Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Gigi perlu dirawat sejak dini agar anak tidak mengalami gangguan tumbuh
kembang gigi, di samping mempertahankan keadaan gigi yang normal, sehingga saat
dewasa memperoleh oklusi gigi yang harmonis, fungsional, dan estetis. Kebiasaan
mengemut makanan, minum susu dalam botol dot menjelang tidur, mengisap jari, dan
penyakit talasemia merupakan beberapa faktor penyebab gangguan pertumbuhan
gigi.1
Penyebab ketidakteraturan letak gigi (mal posisi) ini karena adanya
ketidakharmonisan ukuran gigi dengan rahang atau dengan otot sekitar mulut. Hal ini
disebabkan antara lain oleh faktor genetik/keturunan, pola makan, dan perilaku. Pola
makan yang membiasakan anak untuk terlalu lama makan makanan lunak
menyebabkan rahang kurang berkembang. Demikian juga dengan perilaku yang tidak
baik seperti menghisap jari, pemakaian dot yang terlalu lama, bernafas melalui mulut,
maupun cara menelan yang salah.2
Gingivitis merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang paling sering di
jumpai pada anak-anak dan akan meningkat keparahannya, dengan bertambahnya

umur. Gingivitis adalah peradangan pada gingiva anak yang dihubungkan dengan
adanya penumpukan bakteri plak. Plak gigi adalah massa yang melekat, yang berisi
bakteri beserta produk-produknya yang terbentuk pada setiap permukaan gigi dan
restorasi, dimana hampir tiga perempat bagian dari plak terdiri dari bakteri. Plak yang
tidak dibersihkan akan mengalami demineralisasi menjadi suatu deposit yang keras
dan melekat pada permukaan gigi, yang kemudian menyebabkan iritasi mekanis dan
inflamasi pada gingiva.
Gigi berjejal merupakan keadaan dimana letak gigi berdesak-desakan dalam
rongga mulut karna rahang yang kecil sehingga tidak cukup menampung gigi, atau
sebaliknya ukuran gigi yang terlalu besar sehingga posisi gigi menjadi berdesakan
atau berjejal. Kondisi dimana gigi berdesakan merupakan salah satu faktor pemicu
terjadinya gingivitis pada anak-anak. Sisa makanan yang tersangkut pada gigi yang
berjejal mengakibatkan sulitnya saliva membersihkan sisa makan tersebut. Apabila
penyikatan gigi tidak dilakukan dengan baik dan benar maka sisa makanan tersebut
mengakibatkan terjadinya penmpikan plak yang berlebihan yang bila dibiarkan terlalu
lama akan menyebabkan terjadinya gingivitis.
Gigi berjejal anterior rahang atas dan rahang bawah merupakan salah satu
faktor resiko terjadinya gingivitis. Hal ini dapatv disebabkan oleh karena pada saat
pembersihan gigi atau menyikat gigi, sikaty gigi sulit mejangkau sisa makanan yang
menempel pada daerah interdental gigi yang berjejal hal ini mengakibatkan sisa

makanan tersebut tidak keluar dan masuk ke dalam gingiva sehingga menyebabkan
gingivitis.
Untuk menghindari resiko terjadinya gingivitis, maka dapat dilakukan
beberapa cara seperti menyikat gigi secara baik dan teratur, melakukan skeling untuk
menghilangkan kalkulus, dan dapat juga dilakukan perawatan ortodontik dengan
menggunakan alat cekat ataupun lepasan.

I.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan bahwa yang
menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan gigi berjejal ?
2. Apakah penyebab terjadinya gigi berjejal anterior rahang atas dan rahang
bawah pada anak?
3. Apakah yang dimaksud dengan gingivitis ?
4. Adakah hubungan antara gigi berjejal dengan gingivitis ?
5. Bagaimana pencegahan terjadinya gingivitis akibat gigi berjejal ?

I.3. Tujuan Penelitian


Tujuan Umum

Untuk

mengetahui hubungan antara gigi berjejal dan gingivitis pada anak

usia sekolah
Tujuan Khusus
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan gigi berjejal ?
2. Mengetahui apa penyebab terjadinya gigi berjejal anterior rahang atas dan
rahang bawah ?
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan gingivitis ?
4. Mengetahui apakah ada hubungan antara gigi berjejal dengan gingivitis ?
5. Mengetahui bagaimana pencegahan terjadinya gingivitis akibat gigi berjejal ?

I.4. Hipotesa
Ada hubungan antara gigi berjejal anterior rahang atas dan rahang bawah
terhadap derajat gingivitis pada anak SMP 12 MAKASSAR.

I.5. Manfaat penelitian


1. Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran secara jelas bagi
masyarakat mengenai pengaruh gigi berjejal dan gingivitis.
2. Dari hasil penelitian ini dapat berguna sebagai informasi pada bidang
kedokteran gigi umumnya dan kesehatan gigi anak khususnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Gigi Berjejal

II.1.1. Definisi Gigi Berjejal


Maloklusi adalah akibat dari malrelasi antara pertumbuhan dan posisi serta
ukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II,dan III),
atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga bisa dibagi
menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang berkembang dan
maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat tanggalnya gigi dan
pergerakan gigi tetangga. Gangguan yang berasal dari maloklusi primer adalah
sebagai berikut. Gigi-gigi yang sangat berjejal yang mengakibatkan rotasi gigi-gigi
individual atau berkembangnya gigi di dalam atau di luar lengkung. Gangguan in I
mengakibatkan interferensi tonjol dan aktivitas pergeseran mandibula, walaupun pada
gigi-geligi yang sedang berkembang adaptasi dari pergerakan gigi umumnya bisa
mencegah timbulnya gangguan tersebut. Gangguan lain yang diakibatkannya adalah
relasi oklusal yang kurang stabil (tonjol terhadap tonjol ketimbang tonjol terhadap
fosa) dan kelainan gingiva antara gigi-gigi karena tidak memadainya ruang untuk
tempat epitelium interdental.3

Gambar 1. Gigi Berjejal


(Sumber : http://www.doctorspiller.com/images/gigiberjejal)

