Unud-843-515068501-Bab II
Unud-843-515068501-Bab II
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Preeklamsi
Preeklamsi merupakan komplikasi pada 5-10% dari seluruh kehamilan
(WHO, 2002; Takahashi dan Martinelli, 2008) dan merupakan salah satu dari tiga
penyebab kematian terbanyak pada kehamilan setelah perdarahan dan infeksi
(Miller, 2007). Dahulu preeklamsi terdiri dari trias hipertensi, proteinuria dan
edema, namun pada saat ini NHBPE (National High Blood Pressure Education
Program)
DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation) juga dapat ditemukan pada kasus yang berat (Miller,
2007).
Sudah
banyak
teori
yang
menerangkan
patofisiologi
terjadinya
preeklamsi, tetapi tidak satupun yang dianggap benar secara mutlak. Teori-teori
tersebut seperti kelainan pada vaskularisasi plasenta, teori iskemik, radikal bebas
dan disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori
adaptasi kardiovaskuler, teori defisiensi genetik, teori defisiensi gizi dan teori
inflamasi (Angsar , 2003; Sibai, 2005).
Untuk memahami terjadinya preeklamsi harus dipahami fisiologi
perkembangan dan pembentukan plasenta terlebih dahulu. Pada perkembangan
normal
gelombang atau dua tahap. Tahap pertama sebelum usia kehamilan 12 minggu
terjadi invasi dan modifikasi dari arteri spiralis desidua. Invasi dan modifikasi ini
terjadi sampai batas terluar dari myometrium. Antara usia 12 sampai 16 minggu
terjadi invasi tahap kedua yaitu invasi pada intramyometrial arteri spiralis yang
menyebabkan perubahan dari lumen arteri spiralis yang sebelumya sempit
menjadi dilatasi dan menurunkan tahanan pada pembuluh darah uteroplasenter ini.
Apabila terjadi kelainan atau abnormalitas pada tahap ini maka dapat berkembang
menjadi preeklamsi (Cunningham dkk, 2005). Terdapat dua hal penting yang
memegang peranan sentral terhadap terjadinya preeklamsi (Wang dan Alexander,
2000 ; Hladunewich dkk, 2007).
Dua hal penting patofisiologi dari penyebab preeklamsi tersebut adalah :
yang menghambat invasi pada permukaan sel nya dan mengadopsi fenotip dari sel
permukaan dari endotel sehingga melakukan up regulate pada a1b1, aVb3 dan
VE
cadherin
yang
meningkatkan
invasi,
proses
ini
dikenal
sebagai
abnormal
pada
sel
trofoblas
sehingga
tidak
terjadi
pseudovaskulogenesis dan hal ini merupakan tahap awal untuk terjadinya iskemia
plasenta (Sharma dkk, 2010).
2. Disfungsi endotel dalam vaskularisasi maternal.
Plasenta memegang peranan penting dalam patogenesis dan patofisiologi dalam
preeklamsi. Plasentasi yang abnormal dalam preeklamsi menyebabkan terjadinya
maladaptasi imun dan implantasi plasenta yang kurang sempurna, yang
menyebabkan terjadinya kegagalan remodelling fisiologis dari pembuluh darah
desidua dan tidak sempurnanya perkembangan vaskularisasi plasenta. Hal penting
lain yang menyebabkan terjadinya preeklamsi adalah disfungsi endotel yang
menyebabkan peningkatan lipid peroksidase dan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi vasokonstriktor tromboksan (TXA2) dan vasodilator prostasiklin
10
prostasiklin merupakan
vasodilator dan
tromboksan
merupakan
menyebabkan
peningkatan
rasio
tromboksan
prostasiklin
dan
11
12
13
14
Gambar 2.6. Struktur molekul High Density Lipoprotein (Sumber : Toth, 2005)
HDL merupakan partikel lipoprotein yang terkecil, namun memiliki
volume yang paling banyak dibanding lipoprotein yang lain. Hal ini disebabkan
oleh HDL memiliki proporsi HDL yang paling banyak mengandung protein. HDL
mengandung apolipoprotein terutama apo A-I dan apo A-II. Di dalam hati
lipoprotein ini disintesis dari struktur kompleks apolipoprotein dan phospholipid.
15
LCAT
Protein) sehingga ukuran HDL yang tadinya kecil menjadi semakin membesar
(Eckardstein dkk, 2001).
HDL membawa kolesterol terutama ke dalam hati atau organ
steroidogenic lain seperti adrenal, ovary, dan testes melalui jalur langsung dan
tidak langsung. HDL kemudian dikeluarkan dari sirkulasi melalui reseptor HDL
seperti Scavenger receptor (SR-BI), yang memperantarai pengambilan selektif
kolesterol dari HDL. Pada manusia jalur ini berlangsung melalui jalur tidak
langsung, yang diperantarai oleh CETP (Cholesteryl Ester Transfer Protein).
Protein ini menukar trygliserid dari VLDL dengan Cholesteryl Ester dari HDL.
Sebagai hasilnya, VLDL diproses menjadi LDL, LDL ini dikeluarkan dari
sirkulasi melalui reseptor LDL. Trygliserid yang berada di dalam HDL ini
merupakan Trigliserid yang tidak stabil, yang kemudian didegradasi oleh hepatic
lipase sehingga yang tertinggal hanya partikel HDL yang kecil, yang memulai
16
Gambar 2.7. Metabolisme HDL dan fungsinya dalam mengantarkan kolesterol dari
jaringan yang dimetabolisme kembali dalam hati (Sumber : Eckardstein dkk, 2001).
Jalur yang menjelaskan mengenai perubahan dari HDL. HDL3 dan HDL2
mature dihasilkan dari Lipid-free apo A-I atau lipid pre -HDL sebagai
prekursornya. Prekursor ini dihasilkan dari HDL yang berasal dari hati atau usus.
ABC1 memperantarai transport lipid dari sel yang penting sebagai tahap awal,
kemudian LCAT memperantarai esterifikasi dari kolesterol yang membentuk
partikel HDL berbentuk bulat yang terus membesar ukurannya seiring dengan
esterifikasi kolesterol HDL dalam sirkulasi dan PLTP memperantarai fusi atau
penggabungan dari cholesteryl ester ke dalam inti lipoprotein HDL.
Kolesterol yang dikirimkan ke dalam hati kemudian diekskresikan ke
dalam empedu dan usus setelah sebelumnya diubah menjadi asam empedu.
Transport kolesterol HDL ke organ adrenal, ovarium, dan testis penting untuk
sintesis hormon steroid.
17
Langkah langkah metabolisme HDL ini memiliki peran penting pada transport
kolesterol dari makrofag lipid-laden pada arteri atherosklerosis, yang juga dikenal
sebagai sel busa ke dalam hati yang setelah itu diekskresikan menjadi asam
empedu. Jalur ini juga dikenal dengan reverse cholesterol transport dan diketahui
memiliki pengaruh protektif HDL terhadap terjadinya aterosklerosis.
Selain itu HDL membawa banyak kandungan lipid dan protein, namun
masing masing jenisnya dalam konsentrasi yang sangat kecil tetapi memiliki
aktivitas biologi yang sangat besar. Sebagai contoh, HDL bersama dengan
struktur protein dan lipid berperan dalam membantu menghambat proses oksidasi,
inflamasi, aktivasi sel endotel, koagulasi dan agregasi platelet. Sehingga dapat
disimpulkan HDL memiliki peran penting dalam menghambat terjadinya proses
atherosklerosis (Loshak, 2001).
Semakin tinggi HDL dalam sirkulasi maka semakin baik dan besar
manfaatnya untuk mencegah terjadinya Atherosklerosis dan Preeklamsi. Menurut
National Cholesterol Education Program, suatu badan yang memiliki peran besar
dalam perkembangan penelitian kolesterol di Amerika mengemukakan bahwa,
kadar HDL yang rendah didefinisikan apabila kadar HDL yang lebih rendah atau
sama dengan 50 mg/dL. AHA mengemukakan bahwa sebaiknya untuk mencegah
terjadinya atherosklerosis maka wanita dan pria sebaiknya memiliki kadar HDL di
atas 50mg/dL. Karena kadar 50 mg/dL berdasarkan penelitian mereka merupakan
nilai minimal yang sebaiknya ada untuk mencegah Aterosklerosis (Toth, 2005).
