Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Muskuloskeletal
Dosen pengampu : Bagus Sholeh A.,S.Kep.,Ns

Disusun Oleh :
Callista Seylma Melati
Sri Wahyuningsih
Advensiana Raudas L.
Sinta Fatmala Sari
Vina Ifada Luthfi
Bogas M.A.F.

(102130012)
(
(
(
(
(

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
KEDIRI
2015

DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Model Promosi Kesehatan
2.2 Asumsi dari model promosi kesehatan
2.3 Proposisi model promosi kesehatan
2.4 Revisi model promosi kesehatan
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Definisi promosi kesehatan
3.2 Teori pemahaman promosi kesehatan
3.3 Model teori promosi kesehatan menurut Nola J. Pender
3.4 Komponen teori promosi kesehatan
3.5 Analisis teori promosi kesehatan
BAB IV PENUTUP
4.1.
4.2.

Kesimpulan
Saran

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan
metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang memerlukan
perhatian khusus, terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990,
ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50%
dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai
akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan meningkat ( Sodoyo, 2009 )
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai
pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4%
tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko
osteoporosis yang meliputi umur, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah,
sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan
lebih/obesitas dan latihan yang teratur ( Sudoyo, 2009 ).
1.2 . Rumusan Masalah
Agar penulisan makalah tidak menyimpang dari tujuan semula, maka penulis merumuskan
1.
2.
3.
4.
5.

masalah pada:
Apa yang dimaksud dengan Osteoporosis?
Apa etiologi dari Osteoporosis?
Bagaimana manifestasi klinis Osteoporosis?
Bagaimana penatalaksanaan Osteoporosis secara medis dan keperawatan?
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Osteoporosis ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai proses pembelajaran mahasiswa
dalam memahami Osteoporosis, dan mahasiswa mampu memahami defenisi, etiologi,
manifestasi klinis, klassifikasi, penatalaksanaan medis dan keperawatan serta asuhan
keperawatan dari Osteoporosis.
.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas makalah ini adalah mencari dari
berbagai sumber dan diskusi bersama kelompok
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini disusun dalam tiga BAB dengan sistematika sebagai berikut.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,

yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma,
Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang
rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan
tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan
resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh
meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan
dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001,
National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bonestrength sehingga tulang
mudah patah ( Sudoyo, 2009 ).

Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :


a.

Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan
peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur
vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena
dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.

b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang

B. ETIOLOGI

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:

1. Determinan Massa Tulang


a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa
orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang
kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa
Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika),
relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk.
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons
terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar
dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh
becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada
lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa
besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang
di sampihg faktor genetik.
c.

Faktor makanan dan hormon


Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik
yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas
kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa
tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.
2. Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari
pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal
yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan

normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila
individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang
(osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada
usia yang sama.
b. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa
tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada
interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya
aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang
merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
c.

Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa
tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause.
Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri
menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan
mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan
kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif.
Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita
dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta
absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir
kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan
kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.

d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa
tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang
mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi

kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
e.

Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya
gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi
absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.

f.

Rokok dan kopi


Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah.
Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan
tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.

g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan
alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan
ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan
pasti .
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon
utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang.
Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat
muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun
sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat
menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah
menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
(osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia
diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis
senilis dan pasca menopause.

3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang


disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh
gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta
obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan
fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab
yang jelas dari rapuhnya tulang.

C.

Patofisiologi PPOM
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik ekstra
selular, 5 % sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas sehingga tidak
menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk
memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang
akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi
kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah
Pathway Osteoporosis ( Klik Disini )

D. Manifestasi Klinis

Osteoporosis dimanifestasikan dengan :


1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis Penurunan tinggi badan
E. KOMPLIKASI

Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur
colles pada pergelangan. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur
kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet tangan
F. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Medis
A. Pengobatan
1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan
tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah
kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.

B. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a.

Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)

b. Latihan teratur setiap hari


c.

Hindari :

1. Makanan tinggi protein


2. Minum alkohol
3. Merokok
4. Minum kopi
5. Minum antasida yang mengandung aluminium

2. Penatalaksanaan keperawatan
a.

Membantu klien mengatasi nyeri.

b. Membantu klien dalam mobilitas.


c.

Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.

d. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

a.

Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran
radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler
yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan
gambaran picture-frame vertebra.

b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)


Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas
massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone
Mineral Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai
menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal
apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna
menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang
yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi
yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang
dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian

tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher
femur dan vetrebrata.

3. Quantitative Computer Tomography (QCT)


Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara
volimetrik.
c.

Sonodensitometri

Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan
gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum
tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan
yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
e.

Biopsi tulang dan Histomorfometri

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme tulang.
f.

Radiologis

Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat
dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi
yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan
yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan
menyebabkan deformitas bikonkaf.
g. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak
menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.

h. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya
Contoh rontgen ( Klik Disini )
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS

A. Pengkajian
1. Assesment
a) Riwayat kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien
osteoporosis.Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis).
Factor lain yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur
pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua,
kurangnya paparan sinar matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan vitamin D. obatobatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan merokok merupakan factor
risiko osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah ppenyakit ginjal,
saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia menarke dan
menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita
osteoporosis juga perlu dipertanyakan.
b) Pengkajian psikososial. Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya
pada klien dengan kifosis berat.Klien mungkin membatasi interaksi social karena
perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi dan
lain-lain.Perubahan seksual dapat terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman
selama posisi interkoitus.Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat
perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada pasien.

c) Pola aktivitas sehari-hari. Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan
olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan
toilet.Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak
dan persendian adalah agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan dexterity
(kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.

Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis
adalah :
Data subyektif :

Klien mengeluh nyeri tulang belakang

Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun

Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak dan


keterbatasan gerak

Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun\

Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh

Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya

Klien mengatakan buang air besar susah dan keras

Data obyektif ;

tulang belakang bungkuk

terdapat penurunan tinggi badan

klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)

terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular

klien tampak gelisah

klien tampak meringis

2. Pemeriksaan fisik

a) Sistem pernafasan

Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional
paru.

b) Sistem kardiovaskuler
c) Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus
merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.

d) Sistem perkemihan
e) Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal
distance.

f) Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis seirng
menunjukkan kiposis atau gibbus (dowagers hump) dan penurunan tinggi badan dan
berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality,
nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan
lumbalis 3.
3. Pemeriksaan diagnostic

Radiology

CT scan

Pemeriksaan laboratoriu

4. Diagnosa Yang Mungkin Muncul Pada Osteoporosis


1) Nyeri sehubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebrae
2) Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan
skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
3) Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan
ketidakseimbangan tubuh

4) Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun,
klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur
traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5) Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal
brace)
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan
adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien
mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri
negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif
6) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang
,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
7) Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
5. Intervensi
1. Nyeri sehubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebrae
Tujuan ;Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria :
-

Klien akan mengekspresikan perasaan nyerinya

Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup

Klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana

INTERVENSI
Pantau tingkat nyeri pada

RASIONAL
Tulang dalam peningkatan

punggung, terlokalisisr atau

jumlah trabekuler,

nyeri menyebar pada abdomen

pembatasan gerak spinal.

atau pinggang

Ajarkan pada klien tentang

Laternatif lain untuk

alternatif lain untuk mengatasi

mengatasi nyeri pengaturan

dan mengurangi rasa nyerinya.

posisi, kompres hangat dan

Kaji obat-obatan untuk

sebagainya.

mengatasi nyeri

Keyakinan klien tidak


dapat mentolelir akanb obat

Rencanakan pada klien tentang

yang adequaty atau tidak

periode istirahat adequat dengan

adequat untuk mengatasi

berbaring dengan posisi

nyerinya.

terlentang selam kurang lebih 15

menit

Kelelahan dan keletihan


dapat menurunkan minat
untuk aktivitas sehari-hari.

2. Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan


skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
Tujuan :Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria :
-Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik
-Klien mampu melakukan ADL secara independent
-

INTERVENSI
Kaji tingkat kemampuan klien

yang masih ada

RASIONAL
Dasar untuk memberikan
alternatif dan latihan gerak yang
sesuai dengan kemampuannya.

Rencanakan tentang pemberian

program latihan :

Latihan akan meningkatkan


pergrakan otot dan stimulasi

bantu klien jika diperlukan latihan

sirkulasi darah.

ajarkan klien tentang ADL yang


bisa dikerjakan,
ajarkan pentingnya latihan
-

Bantu kebutuhan untuk


beradaptasi dan melakukan ADL,
rencana okupasi

ADL secara independent

Peningkatan latihan fisik secara


adequat :

Dengan latihan fisik :

Dorong latihan dan hindari

Massa otot lebih besar sehingga

tekanan pada tulang seperti

memberikan perlindungan pada

berjalan

osteoporosis

Instruksikan klien latihan selama

Program latihan merangsang

kurang lebi 30 menit dan selingi

pembentukan tulang

dengan isitirahat dengan berbaring


Gerakan menibulkan kompresi

selam 15 menit
Hindari latihan fleksi,

vertikal dan risiko fraktur

membungkuk dengan tiba-tiba

vertebrae

danmengangkat beban berat


3. Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan
ketidakseimbangan tubuh
Tujuan : Injury (cedera) tidak terjadi
Kriteria :

Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi

Klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur

INTERVENSI
Ciptakan lingkungan yang
bebas dari bahaya :
Tempatkan klien pada
tetmpat tidur rendah
Amati lantai yang
membahayakan klien
Berikanpenerangan yang
cukup
Tempatkan klien pada
ruangan yang tertutup dan
mudah untuk diobservasi
Ajarkan klien tentang
pentingnya menggunakan
alat pengaman di ruangan
Berikan support ambulasi
sesuai dengan kebutuhan :

RASIONAL
Menciptkan lingkungan yang
aman danmengurangi resiko
terjadinya kecelakaan.

Ambulasi yang dilakukan


tergesa-gesa dapat menyebabkan
mudah jatuh.