Oklusi dikatakan normal jika susunan gigi dalam lengkung gigi teratur baik
serta terdapat hubungan yang harmonis antara gigi atas dan gigi bawah, hubungan
seimbang antara gigi, tulang rahang terhadap tulang tenkorak dan otot sekitarnya
yang dapat memberikan keseimbangan fungsional sehingga memberikan estetika
yang baik. Cirri-ciri maloklusi adalah : gigi berjejal (crowded), gingsul (caninus
ektopik), gigi tonggos (distooklusi), gigi cakil (mesio oklusi), gigitan menyilang
(crossbite), gigi jarang (diastema).4
Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan oklusi gigi-geligi adalah
hubungan antara ukuran gigi gigi-geligi dengan ukuran rahang tempat terletaknya
gigi-gigi tersebut. Foster dkk (1969) menemukan bahwa ukuran rata-rata dari gigigeligi susu adalah sedikit lebih kecil dari pada ukuran rata-rata lengkung gigi, pada
populasi anak-anak berusia 21/2 tahun di inggris. Sedangkan foster dan Hamilton
(1969) menemukan hanya 1% gigi-geligi susu yang tidak mempuyai celah pada
7

lengkung gigi di populasi yang sama. Ada berbagai macam teori mengenai etiologi
berjejalnya lengkung gigi. Juga sudah disebutkan bahwa ada kecenderungan evolusi
ke arah mengecilnya ukuran rahang tanpa disertai dengan mengecilnya dimensi gigi.5
Teori lain menyebutkan bahwa populasi modern sekarang ini merupakan
gabungan orang-orang dari berbagai latar belakang etnis, dan pencampuran dari
orang-orang yang memiliki karakteristik fisik yang berbeda akan menyebabkan
terjadinya ketidak harmonisan skeletal dan dental. Disproporsi ukuran antara rahang
dan gigi-geligi merupakan ciri dari beberapa susunan gigi-geligi, namun masalah
utama yang mengenai perkembangan oklusak ini akan muncul bila gigi-geligi terlalu
besar untuk ukuran rahangnya, gigi-geligi yang terlalu kecil untuk rahang jarang
menimbulkan masalah ortodonsi.5
Efek gigi-geligi yang berlebihan
1. Penumpukan dan pergeseran dari gigi-geligi
2. Impaksi gigi
3. Penutupan ruang sesudah pencabutan
II.1.2. Penyebab Gigi Berjejal (Crowding)
Keberjejalan merupakan sebuah ketidaksesuaian kuantitas antara panjang klinis
dari lengkung gigi dan jumlah lebar mesiodistal dari gigi geligi. Gigi berjejal terjadi
ketika ada ketidakharmonisan hubungan gigi dengan ukuran rahang atau ketika gigi
lebih besar daripada ruang yang tersedia. Crowding dapat disebabkan oleh kesalahan

erupsi gigi dan terlalu cepat atau lambatnya kehilangan gigi primari. Gigi berjejal
sebaiknya di koreksi, karena dapat : 6
1. Mencegah pembersihan yang tepat pada permukaan gigi
2. Menyebabkan kerusakan gigi
3. Memberi kesempatan terjadinya penyakit gusi yang dapat mencegah gigi
berfungsi secara tepat
4. Mencegah gigi berfungsi dengan baik
5. Membuat senyum kurang atraktif dan menarik

Gambar 2. Gigi Berjejal Rahang Bawah


(Sumber : http://www.doctorspiller.com/images/gigiberjejal)

Gigi berjejal merupakan masalah umum dalam ortodonsi. Hal ini pada
dasarnya terdengar seperti, gigi terlalu ramai bersama-sama dan menjadi berliku-liku.
Peck dan Peck melaporkan sebuah hubungan yang jelas antara bentuk gigi insisivus
rahang bawah dan ketidakteraturannya, Smith menemukan sedikit korelasi antara
bentuk gigi insisivus rahang bawah dan derajat gigi. Ada beberapa perbedaan

pendapat tentang peran crowding insisivus terhadap penyakit periodontal, namun


tidak ada perselisihan tentang perbaikan dalam hal estetika oral yang dapat dicapai
oleh perbaikan gigi. Meskipun perawatan berjejal anterior mandibula harus
individual, dokter harus selalu diingat potensi tinggi untuk relaps karena mereka
mempertimbangkan estetika, mekanik perawatan, kondisi periodontal, dan retensi
tertinggi.6
Faktor yang menyebabkan susunan gigi tak beraturan:7
A. Penyebab tidak langsung
1. Faktor genetik.
Contohnya orang tua dengan kelainan skelatal (tulang rahang) dengan rahang
bawah lebih maju ke depan di banding rahang atas kemungkinan akan
mempunyai anak dengan kondisi rahang yang serupa.
2. Faktor kongenital
Misalnya

mengkonsumsi

obat-obatan

pada

saat

hamil,

menderita

trauma/penyakit tertentu dan kurang gizi. Faktor kongenital ini harus menjadi
perhatian bagi para calon orang tua.
3. Gangguan keseimbangan kelenjar endokrin

10

Kelenjar endokrin berfungsi menghasilkan hormon dalam tubuh untuk


mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Termasuk ini adalah kelenjar
pituitary, thyroid dan parathyroid. Apabila ada kelainan pada kelenjar-kelenjar
tersebut, maka dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan
tubuh termasuk rahang dan gigi.

4. Penyakit
Misalnya penyakit thalasemia.anak talasemia mengalami hambatan tumbuh
kembang fisik (berat dan tinggi badan kurang) serta hambatan pertumbuhan
tulang penyangga gigi. Rahang bawah pendek sehingga muka bagian atas
tampak maju. Pertumbuhan vertikal juga terganggu sehingga tampak
divergen, muka lebih cembung. Wajah tidak proporsional, pipi lebih tinggi,
jarak kedua mata lebih lebar.
B. Penyebab langsung
1. Gigi susu yang tanggal sebelum waktunya
Pergeseran gigi di sebelahnya menyebabkan penyempitan ruang pada
lengkung gigi. Akibatnya, gigi permanen tidak memperoleh ruang cukup dan
akan tumbuh dengan susunan gigi berjejal.