Jayante mengemukakan pada penelitiannya pada wanita hamil normal tanpa
preeklamsi didapat kadar HDL dengan mean 45,9 mg/dL8.00 (Jayante dkk,
18
2006).
2.3 Patofisiologi aterosklerosis
Untuk memahami proses terjadinya aterosklerosis maka harus dipahami
terlebih dahulu gambaran histologi dan fisiologi dari pembuluh darah normal.
Unsur pokok dari dinding pembuluh darah adalah sel endotel dan sel otot polos,
dan ECM (Extracellular Matrix), termasuk di dalamnya adalah elastin, collagen,
dan Glycosoaminoglycans. Tiga lapisan penyusun dari pembuluh darah ini ialahintima, media, adventitia dan ketiga lapisan ini lebih mudah diidentifikasi pada
pembuluh darah besar (Schoen, 2005).
19
lapisan media ini terdapat tunika adventitia, yang terdiri dari jaringan ikat dengan
serat saraf dan vasa vasorum di dalamnya (Schoen, 2005).
Karena unsur terpenting dari pembuluh darah adalah sel endotel dan sel
otot polos maka kedua bagian ini memegang peran penting pada biologi
pembuluh darah dan patologinya. Fungsi dari kedua komponen ini mempengaruhi
mekanisme kerja respon dari hemodinamik dan rangsangan biokimia. Mengetahui
bagaimana pembuluh darah berfungsi, beradaptasi terhadap keadaan patologis,
dan responsnya terhadap cedera membantu kita memahami kondisi spesifik
patologis, mekanismenya, dan komplikasi komplikasi yang terjadi. Lebih jauh lagi
dengan memahami mekanisme kerja dari pembuluh darah ini terhadap penyakit
preeklamsi dapat membantu perkembangan pilihan terapi untuk mengobati atau
mencegah timbulnya penyakit pada pembuluh darah yang merupakan penyebab
terpenting dari terjadinya mortalitas dan morbiditas.
2.3.1 Sel endotel
Sel endotel terdiri dari selapis sel, yang memanjang dan melapisi lumen
dari pembuluh darah. Struktur dan fungsi dari sel endotel ini merupakan bagian
penting untuk menjaga keberlangsungan homeostasis dinding pembuluh darah dan
fungsi sirkulasi yang normal. Sel endotel terdiri dari weibel palade bodies, 0,1 pm
wide, 3 pm-long membran terikat pada faktor von Willebrand (vWF). Sel endotel
dapat diidentifikasi secara immunohistokimia dengan antibodi tehadap Platelet
Endothelial Adhesion Molecule-1 (PECAM-1), Cluster of differentiation 34
(CD34), dan vWF (Schoen, 2005).
Sel endotel merupakan sel yang memiliki berbagai fungsi dan memiliki
20
Gambar. 2.9 Sel endotel yang merespon terhadap stimulus lingkungan dari luar yaitu
causes (Activators) dan Consequences (Induced Genes) (Sumber: Schoen, 2005)
Sel endotel
dengan cara merubah fungsi fisiologisnya dan meningkatkan zat yang diperlukan
sehingga merubah fungsinya, ini adalah suatu keadaan yang dikenal sebagai
aktivasi endotel. inducers atau faktor pencetus dari aktivasi endotel ini di
antaranya adalah cytokines dan bacterial product, yang dapat menyebabkan
inflamasi dan syok septik, Stress hemodinamik dan dislipidemia yang dapat
21
baik
vasokonstriksi
maupun
vasodilatasi,
molekul
histokompatibilitas mayor, dan berbagai produk biologi yang lainnya. Sel endotel
ini mempegaruhi vasoreaktivitas pada sel otot polos melalui dihasilkannya bahan
vasoaktif (seperti NO) yang menyebabkan vasodilatasi dan endothelin yang
menyebabkan vasokonstriksi. Fungsi endotel yang normal dicirikan dengan
adanya keseimbangan dari faktor faktor tersebut .
Disfungsi endotel didefinisikan sebagai perubahan fungsi yang mengganggu
vasoreaktivitas atau menyebabkan lumen pembuluh darah menjadi trombogenic
atau pembuluh darah menjadi bersifat lebih adhesive terhadap sel inflamasi.
Sehingga lumen pembuluh darah membentuk trombus, terjadi aterosklerosis, dan
terjadi hipertensi dan kelainan lain. Disfungsi endotel ini terjadi sangat cepat
(dalam beberapa menit), reversibel, dan sangat tergantung oleh mediator vasoaktiv
yang lain yang menyebabkan kerusakan endotel ini. Namun beberapa bentuk
disfungsi endotel yang lain juga dapat terjadi dalam waktu yang relatif lebih lama
dalam hitungan jam atau hari dalam perkembangannya (Schoen, 2005). Disfungsi
endotel ini juga dapat menyebabkan peningkatan tromboksan yang dapat
menyebabkan peningkatan vasospasmus pada preeklamsi (Coskun dan Ozdemir,
2008). Untuk mendeteksi adanya disfungsi endotel ini terdapat beberapa marker
22
FGF (Fibroblast
23
untuk penebalan dan hilangnya elastisitas dari dinding arteri. Dikenal tiga pola
bentuk dari arteriosklerosis yang berbeda secara patofisiologi, klinis, dan kejadian
patologis :
1.
2.
3.
2.3.4 Aterosklerosis
Aterosklerosis ditandai dengan adanya lesi pada intima yang disebut
dengan ateroma, yang memasuki dan menyumbat lumen pembuluh darah.
Mekanisme terjadinya atherosklerosis adalah ditandai dengan adanya lapisan
lemak, lapisan lemak ini terdiri dari lemak yang terdiri dari sel busa. Lapisan ini
pada awalnya tidak berpengaruh apa apa dan kemudian tidak mempengaruhi
aliran darah. Lapisan lemak dimulai dengan adanya lapisan kuning, bercak datar
yang berukuran kurang dari 1mm diameternya yang kemudian memanjang dapat
mencapai 1cm atau lebih panjang lagi. Lapisan ini mengandung T limfosit dan
lemak ekstraseluler (Schoen, 2005).
Lapisan lemak kemudian berkembang menjadi plak aterosklerosis, setelah
itu proses utama terjadinya aterosklerosis ini ialah penebalan lapisan intima dan
akumulasi lipid. Suatu ateroma terjadi melalui suatu plak atherosklerosis yang
membesar perlahan lahan berasal dari lapisan intima yang memiliki konsistensi
24
kenyal berwarna kuning dan memiliki inti lipid yang di luarnya dilapisi oleh
jaringan ikat putih berbentuk kapsul. Plak ini memiliki diameter awal 0,3-1,5cm
namun dapat juga lebih besar (Schoen, 2005).
Plak aterosklerosis memiliki 3 komponen penting :
1.
Sel, termasuk di dalamnya adalah sel otot polos, makrofag dan leukosit lain
2.
3.
terdiri dari sel otot polos dan matriks ekstsraseluler kemudian lapisan yang lebih
dalam lagi terdiri dari area seluler yang terdiri dari makrofag, sel otot polos, dan T
limfosit. Lapisan lebih dalam lagi dari kapsul fibrosa tersebut inti nekrosis yang
mengandung massa lipid (terutama kolesterol dan kolesterol ester), debris dari sel
sel mati, sel busa, fibrin berbagai macam trombus dan plasma protein lain. Sel
busa berbentuk sangat besar, sel lipid laden yang berasal terutama dari monosit
darah (jaringan makrofag), Namun sel otot polos ini juga menelan lipid untuk
kemudian membentuk suatu sel busa. Akhirnya di tepi dari lesi lesi tersebut dapat
ditemukan adanya suatu neovaskularisasi (pembuluh darah kecil yang
berproliferasi). Sehingga Ateroma ini ditemukan banyak sekali unsur lipid pada
sebagian besar struktur penyusunnya (Schoen, 2005).
Plak aterosklerosis kemudian dapat membesar secara progresif melalui
kematian sel dan degenerasi, sintesis dan degradasi (remodelling) dari matriks
ekstraseluler dan organisasi dari trombus. Lebih jauh atheroma ini kemudian
25
merupakan
faktor resiko
utama
untuk
terjadinya
Cedera sel endotel kronis, yang biasanya terjadi secara kronis dan menahun
sehingga meningkatkan permeabilitas, dan perlekatan leukosit.
2.
3.
4.
5.
6.
Pelepasan dari faktor yang mengaktivkan platelet, makrofag atau sel vaskular
26
yang menyebabkan migrasi dari sel otot polos dari media ke dalam lapisan
intima.
7.
Proliferasi dari sel otot polos ke dalam intima, dan perluasan dari matriks
ekstraseluler, menyebabkan akumulasi kolagen dan proteoglikan.
8.
Peningkatan akumulasi lipid di dalam sel (makrofag dan sel otot polos) dan
ekstraseluler.
Gambar. 2. 10 Perubahan dari LDL menjadi Oxidized LDL yang membentuk sel
busa dan penurunan kadar HDL menyebabkan disfungsi endotel sehingga terjadi
migrasi sel otot polos ke dalam lapisan intima (Sumber : Schoen, 2005)
2.3.5 Cedera Endotel pada Aterosklerosis
Cedera endotel yang berulang atau kronis merupakan faktor penting untuk
terjadinya aterosklerosis. Cedera endotel ini bisa diakibatkan oleh hiperlipidemia,
hipertensi, merokok, reaksi imun, dan lain sebagainya. Sitokin inflamasi seperti
TNF, merangsang ekspresi dari gen endotel yang menimbulkan aterosklerosis.
Namun gangguan dari aliran darah dan pengaruh dari kolesterol juga berperan
penting untuk terjadinya cedera endotel. Sebagai contoh terjadinya aterosklerosis
27
ini lebih mudah terjadi pada dinding posterior aorta abdominalis di mana sering
terjadi gangguan aliran darah dan terbentuk plak karena pada dinding posterior
aorta abdominal mudah terjadi aliran darah turbulens (Schoen, 2005).
Sedangkan pada area yang aliran darahnya lancar, maka pembuluh darah
di area ini cukup terproteksi sehingga pada area ini memiliki mekanisme sistem
blok untuk terjadinya inflamasi, padahal inflamasi dipercaya menyebabkan
disfungsi endotel dan apoptosis sel endotel. Pada area yang aliran darahnya lancar
ini juga merangsang gen endotel untuk menghasilkan suatu antioxidant
superoxide dismutase yang mencegah timbulnya lesi. Peran kolesterol juga
hampir mirip mekanismenya di mana pada pembuluh darah yang memiliki
endapan kolesterol yang lebih banyak memiliki kecenderungan untuk terjadi
aterosklerosis akibat dari peningkatan faktor inflamasi seperti TNF (Tumor
Necrosis Factor), dan penurunan dari antioxidant superoxide dismutase.
2.3.6 Lipid pada Aterosklerosis
Kelainan kadar lipid pada aterosklerosis disebabkan oleh (Schoen, 2005) :
1.
2.
3.
Struktur penyusun utama dari pembentuk plak ateroma ialah kolesterol dan
kolesterol ester. Oxidized LDLditemukan pada makrofag di dalam arteri
ditempat ditemukannnya plak ateroma.
28
2.
Kelainan
genetik
dalam
metabolisme
lipoprotein
menyebabkan
Pada hewan percobaan yang diberikan diet tinggi kolesterol ditemukan lesi
aterosklerosis pada pembuluh darahnya.
4.
5.
Menurunkan kadar serum kolesterol dengan diet rendah kolesterol dan obat
obatan menurunkan angka kejadian aterosklerosis.
2.
3.
29
monosit pada lesi dan merangsang pelepasan faktor pertumbuhan dan sitokin
dan kemudian menyebabkan kerusakan sel endotel.
2.3.7 Sel otot polos pada aterosklerosis
Gambar. 2.11 Perpindahan sel otot polos dan makrofag ke dalam lapisan intima
menyebabkan kerusakan endotel dan timbulnya plak aterosklerosis
(Sumber : Schoen, 2005).
Sel otot polos bermigrasi dari tunika media ke dalam tunika intima, yang
kemudian berproliferasi dan mengendapakan komponen matriks ekstraseluler,
merubah lapisan lemak menjadi fibrofatty atheroma mature, dan berkontribusi
dalam perkembangan progresif lesi aterosklerosis. Beberapa faktor pertumbuhan
yang dapat menyebabkan proliferasi sel otot polos ini di antaranya ialah PDGF
(yang dilepaskan akibat adanya cedera sel endotel dan makrofag), FGF, dan TGF. Sel otot polos ini juga berkontribusi dalam pembentukan sel busa dan sel otot
polos juga mensintesis molekul matriks ekstraseluler (terutama kolagen) yang
menstabilkan plak aterosklerosis.
Dari pembahasan di atas disimpulkan bahwa pembentukan ateroma terdiri
dari reaksi inflamasi kronis, makrofag, limfosit, sel endotel, dan sel otot polos
30
31
mensuplai nutrisi lipid untuk fetus yang sedang berkembang. Konsentrasi plasma
kolesterol dapat meningkat sampai 50%. Pada beberapa keadaan, mekanisme
yang mengatur hyperlipidemia fisiologis ini mengalami malfungsi. Pada wanita
dengan preeklamsi, terdapat peningkatan kadar LDL dan menunjukkan bahwa
oxidized LDL berkontribusi terhadap pembentukan sel busa pada desidua dan hal
ini mirip dengan mekanisme terjadinya aterosklerosis.
Lipoprotein terbagi menjadi beberapa kelas kelas yang memiliki fungsi
dan metabolisme yang berbeda beda. Pada saat ini belum benar benar ada
penelitian yang meneliti mengenai kadar LDL dan HDL subfraksi pada
preeklamsi, padahal sebenarnya hal ini penting untuk dilakukan penelitian lebih
lanjut karena oxidized LDL akan lebih mudah terbentuk jika terdapat peningkatan
LDL terutama small dense LDL dan penurunan kadar HDL. Sehingga apabila
terbentuk Oxidized LDL maka kejadian aterosklerosis akan meningkat dan
menimbulkan terjadinya sindrom preeklamsi (Schoen, 2005).
Small dense LDL yang berukuran kecil dan padat yang meningkat pada
pasien preeklamsi ini 3 kali lebih berbahaya daripada LDL biasa karena :
1.
2.
lebih sedikit, sedangkan kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi. Sehingga
menimbulkan peningkatan terjadinya aterosklerosis.
Penelitian yang dilakukan oleh Sattar dan Bendomir tahun 1997 pada
wanita preeklamsi sebagai kasus dan wanita hamil normal sebagai kontrol
32
33
34
vasomotor dari sel endotel (Savvidou dkk, 2003) dan peningkatan pressor respons
terhadap angiotensin. Ini menunjukkan bahwa perubahan dari profil lipid dan
rasio LDL/HDL memegang peranan penting pada perkembangan penyakit
Preeklamsi.
2.5 Rasio Low Density Lipoprotein / High Density Lipoprotein
Rasio ini didapatkan melalui membagi LDL dengan HDL. Rasio ini sangat
berhubungan erat dengan terjadinya plak aterosklerosis (Loshak, 2001) dan risiko
terjadinya preeklamsi meningkat seiring dengan peningkatan rasio LDL/HDL ini
bahkan pada penelitian kasus kontrol pada 567 wanita didapatkan peningkatkan 4
kali lipat resiko untuk terjadinya preeklamsi dibandingkan pada sampel normal
(Williams dkk, 2004).
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Jayante dkk pada tahun 2006
menemukan bahwa terjadi penurunan HDL dan peningkatan dari LDL pada
preeklamsi, dan seiring dengan peningkatan derajat preeklamsi ini dari preeklamsi
ringan menjadi preeklamsi berat maka terjadi peningkatan rasio LDL dan HDL
yaitu 2,89 pada pre eklampsia ringan menjadi 3,08 pada preeklamsi berat.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yeasmin dkk pada tahun 2009 juga
menunjukkan bahwa pada kasus tanpa preeklamsi total rasio LDL dan HDL
adalah sebesar 2,94 sedangkan total rasio LDL dan HDL pada kasus dengan
eklampsia adalah sebesar 3,63. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 pada
159 wanita hamil melalui studi kasus kontrol juga didapat pada wanita dengan
preeklamsi yaitu mean rasio LDL/HDL adalah 2,71 dan pada wanita normal mean
ratio nya adalah 2,12 dengan menetapkan cut off apabila lebih besar atau sama
35