Kaji kebutuhan untuk


berjalan
Konsultasi dengan ahli
terapis
Ajarkan klien untuk
meminta bantuan bila
diperlukan
Ajarkan klien waktu berjalan
dan keluarg ruangan
- Bantu klien untuk
melakukan ADL secara hatihati
- Ajarkan pad aklien untuk
berhenti secara pelan-pelan,
tidak naik tangga dan
mengangkat beban berat
- Ajarkan pentingnya diit
untuk mencegah
osteoporosis :
Rujuk klien pada ahli gizi
Ajarkan diit yang
mengandung banyak
kalsium
Ajarkan klien untuk
mengurangi atau berhenti
menggunakan rokok atau
kopi
- Ajarkan efek dari rokok
terhadap pemulihan tulang
- Observasi efek samping
dari obat-obtan yang
digunakan

Penarikan yang terlaluk keras


akanmenyebakan terjadinya
fraktur.
Pergerakan yang cepat akan
lebih mudah terjadinya fraktur
kompresi vertebrae pada klien
dengan osteoporosis.
Diit calsium dibutuhkan untuk
mempertahnkan kalsium dalm
serum, mencegah bertambahnya
akehilangan tulang. Kelebihan
kafein akan meningkatkan
kehilangan kalsium dalam urine.
Alkohorl akan meningkatkan
asioddosis yang meningkatkan
resorpsi tulang.

Rokok dapat meningkatkan


terjadinya asidosis

Obat-obatan seperti deuritik,


phenotiazin dapat menyebabkan
dizzines, drowsiness dan
weaknes yang merupakan
predisposisi klien untuk jatuh.

4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun,
klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur
traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi
dengan criteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang
kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan yang
diberikan

Intrvensi
Kaji kemampuan untuk

Rasional
untuk mengetahui sampai sejauh

berpartisipasi dalam setiap

mana klien mampu

aktifitas perawatan

melakukan perawatan diri

Beri perlengkapan adaptif jika

secara mandiri
peralatan adaptif ini berfungsi

dibutuhkan misalnya kursi

untuk membantu klien

dibawah pancuran, tempat

sehingga dapat melakukan

pegangan pada dinding

perawatan diri secara mandiri

kamar mandi, alas kaki atau

dan optimal sesuai

keset yang tidak licin, alat

kemampuannya

pencukur, semprotan
pancuran dengan tangkai
pemegang
Rencanakan individu untuk

bagi klien lansia, satu bagian

belajar dan

aktivitas bisa sangat

mendemonstrasikan satu

melelahkan sehingga perlu

bagian aktivitas sebelum

waktu yang cukup untuk

beralih ke tingkatan lebih

mendemonstrasikan satu

lanjut

bagian dari perawatan diri

5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal
brace)
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan
adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien
mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri
negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif

Intervenai
Dorong klien mengekspresikan

Rasional
ekspresi emosi membantu klien

perasaannya khususnya

mulai meneerima kenyataan

mengenai bagaimana klien


merasakan, memikirkan dan
memandang dirinya
Hindari kritik negative

kritik negative akan membuat


klien merasa semakin rendah
diri

Kaji derajat dukungan yang ada

dukungan yang cukup dari

untuk klien

orang terdekat dan teman


dapat membantu proses
adaptasi

6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu dengan
criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan
feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari
Intervensi
Auskultasi bising usus

Rasional
hilangnya bising usus menandakan
adanya paralitik ileus

Observasi adanya distensi abdomen

Hilangnya peristaltic(karena

jika bising usus tidak ada atau

gangguan saraf) melumpuhkan

berkurang

usus, membuat distensi ileus dan

Catat frekuensi, karakteristik dan


jumlah feses

usus
mengidentifikasi derajat
gangguan/disfungsi dan
kemungkinan bantuan yang

Lakukan latihan defekasi secara

diperlukan
program ini diperlukan untuk

teratur
Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi

mengeluarkan feses secara rutin


meningkatkan konsistensi feses untuk

makanan berserat dan pemasukan

dapat melewati usus dengan

cairan yang lebih banyak

mudah

termasuk jus/sari buah

7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang
,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
Tujuan : setelsh diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang
penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan
tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak
tenang
Intervensi
Kaji ulang proses penyakit dan
harapan yang akan datang

Rasional
memberikan dasar pengetahuan
dimana klien dapat membuat
pilihan berdasarkan

Ajarkan pada klien tentang

informasi
Informasi yang diberikan akan

faktor-faktor yang

membuat klien lebih

mempengaruhi terjadinya

memahami tentang

osteoporosis
Berikan pendidikan kepada klien

penyakitnya
suplemen kalsium ssering

mengenai efek samping

mengakibatkan nyeri

penggunaan obat

lambung dan distensi


abdomen maka klien
sebaiknya mengkonsumsi
kalsium bersama makanan
untuk mengurangi terjadinya
efek samping tersebut dan
memperhatikan asupan
cairan yang memadai untuk
menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal.

BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN

Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan
peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur
vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena
dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang

B.SARAN
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut :
1.

Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi
klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan
klien.

2.

Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan


pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan diagnosa
keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai