan jaringan dan pembuluh
darah baru yang bersifat rapuh, sehingga membrana mukosa mudah
terjadi pendarahan
e. Trauma pada thorax sehingga terjadi transudasi darah ke dalam alveoli
3. Diagnostik
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan urutan pemeriksaan
sebagai berikut :
1) Anamnesis teliti
Perlu dipastikan apakah penderita benar-benar mengalami
batuk darah bukan epitaksis atau muntah darah. Muntah darah
karena varises esofagus atau ulkus peptikum dapat menyerupai
batuk darah. Untuk membedakan antara batuk darah dengan
muntah darah dapat dipergunakan petunjuk sebagai berikut :
Keadaan
Prodroma
Onset
Hemoptisis
Hematemesis
Bentuk darah
Berbuih
Tidak Berbuih
Warna darah
Merah segar
Merah tua
Leukosit, mikroorganisme,
Isi
makrofag, hemosiderin
Reaksi
Riwayat penyakit
dahulu
Anemi
Kadang-kadang
Tinja
Sisa makanan
Asam (pH rendah)
Gangguan lambung, kelainan
hepar
Selalu
Warna tinja bisa berwarna
hitam
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pada keadaan darurat, pemeriksaan laboratorium dapat
dibatasi pada pemeriksaan Hb yang kemudian diikuti dengan
pemeriksaan darah rutin, urine dan tinja. Pemeriksaan pembekuan
darah meliputi protrombin dan partial thromboplastine time
dilakukan bila memang diperlukan. Pemeriksaan sputum berupa
pemeriksaan Gram, BTA, kultur bakteri, jamur perlu dilakukan
untuk mendeteksi adanya infeksi yang mendasari terjadinya batuk
darah tersebut. Pemeriksaan sitologi sputum dilakukanbila ada
kecurigaan
terhadap
keganasan. Pemeriksaan
ini
ditujukan
b.
c.
d.
paru.
Sputum, untuk pemeriksaan bakteriologik dan patologik.
Analisis gas darah, dapat membantu dalam hal aneurisma AV.
8
e.
4. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
- Terapi konservatif
- Terapi definitif atau pembedahan
a)
(6)
misalnya
vit.
K,
ion
kalsium,
trombin,
Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
(8)
berkisar
dari
segmentektomi,
lobektomi
dan
11
robeknya
pleura,
dinding
dada
maupun
paru.
b.
15
Hal
ini
biasanya
merupakan
kelanjutan
dari
meskipun
pada
kebanyakan
pasien
sering
tidak
Tindakan bedah
Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian
dijahit.
Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat
dilakukan dekortikasi.
Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
Pleurodesis
Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
6. Pengobatan Tambahan
19
a.
b.
c.
7. Rehabilitasi
a. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
b. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
c. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
d. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan
batuk, sesak napas.
C. Status asmatikus
1. Definisi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik jalan napas yang disebabkan
oleh berbagai jenis sel radang termasuk sel mast dan eosinofil. Menurut
Varney (2003) Asma adalah radang kronis pada jalan nafas yang berkaitan
dengan obstruksi reversible dari spasme, edema, dan produksi mucus dan
respon yang berlebihan terhadap stimuli.
Eksaserbasi asma (serangan asma) adalah episode progresif peningkatan
gejala pendek napas, batuk, mengi, sesak dada atau kombinasi dari gejalagejala tersebut. Hal ini adalah pertanda kegagalan pengelolaan asma
jangka panjang atau adanya pencetus. Tingkat serangan asma berkisar
antara ringan sampai berat, yang berkembang dalam beberapa hari atau
20
Berat
saat istirahat
membungkuk kedepan Sepatah kata
Gawat
berbicara
Kesadaran
Agitasi
Respirasi
> 30/menit
Otot
respirasi Retraksi M.inter costalis
Mengantuk/bingung
Gerakan
tambahan
torakoabdominal
Mengi
Nadi/menit
Pulsus
Keras
> 120
(+), > 25 mmHg
paradoksal
Tidak ada
Bradikardi
(-), kelelahan otot
paradoksus
PaO2
PaCO2
Sat. O2 (Udara)
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90%
2. Etiologi
a. Mekanisme pemacu serangan akut terjadi dari beberapa hal, yaitu :
alergen, kerja fisik, insfeksi virus pada jalan nafas, ketegangan
emosional, perubahan iklim dan beberapa janis obat.
b. Ketidak seimbangan modulasi adenergic dan kolinergic dari broncus.
c. Sering terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, anak laki-laki sering
terkena dari pada anak perempuan.
d. Biasanya mempunyai alergi dengan kadar IgE meninggi (asma
atopic/aksentrik berkaitan dengan keadaan alergi lain sperti eksema
fifer).
e. Asma instrinsik terjadi pada penderita non atopic yang berusia lanjut.
3. Patofisiologi
21
Terapi awal :
a.
b.
c.
d.
O2 4-6 L/menit
Inhalasi/nebuliser B2 agonist tiap jam
Dexamethason 3x2 amp.iv
Aminofihin bolus/infus
22
23
24
D. Edema Paru
1. Definisi
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan
kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan
oleh karena sebab Kardiogenik dan Non Kardiogenik.(17)
25
2. Etiologi
a. Ketidak-seimbangan Starling Forces
1) Peningkatan tekanan kapiler paru :
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri (stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
gangguan fungsi ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion
pulmonary edema).
2) Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati,
protein-losing
enteropaday,
penyakit
penyakit nutrisi.
3) Peningkatan tekanan negatif intersisial :
26
dermatologi
atau
3) Narcotic overdose.
4) Pulmonary embolism.
5) Eclampsia
6) Post Cardioversion.
7) Post Anesthesia.
8) Post Cardiopulmonary Bypass.
3. Manifestasi Klinik
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya
berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang
tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain
mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas
daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas
yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan. Tingkat oksigen
darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien
dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan
stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal,
sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputusputus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama
bernapas).
4. Diagnosis
Untuk mengidentifikasi penyebab dari pulmonary edema, penilaian
keseluruhan dari gambar klinis pasien adalah penting. Sejarah medis dan
pemeriksaan fisik yang saksama seringkali menyediakan informasi yang
tidak ternilai mengenai penyebab.
a. Pemeriksaan Fisik
28
29
Posisi duduk.
b.
Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2
tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran
tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction,
dan ventilator.
c.
d.
f.
g.
h.
i.
j.
31
k.
7. Komplikasi
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin
timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab
yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan
pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru.
Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada
pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda,
seperti otak.
32
BAB III
KESIMPULAN
Tujuan semua tindakan untuk mengatasi penyakit gawat paru adalah
mencegah agar penderita tidak jatuh ke dalam keadaan yang lebih buruk berupa
gagal nafas akut dan multipleorgan failure. Gagal nafas akut dapat terjadi oleh
karena gangguan nafas diotak, gangguan neuromuskuler dan medulla spinalis,
obstruksijalan nafas, gangguan ventilasi, perfusi dan karena kerusakan organorgan lain seperti infark miokard, iskemi usus atau luka bakar yang luas.
Diagnosis pasti didapatkan dari pemeriksaan analisis gas darah. Tetapi
seringkali pemeriksaan klinis sangat membantu menentukan tindakan pertama
yang harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Kadang-kadang tindakan pertama
harus dilakukan secepatnya di tempat kejadian atau di unit gawat darurat
tergantung
etiologinya
yang
dikenal
sebagai
penatalaksanaan
spesifik.
33
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rab T. Prinsip Gawat Paru. ed.2. EGC. Jakarta. 1996. p. 185 201
7.
8.
9.
10.
Hemoptysis.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3140255/?
tool=pmcentrez
11.
May
27;
cited
2011
January
10.
Available
from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
12.
13.
14.
Cited
2011
January
10.
Available
from
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
15.
16.
17.
Ingram RH Jr., Braunwald E. Pulmonary edema : cardiogenic and noncardiogenic. In: Han Disease. Textbook pf Cardiovascular Medicine.
Braunwald E. (Ed). 3rd ed. Philadelphia : WB Saunders Co. 1988, pp.
544-60.
35