Anda di halaman 1dari 20

A.

Pengertian

Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering
( Mansjoer, 2000 : 307).
Appendiksitis Akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001 : 80).
Appendiksitis adalah penyebab paling umum dari inflamasi akut
kuadran kanan kanan bawah rongga abdomen dan penyebab
paling umum dari pembedahan abdomen darurat (Brunner and
suddart, 2000).
Appendiksitis merupakan peradangan pada usus buntu
/appendiks (Anonim, Appendiksitis, 2007).
Appendiksitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai
cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus yang memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh
peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur
(Anonim, Appendiks, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas penulis
menyimpulkan, appendiksitis adalah peradangan pada usus
buntu pada kuadran kanan bawah rongga abdomen, yang dapat
sembuh tanpa perawatan pada kasus ringan dan pada kasus
berat memerlukan pembedahan laparotomi.
B.
1.

Etiologi
Menurut Syamsuhidayat, 2004 : 72

a.
Fekolit / massa fekal padat karena konsumsi diit rendah
serat

b.

Tumor Appendiks

c.

Cacing Ascaris

d.

Erosi mukosa appendiks karena parasit E.Histolytica

e.
2.

Hiperplasia jaringan limfe.


Menurut Mansjoer, 2000 : 307

a.

Hiperplasia folikel limfoid

b.

Fekolit

c.

Benda asing

d.

Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya

e.
3.

Neoplasma
Menurut Irga, 2007 :

Terjadinya appendiksitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi


bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya
penyakit ini. Diantara obstruksi yang terjadi pada lumen
appendiks. Obstruksi pada lumen appendiks ini biasanya
disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras dan striktur.
Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen
appendiks adalah fekolit dan hiperplasia jaringan limfoid.

C.

Klasifikasi

Klasifikasi Appendiksitis menurut


Syamsuhidayat 2004 : 78, terbagi atas 2 yakni :
1.

Appendiksitis Akut, dibagi atas :

a.

Appendiksitis akut fokalis/ segmentalis

Yaitu setelah sembuh akan timbul striktur local

b.

Appendiksitis purulenta difusi

Yaitu sudah bertumpuk nanah


2.

Appendiksitis kronis, dibagi atas :

a.

Appendiksitis kronis fokalis atau parsial

Yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.


b.

Appendiksitis kronis obliteritiva

Yaitu appendik miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

D.

Manifestasi Klinis

1.

Menurut Anonim, Appendiksitis, 2007

Appendiksitis memiliki gejala kombinasi yang khas yang terdiri


dari :
Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bawah. Nyeri
bisa secara mendadak dimulai perut sebelah atas atau disekitar
pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam rasa
mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian
bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan
nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan nyeri bisa
bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37, 8 38o celcius.Pada
bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh disemua
bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak
terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu
terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi
berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

2.

Menurut Betz, Cecily 2000 : 298

a.
Sakit, kram di peri umbilikus menjalar ke kuadran kanan
bawah.
b.

Anorexia.

c.

Mual.

d.
Muntah (tanda yang umum, kurang umum pada anak yang
lebih besar).
e.
Demam ringan di awal penyakit, dapat naik tajam pada
peritonitis.
f.
g.

Nyeri lepas.
Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.

h.

Konstipasi.

i.

Diare.

j.

Disuria.

k.

Iritabilitas.

l.
Gejala berkembang cepat, kondisi dapat di diagnosis
dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
3.

Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 : 310.

Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah


umbilicus/periumbilicus yang berhubungan dengan muntah.
Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan/batuk.
Terdapat juga keluhan anorexia, malaise, dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadangkadang terjadi diare, mual, muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin
progesif dan dengan pemeriksaan sesama akan dapat

ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada


kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri.
Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda rousing,
psoas dan obturatorpositif, akan semakin menyakinkan diagnosa
klinis.

E.

