Anda di halaman 1dari 3

A.

Kewenangan Mahkama Konstitusi


Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu)
kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk:
1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Memutus pembubaran partai politik, dan
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
B. Prosedur Persidangan Mahkama Konstitutif
Para hakim konstitusi yang terdiri atas 9 (sembilan) orang sarjana hukum yang
mempunyai kualifikasi negarawan yang menguasai konstitusi ditambah dengan
syarat-syarat kualitatif lainnya dengan masa pengabdian untuk lima tahun dan
sesudahnya hanya dapat dipilih kembali hanya untuk satu periode lima tahun berikut.
Dari antara para hakim itu dipilih dari dan oleh mereka sendiri seorang Ketua dan
seorang Wakil Ketua, masing-masing untuk masa jabatan 3 tahun. Untuk menjamin
independensi dan imparsialitas kinerjanya, kesembilan hakim itu ditentukan oleh tiga
lembaga yang berbeda, yaitu 3 orang sipilih oleh DPR, 3 orang ditunjuk oleh
Mahkamah Agung, dan 3 orang lainnya ditentukan oleh Presiden. Setelah terpilih,
kesembilan orang tersebut ditetapkan sebagai hakim konstitusi dengan Keputusan
Presiden. Mekanisme rekruitmen yang demikian itu dimaksudkan untuk menjamin
agar kesembilan hakim Mahkamah Konstitusi itu benar-benar tidak terikat hanya
kepada salah satu lembaga Presiden, DPR ataupun MA. Dalam menjalankan
tugasnya, Mahkamah Konstitusi diharapkan benar-benar dapat bersifat independen
dan imparsial.
Kesembilan orang hakim itu bahkan dapat dipandang sebagai sembilan
institusi yang berdiri sendiri secara otonom mencerminkan 9 pilar atau 9 pintu
kebenaran dan keadilan. Dalam bekerja, kesembilan orang itu bahkan diharapkan
dapat mencerminkan atau mewakili ragam pandangan masyarakat luas akan rasa
keadilan.

Jikalau dalam masyarakat terdapat 9 aliran pemikiran tentang keadilan, maka


kesembilan orang hakim konstitusi itu hendaklah mencerminkan kesembilan aliran
pemikiran tersebut. Keadilan dan kebenaran konstitusional justru terletak dalam
proses perdebatan dan bahkan pertarungan kepentingan untuk mencapai putusan akhir
yang akan dijatukah dalam persidangan Mahkamah Konstitusi. Karena itu,
persidangan Mahkamah Konstitusi selalu harus dihadiri 9 orang dengan pengecualian
jika ada yang berhalangan, maka jumlah hakim yang bersidang dipersyaratkan
sekurang-kurangnya 7 orang. Karena itu pula, dapat dikatakan bahwa Mahkamah
Konstitusi hanya mengenal satu majelis hakim, tidak seperti di Mahkamah Agung.
C. Bentuk-bentuk perkara yang disidangkan
Bentuk-bentuk perkara yang dapat disidangkan di Mahkamah Konstitusi ada 4
yaitu:
1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Memutus pembubaran partai politik, dan
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
D. Putusan Mahkama Konstitusi
Putusan mahkamah konstitusi sejak diucapkan dihadapan sidang terbuka untuk
umum, dapat menpunyai 3 (tiga) kekuatan, yaitu (1) kekuatan mengikat, (2) kekuatan
pembuktian, dan (3) eksekutorial. Jenis kekuatan putusan yang demikian dikenal
dalam teori hukum acara perdata pada umumnya dan haln ini dapat juga diterapkan
dalam hukum acara mahkamah konstitusi.
1. Kekuatan Mengikat
mahkamah konstitusi berwenang mengadili perkara konstitusi di tingkat pertama
dan terakhir putusannya bersifat final. Itu berarti bahwa putusan MK langsung
emperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum
yang dapat ditempuh.
2. Kekuatan Pembuktian
Pasal 60 UUMK menentukan bahwa muatan ayat, pasal dan/atau bagian dalam
undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan untuk diuji kembali.
Dengan demikian, adanya putusan mahkamah yang telah menguji undang-undang,

merupakan alat bukti yang dapat digunakan bahwa telah diperoleh suatu kekuatan
pasti (gezag van gewijsde)
3. Kekuatan Eksekutorial
Sebagai suatu perbuatan hukum pejabat negara yangb dimaksudkan untuk
mengakhiri sengketa kyang akan meniadakan atau menciptakan hukum yang baru,
maka tentu saja diharapkan bahwa putusan tersebut tidak hanya merupakan katakata diatas kertas. Sebagai putusan hakim, setiap orang kemudian akan berbicara
bagaimana pelaksanaannya dalam kenyataan. Akan tetapi,

sebagaimana telah

disinggung diatas berbeda dengan putusan hakim biasa, atas putusan maka suatu
keputusan yang mengikat para pihak dalam perkara perdata member hak pada
pihak yang dimenangkan untuk meminta putusan tersebut dieksekusi jikalau
menyangkut penghukuman atas pihak yang kalah untuk melakukan sesuatu atau
pembayaran sejumlah uang. Dalam hal demikian dikatakan bahwa putusan yang
telah berkekuatan hukum tetep itu mempunyai kekuatan eksekutortial, yaitu agar
putusan itu dilaksanakan, dan jika perlu dengan kekuatan paksa (met steke arm).

Anda mungkin juga menyukai