Diajukan Kepada :
dr. Chrisna Hendarwati, MSi.Med., Sp.A
Disusun Oleh :
M.Isyhaduul Islam
20100310099
LEMBAR PENGESAHAN
Tanggal :
Juni 2015
Disusun oleh:
M. Isyhaduul Islam
20100310099
Menyetujui
Dokter Pembimbing Penguji
LONG CASE
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama
b. Tanggal lahir
c. Jenis kelamin
: Perempuan
d. Nama Ibu
: Ny. Imronatun
e. Umur
: 43 tahun
f. Pekerjaan
: Pedagang
g. Agama
: Islam
h. Pendidikan terakhir
: Lulusan SMA
i. Suami
: Tn. Amrin
j. Umur
: 43 tahun
k. Pekerjaan
: Sopir
l. Agama
: Islam
m. Pendidikan terakhir
: Lulusan SMA
n. Alamat
o. Masuk RS
: 13 Mei 2015
p. Keluar RS
: 23 Mei 2015
II. ANAMNESIS (Alloanamnesis dengan ayah bayi tanggal 14 Mei 2015 pukul 13.00
WIB)
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Telah lahir bayi berjenis kelamin perempuan, usia kehamilan 36 minggu3 hari,
persalinan SC, sesaat setelah lahir bayi menangis merintih sesaat setelah
disuction, tonus kuat, warna kemerahan, bayi APGAR Score 7-8-8, BBL 2200
gram, panjang badan 45 cm, lingkar kepala 31 cm, lingkar dada 28 cm, lingkar
lengan atas 11 cm.
2. Riwayat Penyakit Keluarga
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat jantung
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
: anak pertama
: puasa
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-4
Hari ke-5
Hari ke-6
: ASI 12x2-3 cc
Hari ke-7
: ASI 12x2-3 cc
Hari ke-8
: ASI 12x2-3 cc
Hari ke-9
: ASI 12x2-3 cc
Keadaan umum
Kesadaran
Vital Sign
: Compos mentis
Nadi
: 160 x/menit
Suhu
: 36,2o C
RR
: 54 x/menit
Panjang badan
: 45 cm
Berat Badan
: 1900 gram
Lingkar kepala
: 31 cm
Lingkar dada
: 29 cm
APGAR Score
1 menit
5 menit
10 menit
Denyut jantung
Pernapasan
Tonus Otot
Pekas Ransang
Warna
Total
Kulit
Kepala
Bentuk
: warna biru-kemerahan
: mesocephalus
Wajah
: simetris
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
Pulmo
Cor
Abdomen
: supel (+), datar (+), timpani (+), peristaltik (+), tali pusat
segar (+)
Hepar
: tak teraba
Lien
: tak teraba
Genitalia eksterna
Anus
Ekstremitas
Nilai
Nilai Rujukan
Keterangan
Hemoglobin
17,2 g/dL
Angka Leukosit
12.000/uL
10.000
24.000/uL
Angka Eritrosit
4.600.000/uL
5.000.000
7.000.000/uL
Hematokrit
49,9 %
32 42 %
Angka Trombosit
181.000/uL
150.000
450.000/uL
Eosinofil
0%
1-6%
Basofil
1%
0-1%
Netrofil Segmen
70%
40-75%
Limfosit
22%
20-45%
Monosit
7%
2-10%
RDW-CV
16,7 %
11,6 14,4 %
RDW-SD
64,2 fL
35,1 43,9 fL
P-LCR
15,1 pg
9,3 27,9 %
MCV
109,2 fL
95 fL
MCH
37,6 pg
24 34 pg
MCHC
34,5 g/dL
Pre Fototerapi
Nilai
Nilai Rujukan
Keterangan
Bilirubin Total
21,28 mg/dL
<1 mg/dL
Bilirubin Direk
0,32 mg/dL
<0,30 mg/dL
Bilirubin Indirek
20,96 mg/dL
Post Fototerapi
Nilai
Nilai Rujukan
Keterangan
2. Bilirubin
Bilirubin Total
9,28 mg/dL
<1 mg/dL
Bilirubin Direk
0,32 mg/dL
<0,30 mg/dL
Bilirubin Indirek
6,94 mg/dL
V. FOLLOW UP
Tanggal 13 Mei 2015
S: Telah lahir bayi perempuan kurang S : warna kemerahan, tonus kuat, tangis
bulan, persalinan sc, air ketuban jernih,
merintih,
tali
pusat
merintih
segar.