Patofisiologi

Menurut Mansjoer, 2000 : 320


Appendiksitis biasanya disebabkan oleh adanya penyumbatan
lumen appendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekolit, benda
asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya /
neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan
menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan
terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan.
Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan, semakin lama mukus
semakin banyak, namun elastisitas dinding appendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan tesebut akan menghambat aliran
limfe yang mengakibatkan edema, diapdesis bakteri, dan
ulserasi mukus.
Pada saat ini terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium, sumbatan menyebabkan nyeri sekitar
umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. Invasi kuman E.Coli
dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, sub mukosa
lapisan muskularisa dan akhirnya ke peritonium parietalis
terjadilah peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik,
bila sekresi mukus terus berlanjut tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat

sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah, keadaan ini


yang kemudian disebut dengan appendiksitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
appendiks yang diikuti dengan ganggren, stadium ini disebut
dengan appendiksitis ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
pecah akan menyebabkan appendiksitis perforasi. Bila proses
tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infltrate appendikkularis. Peradangan appendiks
tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.
Pada anak anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks
lebih panjang, dinding appendiks lebih tipis. Keadaan demikian
ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
Tahapan peradangan appendiksitis :
1.

Appendiksitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)

2.
Appendiksitis akuta perfrate (termasuk appendiksitis
ganggrenosa, karena dinding appendiks sebenarnya sudah
terjadi mikro perforasi).

G.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas


annamnesa ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
a.
Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4
hal yang penting adalah :
1.
Nyeri mula mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang
beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah.

2.

Muntah oleh karena nyeri visceral.

3.

Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).

4.
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu
makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan di
perut terasa nyeri.
b.

Pemeriksaan yang lain

1.

Lokalisasi

Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh


perut, tetapi paling terasa nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah
infiltrat, infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan
kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney
2.

Test Rectal

Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan


penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
3.

Pemeriksaan Laboratorium

a.
Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk
melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang
pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis
yang lebih tinggi lagi.
b.

Hb (hemoglobin) nampak normal.

c.
Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
appendicitis infiltrat.
d.

Urine penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

4.

Pemeriksaan Radiologi.

Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa


appendicitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala
dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :

a.
Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara
dan cairan.
b.

Kadang ada fekolit (sumbatan).

c.
Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas
dalam diafragma.

H.

Penatalaksanaan

Penatalaksaan appendiksitis menurut mansjoer, 2000 : 320


1.

Sebelum operasi

a.

Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.

b.

Pemasangan kateter untuk control produksi urin.

c.

Rehidrasi.

d.
Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan
secara intravena.
e.
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti
mengigil, largaktil untuk membuka pembuluh pembuluh darah
perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
f.

Bila demam harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

2.

Operasi

a.

Appendiktomi.

b.
Appendiks dibuang, jika appendiks mengalami perforasi
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologi dan antibiotik.
c.
Abses appendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya
mungkin mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase
dalam jangka waktu beberapa hari. Appendiktomi dilakukan bila

abses, dilakukan operasi effektif sesudah 6 minggu sampai 3


bulan.
3.

Pasca Operasi

a.

Observasi TTV

b.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga
aspirasi cairan dapat dicegah.
c.

Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

d.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan selama pasien dipuasakan.
e.
Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
f.
Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu
dinaikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan
saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
g.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
h.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar
kamar.
i.
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.

Komplikasi
Menurut Irga, 2007
Appendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan
spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan

mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami


perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama
observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda tanda perforasi meliputi meningkatnya
nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan
tanda peritonitis umum/abses yang
terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin
jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan
abses telah terjadi sejak klien pertama kali datang, diagnosis
dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang
dilakukan adalah operasi untuk menutup asal
perforasi, sedangkan tindakan lain sebagai penunjang adalah
tirah baring dalam posisi semi fowler mdium, pemasangan
NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian
penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan
dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi
untuk mengatasi anemia dan penanganan syok septik secara
intensif bila ada.
Bila terbentuk abses appendiks akan teraba massa
dikuadaran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke
arah rectum/vagina. Terapi ini dapat diberikan kombinasi
antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol /
klindamisin). Dengn sedian ini abses akan segera menghilang dan
appendiktomi dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses
yang tetap progesif harus segera dilakukan drainase. Abses
daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum / vagina dengan
fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi
tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai
bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali dan
ikterus setelah terjadi perforasi appendiks. Pada keadaan ini

diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase.


Komplikasi lain yang terjadi adalah abses subfrenikus dan fokal
sepsis intra abdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi
akibat perlengkatan.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A.

Pengkajian

Pengkajian menurut wong (2003), Betz (2002), anta a lain :


1.

Wawancara

Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya


mengenai :
a.
Keluhan utama klien, akan mendapatkan nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
b.
Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan
dengan masalah kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada
orang tua.
c.

Diet, kebiasaan makan makanan rendah serat.

d.

Kebiasaan eliminasi.

2.

Pemeriksaan fisik

a.
Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
b.

Sirkulasi :

Takikardia.

c.

Respirasi :

d.

Aktivitas/istirahat : malaise

Takipnoe, pernafasan dangkal.

e.
Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri
lepas, kekakuan, penurunan/ tidak ada bising usus.

f.
Eliminasi :
kadang.

konstipasi pada awitan awal, diare kadang-

g.
Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri abdomen sekitar
epigastrium dan umbilicus yang meningkat berat dan terlokalisasi
pada titik Mc. Burneys, meningkat karena berjalan, bersin, batuk
atau nafas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan / posisi duduk tegak.
h.

Demam lebih dari 38o celcius.

i.

Data psikologis klien nampak gelisah.

j.

Ada perubahan denyut nadi dan pernafasan.

k.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
l.
Berat badan sebagai indikator untuk menentukan
pemberian obat.
3.

Pemeriksaan Penunjang

a.
Tanda- tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus
(gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
b.
Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
appendiksitis infiltrate.
c.
Urin rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada
ginjal.
d.
e.

Peningkatan leukosit, neutrofilia tanpa eosinofil.


Pada enema barium appendik tidak terisi

f.
Ultrasound : fekolit non klasifikasi, appendiks non
perforasi, abses appendiks.

B.

Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

Menurut Dongoes, 2000 hal 509-512 :


1.

Nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan

Tujuan : Melaporakan nyeri berkurang / hilang


Intervensi :
a.
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya(skala 110), selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan cepat
Rasional : Perubahan dalam lokasi/intensitas tidak umum tetapi
dapat menunjukkan terjadinya komplikasi.
b.

Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

Rasional : Memudahkan drainase cairan/luka karena gravitasi


dan membantu meminimalkan nyeri karena karena gerakan.
c.

Dorong ambulansi dini

Rasional :
d.

meningkatkan normalisasi fungsi organ.

Berikan aktivitas hiburan.

Rasional : Fokus perhatian kembali, meningkatkan


relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
e.

Ajarkan teknik distraksi relaksasi nafas dalam.

Rasional : Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan


kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali
perhatian.

f.

Berikan analgetik sesuai indikasi.

Rasional : Analgetik menekan stimulasi saraf pusat pada


talamus dan korteks serebri.

2.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terbukanya port
de entry kuman.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi, meningkatkan penyembuhan luka
dengan benar.
Intervensi :
a.
Awasi tanda-tanda vital, perhatikan
demam, menggigil, berkeringat, meningkatnya nyeri abdomen.
Rasional : Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis.
b.
Lakukan pencucian tangan yang baik perawatan luka
dengan teknik aseptik
Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c.

Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik

Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.


d.

Lihat insisi dan balutan, catat adanya edema.

Rasional : Mendeteksi dini terjadinya proses infeksi.


e.

Berikan antibiotik sesuai indikasi

Rasional : Diberikan secara profilitik/menurunkan jumlah


organisme(pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk
menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga
abdomen.
3.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik/nyeri
Tujuan : Pasien memperlihatkan kemajuan aktifitas
Intervensi :
a.

Kaji respon individu terhadap aktifitas

Rasional : Menetapkan kemampuan klien


b.
Meningkatkan aktifitas secara bertahap melakukan rentang
gerak 2x/hari
Rasional : Melatih klien bergerak secara periodik.
c.

Ukur tanda-tanda vital

Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien


d.

Kurangi intensitas, frekuensi / lamanya aktifitas.

Rasional : Mencegah kelelahan fisik.


4.
Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anorexsia (mual, muntah).
Tujuan :
hilang.

Kebutuhan nutrisi terpenuhi, mual, dan muntah

Intervensi
a.

Kaji makanan kesukaan klien

Rasional : Memberikan bantuan dalam penentuan diit dengan


nutrisi adekuat untuk kebutuhan nutrisi dan metabolik.
b.

Pantau masukan makanan

Rasional :
c.

Membantu dalam mempertahankan masukan.

Anjurkan klien minum air hangat

Rasional :

Merangsang nafsu makan.

d.
Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan atau
menyiapkan makanan selagi hangat.
Rasional :

Makanan hangat dapat merangsang nafsu makan.

5.
Resiko tinggi terhadap kekurangan volumen cairan
berhubungan dengan pembatasan pasca operasi, status
hipermetabolik.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan
dengan turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, kelembaban
membran mukosa.
Intervensi :
a.

Awasi tekanan darah dan nadi

Rasional : Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi


volume intravaskuler.
b.
Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian
kapiler.
Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler.
c.
Awasi masukan dan haluaran, catat warna urin/konsentasi
berat jenis
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan
berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
d.
Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan
usus.
Rasional : Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk
pemasukan per oral.
e.
Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per
oral dimulai dan lanjutkan dengan diit sesuai toleransi.
Rasional : Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk
meminimalkan kehilangan cairan.
f.

Kolaborasi berikan cairan IV dan elektrolit

Rasional : Peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan


menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan
volumen sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia, dehidrasi
dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.
6.
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan komponen seluler untuk pengiriman oksigen / natrium
ke sel.
Tujuan : Menunjukan perfusi jaringan perifer adekuat
Intervensi :
a.
Evaluasi adanya kualitas nadi perifer digtal terhadap cidera
melalui palpasi bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional : Penurunan atau tidak adanya nadi dapat
menggambarkan cidera vaskuler dan perlunya evaluasi medik
segera terhadap status sirkulasi,
b.
Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan digtal pada
abdomen
Rasional : Kembalinya warna cepat(3-5 detik), warna kulit putih
menunjukkan gangguan arterial.
c.
Pertahankan peningkatan ekstremitas yang cedera kecuali
di kontra indikasikan dengan meyakinkan adanya sindrom
kompartemen
Rasional :

Meningkatkan drainase vena/menurunkan edema.

d.
Kaji seluruh panjang ekstremitas yang cidera untuk
pembengkakan atau pembentukan edema
Rasional : Peningkatan lingkar ekstremitas yang cidera dapat
diduga adanya pembengkakan jaringan/edema.
e.
Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba contoh
penurunan suhu kulit dan peningkatan arteri.

Rasional : Operasi appendiktomi dapat menyebabkan kerusakan


arteri yang berdasarkan dengan akibat hilangnya aliran darah ke
distal.
7.
Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan : Pasien tidak cemas.
Intervensi :
a.

Kaji tingkat kecemasan pasien.

Rasional : Mengetahui sejauh mana tingkat ke cemasaan pasien.


b.

Beri support mental.

Rasional : Mengurangi rasa gelisah pasien


c.

Diskusikan apa yang menjadi masalah pasien.

Rasional : Memberikan pengertian kepada klien dan membantu


memecahkan masalah yang dihadapi.
d.

Sediakan waktu untuk berbagi perasaan.

Rasional : Menunjukkan rasa simpatik kepada klien

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi


3.Jakarta : EGC.

Carpenito, Linda Juall.2000.Diagnosa Keperawatan, Edisi


8.Jakarta : EGC.

Doengoes, Marylin E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Untuk


Perencanaan dan Pendekumentasian Perwatan
Pasien.Bandung.EGC.

Mansjoer, A, dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran, Edisi


3.Jakarta : Media Aesculapius.

Smeltzer, Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,


Volume 2.Jakarta : EGC.

Suddart and Brunner.2000.Keperawatan Medikal


Bedah.Jakarta : EGC.

Syamsuhidayat.2004.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai