Anda di halaman 1dari 37

LONG CASE

NEONATUS PRETERM, BBLR, HIPERBILIRUBINEMIA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat


Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter
Di Rumah Sakit Budi Rahayu Kota Magelang

Diajukan Kepada :
dr. Chrisna Hendarwati, MSi.Med., Sp.A

Disusun Oleh :
M.Isyhaduul Islam
20100310099

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan long case dengan judul

NEONATUS ATERM, BBLC, ASFIKSIA BERAT, HIPERBILIRUBINEMIA

Tanggal :

Juni 2015

Disusun oleh:

M. Isyhaduul Islam
20100310099

Menyetujui
Dokter Pembimbing Penguji

dr. Chrisna Hendarwati, MSi.Med., Sp.A

LONG CASE

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama

: By. Ny. Imronatun

b. Tanggal lahir

: 13 Mei 2015, pukul 10.00 WIB

c. Jenis kelamin

: Perempuan

d. Nama Ibu

: Ny. Imronatun

e. Umur

: 43 tahun

f. Pekerjaan

: Pedagang

g. Agama

: Islam

h. Pendidikan terakhir

: Lulusan SMA

i. Suami

: Tn. Amrin

j. Umur

: 43 tahun

k. Pekerjaan

: Sopir

l. Agama

: Islam

m. Pendidikan terakhir

: Lulusan SMA

n. Alamat

: Dusun Semalen 3/2, Secang

o. Masuk RS

: 13 Mei 2015

p. Keluar RS

: 23 Mei 2015

II. ANAMNESIS (Alloanamnesis dengan ayah bayi tanggal 14 Mei 2015 pukul 13.00
WIB)
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Telah lahir bayi berjenis kelamin perempuan, usia kehamilan 36 minggu3 hari,
persalinan SC, sesaat setelah lahir bayi menangis merintih sesaat setelah
disuction, tonus kuat, warna kemerahan, bayi APGAR Score 7-8-8, BBL 2200
gram, panjang badan 45 cm, lingkar kepala 31 cm, lingkar dada 28 cm, lingkar
lengan atas 11 cm.
2. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hamil kembar

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat jantung

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat lahir prematur

: anak pertama

3. Riwayat Kehamilan Ibu


Pasien merupakan anak ketiga dari ibu dengan G3P3A0. Saat hamil ibu
memeriksakan kehamilannya di dokter kandungan. Kontrol sebanyak 1x tiap
bulannya, dan USG rutin tiap kontrol. Riwayat hipertensi dalam kehamilan
disangkal, minum jamu saat kehamilan disangkal.
4. Riwayat Obstetrik Ibu
1. Preterm, sc, perempuan, menangis merintih, 2200 gram, lahir di RS
5. Riwayat Ante Natal
Ibu melahirkan SC di rumah sakit bersalin dengan usia kehamilan 36 minggu.
Tekanan darah sesaat setelah melahirkan 120/80 mmHg. Bayi lahir meangis
merintih, warna kulit kemerahan, gerak lemah, tonus kuat, APGAR Score 7-8-8,
air ketuban jernih, tali pusat segar
6. Riwayat Post Natal
Pasien mendapatkan perawatan post natal di ruang perinatologi selama 10 hari
yang meliputi pemasangan O2, infus, termoregulasi, inj. Vit K, gentamycin tetes
mata, perawatan tali pusat, inj. Antibiotik, latih menetek, dan fototerapi.
7. Riwayat Nutrisi
Hari ke-0

: puasa

Hari ke-1

: infus D10% 8 tpm mikro, PASI 4x1 cc

Hari ke-2

: infus D10% 8 tpm mikro, PASI 4x1 cc

Hari ke-3

: infus D10% 8 tpm mikro, PASI 4x1 cc

Hari ke-4

: infus D10% 8 tpm mikro, PASI 4x1 cc

Hari ke-5

: infus D10% 8 tpm mikro, ASI 12x2-3 cc

Hari ke-6

: ASI 12x2-3 cc

Hari ke-7

: ASI 12x2-3 cc

Hari ke-8

: ASI 12x2-3 cc

Hari ke-9

: ASI 12x2-3 cc

Hari ke-10 : ASI 12x2-3 cc

8. Riwayat Status Gizi

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Pemeriksaan Umum
-

Keadaan umum

: warna kemerahan, tangis merintih, tonus kuat,


gerak lemah, berat badan kurang

Kesadaran

Vital Sign

: Compos mentis

Nadi

: 160 x/menit

Suhu

: 36,2o C

RR

: 54 x/menit

Panjang badan

: 45 cm

Berat Badan

: 1900 gram

Lingkar kepala

: 31 cm

Lingkar dada

: 29 cm

Lingkar lengan atas : 11 cm

APGAR Score

1 menit

5 menit

10 menit

Denyut jantung

Pernapasan

Tonus Otot

Pekas Ransang

Warna

Total

Kulit

Kepala
Bentuk

: warna biru-kemerahan

: mesocephalus

Fontanela anterior : 1,5x1,5 cm


Fontanela posterior : 0,8x0,8 cm
Caput suksedaneum : (-)
Cephal hematoma : (-)
Perdarahan subaponeurotik : (-)
-

Wajah

: simetris

Mata

: CA -/- SI -/- palpebra masih menutup, sekret (-)

Telinga

: kartilago belum terbentuk

Hidung

: sekret (-) lendir (-) napas cuping hidung (+)

Mulut

: bibir sianosis -, lendir (-)

Leher

: normocolli, tonus lemah

Thorax
Pulmo

: Suara dasar vesikuler (+/+), ronchi (-/-) dan wheezing


(-/-) retraksi (-), pengembangan paru simetris (+)

Cor

: S1>S2 Regular, bising (-)

