Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS

SINDROM NEFROTIK
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo

Diajukan Kepada :
Dr. H. Suprapto, Sp.PD

Disusun Oleh :
Muhammad Rizqi Ersa Putra
20100310219
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :

SINDROM NEFROTIK

tanggal : 23 November 2015

oleh :
Muhammad Rizqi Ersa Putra
20100310219

disahkan oleh :
dokter pembimbing

dr. H. Suprapto, Sp.PD

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdullilah dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah swt atas segala
limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
presentasi kasus untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir program
pendidikan profesi di bagian ilmu penyakit dalam dengan judul :
SINDROM NEFROTIK
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. dr. H. Suprapto, Sp.PD selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis
penyakit dalam di RSUD Wonosobo
2. dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD selaku dokter spesialis penyakit dalam di
RSUD Wonosobo
3. dr. Widhi Prassidha S, Sp.PD selaku dokter spesialis penyakit dalam di
RSUD Wonosobo
4. Seluruh dokter dan perawat IGD, bangsal cempaka dan flamboyan di
RSUD Wonosobo
5. Teman-teman coass atas dukungan dan kerjasamanya.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih memiliki
banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan
penyusunan presentasi kasus di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah
pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum wr.wb

Wonosobo, 23 November 2015

Muhammad Rizqi Ersa Putra

DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I 5
A.

IDENTITAS 5

B.

ANAMNESIS 5

C.

PEMERIKSAAN FISIK

D.

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

E.

DIAGNOSIS KERJA 7

F.

PENATALAKSANAAN

G.

FOLLOW UP BANGSAL

10

6
7

BAB II11
TINJAUAN PUSTAKA

11

A.

Anatomi

B.

Persalinan Normal

C.

Distokia

D.

Disproporsi Kepala Panggul 22

E.

Penatalaksanaan

BAB III

27

PENUTUP

27

11
13

19
26

Kesimpulan 27
DAFTAR PUSTAKA

29

BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan
No. RM
Tanggal Masuk
Tanggal Keluar

: Tn. Sapto
: 15 th
: Laki-laki
: Garung
: Islam
: Pelajar
: 644700
: 6 Oktober 2015
: 10 Oktober 2015

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Bengkak seluruh tubuh
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan bengkak seluruh tubuh. Menurut
pasien tubuhnya mulai bengkak sejak 4 hari dan memberat 2 hari SMRS.
Bengkak dimulai dari sekitar mata, perut, dan kedua tungkai. Awalnya
bengkak dirasakan ringan namun makin memberat. Pasien mengaku
semakin kesulitan saat membuka mata, perut makin membesar dan
kedua tungkai terasa makin bengkak sehingga terasa berat untuk
berjalan. Menurut pasien bengkak tidak terasa nyeri dan saat ditekan
kulit akan kembali agak lama. Selain itu, pasien juga mengeluh BAK
kurang lancar, 2x sehari dan berwarna kuning. Pasien merasakan batuk,
agak sesak napas, mual, muntah 2x, dan BAB cair 4x. Keluhan lain

seperti demam, BAK berwarna merah, nyeri BAK, perubahan kulit


menjadi kuning disangkal oleh pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat bengkak sebelumnya pada bulan Maret 2015, berobat ke
dokter umum kemudian bengkak berkurang
Riwayat TB 3 tahun yang lalu, pengobatan 6 bulan dan dinyatakan
sembuh
Riwayat asma, kadang kambuh tiap 1-3 bulan
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit disertai bengkak di keluarga
Ibu pasien memiliki riwayat asma
5. Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang pelajar, tinggal di rumah dengan kedua orang

tua dan seorang kakak.

6. Anamnesis Sistem
Sistem Cerebrospinal
: sadar, lemas (-), kejang (-)
Sistem Indera
Mata
: bengkak (+), sulit membuka mata (+)
Hidung
: tidak ada keluhan
Telinga: tidak ada keluhan
Mulut
: tidak ada keluhan
Sistem Respirasi
: sesak napas (+), batuk (+)
Sistem Kardiovaskular
: nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
Sistem Gastrointestinal
: bengkak (+), mual (+), muntah (+)
BAB cair (+)
Sistem Urogenital
: BAK sedikit (+), nyeri BAK (-)
Sistem Muskuloskeletal
: bengkak (+), kaki terasa berat
Sistem Integumentum
: suhu raba hangat, tidak ada gatal

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalisata
Keadaan Umum
: Tampak bengkak
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: E4 M6 V5 = 15
BB
: 37 kg
2. Vital sign
TD : 108/79 mmHg
HR : 76 kali/menit; reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 kali/menit
T
: 37,3 C
3. Pemeriksaan Kepala
a. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam
b. Wajah
: simetris, moonface (+)
c. Mata
: edema palpebra (+/+), konjungtiva anemis (-/-)
sklera ikterik (-/-)
d. Hidung : dbn
e. Telinga : dbn
f. Mulut
: dbn
4. Pemeriksaan Leher
Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
5. Pemeriksaan Thorak
Inspeksi
: simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Perkusi
: sonor kedua lapang dada
Palpasi
: nyeri tekan (-), focal fremitus seimbang
Auskultasi : BJ I-II (+) reguler, murni; murmur (-)
suara dasar vesikuler (+/+), eksperium diperpanjang (+/+)
6. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
: cembung
Auskultasi : bising usus (+) 3 kali/menit
Perkusi
: timpani, pekak sisi (+), pekak alih (+)
Palpasi
: undulasi (+), nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
7. Pemeriksaan Ekstremitas
Akral hangat, pitting edema (+/+) di pretibia dan dorsum pedis
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin
Hb

: 15,7 g/dL

Leukosit

: 7,1 103/ul

Eosinofil

: 16,7 % (meningkat)

Basofil

: 0,6 %

Netrofil

: 33 %

Limfosit

: 43,5 %

Monosit

: 6,2 % (meningkat)

Hematokrit

: 44 %

Eritrosit

: 5,3 106/uL

MCV

: 80 fL

MCH

: 30 pg

MCHC

: 36 g/dL

Trombosit

: 381 103/ul

Ureum

: 46,6 mg/dL

Creatinin

: 0,53 mg/dL (menurun)

Cholesterol Total : 410 mg/dL (meningkat)


Trigliserida

: 307 mg/dL (meningkat)

SGOT

: 25 U/L

SGPT

: 12,3 U/L

Albumin

: 1,7 g/dL (menurun)

2. Urin
Esbach 7,5 g/L (meningkat)
3. Rontgen Thorak

Kesan: Cor dan pulmo normal

4. EKG

Kesan: Normal Sinus Rhytm


E. Diagnosis Kerja
Sindrom Nefrotik
F. Penatalaksanaan
infus D5% 12 tetes/menit
9

diet RG 1700 kkal


tirah baring
furosemide tab 1 x 1
methylprednisolone tab 1 x 12mg
amenoral tab 3 x 1
monitor KU dan VS
balance cairan
timbang BB setiap hari

Usul pemeriksaan: Biopsi Ginjal

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan manifestasi klinis dari penyakit pada
glomerulus yang berhubungan dengan proteinuria berat. Proteinuria didefinisikan
dengan kadar protein dalam urin >3,5 g/24 jam atau rasio protein dalam urin :
kreatinin >2. Triase temuan klinis yang berhubungan dengan sindrom nefrotik
adalah peningkatan kehilangan protein melalui urin yang ditandai dengan
hipoalbuminemia (2,5 g/dL), edema, dan hiperlipidemia (kolesterol >200
mg/dL).1 Gejala klasik pada sindrom nefrotik adalah proteinuria berat, hematuria
minimal, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, edema, dan hipertensi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi ekskresi proteinuria dalam 24 jam
berkaitan dengan kecepatan penurunan laju filtrasi ginjal.2
B. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung, obat atau
toksin, dan akibat penyakit sistemik. Glomerulonefritis primer atau idiopatik
merupakan penyebab sindrom nefrotik yang paling sering.3

11

Tabel 1. Klasifiksasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik3


Glomerulonefritis primer:
- GN lesi minimal
- Glomerulosklerosis fokal
- GN membranosa
- GN membranoproliferatif
- GN proliferatif lain
Glomerulonefritis sekunder:
Infeksi
- HIV, hepatitis virus B dan C
- Sifilis, malaria, skistosoma
- Tuberkulosis, lepra
Keganasan
Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, myeloma multiple, dan
karsinoma ginjal
Penyakit jaringan penghubung
SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease)
Efek obat dan toksin
Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air
raksa, kaptopril, heroin
Lain-lain
DM, amyloidosis, pre-eklamsia, dan refluks vesikoureter

C. Patofisiologi
1. Proteinuria
Kelainan yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah peningkatan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus, yang menyebabkan proteinuria
dan hipoalbuminemia masif. Podosit merupakan sel epitel yang berada di

12

luar kapiler glomerulus, mempunyai peranan penting dalam perkembangan


proteinuria dan progresi glomerulosklerosis. Fungsi dari podosit adalah
sebagai struktur pendukung capillary loop, komponen mayor penghalang
filtrasi glomerulus terhadap protein, dan terlibat dalam sintesa dan perbaikan
membran basal glomerulus. Selain itu, terdapat juga celah diafragma yang
berperan penting dalam permeabilitas dinding kapiler glomerulus terhadap
protein. Celah ini selain sebagai filter juga berperan dalam pembentukan
komponen protein seperti nephrin, podocin, CD2AP, -actinin 4 yang
berpengaruh terhadap fungsi podosit. Oleh karena itu, jika terjadi cedera
pada podosit atau mutasi genetik yang mempengaruhi produksi protein
podosit akan dapat menyebabkan proteinuria.1 Proteinuria dibedakan
menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang
keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri
dari molekul kecil seperti albumin, sedangkan non-selektif apabila protein
yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin.3
Pada sindrom nefrotik yang disebabkan oleh kelainan idiopatik,
herediter, dan sekunder, terdapat faktor imun dan non-imun yang menyerang
podosit.1
2. Edema
Edema pada sindrom nefrotik dapat diterangkan dengan teori
underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia
merupakan faktor kunci terjadinya edema. Hipoalbuminemia menyebabkan

13

penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari


intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan
tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma akan terjadi
hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan
retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki
volume

intravaskular

tetapi

juga akan mengeksaserbasi

terjadinya

hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.3


Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal
utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat
kerusakan ginjal akan menambah retensi natirum dan edema akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, terutama kenaikan konsentrasi hormon
aldosteron yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk
mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis)
menurun. Selain itu juga terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan
konsentrasi katekolamin yang menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler
glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan
desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi
natrium.3
3. Hiperlipidemia
Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserida
bervariasi dari normal hingga sedikit meninggi. Peningkatan kadar

14

kolesterol disebabkan meningkatnya LDL (low density lipoprotein) yang


merupakan lipoprotein utama pengangkut kolesterol dan kadar trigliserid
dikaitkan dengan peningkatan VLDL (very low density lipoprotein).
Tingginya kadar LDL pada sindrom nefrotik disebabkan peningkatan
sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Keadaan ini akan menyebabkan
gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL, sehingga akan terjadi
peningkatan VLDL. Penurunan katabolisme VLDL diduga terjadi akibat
menurunnya aktivitas enzim LPL (lipoprotein lipase).3
D. Manifestasi Klinis dan Laboratorium
Edema merupakan keluhan utama, tidak jarang merupakan satu-satunya
keluhan dari pasien dengan sindrom nefrotik. Lokasi edema biasanya diawali dari
daerah kelopak mata, perut, tungkai, dan genitalia. Pada pasien dengan edema
anasarka, sering ditemukan keluhan akibat retensi cairan seperti sesak nafas,
oliguria, dan asites.4 Setiap penyakit yang mendasari terjadinya sindrom nefrotik
memiliki beragam manifestasi klinis, antara lain:
1. Glomerulonefritis lesi minimal
Pada penyakit ini ditandai dengan manifestasi berupa edema yang
mendadak, ekskresi protein dalam urin sekitar 10 g dalam 24 jam disertai
dengan hipoalbuminemia berat. Manifestasi yang jarang muncul antara lain
hipertensi (30% pada anak, 50% pada dewasa), hematuria mikroskopik
(20% pada anak, 33% pada dewasa), gejala alergi (40% pada anak, 30%
pada dewasa, dan penurunan fungsi ginjal (<5% pada anak, 30% pada

15

dewasa). Kemunculan gagal ginjal akut umumnya dijumpai pada pasien


dewasa dengan kadar albumin serum rendah dan edema intrarenal
(nephrosarca).2
2. Glomerulosklerosis fokal
Sebagian besar penyakit ini ditandai oleh proteinuria, manifestasi
lain yang dapat dijumpai adalah hematuria, hipertensi, dan insufisiensi
renal.2
3. Glomerulonefritis membranosa
Penyakit ini sering muncul pada usia tua, pada 25-30% kasus
ditemukan berkaitan dengan keganasan (tumor padat di payudara, paru,
kolon), infeksi (hepatitis B, malaria, skistosomiasis), atau kelainan
reumatologi seperti lupus atau reumatoid artritis. 80% dari penyakit ini,
ditandai dengan sindrom nefrotik dan proteinuria non-selektif. Mikroskopis
hematuria jarang ditemukan.2
E. Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang

16

F. Penatalaksanaan
Terapi untuk berbagai macam penyebab dari sindrom nefrotik didasarkan
pada penyakit yang mendasari pada setiap individu. Secara umum, semua pasien
dengan hiperkolesterol sekunder akibat sindrom nefrotik sebaiknya diterapi
dengan lipid-lowering agents karena pasien tersebut mengalami peningkatan
resiko penyakit kardiovaskular. Edema sekunder akibat retensi garam dan air
dapat dikontrol menggunakan diuretic, untuk menghindari deplesi volume
intravaskular. Komplikasi vena sekunder akibat hiperkoagulasi terkait sindrom
nefrotik dapat diatasi dengan anti koagulan. Proteinuria diduga dapat menjadi
nefrotoksik, dan terapi proteinuria menggunakan penghambat sistem reninangiotensin dapat mengurangi ekskresi protein melalui urin.
G. Komplikasi
1. Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering
adalah selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran
IgG dan komplemen faktor B dan D di urin. Bila terjadi penyulit infeksi
bakterial (pneumonia pneumokokal atau peritonitis, selulitis, sepsis, ISK)
dapat diberikan antibiotik yang sesuai dan dapat disertai pemberian
imunoglobulin G intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin
pneumokokus. Pemakaian imunosupresan menambah resiko terjadinya
infeksi virus seperti campak, herpes. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya
disebabkan oleh kuman gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu
diberikan

pengobatan

penisilin

parenteral,

dikombinasikan

dengan
17

sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson, selama 10-14


hari.4
2. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang tidak terkontrol terutama pada kasus yang
disertai dengan sepsis, diare, dan muntah dapat menyebabkan hypovolemia.
Keadaan ini ditandai dengan gejala hipotensi, takikardia, akral dingin,
perfusi buruk, dan pada beberapa anak terdapat keluhan nyeri abdomen.
Hipovolemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma
sebanyak 15-20 ml/kgBB secepatnya atau albumin 1 g/kgBB.4
3. Hiperkoagulabilitas
Keadaan hiperkoagulabilitas pada sindrom nefrotik disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu penurunan volume intravaskular, peningkatan platelet
dan agregabilitas, dan perubahan kadar faktor koagulasi. Terdapat
peningkatan produksi fibrinogen yang disertai dengan hilangnya faktor
antitrombotik seperti antitrombin III dan protein S melalui urin. Resiko
terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar plasma albumin <2
g/dL, kadar fibrinogen >6 g/dL, atau kadar antitrombin III <70%.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian asetosal dosis
rendah dan dipiridamol.1,4
H. Prognosis

18

BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis pada kasus ini ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hasil yang didapatkan:
Keluhan utama berupa bengkak seluruh tubuh
Lokasi bengkak pada mata, perut, dan tungkai
Berdasarkan 2 hal tersebut didapatkan diagnosis kerja sindrom nefrotik, kemudian
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan dan didapatkan hasil:
Kadar serum albumin 1,7 g/dL
Kadar kolesterol 410 mg/dL
Esbach 7,5 g/L
Hasil laboratorium tersebut mendukung untuk menegakkan diagnosis sindrom
nefrotik.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman, M.R. 2016. Nelsons Textbook of Pediatrics 20th. Philadelphia:
Elsevier.
2. Fauci, et al. 2015. Harrisons Principle of Interna Medicine 19th. United
State: The Mc-Graw-Hill Company.
3. Prodjosudjadi, W. 2010. Sindrom Nefrotik. Dalam Sudoyo, A. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.
4. Kodner, C. 2009. Nephrotic Syndrome in Adults: Diagnosis and
Management. Kentucky: Am Fam Physician.
5.

20

Anda mungkin juga menyukai