sesaat
refleks
Bayi
menangis
menggenggam
setelah
dilakukan
mekonium (+)
(-),
moro
(-),
miksi
(+)
suction, tonus kuat, warna kemerahan. O : KU : tangis meritih, tonus kuat, warna
APGAR Score 7/8/8 BBL 2200 gram,
VS : N 132x/menit, t 36,8oC, RR 48
cm.
x/menit.
VS : N 145x/menit, t 36oC, RR 48
x/menit
Genitalia
terbentuk
Kepala
succedaneum
eksterna
labia
mesocephalus,
(-),
maroya
caput
perdarahan
subaponeurotik (-)
terbentuk
Kepala
mesocephalus,
succedaneum
(-),
caput
perdarahan
subaponeurotik (-)
lendir (-)
SI -/-
Asfiksia Ringan
P : Termoregulasi
Asi ad Lib
Asfiksia Ringan
P : Inj. Vit K 1 x 1 mg IM
O2 1ltr/menit
Termoregulasi
Puasa
Monitor
respirasi,
cuping,
dan
kesadaran
S : warna kemerahan, tonus kuat, tangis S : warna kemerahan, tonus kuat, tangis
merintih,
refleks
moro
(-),
menggenggam
(-),
miksi
(+)
mekonium (+)
VS : N 140x/menit, t 36,7oC, RR 44
VS : N 136x/menit, t 36,5oC, RR 52
x/menit.
x/menit.
peristaltik (+)
peristaltik (+)
Genitalia
Genitalia
eksterna
labia
maroya
eksterna
labia
maroya
terbentuk
terbentuk
Kepala
Kepala
mesocephalus,
succedaneum
(-),
caput
perdarahan
mesocephalus,
succedaneum
(-),
caput
perdarahan
subaponeurotik (-)
subaponeurotik (-)
SI -/-
SI -/-
lendir (-)
lendir (-)
GDS : 99 g/dL
Asfiksia Ringan
Termoregulasi
Inpepsa 3x0.5 cc
Inpepsa 3x0.5 cc
Diet 4x1 cc
Termoregulasi
Diet 4x1 cc
S : warna kemerahan, tonus kuat, tangis S : warna kuning mata, tangan, kaki, dan
kuat, refleks moro (-), menggenggam
keras,
refleks
menggenggam
moro
(+),
miksi
(+),
(+)
mekonium (+)
VS : N 138x/menit, t 36,4oC, RR 38
x/menit
peristaltik (+)
Genitalia
eksterna
labia
maroya
peristaltik (+)
terbentuk
Kepala
mesocephalus,
succedaneum
(-),
caput
perdarahan
subaponeurotik (-)
Kepala
succedaneum
SI -/-
subaponeurotik (-)
lendir (-)
SI +/+
mesocephalus,
(-),
caput
perdarahan
lendir (-)
Asfiksia Ringan
Asfiksia Berat
Inpepsa 3x0.5 cc
Termoregulasi
Diet 4x1 cc
Inpepsa 3x0.5 cc
Monitor
respirasi,
retraksi,
dan
kesadaran
Termoregulasi
Diet 12x2-3 cc
Latih menetek
Monitor
respirasi,
retraksi,
dan
kesadaran
Cek bilirubin
Lapor dr. Chrisna H Sp.A , advis :
Fototherapy 2x24 jam
Tanggal 19 Mei 2015
S : warna kuning mata, tangan, kaki, dan S : warna kuning mata, tangan, kaki, dan
dada, perut (+), tonus kuat, tangis
keras,
keras,
refleks
moro
(+),
refleks
moro
(+),
menggenggam
(+),
miksi
(+)
mekonium (+)
menggenggam
(+),
miksi
(+)
mekonium (+)
VS : N 138x/menit, t 36,4oC, RR 38
VS : N 150x/menit, t 36,4oC, RR 48
x/menit
x/menit
peristaltik (+)
terbentuk
terbentuk
Kepala
mesocephalus,
succedaneum
(-),
caput
perdarahan
Kepala
mesocephalus,
succedaneum
(-),
caput
perdarahan
subaponeurotik (-)
subaponeurotik (-)
SI +/+
SI +/+
lendir (-)
lendir (-)
Asfiksia Berat
Asfiksia Berat
Ikterus Neonatorum
Ikterus Neonatorum
P : Inpepsa 3x0.5 cc
Termoregulasi
Inpepsa 3x0.5 cc
Diet 12x2-3 cc
Termoregulasi
Diet 12x2-3 cc
Cefilla 2x0,7 cc
Latih Netek
Cefilla 2x0,7 cc
Latih Netek
kesadaran
Monitor
respirasi,
retraksi,
dan
kesadaran
Tanggal 21 Mei 2015
S : warna kuning mata, tangan, kaki, dan S : warna kuning mata, tangan, kaki, dan
dada, perut (+), tonus kuat, tangis
keras,
(+),
keras,
(+)
menggenggam
refleks
menggenggam
moro
(+),
miksi
mekonium (+)
refleks
moro
(+),
miksi
(+),
(+)
mekonium (+)
VS : N 140x/menit, t 36,4oC, RR 48
VS : N 132x/menit, t 36,4oC, RR 48
x/menit
x/menit
terbentuk
terbentuk
Kepala
mesocephalus,
succedaneum
(-),
caput
perdarahan
Kepala
mesocephalus,
succedaneum
(-),
caput
perdarahan
subaponeurotik (-)
subaponeurotik (-)
SI +/+
SI +/+
lendir (-)
lendir (-)
Asfiksia Berat
Asfiksia Berat
Ikterus Neonatorum
Ikterus Neonatorum
P : Inpepsa 3x0.5 cc
P : Inpepsa 3x0.5 cc
Termoregulasi
Termoregulasi
Diet 12x2-3 cc
Diet 12x2-3 cc
Cefilla 2x0,7 cc
Cefilla 2x0,7 cc
Latih Netek
Latih Netek
kesadaran
kesadaran
Pasien tiap pagi rutin dijemur dipanas matahari mulai jam 07.00-08.00, ibu
pasien mengaku sampai umur 1 bulan pasientidak dimandikan,hanya dilap saja
dengan air hangat karentidak tega dengan bayinya yang kecil. Pasien kontrol
dibidan setempat untuk timbang berat badan dan antropometri.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dirumah pasien :
Subjektif : tidak ada keluhan demam, muntah, BAB cair, atau batuk pilek. BAB
rutin 3 kali dalam sehari, BAK lancar. Nafsu makan pasien baik minum ASI
tiap 2 jam.
Objektif :
1. Keadaan umum : gerak aktif, tonus kuat, tangis keras.
2. Vital sign : nadi 126 x/menit, RR : 32 x/menit, suhu aksila 36,3C
3. Antropometri : BB 3100 gram, PB 48 cm, LK : 31 cm, LD : 30 cm, LiLA :
12 cm
4. Kepala : CA -/- SI -/5. Leher : normocolli, tonus kuat, limfonodi tak teraba
6. Pulmo : SDV +/+ ST retraksi (-)
7. Cor : SI>S2 reg, BJ (-)
8. Abdomen : supel, datar, timpani (+), hepatosplenomegali (-)
9. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, pulsasi kuat, fleksi
10. Kulit : ikterik (-), kemerahan (+), ptekie (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PRETERM
A. Definisi
Bayi preterm atau bayi prematur atau BKB adalah bayi yang dilahirkan ibu
pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan variasi berat lahir, dapat
digolongkan kecil untuk masa kehamilan, sesuai untuk masa kehamilan atau besar
untuk masa kehamilan. Tetapi pada umumnya BKB lahir sebagai bayi berat lahir
rendah (BBLR).
Definisi ini terkadang sulit diaplikasikan pada ibu yang salah menghitung masa
kehamilan atau lupa HPHT nya, sehingga dokter spesialis kandungan menentukan
usia kehamilan dari hasil pemeriksaan USG. Padahal penghitungan usia kehamilan
dari USG berguna untuk mengoreksi adanya kejadian KMK atau kecil masa
kehamilan atau IUGR (intra uterine growth restriction). Maka sebaiknya untuk
menentukan diagnosis BKB, sebaiknya diperhatikan lagi karakteristik bayi
prematur yang akan dijelaskan nanti.
B. Etiologi
Berikut ini beberapa faktor yang sering dihubungkan dengan persalinan preterm
yang berkaitan dengan kesehatan ibu diantaranya
1. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
2. Kadar alfafetoprotein yang tinggi yang tidak diketahui sebabnya pada trimester
ke dua
3. Penyakit atau infeksi yang tidak diobati dengan baik ( misalnya Infeksi Saluran
Kemih infeksi kulit ketuban / amnionitis )
4. Abnormalitas uterus dan serviks
5. Ketuban pecah dini
6. Plasenta previa
C. Gejala klinis
-1
KULIT
Lengket,
rapuh,
transparan
Merah
seperti
agar/gelatin,
transparan
Merah muda
halus, venavena tampak
LANUGO
Tidak ada
Jarang
Banyak
sekali
PERMUKAAN
PLANTAR
KAKI
>50 mm
tidak ada
lipatan
PAYUDARA
Tidak teraba
Hampir tidak
teraba
DAUN
TELINGA
Kelopak
menyatu:
longgar: -1
ketat :-2
Kelopak
terbuka,
pinna datar,
tetap terlipat
KELAMIN
(laki-laki)
Skrotum
datar, halus
Skrotum
kosong,
rugas samar
KELAMIN
(perempuan)
Klitoris
menonjol,
labia datar
Klitoris
menonjol,
labia minora
kecil
2
Permukaan
mengelupas
dengan/tanpa
ruam, vena
jarang
Menipis
Lipatan
melintang
Garis-garis
hanya pada
merah tipis
bagian
anterior
Areola
Arreola
berbintil,
datar, tidak
puncak 1ada puncak
2mm
Pinna
Pinna sedikit
memutar
melengkung,
penuh; lunak;
lunak, recoil
tapi sudah
lambat
recoil
Testes pada Testes
kanal bagian menuju ke
atas, rugas
bawah, rugas
jarang
sedikit
Klitoris
menonjol,
labia minora
membesar
Labia mayora
dan minora
sama-sama
menonjol
3
Pecah-pecah
daerah pucat,
vena jarang
Menghilang
4
Seperti
kertas kulit,
pecah-pecah
dalam, tidak
ada vena
Umumnya
tidak ada
Lipatan pada
2/3 anterior
Lipatan pada
seluruh
telapak kaki
Areola
terangkat,
puncak 3-4
mm
Areola
penuh,
puncak 5-10
mm
Keras dan
berbentuk;
recoil segera
Kartilago
tebal; telinga
kaku
Testes
dibawah,
rugas jelas
Testes
tergantung
rugas dalam
Labia
mayora
besar, labia
minora kecil
Labia
mayora
menutupi
clitoris dan
labia minora
5
Seperti kulit,
pecah-pecah,
berkeriput
SKOR
Untuk memastikan usia kehamilan bisa dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan neurologis, karena seperti yang telah dijelaskan diatas, bayi prematur
memiliki karakteristik yang khas. The Ballard Scoring System adalah sistem yang
paling sering dipakai oleh para dokter untuk memastikan usia kehamilan setelah
persalinan.
D. Diagnosis
Untuk mendiagnosis bayi prematur perlu dilakukan beberapa penilaian untuk
menyingkirkan diagnosis diagnosis bandingnya.
1. Penilaian umur kehamilan antenatal
Penilaian ini bisa menggunakan beberapa teknik, teknik yang paling mudah
adalah dengan menghitung usia kehamilan dengan menggunakan tanggal Hari
Pertama Haid Terakhir (HPHT), tetapi kendalanya adalah ibu mungkin lupa
kapan tepatnya HPHT nya. Cara lainnya adalah dengan mencatat kejadiankejadian selama kehamilan seperti gerakan janin, muncul denyut jantung janin.
Teknik ini juga sulit dilakukan pada ibu yang tidak menjalani perawatan
antenatal. Metode yang paling umum digunakan adalah metode McDonald
yaitu dengan mengukur tinggi fundus uteri dalam sentimeter diatas simfisis
pubis. Sementara itu, penentuan umur kehamilan antenatal yang lebih mutakhir
menggunakan seangkaian pemeriksaan ultrasonografi pada janin.
2. Penilaian umur kehamilan pasca persalinan
a. Penilaian umur kehamilan dengan pemeriksaan fisik bisa menggunakan 2
teknik yaitu dengan teknik Dubowitz dan Ballard, tetapi dewasanya teknik
Ballard lebih sering digunakan dibanding teknik Dubowitz karena teknik ini
lebih menyederhanakan Dubowitz.
b. Penilaian umur kehamilan dengan pemeriksaan neurologis dengan teknik
Dubowitz seperti yang telah dicantumkan sebelumnya.
c. Penilaian umur kehamilan berdasarkan pemeriksaan vaskularisasi anterior
kapsul lensa
E. Komplikasi
Ada beberapa masalah yang sering dijumpai pada bayi prematur dan BBLR
diantaranya :
1. Ketidakstabilan suhu sehingga meningkatkan resiko hipotermi akibat :
a. Peningkatan hilangnya panas tubuh
b. Kurangnya lemak subkutan
c. Raso luas permukaan tubuh terhadap berat badan besar
d. Produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan
ketidakmampuan untuk menggigil
2. Kesulitan pernapasan yang meningkatkan resiko asfiksia neonatorum dan gagal
napas yang diakibatkan oleh :
a. Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke PMH (penyakit membrane
hialin)
b. Resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks batuk, refleks
menghisap, dan refleks menelan
c. Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah
d. Pernapasan yang periodeik dan apnea
3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi yang diakibatkan oleh :
a. Refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu
b. Motilitas usus yang menurun
c. Pengosongan lambung tertunda
d. Pernernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang
e. Defisiensi enzim lactase pada brush border usus
f.
Menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
IKTERUS NEONATUS
A. Definisi
Ikterus neonatorum (Ikterus: kuning , Neonatorum: bayi baru lahir) adalah
kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir
karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai
akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (disebut juga hiperbilirubinemia).
Warna kekuningan pada bayi baru lahir umumnya merupakan kejadian alamiah
(fisologis), namun adakalanya menggambarkan suatu penyakit (patologis). Bayi
berwarna kekuningan yang alamiah (fisiologis) atau bukan karena penyakit tertentu
dapat terjadi pada 25% hingga 50% bayi baru lahir cukup bulan (masa kehamilan
yang cukup), dan persentasenya lebih tinggi pada bayi prematur.
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin.
Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum
lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13
mg/dL.
B. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum
dapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan
darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
- Tidak aktif, cenderung lebih banyak tidur, suhu tubuh tidak stabil (naik-turun),
dan malas menyusu.
- Urin berwarna gelap (coklat tua seperti air teh)
- Bila kuning timbul dan terlihat dalam waktu kurang dari 24 jam setelah bayi lahir.
- Tubuh menguning berkepanjangan lebih dari satu minggu.
- Fesesnya tidak kuning, melainkan pucat (putih kecoklatan seperti dempul).2
D. Diagnosis
A. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat
digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada
neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence
pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat
keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan
skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara
visual, sebagai berikut:
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di
bawah kulit dan jaringan subkutan.
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang
tampak kuning.
B. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan
serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap
dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah
bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium
foil). Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar
bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
C. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan
prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang
gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna
kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB)
dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat
yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak
terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan
skrining, bukan untuk diagnosis.
Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif
untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102)
dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo).
Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia
gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada
konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini
didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki
korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi
cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB.
Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk
menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.
Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk
tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004)
menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin
sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi
biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.
D. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi
bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba
mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidaseperoksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi
terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan
pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan
bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka
pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat
digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
E. Patofisiologi
Ikterus pada penderita, terjadi akibat penyumbatan aliran empedu dan
kerusakan sel-sel parenkim. Peningkatan kadar bilirubin direk dan bilirubin
indirek di dalam serum ditemukan pada penderita. Penyumbatan aliran empedu
di dalam hati akan mengakibatkan tinja akholis. Pemulihan kembali aliran
empedu dapat mengakibatkan pengeluaran kadar bilirubin normal atau
bertambah ke duodenum. Urobilinogen, suatu hasil metabolisme bilirubin di
dalam usus; secara normal akan diserap kembali. Sel-sel parenkim hati yang
mengalami kerusakan mungkin tidak mampu mengeluarkan kemblai bahan ini
yang kemudian akan muncul di dalam air kemih penderita. Bukti lain dari
penyumbatan empedu adalah peningkatan alkali fosfatase dalam serum, seperti
juga 5-nukleotidase atau -glutamil tranpeptidase.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
keguguran sebelumnya,
amniosentesis atau trauma lain pada plasenta , atau oleh transfuse darah. Anti D
melewati plasenta ke janin selama kehamilan berikutnya dengan janin Rh Dpositif, melapisi eritrosit janin dengan antibody dan menyebabkan destruksi selsel tersebut oleh system retikuloendotel, menyebabkan anemia dan ikterus. Bila
lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya
memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi
mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut
mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan
retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka
sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan
berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan
mental serta ketajaman pendengarannya.
G. Komplikasi
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin
indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin
menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini
dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa
lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya
memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi
mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut
mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan
retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka
sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan
berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan
mental serta ketajaman pendengarannya.
H. Penatalakasanaan
Terapi Sinar (fototerapi).
Fototerapi dilakukan dengan cara meletakkan bayi yang hanya
mengenakan popok (untuk menutupi daerah genital) dan matanya ditutup di
bawah lampu yang memancarkan spektrum cahaya hijau-biru dengan panjang
gelombang 450-460 nm. Selama fototerapi bayi harus disusui dan posisi
tidurnya diganti setiap 2 jam. Pada terapi cahaya ini bilirubin dikonversi
menjadi senyawa yang larut air untuk kemudian diekskresi, oleh karena itu
harus senantiasa. Keuntungan dari fototerapi ini adalah .
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi,
bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air
tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga
kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang
lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu
neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12
buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang
disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga
intensitasnya lebih efektif. Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian
diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat
kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk
mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah;
telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus
mengontrol apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika
sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa
dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah boleh dibawa
pulang. Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada
kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi
karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan
meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan
peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi
akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk
menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan
ASI pada si kecil.
Terapi Transfusi.
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan
terapi transfusi darah. Di khawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan
kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai
karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Untuk itu,
darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain.
Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar
darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang rendah, maka terapi
transfusi bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan proses
tranfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah masuknya kuman
penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi.
Meski begitu, terapi ini terbilang efektif untuk menurunkan kadar bilirubin
yang tinggi.
Terapi Obat-obatan.
Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat phenobarbital
atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga
bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan
yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi
timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti
fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi
bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk.. Akibatnya, bayi jadi
banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi
kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan bilirubin.
Disamping itu manfaat atau efek dari pemberian obat biasanya terjadi setelah 3
hari pemberian obat. Sehingga, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama
untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si kecil
sudah bisa ditangani.
Menyusui Bayi dengan ASI.
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan
urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI
memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar
dan kecilnya.
Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter
karena pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi
(breast milk jaundice). Di dalam ASI terdapat hormon pregnandiol yang dapat
mempengaruhi kadar bilirubinnya. Meski demikian dalam keadaan bilirubin
yang tidak terlalu tinggi penghentian ASI tidak direkomendasikan. 7
DAFTAR PUSTAKA
1. Kosim,
M.
Sholeh,
dkk.2008.Buku
Ajar
Neonatologi
Dasar
Edisi
Pertama.IDAI:Jakarta
2. Kosim, M. Sholeh. Gawat Darurat Neonatus pada Persaliann Preterm. Sari
Pediatri, Vol.7, No. 4, MAret 2006: 225-231
3. Ballard JL, Khoury JC, Wedig K, et al: New Ballard Score, expanded to include
extremely premature infants.J Pediatrics 1991; 119:417-423.
4. Cunningham FG, MacDonald PC, et al. Williams Obstetrics. 18th edition . Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005: 706-721.
5. Nelson, Waldoe, 1996, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume I, Jakarta, EGC
6. Fanaroff AA, Martin RJ Eds. Neonatal-perinatal medicine disease of the fetus and
th