Abdomen

: supel (+), datar (+), timpani (+), peristaltik (+), tali pusat
segar (+)

Hepar

: tak teraba

Lien

: tak teraba

Genitalia eksterna

Anus

: paten (+), mekonium (+)

Ekstremitas

: warna sianosis, flexi, akral dingin, pulsasi kuat,


CRT 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah Rutin (18 Mei 2015)
Pemeriksaan

Nilai

Nilai Rujukan

Keterangan

Hemoglobin

17,2 g/dL

9,5 13,5 g/dL

Angka Leukosit

12.000/uL

10.000

24.000/uL
Angka Eritrosit

4.600.000/uL

5.000.000

7.000.000/uL
Hematokrit

49,9 %

32 42 %

Angka Trombosit

181.000/uL

150.000

450.000/uL
Eosinofil

0%

1-6%

Basofil

1%

0-1%

Netrofil Segmen

70%

40-75%

Limfosit

22%

20-45%

Monosit

7%

2-10%

RDW-CV

16,7 %

11,6 14,4 %

RDW-SD

64,2 fL

35,1 43,9 fL

P-LCR

15,1 pg

9,3 27,9 %

MCV

109,2 fL

95 fL

MCH

37,6 pg

24 34 pg

MCHC

34,5 g/dL

27,3 - 32,7 g/dL

Pre Fototerapi

Nilai

Nilai Rujukan

Keterangan

Bilirubin Total

21,28 mg/dL

<1 mg/dL

Bilirubin Direk

0,32 mg/dL

<0,30 mg/dL

Bilirubin Indirek

20,96 mg/dL

0,2 0,8 mg/dL

Post Fototerapi

Nilai

Nilai Rujukan

Keterangan

2. Bilirubin

Bilirubin Total

9,28 mg/dL

<1 mg/dL

Bilirubin Direk

0,32 mg/dL

<0,30 mg/dL

Bilirubin Indirek

6,94 mg/dL

0,2 0,8 mg/dL

V. FOLLOW UP
Tanggal 13 Mei 2015

Tanggal 14 Mei 2015

S: Telah lahir bayi perempuan kurang S : warna kemerahan, tonus kuat, tangis
bulan, persalinan sc, air ketuban jernih,

merintih,

tali

pusat

merintih

segar.
sesaat

refleks

Bayi

menangis

menggenggam

setelah

dilakukan

mekonium (+)

(-),

moro

(-),

miksi

(+)

suction, tonus kuat, warna kemerahan. O : KU : tangis meritih, tonus kuat, warna
APGAR Score 7/8/8 BBL 2200 gram,

kemerahan, gerak lemah.

PB 45 cm, LK 31 cm, LD 29, LiLA 11

VS : N 132x/menit, t 36,8oC, RR 48

cm.

x/menit.

O: KU : tangis merintih, tonus kuat,

Leher : normocolli, tonus lemah

warna kemerahan, gerak kurang aktif.

Thorax : retraksi (-) pengembangan

VS : N 145x/menit, t 36oC, RR 48

paru simetris (+)

x/menit

Paru : SDV +/+ ST -/-

Leher : normocolli, tonus lemah

Cor : S1 > S2 reguler, BJ (-)

Thorax : retraksi (-) pengembangan

Abdomen : supel, datar, timpani (+),

paru simetris (+)

peristaltik (+) tali pusat menguning (+)

Paru : SDV +/+ ST -/-

Genitalia

Cor : S1 > S2 reguler, BJ (-)

menutup labia minora

Abdomen : supel, datar, timpani (+),

Ekstremitas : akral hangat, fleksi,

peristaltik (+) tali pusat segar (+)

pulsasi kuat, CRT 3, kuku sudah

Genitalia eksterna : labia maroya

terbentuk

menutup labia minora

Kepala

Ekstremitas : akral hangat, fleksi,

succedaneum

eksterna

labia

mesocephalus,
(-),

maroya

caput
perdarahan

pulsasi kuat, CRT 2, kuku sudah

subaponeurotik (-)

terbentuk

Mata : palpebra terbuka spontan, CA-/-

Kepala

mesocephalus,

succedaneum

(-),

caput
perdarahan

SI -/Hidung : napas cuping hidung (-)

subaponeurotik (-)

lendir (-)

Mata : palpebra terbuka spontan, CA-/-

Mulut : lendir (-) bibir kemerahan

SI -/-

GDS : 128 g/dL

Hidung : napas cuping hidung (+) A : Neonatus Preterm lahir spontan


lendir (-)

Berat Badan Lahir Rendah

Mulut : lendir (-) bibir sianosis (-)

Asfiksia Ringan

GDS : 135 g/dL

P : Termoregulasi

A : Neonatus Preterm lahir SC

Asi ad Lib

Berat Badan Lahir Rendah

Monitor respirasi, retraksi, dan kesadaran

Asfiksia Ringan

Jam 07.43 lapor dr. Chrisna Sp.A karena

P : Inj. Vit K 1 x 1 mg IM

tangis merintih +, retraksi +/+,advis:

O2 1ltr/menit
Termoregulasi

Infus D10% 8 tpm mikro

Puasa
Monitor

respirasi,

cuping,

dan

Inj. Cefotaximwe 2x110 mg


Jam 20.00 lapor dr. Chrisna Sp.A karena

kesadaran

muntah disuction lalu dipasang NGT


residu berwarna kemerahan ,advis:
Inpepsa 3x0,5cc

Tanggal 15 Mei 2015

Tanggal 16 Mei 2015

S : warna kemerahan, tonus kuat, tangis S : warna kemerahan, tonus kuat, tangis
merintih,

refleks

moro

(-),

kuat, refleks moro (-), menggenggam

menggenggam

(-),

miksi

(+)

mekonium (+)

(-), miksi (+) mekonium (+)


O : KU : tangis kuat, tonus kuat, warna

O : KU : tangis meritih, tonus kuat, warna

kemerahan, gerak kurang aktif.

kemerahan, gerak aktif.

VS : N 140x/menit, t 36,7oC, RR 44

VS : N 136x/menit, t 36,5oC, RR 52

x/menit.

x/menit.

Leher : normocolli, tonus lemah

Leher : normocolli, tonus lemah

Thorax : retraksi (-) pengembangan

Thorax : retraksi (+) pengembangan

paru simetris (+)

paru simetris (+)

Paru : SDV +/+ ST -/-

Paru : SDV +/+ ST -/-

Cor : S1 > S2 reguler, BJ (-)

Cor : S1 > S2 reguler, BJ (-)

Abdomen : supel, datar, timpani (+),

Abdomen : supel, datar, timpani (+),

peristaltik (+)

peristaltik (+)

Genitalia

Genitalia

eksterna

labia

maroya

eksterna

labia

maroya

menutup labia minora

menutup labia minora

Ekstremitas : akral hangat, fleksi,

Ekstremitas : akral hangat, fleksi,

pulsasi kuat, CRT 2, kuku sudah

pulsasi kuat, CRT 2, kuku sudah

terbentuk

terbentuk

Kepala

Kepala

mesocephalus,

succedaneum

(-),

caput
perdarahan

mesocephalus,

succedaneum

(-),

caput
perdarahan

subaponeurotik (-)

subaponeurotik (-)

Mata : palpebra terbuka spontan, CA-/-

Mata : palpebra terbuka spontan, CA-/-

SI -/-

SI -/-

Hidung : napas cuping hidung (-)

Hidung : napas cuping hidung (-)

lendir (-)

lendir (-)

Mulut : lendir (-) bibir kemerahan

Mulut : lendir (-) bibir kemerahan

GDS : 99 g/dL

GDS : 128 g/dL


A : Neonatus Preterm lahir spontan
Berat Badan Lahir Rendah

A : Neonatus Preterm lahir spontan


Berat Badan Lahir Rendah
Asfiksia Ringan

Asfiksia Ringan

P : Infus D10% 8 tpm mikro


Inj. Cefotaximwe 2x110 mg

P : Infus D10% 8 tpm mikro

Termoregulasi

Inj. Cefotaximwe 2x110 mg

Inpepsa 3x0.5 cc

Inpepsa 3x0.5 cc

Diet 4x1 cc

Termoregulasi
Diet 4x1 cc

Monitor respirasi, retraksi, dan kesadaran

Monitor respirasi, retraksi, dan kesadaran


Tanggal 17 Mei 2015

Tanggal 18 Mei 2015

S : warna kemerahan, tonus kuat, tangis S : warna kuning mata, tangan, kaki, dan
kuat, refleks moro (-), menggenggam

dada, perut (+), tonus kuat, tangis

(-), miksi (+) mekonium (+)

keras,

O : KU : tangis kuat, tonus kuat, warna


kemerahan, gerak aktif.

refleks

menggenggam

moro
(+),

miksi

(+),
(+)

mekonium (+)

VS : N 140x/menit, t 36,4oC, RR 40 O : KU : tangis kencang, tonus kuat,


x/menit.

warna ikterik, gerak lemah.

Leher : normocolli, tonus lemah

VS : N 138x/menit, t 36,4oC, RR 38

Thorax : retraksi (-) pengembangan

x/menit

paru simetris (+)

Leher : normocolli, tonus kuat

Paru : SDV +/+ ST -/-

Thorax : retraksi (-) pengembangan

Cor : S1 > S2 reguler, BJ (-)

paru simetris (+)

Abdomen : supel, datar, timpani (+),

Paru : SDV +/+ ST -/-

peristaltik (+)

Cor : S1 > S2 reguler, BJ (-)

Genitalia

eksterna

labia

maroya

Abdomen : supel, datar, timpani (+),

menutup labia minora

peristaltik (+)

Ekstremitas : akral hangat, fleksi,

Genitalia eksterna : labia maroya

pulsasi kuat, CRT 2, kuku sudah

menutup labia minora

terbentuk

Ekstremitas : akral hangat, fleksi,

Kepala

mesocephalus,

succedaneum

(-),

caput
perdarahan

pulsasi kuat, CRT 2, kuku sudah


terbentuk

subaponeurotik (-)

Kepala

Mata : palpebra terbuka spontan, CA-/-

succedaneum

SI -/-

subaponeurotik (-)

Hidung : napas cuping hidung (-)

Mata : palpebra terbuka spontan, CA-/-

lendir (-)

SI +/+

Mulut : lendir (-) bibir kemerahan

Hidung : napas cuping hidung (-)

A : Neonatus Preterm lahir spontan

mesocephalus,
(-),

caput
perdarahan

lendir (-)

Berat Badan Lahir Rendah

Mulut : lendir (-) bibir kemerahan

Asfiksia Ringan

A : Neonatus Preterm lahir spontan


Berat Badan Lahir Rendah

P : Infus D10% 8 tpm mikro

Asfiksia Berat

Inj. Cefotaximwe 2x110 mg


P : Infus D10% 8 tpm mikro

Inpepsa 3x0.5 cc
Termoregulasi

Inj. Cefotaximwe 2x110 mg

Diet 4x1 cc

Inpepsa 3x0.5 cc

Monitor

respirasi,

retraksi,

dan

kesadaran

Termoregulasi
Diet 12x2-3 cc
Latih menetek
Monitor

respirasi,

retraksi,

dan

kesadaran
Cek bilirubin
Lapor dr. Chrisna H Sp.A , advis :
Fototherapy 2x24 jam
Tanggal 19 Mei 2015

Tanggal 20 Mei 2015

S : warna kuning mata, tangan, kaki, dan S : warna kuning mata, tangan, kaki, dan
dada, perut (+), tonus kuat, tangis

dada, perut (+), tonus kuat, tangis

keras,

keras,

refleks

moro

(+),

refleks

moro

(+),

menggenggam

(+),

miksi

(+)

mekonium (+)

menggenggam

(+),

miksi

(+)

mekonium (+)

O : KU : tangis kencang, tonus kuat, O : KU : tangis kencang, tonus kuat,


warna ikterik, gerak lemah.

warna ikterik, gerak lemah.

VS : N 138x/menit, t 36,4oC, RR 38

VS : N 150x/menit, t 36,4oC, RR 48

x/menit

x/menit

Leher : normocolli, tonus kuat

Leher : normocolli, tonus kuat

Thorax : retraksi (-) pengembangan

Thorax : retraksi (-) pengembangan

paru simetris (+)

paru simetris (+)

Paru : SDV +/+ ST -/-

Paru : SDV +/+ ST -/-

Cor : S1 > S2 reguler, BJ (-)

Cor : S1 > S2 reguler, BJ (-)

Abdomen : supel, datar, timpani (+),

Abdomen : supel, datar, timpani (+),

peristaltik (+)

peristaltik (+) tali pusat hitam (+)

Genitalia eksterna : labia maroya

Genitalia eksterna : labia maroya

menutup labia minora

menutup labia minora

Ekstremitas : akral hangat, fleksi,

Ekstremitas : akral hangat, fleksi,

pulsasi kuat, CRT 2, kuku sudah

pulsasi kuat, CRT 2, kuku sudah

terbentuk

terbentuk

Kepala

mesocephalus,

succedaneum

(-),

caput
perdarahan

Kepala

mesocephalus,

succedaneum

(-),

caput
perdarahan

subaponeurotik (-)

subaponeurotik (-)

Mata : palpebra terbuka spontan, CA-/-

Mata : palpebra terbuka spontan, CA-/-

SI +/+

SI +/+

Hidung : napas cuping hidung (-)

Hidung : napas cuping hidung (-)

lendir (-)

lendir (-)

Mulut : lendir (-) bibir kemerahan

Mulut : lendir (-) bibir kemerahan

A : Neonatus Preterm lahir spontan

A : Neonatus Preterm lahir spontan

Berat Badan Lahir Rendah

Berat Badan Lahir Rendah

Asfiksia Berat

Asfiksia Berat

Ikterus Neonatorum

Ikterus Neonatorum

P : Infus D10% 8 tpm mikro(aff)

P : Inpepsa 3x0.5 cc

Inj. Cefotaximwe 2x110 mg(stop)

Termoregulasi

Inpepsa 3x0.5 cc

Diet 12x2-3 cc

Termoregulasi

Fototherapy 2x24 jam

Diet 12x2-3 cc

Cefilla 2x0,7 cc

Fototherapy 2x24 jam

Latih Netek

Cefilla 2x0,7 cc

Monitor respirasi, retraksi, dan

Latih Netek

kesadaran

Monitor

respirasi,

retraksi,

dan

kesadaran
Tanggal 21 Mei 2015

Tanggal 22 Mei 2015

S : warna kuning mata, tangan, kaki, dan S : warna kuning mata, tangan, kaki, dan
dada, perut (+), tonus kuat, tangis

dada, perut (+), tonus kuat, tangis

keras,

(+),

keras,

(+)

menggenggam

refleks

menggenggam

moro
(+),

miksi

mekonium (+)

refleks

moro
(+),

miksi

(+),
(+)

mekonium (+)

O : KU : tangis kencang, tonus kuat, O : KU : tangis kencang, tonus kuat,


warna ikterik, gerak lemah.

warna ikterik, gerak lemah.

VS : N 140x/menit, t 36,4oC, RR 48

VS : N 132x/menit, t 36,4oC, RR 48

x/menit

x/menit

Leher : normocolli, tonus kuat

Leher : normocolli, tonus kuat

Thorax : retraksi (-) pengembangan

Thorax : retraksi (-) pengembangan

paru simetris (+)

paru simetris (+)

Paru : SDV +/+ ST -/-

Paru : SDV +/+ ST -/-

Cor : S1 > S2 reguler, BJ (-)

Cor : S1 > S2 reguler, BJ (-)

Abdomen : supel, datar, timpani (+),

Abdomen : supel, datar, timpani (+),

peristaltik (+) tali pusat hitam (+)

peristaltik (+) tali pusat hitam (+)

Genitalia eksterna : labia maroya

Genitalia eksterna : labia maroya

menutup labia minora

menutup labia minora

Ekstremitas : akral hangat, fleksi,

Ekstremitas : akral hangat, fleksi,

pulsasi kuat, CRT 2, kuku sudah

pulsasi kuat, CRT 2, kuku sudah

terbentuk

terbentuk

Kepala

mesocephalus,

succedaneum

(-),

caput
perdarahan

Kepala

mesocephalus,

succedaneum

(-),

caput
perdarahan

subaponeurotik (-)

subaponeurotik (-)

Mata : palpebra terbuka spontan, CA-/-

Mata : palpebra terbuka spontan, CA-/-

SI +/+

SI +/+

Hidung : napas cuping hidung (-)

Hidung : napas cuping hidung (-)

lendir (-)

lendir (-)

Mulut : lendir (-) bibir kemerahan

Mulut : lendir (-) bibir kemerahan

A : Neonatus Preterm lahir spontan

A : Neonatus Preterm lahir spontan

Berat Badan Lahir Rendah

Berat Badan Lahir Rendah

Asfiksia Berat

Asfiksia Berat

Ikterus Neonatorum

Ikterus Neonatorum

P : Inpepsa 3x0.5 cc

P : Inpepsa 3x0.5 cc

Termoregulasi

Termoregulasi

Diet 12x2-3 cc

Diet 12x2-3 cc

Fototherapy 2x24 jam

Fototherapy 2x24 jam

Cefilla 2x0,7 cc

Cefilla 2x0,7 cc

Latih Netek

Latih Netek

Monitor respirasi, retraksi, dan

Monitor respirasi, retraksi, dan

kesadaran

kesadaran

Tanggal 23 Mei 2015


S : warna kuning mata (-), tonus kuat, tangis keras, refleks moro (+), menggenggam
(+), miksi (+) mekonium (+)

O : KU : tangis kencang, tonus kuat, warna ikterik, gerak lemah.


VS : N 124x/menit, t 36,2oC, RR 32 x/menit
Leher : normocolli, tonus kuat
Thorax : retraksi (-) pengembangan paru simetris (+)
Paru : SDV +/+ ST -/Cor : S1 > S2 reguler, BJ (-)
Abdomen : supel, datar, timpani (+), peristaltik (+)
Genitalia eksterna : labia mayora menutup labia minor
Ekstremitas : akral hangat, fleksi, pulsasi kuat, CRT 2, kuku sudah terbentuk,
Kepala : mesocephalus, caput succedaneum (-), perdarahan subaponeurotik (-)
Mata : palpebra terbuka spontan, CA-/- SI -/Hidung : napas cuping hidung (-) lendir (-)
Mulut : lendir (-) bibir kemerahan
A : Neonatus Preterm lahir spontan
Berat Badan Lahir Rendah
Asfiksia Berat
Ikterus Neonatorum
P : Termoregulasi
Cefilla syr 2x0,7 cc
Inpepsa 3x0.5 cc
ASI tiap 2 jam
BOLEH PULANG
VI.

KUNJUNGAN RUMAH (Home Visit)


Kunjungan rumah dilakukan pada tanggal 21 Juni 2015 pukul 18.00 WIB.
Pasien tinggal bersama 5 anggota keluarga lain dalam satu rumah yaitu ayah,
ibu, dan 2 kakaknya. Rumah berada di lingkungan perkampungan dekat
pegunungan dan ventilasi udara yang kurang. Pendapatan keluarga 2.500.000
tiap bulan.

Pasien tiap pagi rutin dijemur dipanas matahari mulai jam 07.00-08.00, ibu
pasien mengaku sampai umur 1 bulan pasientidak dimandikan,hanya dilap saja
dengan air hangat karentidak tega dengan bayinya yang kecil. Pasien kontrol
dibidan setempat untuk timbang berat badan dan antropometri.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dirumah pasien :
Subjektif : tidak ada keluhan demam, muntah, BAB cair, atau batuk pilek. BAB
rutin 3 kali dalam sehari, BAK lancar. Nafsu makan pasien baik minum ASI
tiap 2 jam.
Objektif :
1. Keadaan umum : gerak aktif, tonus kuat, tangis keras.
2. Vital sign : nadi 126 x/menit, RR : 32 x/menit, suhu aksila 36,3C
3. Antropometri : BB 3100 gram, PB 48 cm, LK : 31 cm, LD : 30 cm, LiLA :
12 cm
4. Kepala : CA -/- SI -/5. Leher : normocolli, tonus kuat, limfonodi tak teraba
6. Pulmo : SDV +/+ ST retraksi (-)
7. Cor : SI>S2 reg, BJ (-)
8. Abdomen : supel, datar, timpani (+), hepatosplenomegali (-)
9. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, pulsasi kuat, fleksi
10. Kulit : ikterik (-), kemerahan (+), ptekie (-)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PRETERM
A. Definisi
Bayi preterm atau bayi prematur atau BKB adalah bayi yang dilahirkan ibu
pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan variasi berat lahir, dapat
digolongkan kecil untuk masa kehamilan, sesuai untuk masa kehamilan atau besar
untuk masa kehamilan. Tetapi pada umumnya BKB lahir sebagai bayi berat lahir
rendah (BBLR).
Definisi ini terkadang sulit diaplikasikan pada ibu yang salah menghitung masa
kehamilan atau lupa HPHT nya, sehingga dokter spesialis kandungan menentukan
usia kehamilan dari hasil pemeriksaan USG. Padahal penghitungan usia kehamilan
dari USG berguna untuk mengoreksi adanya kejadian KMK atau kecil masa
kehamilan atau IUGR (intra uterine growth restriction). Maka sebaiknya untuk
menentukan diagnosis BKB, sebaiknya diperhatikan lagi karakteristik bayi
prematur yang akan dijelaskan nanti.
B. Etiologi
Berikut ini beberapa faktor yang sering dihubungkan dengan persalinan preterm
yang berkaitan dengan kesehatan ibu diantaranya
1. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
2. Kadar alfafetoprotein yang tinggi yang tidak diketahui sebabnya pada trimester
ke dua
3. Penyakit atau infeksi yang tidak diobati dengan baik ( misalnya Infeksi Saluran
Kemih infeksi kulit ketuban / amnionitis )
4. Abnormalitas uterus dan serviks
5. Ketuban pecah dini
6. Plasenta previa
C. Gejala klinis

Tabel Maturitas Fisik


TANDA

-1

KULIT

Lengket,
rapuh,
transparan

Merah
seperti
agar/gelatin,
transparan

Merah muda
halus, venavena tampak

LANUGO

Tidak ada

Jarang

Banyak
sekali

PERMUKAAN
PLANTAR
KAKI

Tumit ibu jari


kaki 4050mm: -1,
<40mm :-2

>50 mm
tidak ada
lipatan

PAYUDARA

Tidak teraba

Hampir tidak
teraba

DAUN
TELINGA

Kelopak
menyatu:
longgar: -1
ketat :-2

Kelopak
terbuka,
pinna datar,
tetap terlipat

KELAMIN
(laki-laki)

Skrotum
datar, halus

Skrotum
kosong,
rugas samar

KELAMIN
(perempuan)

Klitoris
menonjol,
labia datar

Klitoris
menonjol,
labia minora
kecil

Sumber : Ballard JL, Khoury JC, Wedig K

2
Permukaan
mengelupas
dengan/tanpa
ruam, vena
jarang
Menipis

Lipatan
melintang
Garis-garis
hanya pada
merah tipis
bagian
anterior
Areola
Arreola
berbintil,
datar, tidak
puncak 1ada puncak
2mm
Pinna
Pinna sedikit
memutar
melengkung,
penuh; lunak;
lunak, recoil
tapi sudah
lambat
recoil
Testes pada Testes
kanal bagian menuju ke
atas, rugas
bawah, rugas
jarang
sedikit
Klitoris
menonjol,
labia minora
membesar

Labia mayora
dan minora
sama-sama
menonjol

3
Pecah-pecah
daerah pucat,
vena jarang
Menghilang

4
Seperti
kertas kulit,
pecah-pecah
dalam, tidak
ada vena
Umumnya
tidak ada

Lipatan pada
2/3 anterior

Lipatan pada
seluruh
telapak kaki

Areola
terangkat,
puncak 3-4
mm

Areola
penuh,
puncak 5-10
mm

Keras dan
berbentuk;
recoil segera

Kartilago
tebal; telinga
kaku

Testes
dibawah,
rugas jelas

Testes
tergantung
rugas dalam

Labia
mayora
besar, labia
minora kecil

Labia
mayora
menutupi
clitoris dan
labia minora

5
Seperti kulit,
pecah-pecah,
berkeriput

SKOR

Untuk memastikan usia kehamilan bisa dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan neurologis, karena seperti yang telah dijelaskan diatas, bayi prematur
memiliki karakteristik yang khas. The Ballard Scoring System adalah sistem yang
paling sering dipakai oleh para dokter untuk memastikan usia kehamilan setelah
persalinan.
D. Diagnosis
Untuk mendiagnosis bayi prematur perlu dilakukan beberapa penilaian untuk
menyingkirkan diagnosis diagnosis bandingnya.
1. Penilaian umur kehamilan antenatal
Penilaian ini bisa menggunakan beberapa teknik, teknik yang paling mudah
adalah dengan menghitung usia kehamilan dengan menggunakan tanggal Hari
Pertama Haid Terakhir (HPHT), tetapi kendalanya adalah ibu mungkin lupa
kapan tepatnya HPHT nya. Cara lainnya adalah dengan mencatat kejadiankejadian selama kehamilan seperti gerakan janin, muncul denyut jantung janin.
Teknik ini juga sulit dilakukan pada ibu yang tidak menjalani perawatan
antenatal. Metode yang paling umum digunakan adalah metode McDonald
yaitu dengan mengukur tinggi fundus uteri dalam sentimeter diatas simfisis
pubis. Sementara itu, penentuan umur kehamilan antenatal yang lebih mutakhir
menggunakan seangkaian pemeriksaan ultrasonografi pada janin.
2. Penilaian umur kehamilan pasca persalinan
a. Penilaian umur kehamilan dengan pemeriksaan fisik bisa menggunakan 2
teknik yaitu dengan teknik Dubowitz dan Ballard, tetapi dewasanya teknik
Ballard lebih sering digunakan dibanding teknik Dubowitz karena teknik ini
lebih menyederhanakan Dubowitz.
b. Penilaian umur kehamilan dengan pemeriksaan neurologis dengan teknik
Dubowitz seperti yang telah dicantumkan sebelumnya.
c. Penilaian umur kehamilan berdasarkan pemeriksaan vaskularisasi anterior
kapsul lensa

E. Komplikasi
Ada beberapa masalah yang sering dijumpai pada bayi prematur dan BBLR
diantaranya :
1. Ketidakstabilan suhu sehingga meningkatkan resiko hipotermi akibat :
a. Peningkatan hilangnya panas tubuh
b. Kurangnya lemak subkutan
c. Raso luas permukaan tubuh terhadap berat badan besar
d. Produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan
ketidakmampuan untuk menggigil
2. Kesulitan pernapasan yang meningkatkan resiko asfiksia neonatorum dan gagal
napas yang diakibatkan oleh :
a. Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke PMH (penyakit membrane
hialin)
b. Resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks batuk, refleks
menghisap, dan refleks menelan
c. Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah
d. Pernapasan yang periodeik dan apnea
3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi yang diakibatkan oleh :
a. Refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu
b. Motilitas usus yang menurun
c. Pengosongan lambung tertunda
d. Pernernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang
e. Defisiensi enzim lactase pada brush border usus
f.

Menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh

g. Meningkatkan resiko EKN (enterokolitis nekrotikans)


4. Imaturitas hati beresiko menjadi ikterus neonatorum, akibat :
a. Konjugasi dan ekskresi bilirubin terganggu
b. Defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K
5. Imaturitas ginjal
a. Ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load yang besar

b. Akumulasi asam anorganik dengan asidosis metabolik


c. Ketidakseimbangan elektrolit, misalnya hiponatremia atau hipernatremia,
hiperkalemia atau glikosuria ginjal
6. Imaturitas imunologis
Resiko infeksi tinggi akibat :
a. Tidak banyak transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester
ketiga
b. Fagositosis terganggu
c. Penurunan faktor komplemen
7. Kelainan neurologis
a. Refleks isap dan telan yang imatur
b. Penurunan motilitas usus
c. Apnea dan bradikardia berulang
d. Perdarahan intraventrikel dan leukomalasia periventrikel
e. Pengaturan perfusi serebral yang buruk
f. Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE)
g. Retinopati prematuritas
h. Kejang
i. Hipotonia
8. Kelainan kardiovaskuler
a. Patent dustus arteriosus (PDA) merupakan hal yang umum ditemui pada
bayi premature
b. Hipotensi atau hipertensi
9. Kelainan hematologis
a. Anemia (onset dini atau lanjut)
b. Hiperbilirubinemia
c. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
d. Hemorrhagic disease of the newborn (HDN)
10. Metabolisme
a. Hipokalsemia

b. Hipoglikemia atau hiperglikolemia


Komplikasi jangka panjang bayi prematur diantaranya :
1. Gangguan perkembangan
2. Retinopathy of prematurity
3. Penyakit paru kronik
4. Gangguan pertumbuhan
5. Frekuensi hospitalisasi dan kesakitan pascanatal meningkat
6. Frekuensi anomali kongenital meningkat
Resiko anak terlantar dan ruda paksa pada anak meningkat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
IKTERUS NEONATUS

A. Definisi
Ikterus neonatorum (Ikterus: kuning , Neonatorum: bayi baru lahir) adalah
kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir
karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai
akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (disebut juga hiperbilirubinemia).
Warna kekuningan pada bayi baru lahir umumnya merupakan kejadian alamiah
(fisologis), namun adakalanya menggambarkan suatu penyakit (patologis). Bayi
berwarna kekuningan yang alamiah (fisiologis) atau bukan karena penyakit tertentu
dapat terjadi pada 25% hingga 50% bayi baru lahir cukup bulan (masa kehamilan
yang cukup), dan persentasenya lebih tinggi pada bayi prematur.
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin.
Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum
lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13
mg/dL.
B. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum
dapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan
darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.

2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar


Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil
transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.
Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.
Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
C. Gejala Klinis
Ikterus dapat ditemukan pada saat lahir atau dapat timbul setiap saat selama
periode neonatal, tergantung pada keadaan yang bertanggung jawab. Intesitas
ikterus tidak mempunyai hubungan klinis, dengan derajat hiperbilirubinemia,
terutama pada bayi yang sedang mendapatkan fototerapi. Oleh karena itu penentuan
bilirubin harus dilakukan pada semua bayi yang ikterus. Ikterus sebagai akibat
penimbunan bilirubin tidak langsung dalam kulit mempunyai kecenderungan
menimbulkan warna kuning muda atau jingga; sedangkan ikterus obstruksi
(bilirubin langsung) memperlihatkan warna kuning kehijau-hijauan atau kuning
kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat.
Ciri-ciri bayi kuning yang patut diwaspadai:
- Terlihat kuning pada bagian putih bola mata si bayi.
- Bila kulitnya ditekan beberapa detik akan terlihat warna kekuning-kuningan.

- Tidak aktif, cenderung lebih banyak tidur, suhu tubuh tidak stabil (naik-turun),
dan malas menyusu.
- Urin berwarna gelap (coklat tua seperti air teh)
- Bila kuning timbul dan terlihat dalam waktu kurang dari 24 jam setelah bayi lahir.
- Tubuh menguning berkepanjangan lebih dari satu minggu.
- Fesesnya tidak kuning, melainkan pucat (putih kecoklatan seperti dempul).2
D. Diagnosis
A. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat
digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada
neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence
pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat
keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan
skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara
visual, sebagai berikut:

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari


dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat
dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang
kurang.

Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di
bawah kulit dan jaringan subkutan.

Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang
tampak kuning.

B. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan
serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap
dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah

bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium
foil). Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar
bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
C. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan
prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang
gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna
kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB)
dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat
yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak
terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan
skrining, bukan untuk diagnosis.
Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif
untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102)
dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo).
Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia
gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada
konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini
didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki
korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi
cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB.
Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk
menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.
Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk
tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004)
menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin
sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi
biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.
D. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi
bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba
mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidaseperoksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi
terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan
pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan
bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka
pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat
digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
E. Patofisiologi
Ikterus pada penderita, terjadi akibat penyumbatan aliran empedu dan
kerusakan sel-sel parenkim. Peningkatan kadar bilirubin direk dan bilirubin
indirek di dalam serum ditemukan pada penderita. Penyumbatan aliran empedu
di dalam hati akan mengakibatkan tinja akholis. Pemulihan kembali aliran
empedu dapat mengakibatkan pengeluaran kadar bilirubin normal atau
bertambah ke duodenum. Urobilinogen, suatu hasil metabolisme bilirubin di
dalam usus; secara normal akan diserap kembali. Sel-sel parenkim hati yang
mengalami kerusakan mungkin tidak mampu mengeluarkan kemblai bahan ini
yang kemudian akan muncul di dalam air kemih penderita. Bukti lain dari
penyumbatan empedu adalah peningkatan alkali fosfatase dalam serum, seperti
juga 5-nukleotidase atau -glutamil tranpeptidase.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.

Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan


peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y
dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dl.2
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah
melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah,
hipoksia, dan hipolikemia.5
Inkompabilitas sistem Rh
Apabila seorang wanita Rh D-negatif (Rh d/d atau rr) hamil dengan
janin Rh D-positif, eritosit janin Rh D positif melintas ke dalam sirkulasi ibu
(biasanya pada saat persalinan) dan mensentisasi ibu untuk membentuk anti D.
Sentisasi lebih mungkin terjadi bila ibu dan janin memiliki golongan darah
ABO yang sesuai.Ibu juga dapat tersentisasi oleh

keguguran sebelumnya,

amniosentesis atau trauma lain pada plasenta , atau oleh transfuse darah. Anti D
melewati plasenta ke janin selama kehamilan berikutnya dengan janin Rh Dpositif, melapisi eritrosit janin dengan antibody dan menyebabkan destruksi selsel tersebut oleh system retikuloendotel, menyebabkan anemia dan ikterus. Bila

sang ayah heterozigot untuk antigen D (D/d), terdapat kemungkinan bahwa


50% fetus akan D positif.6
Inkompabilitas sistem ABO
lebih sering terjadi dan menimbulkan gambaran klinis yang serupa
namun biasanya lebih ringan. Ibu biasanya mempunyai golongan darah O dan
bayi bergolongan darah A atau B. Kadar hemolisin anti-A dan anti-B alamiah
akan meningkat tajam, tetapi akan kembali normal setelah kehamilan. Risiko
kehamilan berikutnya tidak meningkat, berbeda dengan penyakit rhesus.3
Pada 20% kelahiran, seorang ibu tidak memiliki golongan darah ABO
yang sesuai dengan janinnya. Ibu golongan darah A dan B biasanya hanya
mempunyai antibody ABO IgM. Mayoritas kasus HDN (hemolytic disease of
the newborn) ABO disebabkan oleh antibody IgG imun pada ibu golongan O.
Walaupun 15% kehamilan pada orang kulit putih merupakan ibu bergolongan O
dengan janin golongan A atau B, sebagian ibu tidak menghasilkan IgG anti-A
atau anti-B dan sangat sedikit bayi dengan penyakit hemotolik yang cukup berat
hingga memerlukan pengobatan. Tranfusi tukar diperlukan pada hanya satu dari
3000 bayi. Ringannya HDN ABO dapat dijelaskan sebagian oleh antigen A dan
B yang belum sepenuhnya berkembang pada saat lahir dan karena netralisasi
sebagian antibody IgG ibu oleh antigen A dan B pada sel-sel lain, yang terjadi
dalam plasma dan cairan jaringan.6
Berlawanan dengan HDN Rh, penyakit ABO dapat ditemukan pada
kehamilan pertama dan dapat/tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya.
F. Patofisiologi
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin
indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin
menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini
dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa

lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya
memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi
mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut
mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan
retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka
sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan
berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan
mental serta ketajaman pendengarannya.
G. Komplikasi
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin
indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin
menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini
dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa
lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya
memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi
mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut
mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan
retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka
sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan
berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan
mental serta ketajaman pendengarannya.
H. Penatalakasanaan
Terapi Sinar (fototerapi).
Fototerapi dilakukan dengan cara meletakkan bayi yang hanya
mengenakan popok (untuk menutupi daerah genital) dan matanya ditutup di
bawah lampu yang memancarkan spektrum cahaya hijau-biru dengan panjang
gelombang 450-460 nm. Selama fototerapi bayi harus disusui dan posisi
tidurnya diganti setiap 2 jam. Pada terapi cahaya ini bilirubin dikonversi

menjadi senyawa yang larut air untuk kemudian diekskresi, oleh karena itu
harus senantiasa. Keuntungan dari fototerapi ini adalah .
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi,
bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air
tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga
kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang
lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu
neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12
buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang
disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga
intensitasnya lebih efektif. Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian
diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat
kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk
mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah;
telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus
mengontrol apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika
sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa
dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah boleh dibawa
pulang. Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada
kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi
karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan
meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan
peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi
akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk
menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan
ASI pada si kecil.

Terapi Transfusi.
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan
terapi transfusi darah. Di khawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan
kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai
karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Untuk itu,
darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain.
Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar
darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang rendah, maka terapi
transfusi bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan proses
tranfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah masuknya kuman
penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi.
Meski begitu, terapi ini terbilang efektif untuk menurunkan kadar bilirubin
yang tinggi.
Terapi Obat-obatan.
Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat phenobarbital
atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga
bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan
yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi
timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti
fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi
bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk.. Akibatnya, bayi jadi
banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi
kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan bilirubin.
Disamping itu manfaat atau efek dari pemberian obat biasanya terjadi setelah 3
hari pemberian obat. Sehingga, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama
untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si kecil
sudah bisa ditangani.
Menyusui Bayi dengan ASI.

Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan
urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI
memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar
dan kecilnya.
Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter
karena pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi
(breast milk jaundice). Di dalam ASI terdapat hormon pregnandiol yang dapat
mempengaruhi kadar bilirubinnya. Meski demikian dalam keadaan bilirubin
yang tidak terlalu tinggi penghentian ASI tidak direkomendasikan. 7

DAFTAR PUSTAKA
1. Kosim,

M.

Sholeh,

dkk.2008.Buku

Ajar

Neonatologi

Dasar

Edisi

Pertama.IDAI:Jakarta
2. Kosim, M. Sholeh. Gawat Darurat Neonatus pada Persaliann Preterm. Sari
Pediatri, Vol.7, No. 4, MAret 2006: 225-231
3. Ballard JL, Khoury JC, Wedig K, et al: New Ballard Score, expanded to include
extremely premature infants.J Pediatrics 1991; 119:417-423.
4. Cunningham FG, MacDonald PC, et al. Williams Obstetrics. 18th edition . Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005: 706-721.
5. Nelson, Waldoe, 1996, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume I, Jakarta, EGC
6. Fanaroff AA, Martin RJ Eds. Neonatal-perinatal medicine disease of the fetus and
th

infant. 5 ed. St. Louis; Mosby-Year Book, 2000: 235-237

Anda mungkin juga menyukai