11

2. Gigi yang tidak tumbuh/tidak ada.


lengkung gigi dan rongga mulutnya terdapat ruangan kosong sehingga tampak
celah antara gigi (diastema).
3. Gigi yang berlebih
Gigi berlebih tersebut timbul dalam lengkung gigi, akan menyebabkan gigi
berjejal (crowding).
4. Tanggalnya gigi tetap
Gigi permanen yang tanggal dengan cepat dan tdak diganti segera dengan
protesa akan menyebabkan gigi lainnya mengisi ruangan kosong bekas gigi
yang tanggal tadi.
5. Gigi susu tidak tanggal
Walaupun gigi tetap penggantinya telah tumbuh (persistens) gigi tetap muncul
diluar lengkung rahang dan tampak berjejal.
6. Bentuk gigi tetap tidak normal.
Misalnya ada gigi permanen yang makrodontia ada juga yang mikrodontia.
Atau bisa saja jika ukuran gigi besar dan rahang kecil, hingga gigi berjejal.

12

7. Kebiasaan-kebiasaan buruk, antara lain:


Bernapas lewat mulut,menghisap jari,proses penelanan yang salah, minum
susu dengan botol dot menjelang tidur,menggigit pensil atau membuka jepit
rambut dengan gigi, meletakkan lidah di antara gigi rahang atas dan gigi
rahang bawah dll. Beberapa kebiasaan sebagian normal dilakukan oleh
bayi,misalnya mengisap jari.namun jika hal ini berkelanjutan sampai dewasa
dapat menyebabkan ketdakteraturan gigi.
Keadaan gigi yang berjejal atau disebut maloklusi. Maloklusi disebabkan
oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi
jaringan sekitar mulut dan tubuh secara keseluruhannya. Maloklusi pada anakanak sering dijumpai dalam tugas dokter gigi baik di klinik maupun di praktek
pribadi. Susunan gigi geligi

yang

berjejal

selain

mengganggu

fungsi

penyunyahan, bicara, estetik juga mengakibatkan terjadinya penyakit gigi dan


jaringan gusi.8

13

Gambar 3. Gigi Berjejal


(Sumber : http://www.zikir.com/images/gigiberjejal)

Akibat tanggalnya gigi sulung yang terlalu cepat yang dapat berakibat
crowded. Hal tersebut dapat berakibat sebagai berikut:
a. Efek terhadap fungsi dan kesehatan rongga mulut
Tanggalnya gigi-gigi sulung yang terlampau cepat bisa mempengaruhi
fungsi mastikasi, karena dengan hilangnya gigi geligi lengkung rahang maka
tekanan kunyah akan berkurang. Tanggalnya gigi anterior pada gigi sulung yang
terlalu cepat juga bias mempengaruhi fungsi bicara yaitu penyebutan huruf-huruf
tertentu menjadi terganggu, tanggalnya gigi anterior juga mempengaruhi fungsi
estetik karena akan mempengaruhi penampilan anak. Pengaruh tanggalnya gigi
sulung terhadap kesehatan rongga mulut yaitu, menghilangkan daerah

14

penimbunan makanan dan sepsis oral, selain itu tanggalnya gigi sulung terutama
gigi molar bisa mempengaruhi insiden karies bagi gigi-gigi yang tersisa.9
b. Efek psikologis terhadapanak dan orangtua
Tanggalnya gigi sulung terutama gigi anterior akan mengubah
penampilan anak, sehingga akan menimbulkan efek psikologis yang tidak
diinginkan yaitu anak-anak menjadi kurang percaya diri dan merasamalu karena
giginya ompong. Tanggalnya gigi sulung yang terlampau cepat dianggap oleh
orang tua sebagai kegagalan, terutama bila sudah dilakukan upaya untuk
mempertahankan gigi geligi tersebut.9

II.1.3. Penanganan Gigi Berjejal

Penanganan gigi berjejal dilakukan sesuai dengan kasusnya, apakah


penyebabnya karena faktor rahang, atau faktor gigi, serta disesuaikan pula dengan
usianya. Pada usia pergantian gigi susu dan gigi tetap bila terdapat tanda-tanda akan
kekurangan ruangan, bisa dilakukan pencabutan beranting (serial extractie) sesuai
dengan urutan gigi susu yang tanggal dan urutan gigi tetap yang tumbuh.10
Pada kasus-kasus gigi berjejal pada usia muda yang terjadi karena
perkembangan rahang yang kurang sempurna, dilakukan perawatan untuk
memaksimalkan perkembangan rahang dengan suatu alat yang dipakai di dalam dan

15

di luar mulut (peralatan orthodonti ekstra oral). Kasus semacam ini termasuk sulit
oleh karenanya hanya dilakukan oleh seorang dokter gigi spesialis orthodonti. Dan
perawatan ini hanya dilakukan pada waktu tertentu saja yakni saat terjadi
pertumbuhan cepat. Pertumbuhan cepat pada anak terjadi pada usia anak kurang lebih
8 tahun. Bila usia pertumbuhan cepat telah terlewati, maka perbaikan rahang tidak
dapat lagi dilakukan, kecuali dengan pembedahan rahang saat dewasa, atau dengan
perbaikan gigi-giginya saja.10
Penanganan gigi untuk kasus dental adalah dengan alat orthodonti (alat untuk
meratakan gigi). Alat orthodonti ada dua macam, yakni alat orthodonti lepasan dan
alat orthodonti cekat. Alat lepasan dipakai terbatas untuk kasus yang mudah
sedangkan alat orthodonti cekat dapat dipakai untuk kasus mudah dan sulit. Dokter
gigi bukan spesialis, dapat mengerjakan perawatan dengan alat orthodonti lepasan.10
Pemakaian alat orthodonti umumnya dipakai pada saat gigi tetap sudah
tumbuh semua (sekitar usia 15 tahun) dan batas maksimal usia tidak terbatas selama
keadaan gigi serta tulang penyangganya dalam keadaan sehat.10
Lamanya perawatan gigi berjejal tergantung dari beratnya kasus. Untuk kasus
yang sedang umumnya berkisar antara 1-2 tahun, dengan kontrol rutin ke dokter gigi
setidaknya sebulan sekali untuk mengencangkan kawat.10

16

II.2. Gingiva
II.2.1. Antomi Gingiva
Gingiva adalah bagian dari mukosa mulut yang menutupi processus
alveolar dan mengelilingi leher gigi. Gingival meluas mulai dari daerah batas
servikal gigi, sampai ke daerah batas mucobuccal fold. Gingival merupakan
bagian dari apparatus pendukung gigi dan jaringan periodonsium, yang berfungsi
melindungi jaringan dibawahnya terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut. 11
Adapun fungsi dari gingiva yakni untuk kepentingan estetik juga
mempertaliankan gigi pada soketnya serta berfungsi sebagai pertahanan pertama
terhadap bakteri yang menyerang jaringan periodontal, Penilaian jaringan lunak
pada pasien gigi dewasa meliputi penilaian berdasarkan pengetahuan mengenai
ukuran normal, bentuk. warna, dan permukaan dari struktur jaringan lunak rongga
mulut. Standarnisasi pemeriksaan dan penilaian jaringan lunak rongga mulut
umumnya diawali dengan pemeriksaan jaringan keras gigi dan oklusi harus
disimpan dengan cermat dalam rekam medik. 12
Gingiva memiliki tekstur permukaan seperti kulit jeruk yang lembut dan
tampak tidak beraturan, yang disebut stippling. Stippling adalah gambaran gingiva
sehat, dimana berkurang atau menghilangnya stippling umumnya dihubungkan
dengan adanya penyakit gingiva. 12

17

Secara anatomis gingiva terdiri dari Marginal Gingiva, Sulkus Gingiva,


Attached (Jingiva) dan interdental Gingiva.
1. Marginal Gingiva (Unattached Gingiva)
Marginal gingiva adalah sambungan tepi atau pinggiran dari gingiva
yang mengelilingi gigi berbentuk seperti lingkaran atau kerah baju. Marginal
gingiva dipisahkan dari attached gingiva oleh suatu lekukan dangkal berupa
garis yang disebut, free gingival groove. Biasanya lebarnya sekitar 1 mm
dari dinding jaringan lunak sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat
dipisahkan dari permukaan gigi dengan probe periodontal. 12
Marginal gingiva dapat dikenali melalui pemeriksaan klinik karena
lunak dan mudah ditarik dengan syringe. Edema pada gingiva dapat
menyebabkan gingivitis.12,13
2. Sulkus Gingiva
Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang disekitar gigi yang
mengelilingi gigi pada satu lapisan epithelium free gingival margin gigi
dengan gigi yang lainnya. Sulkus ini berbentuk V dan hanya sedikit saja
yang dapat dimasuki oleh probe periodontal. Determinasi klinik dari
kedalaman sulkus gingiva merupakan parameter diagnostik yang penting.
Ukuran normal atau ukuran ideal kedalaman sulkus gingiva sekitar 0,43
mm.12,13

18

Pemeriksaan klinik dapat digunakan untuk menentukan kedalaman


dari sulkus dengan menggunakan instrument logam yang dikenal dengan
probe periodontal. Penilaian dilakukan berdasarkan kedalaman yang dapat
ditembus oleh probe periodontal.

12,13

3. Gingiva Attached
Attached gingiva merupakan suatu lanjutan dari marginal gingiva.
Attached gingiva berbatas tegas, elastis dan merekat erat pada periosteum
dari tulang alveolar. Aspek facial dari attached gingiva meluas ke mukosa
alveolar dibatasi oleh mucogingival junction. 12,13
Karena mucogingival junction tetap tidak bergerak hingga dewasa,
perubahan lebar attached gingiva disebabkan oleh perubahan posisi dari
coronal end. Lebar dari attached gingiva meningkat sesuai umur dan pada
gigi yang supraerupsi. Dari aspek lingual mandibula, akhir dari attached
gingiva dihubungkan oleh mukosa lingual alveolar diteruskan hingga
mukosa membrane mulut. 12
4. Interdental Gingiva
Interdental gingiva menempati embrasure gingival yang berupa
ruang kosong di bawah daerah kontak gigi. lnterdental gingiva meluas
dalam arah fasiolingual dan cenderung menyempit kearah mesiodistal,
yang bentuknya menyesuaikan terhadap kontur proksimal gigi. Interdental

19

gingiva terdiri atas papilla facialis dan papilla lingualis. Permukaan fasial
dan lingual berbentuk tapered menuju daerah kontak interproksimal,
sedangkan permukaan mesial dan distal berbentuk konkaf dan mengkilap. 9

Gambar 4. Gambaran Anatomi Gingiva


(Sumber :[internet]. Accesess on: 20 Desember 2010. Available from:
20

http://www.googleimage.dentistry.org)

II.2.2. Gambaran Klinik Gingiva Normal atau Sehat


1. Warna Gingiva
Warna attached gingiva dan marginal gingiva pada umumnya berwarna
pink yang dipengaruhi oleh suplai darah, ketebalan dan tingkat keratinisasi
epithelium dan adanya kandungan sel pigmen. Warna gingiva bervariasi dan
berbeda tergantung dari individunya karena berhubungan dengan pigmentasi
kutaneus. Warna gingiva lebih terang pada individu yang berambut hitam. Warna
gingiva pada anak lebih kemerah-merahan dikarenakan adanya peningkatan
vaskularisasi dan epithelium yang lebih tipis dibandingkan dengan orang dewasa. 12
Attached gingiva yang berbatasan dengan mukosa alveolar pada aspek bukal
terlihat jelas sebagai Mucogingival Junction. Alveolar mukosa berwarna merah,
halus dan mengkilat, pink dan berstipling. Epithelium mukosa alveolar lebih tipis,
nonkeratinisasi dan tidak mengandung rete pegs. 12
2. Kontour Gingiva
Kontour gingiva sangat bervariasi dan bergantung pada bentuk maupun
kesejajarannya dalam lengkung gigi, lokasi dan bentuk daerah kontak proksimal,
serta luas embrasure gingiva sebelah fasial dan lingual. Marginal gingiva
mengelilingi gigi menyerupai kerah baju. Selama masa erupsi gigi permanen,

21

marginal gingiva lebih tebal dan memiliki protuberantia atau tonjolan. Bentuk
interdental gingiva ditentukan oleh kontur permukaan proksimal gigi, lokasi, bentuk
daerah kontak, dan luas embrasure gingiva. Pada gigi yang versi lingual, gingiva
horizontal dan lebih tipis. 12
3. Konsistensi
Konsistensi gingiva padat, keras, kenyal dan melekat erat pada tulang
alveolar. Kepadatan attached gingiva didukung oleh susunan lamina propria secara
alami dan hubungannya dengan mucoperiosteum tulang alveolar, sedangkan
kepadatan marginal gingiva di dukung oleh serat-serat gingiva.12
4. Tekstur Permukaan
Gingiva memiliki tekstur permukaan seperti kulit jeruk yang lembut dan
tampak tidak beraturan, yang disebut stippling. Stippling adalah gambaran gingiva
sehat, dimana berkurang atau menghilangnya stippling umumnya dihubungkan
dengan adanya penyakit gingiva. Stippling tampak terlihat pada anak usia 3 dan
10 tahun, sedangkan gambaran ini tidak terlihat pada bayi. Pada awal masa erupsi
gigi permanen, stippling menunjukkan gambaran yang bergerombol dan lebih
lebar 1/8 inci, meluas dari daerah marginal gingiva sampai ke daerah attached
gingival. 12
5. Keratinisasi

22

Epitel yang menutupi permukaan luar marginal dan attached gingiva


mengalami keratinisasi maupun parakeratinisasi. Keratinisasi dianggap sebagai
suatu bentuk perlindungan terhadap penyesuaian fungsi gingiva dari rangsangan
atau iritasi. Lapisan pada permukaan dilepaskan dalam bentuk helaian tipis dan
diganti dengan sel dari lapisan granular dibawahnya. Keratinisasi mukosa mulut
bervariasi pada daerah yang berbeda. Daerah yang paling banyak mengalami
keratinisasi adalah palatum, gingiva, lidah dan pipi. 12
6. Posisi
Posisi gingiva menunjukkan tingkatan dimana marginal gingiva menyentuh
gigi. Ketika masa erupsi gigi, marginal dan sulkus gingiva berada di puncak
mahkota. Selama proses erupsi berlangsung. marginal dan sulkus gingival terlihat
lebih dekat kearah apikal. 12
7. Ukuran
Ukuran gingiva menunjukkan jumlah total elemen seluler dan intraseluler,
serta vaskularisasinya. Penyakit gingival biasanya ditandai oleh terjadinya
perubahan ukuran dari komponen mikroskopik. 12

23

Gambar 5. Gambaran Klinis Gingiva Normal


(Sumber :[internet]. Accesess on: 20 Desember 2010. Available from:
http://www.googleimage.dentistry.org)

II.3. Gingivitis
Derajat kebersihan gigi dan kondisi jaringan gingiva pada anak-anak sangat
berhubungan. Horowiotz dkk menemukan peningkatan yang signifikan terhadap
terjadinya gingivitis pada anak sekolah setelah dilakukan program inisiasi plak
harian. Kebersihan mulut dan gigi yang adekuat dihubungkan dengan frekuensi
menyikat gigi dengan plak bakteri yang terlepas dari gigi pada saat menyikat gigi.14
Penyakit priodontal merupakan penyakit yang sering dijumpai di dalam mulut
selain karies. Di Amerika Serikat, 60%-70% gigi yang hilang sesudah usia 40 tahun
disebabkan oleh penyakit periodontal. Di Kanada, 45% penduduk yang berusia 35-44
tahun mengalami kehilangan gigi karena penyakit periodontal. Sedangkan di
Indonesia berdasarkan laporan departemen kesehatan, disebutkan bahwa prevalensi
karies dan penyakit periodontal masih tinggi yaitu 74,41%.15

24

Gingivitis merupakan penyakit keradangan gusi dikarenakan iritasi dari


karang gigi, penyakit periodontal ini ringan, biasanya gigi bewarna merah dan mudah
berdarah. Gejala yang timbul biasanya terjadi perdarahan saat sikat gigi, gusi mudah
berdarah bila tersentuh sikat gigi, atau tusuk gigi bahkan dengan kumur-kumur air
saja kadang berdarah, kadang menimbulkan bau mulut. Hal ini perlu diperhatikan,
sehingga perlunya pemeliharaan gigi secara baik dan benar salah satunya yaitu
dengan menggosok gigi sehari 3 kali, minimal 2 kali sehari, setelah makan pagi dan
sebelum tidur malam. Dianjurkan tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan
manis/lengket. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi kerusakan tulang
pendukung gigi dan juga abses periodontal.13

II.3.1. Proses terjadinya Gingivitis


Gingivitis terjadi dalam 3 tahap. Batas setiap tahap tidak terlalu jelas. Tahap I
berupa lesi inisial atau awal dengan adanya perubahan vaskular berupa dilasi kapiler
dan peningkatan aliran darah. Perubahan ini terjadi sebagai respons dari aktivasi
mikroba terhadap leokosit setempat dan stimulasi terhadap sel endotel.respons awal
dari gingiva ini subklins. Juga dapat sudah terjadi perubahan pada perlekatan
epitelium dan jaringan ikat perivaskuler. Leukosit bermigrasi dan berakumulasi
didalam sulkus menyertai peningkatan aliran cairan gingiva ke dalam sulkus, jika

25

keadaan berlanjut, makrofag dan sel-sel limfoid juga terinfiltrasi dalam beberapa
hari.16
Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah lagi.
Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel plasa terlihat
mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah makrofag meningkat. Pada tahap
ini sel mast juga ditemukan. Imunoglobulin, terutama IgG ditemukan di daerah
epithelium dan jaringan Ikat. Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah
berdarah. Dengan bertambah parahnya kerusakan kolagen dan pembengkakan
inflmasi, tepi gingiva dapat dengan mudah dilepas dari permukaan gigi, memperbesar
kemungkinan ternetuknya poket gingiva atau poket Palsu ('false pocket'). Bila oedem
inflamasi dan pembengkakan gingiva cukup besar, maka poket gingiva biasanya juga
cukup dalam. Pada tahap ini sudah terjadi degenerasi sel-sel epitelium jungtion dan
beberapa berproliferasi dari lapisan basal ke jaringan ikat di bawahnya, namun pada
tahapan ini belum terlihat adanya mugrasi sel-sel epithelial dalam jumlah besar ke
permukaan akar.13
Bila inflamasi sudah menyebar disepanjang serabut transeptal, maka akan
terlihat adanya resorbsi puncak tulang alveolar. Resorbsi ini bersifat reversibel
terutama dalam hubungannya dengan pemulihan inflamasi. Salah satu tanda penting
dri penyakit ini adalah tidak ditemukannya bakteri pada epithelium maupun pada
jaringan ikat. Karena jaringan fibrosa rusak pada adrah inflamsi aktif, pada beberapa
daerah agak jauh terlihat adanya proliferasi jaringan fibrosa dan pembentukan

26

pembuluih darah baru. Aktivitas pemulihan yang produktif ibni merupakan


karekteristrik yang sangat penting dari lesi kronis dan pada keadaan iritasi serta
inflamasi jangka panjang, elemen jaringan fibrosa akan menjadi komponen utama
dari perubahan jaringan. Jadi, kerusakan dan perbaikan berlangsung bergantian dan
proporsi dari tiap-tiap proses ini akan mempengaruhi warna dan bentuk gingiva. Bila
inflamsi dominan, jaringan akan berwarna merah, lunak dan mudah berdarah;bila
produksi jaringan fibrosa yang dominan, gingiva akan menjadi keras dan berwarna
merah muda walaupun bengkak perdarahan kurng , bahkan tidak ada.13

II.4. Hubungan antara Gigi Berjejal Anterior Rahang Atas dan Rahang Bawah
terhadap terjadinya Gingivitis.
Maloklusi dapat mengakibatkan beberapa gangguan atau hambatan dalam diri
penderitanya. Dilihat dari segi fungsi, gigi crowded amat sulit dibersikan dengan
menyikat gigi, kondisi ini dapat menyebabkan gigi berlubang (caries) dan penyakit
gusi (gingivitis) bahkan kerusakan jaringan pendukung gigi (periodontitis) sehingga
gigi menjadi goyang dan terpaksa harus dicabut. Dari segi rasa sakit fisik, maloklusi
yang para pada tulang penunjang dan jaringan gusi, menimbulkan kesulitan dalam
menggerakkan

rahang

(gangguan

otot

dan

nyeri),

gangguan

sendi
27

temporomandibular, dan dapa menimbulkan sakit kepala kronis atau sakit pada wajah
dan leher.4
Gingivitis merupakan suatu kondisi inflamasi yang melibatkan gingiva. Adapun
karateristik klinis dari gingivitis dapat dilihat dari :11
1. Warna gingiva, terjadi perubahan dari warna pink (merah muda) ke warna
merah, merah tua, merah kebiruan pada gingval tepit an meluas sampai
gingival cekat.
2. Kontur gingiva, terjadi perubahan bentuk gingiva dari bentuk normal seperti
kerah baju (lancip) menjadi membulat dan datar.
3. Tekstur gingiva, terjadi pengurangan stippling (gambaran seperti kulit jeruk).
4. Konsistensi, terjadi perubahan kekenyalan gingiva dari kenyal, lunak
(odematus) menjadi fibrotik.
5. Ukuran gingiva, dari yang normal sampai membesar dan menyebabkan
terjadinya proliferasi jaringan (didukung dengan hasil radiograf).
6. Tendensi perdarahan, dapat diliat pada saat gigi, bila berdarah maka terdapat
proses inflamasi.
7. Rasa sakit, terjadi bila ada pembengkakan.

28

Gingivitis dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya kebersihan mulut yang


buruk, penumpukan karang gigi (kalkulus/tartar), dan obat-obatan tertentu yang
diminum secara rutin. Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara seksama
menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Dengan meningkatnya kandungan mineral dari
air liur, plak akan mengeras menjadi karang gigi (kalkulus). Karang gigi dapat
terletak di leher gigi dan terlihat oleh mata sebagai garis kekuningan atau kecoklatan
yang keras dan tidak dapat dihilangkan hanya dengan menyikat gigi. Kalkulus juga
dapat terbentuk di bagian dalam gusi (saku gusi/poket). Kalkulus adalah tempat
pertumbuhan yang baik bagi bakteri, dan dapat menyebabkan radang gusi sehingga
gusi mudah berdarah.17

29

Gambar 6. Gingivitis pada Gigi Berjejal


(Sumber : http://www.doctorspiller.com/images/gigiberjejal)

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1. Jenis Penelitian

30

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik


III. 2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP 12 Makassar
III. 3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 24 Mei 2011 25 Mei 2011.
III. 4. Populasi Penelitian
Popolasi penelitian ini yaitu murid kelas I dan II SMP 12 Makassar
III. 5. Metode Sampling
Metode sampling yang digunakan yaitu total sampling
III. 6. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini yaitu murid kelas 1 dan 2 SMP 21 Makassar

III. 7. Jumlah Sampel


Jumlah sampel adalah 60 orang.
III. 8. Alat dan bahan
Alat yang digunakan yaitu:

31

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kaca mulut
Sonde
Probe periodontal
Gelas plastic
Eskavator
Alat tulis menulis
Bahan yang digunakan yaitu:
a. Alcohol
b. Tissue
c. Lembaran status gigi anak

III. 9. Data
Jenis data

: Data Primer

Penyajian Data

: Data disajikan dalam bentuk tabel

Pengolahaan Data

: Data diolah dengan system SPSS

III. 10. Definisi Oprasional


1. Gigi berjejal anterior rahang atas adalah gigi anterior rahang atas yang
mengalami tumpang tindih,gigi berkelompok, berpindah tempat dalam
berbagai arah atau berputar.
2. Gigi berjejal anterior rahang bawah adalah gigi anterior rahang bawah yang
mengalami tumpang tindih, gigi berkelompok, berpindah tempat dalam
berbagai arah atau berputar

32

3. Gingiva adalah bagian dari mukosa mulut yang menutupi processus alveolar
dan mengelilingi leher gigi.
4. Gingivitis merupakan peradangan pada mukosa atau jaringan gingiva yang di
tandai dengan berubahnya warna gingiva menjadi merah terang, mengalami
pembengkakan dan pada kasus yang tertentu dapat berakibat perdarahan pada
jaringan gingiva.
III. 11. Jalannya Penelitian

Sosialisasi kepada pihak sekolah yang bersangkutan yaitu kepala sekolah dan
guru-guru tentang maksud dan tuuan mengadakan penelitian disekolah

tersebut.
Mengambil nama-nama seluruh murid-murid kelas 1 dan 2 pada SMP 21

Makassar.
Memanggil satu persatu murid, kemudian mencatat nama lengkap, umur,
jenis kelamin, peerjaan orang tua, dan mengisi tabel yang berisi status gigi
anak dengan melakukan pemeriksaan gigi yang mengalami gigi berjejal dan

gingivitis pada gigi anak.


Setelah semua data telah di catat, selanjutnya mengolah data tersebut dengan
cara menghitung jumlah keseluruhan data dari masing-masing jenis data
berdasarkan umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan orang tua, dan tingkat
pendidikan orang tua.

33

BAB IV
HASIL PENELITIAN

IV.1. Karakteristik sampel penelitian


Tabel 1.Karakteristik sampel (n=60)
Karakteristik Sampel

42

70,0

Kelompok umur (tahun)


11 - 13

34

14 - 16

18

30,0

Laki-Laki

24

40,0

Perempuan

36

60,0

Tidak Bekerja

8,3

PNS

41

68,3

Swasta

3,3

Wiraswasta

12

20,0

Jenis kelamin

Pekerjaan

Sumber : Data Primer


Tabel 1 menunjukkan karakteristik responden yaitu kelompok umur responden
umumnya adalah 11 13 tahun 42 orang (70,0%) sedangkan 14-16 tahun 18 orang
(30,0%), jenis kelamin laki-laki 24 orang (40,0%) dan perempuan 36 orang (60,0%).
Pekerjaan oang tua responden

umumnya

PNS 41 orang (68,3%) dibanding

wiraswasta 12 orang (20,0%), tidak bekerja 5 orang (8,3%) dan paling sedikit
bekerja dibidang swasta 2 orang (3,3%).
Tabel 2. Distribusi Variabel Penelitian
Variabel Penelitian

Ya

30

50,0

Tidak

30

50,0

Crowded

35

Gingivitis Rahang Atas


Tidak terdapat Inflamasi

15

25,0

Inflamasi ringan

19

31,7

Inflamasi sedang

11

18,3

Inflamasi parah

15

25,0

Inflamasi ringan

24

40,0

Inflamasi sedang

22

36,7

Inflamasi parah

14

23,3

Ringan

12

20,0

Sedang

14

23,3

Berat

34

56,7

Gingivitis Rahang Bawah

Gingivitis RA dan RB

Sumber : Data Primer

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah responden yang mengalami crowded


dengan tidak crowded sama yaitu 30 orang (50%). Pada gigi rahang atas, umumnya
terdapat inflamasi ringan 19 orang (31,7%), inflamasi parah dan tidak terdapat
inflamsi masing-masing 15 orang (25,0%) dan inflamasi sedang 11 orang (18,3%).
Pada gigi rahang bawah, umumnya responden mengalami inflamasi ringan 24 orang
(40,0%), inflamasi sedang 22 orang (36,7%) dan inflamasi parah 14 orang (23,3%).
Responden yang mengalami gingivitis berat pada rahang atas dan bawah sebanyak

36

34 orang (56,7%), sedang 14 orang (23,3%) sedangkan yang mengalami gingivitis


ringan pada rahang atas dan rahang bawah sebanyak 12 orang (20,0%).

IV.2. Analisis Hubungan


1. Hubungan Umur dengan Gingivitis
Tabel 3. Hubungan Umur dengan Gingivitis
Status Gingivitis
Umur

Ringan

Sedang

Jumlah

Berat

11 - 13

10

16,7

13,3

24

40,0

42

70,0

14 - 16

3,3

10,0

10

16,7

18

30,0

Total

12

20,0

1
4

23,3

34

56,7

60

100,0

0,346

Sumber : Data Primer


Tabel 2 menunjukkan hubungan antara umur dengan gingivitis. Tampak
bahwa pasien yang berumur 11-13 tahun lebih banyak mempunyai gingivitis
berat sebanyak 24 orang (40,0%), dan 10 orang (16,7%) gingivitis ringan dan
8 orang (13,3%) mempunyai gingivitis sedang. Sedangkan pasien yang
berumur 14-16 tahun lebih banyak mempunyai gingivitis berat yaitu 10
orang (16,7%), dan 6 orang (10,0%) gingivitis sedang dan 2 orang (3,3%)
gingivitis ringan. Hasil analisis data dengan uji Chi-square diperoleh nilai

37

p=0,346 (p.0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
umur dengan status gingivitis.
2. Hubungan jenis kelamin dengan gingivitis
Tabel 4. Hubungan Jenis Kelamin dengan Gingivitis
Status Gingivitis
Jenis
kelamin

Ringan

Sedang

Jumlah

Berat

Laki-Laki

8,3

8,3

14

23,3

24

40,0

Perempua
n

11,7

15,0

20

33,3

36

60,0

Total

12

20,0

1
4

23,3

34

56,7

60

100,0

0,932

Sumber : Data Primer

Tabel 4 menunjukkan

hubungan antara jenis kelamin dengan gingivitis.

Tampak bahwa pasien laki-laki

umumnya

mempunyai gingiva berat

sebanyak 14 orang (23,3%) sedangkan yang ringan maupun sedang masingmasing 5 orang (8,5%). Sedangkan pasien perempuan lebih banyak yang
memiliki gingivitis berat sebanyak 20 orang (33,3%), sedang sebanyak 9
orang (15,0%) dan gingivitis ringan sebanyak 7 orang (11,7%). Dari hasil
analisis data dengan uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,932 (p>0,05) yang
berarti bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan
gingivitis.

38

3. Hubungan pekerjaan orang tua dengan gingivitis


Tabel 5. Hubungan Pekerjaan Orang Tua Dengan Gingivitis
Status Gingivitis
Pekerjaan
Orang Tua

Jumlah

Ringan

Sedang

Tidak Bekerja

0,0

0,0

8,3

8,3

PNS

13,3

15,0

24

40,0

41

68,3

Swasta

0,0

1,7

1,7

3,3

Wiraswasta

6,7

6,7

6,7

12

20,0

12 20,0 14 23,3

34

56,7

60

100,0

Total

Berat

0,265

Sumber : Data Primer


Tabel 5 menunjukkan

hubungan antara Pekerjaan Orang Tua dengan

gingivitis. Tampak bahwa pasien yang memiliki orang tua tidak bekerja
semuanya mempunyai gingivitis berat 5 orang (8,3%). Pasien yang
mempunyai orang tua PNS umumnya mempunyai gingivitis berat 24 orang
(40,0%), dan gingivitis ringan 8 orang (13,3%). Pasien dengan orang tua
bekerja sebagai wiraswasta mempunyai gingivitis ringan, sedang dan berat
yang sama masing-masing 4 orang (6,7%). Hasil analisis data dengan uji Chisquare diperoleh nilai p = 0,265 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan
bermakna antara pekerjaan orang tua dengan status gingivitis.
4. Hubungan crowded dengan gingivitis
Tabel 6. Hubungan Crowed dengan Gingivitis

39

Status Gingivitis
Crowded

Ringan

Sedang

Jumlah

Berat

Tidak

11

18,3

13,3

11

18,3

30

50,0

Ya

1,7

10,0

23

38,3

30

50,0

Total

12

20,0

1
4

23,3

34

56,7

60

100,0

0,002

Sumber : Data Primer

Tabel 6 menunjukkan hubungan antara gigi crowded dengan status gingivitis.


Tampak bahwa responden yang tidak memiliki gigi crowded lebih banyak
mempunyai gingivitis ringan dan berat masing-masing 11 orang (18,3%)
sedangkan gingivitis sedang sebanyak 8 orang (13,3%). Responden yang
mengalami crowded lebih banyak mempunyai gingivitis berat sebanyak 23
orang (38,3%) dan gingivitis

ringan 1 orang (1,7%). Hasil analisis data

dengan uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,002 (p<0,05) yang berarti ada
hubungan bermakna antara crowded dengan gingivitis.
BAB V
PEMBAHASAN

Gigi berjejal dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor langsung
dan tidak langsung. Prolong retensi, premature loss, ukuran gigi yang besar
40

sedangkan rahang kecil, dan supernumerary teeth (jumlah gigi berlebihan) dapat
menjadi faktor penyebab terjadinya keberjejalan gigi atau biasa disebut crowding
teeth.18
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kelainan oklusi, gigi berjejal
menjawab banyak masalah penyakit periodontal, dan gigi berjejal menjadi masalah
utama dalam pencegahan penyakit periodontal. Beberapa penelitian yang objeknya
adalah study maloklusi dan hubungan dengan penyakit periodontal lebih dipengaruhi
oleh status kebersihan mulut individu.19
Kesulitan dalam pemeliharaan kesehatan mulut dapat mengakibatkan
akumulasi dari plak gigi, yang mana menjadi

pertimbangan utama terjadinya

penyakit periodontal. Kontak proximal yang tidak seharusnya menyebabkan col.


Ini menyebabkan radang pada gingiva, periodontitis dan gigi mungkin mengalami
migrasi patologi.20
Pada penelitian yang dilakukan oleh Schroeder membuktikan hubungan
langsung antara plak bakteri dan invlamasi gingival, yang merupakan faktor utama
penyebab terjadinya gingivitis, tetapi gingivitis tidak akan berkembang pada individu
dengan status kebersihan mulut yang baik meskipun giginya tidak beraturan.19
V.1. Karakteristik Sampel Penelitian
Tabel 1 menunjukkan sebagian besar responden berumur 11-13 tahun yaitu
42 orang (70,0%). Hal ini menunjukkan bahwa mereka masih perlu perhatian dan
41

anjuran orang tua untuk menjaga kebersihan gigi. Responden umumnya perempuan
sebanyak 36 orang (60,0%). Perhatian terhadap kesehatan gigi biasanya lebih besar
pada anak perempuan dibandingkan laki-laki.
Sebagian besar orang tua responden bekerja sebagai PNS yaitu 41 orang
(68,3%). Hal ini menunjukkan bahwa umumnya keluarga responden mampu untuk
menyediakan alat dan bahan untuk

menjaga kebersihan dan kesehatan

mulut

anggota keluarga mereka.


V.2. Hubungan antara Umur dengan Gingivitis
Pada tabel 3 menunjukkan hasil uji chi-square yang menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan status gingivitis (p<0,346).

V.3. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Gingivitis


Pada tabel 4 menunjukkan hasil uji chi-square yang menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan status gingivitis
p=0,932 (p>0,05).
V.4. Hubungan antara Pkerjaan Orang Tua dengan Gingivitis
Pada tabel 5 terlihat hasil uji chi-square yang menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara pekerjaan orang tua dengan status gingivitis

42

responden, dimana nilai p = 0,265 (p>0,05). Dalam penelitian ini pekerjaan orang tua
sedikit berpengaruh dalam hal edukasi kesehatan mulut untuk anak, dan kemampuan
untuk menyediakan alat dan bahan dalam proses kebersihan gigi dan mulut anak.
V.5. Hubungan antara Crowded dengan Gingivitis
Pada tabel 6 menunjukkan hasil uji chi-square ada hubungan yang bermakna
antara crowded (gigi berjejal) dengan status gingivitis (p<0,05). Hal ini disebabkan
karena adanya gigi berjejal (crowded) menyebabkan upaya menjaga kebersihan gigi
dan mulut lebih sulit, karena dalam proses menyikat gigi kemungkinan celah antara
gigi tidak dapat dibersihkan dengan baik yang pada akhirnya menyebabkan retensi
sisi makanan, dan plak yang jika tidak dibersihkan dengan baik akan menyebabkan
peradangan pada gingiva, atau biasa disebut gingivitis.

BAB VI
PENUTUP

VI.1. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan, bahwa:

43

1. Umur tidak berhubungan dengan gingivitis. Kejadian gingivitis dapat terjadi


pada semua tingkatan umur.
2. Jenis kelamin tidak berhubungan dengan

gingivitis. Laki-laki

maupun

perempuan dapat terkena gingivitis


3. Pekerjaan orang tua tidak berhubungan dengan gingivitis. Keluarga mampu
tidak menjamin status gingivitis anak-anaknya
4. Ada hubungan antara crowded dengan gingivitis. Adanya gigi crowded
membutuhkan upaya membersihkan gigi yang

lebih ekstra untuk

menghindari terjadinya gingivitis.


VI.2 SARAN
Penelitian yang

telah dilakukan mengenai hubungan antara gigi berjejal

rahang atas dan rahang bawah ini masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut
dengan jumlah sampel yang lebih banyak agar hasilnya dapat tergeneralisasikan
dengan baik.
Dalam menentukan faktor-faktor predisposisi terjadinya gingivitis perlu juga
dihubungkan dengan status kebersihan mulut seseorang yang dapat diukur dengn oral
hygiene indeks, tidak hanya umur, pekerjaan orang tua, dan jenis kelamin. Hal ini
untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat.

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Siswono. Kebiasaan buruk sebabkan gigi tumbuh berjejal. [internet].


Indonesian Nutrition Network [cited 2011 Feb 4]. Available from : URL :
http://www.gizinet.com/kebiasaanburukgigiberjejal.htm.
2. PDGI online. Perawatan dengan kawat gigi. [internet]. PDGI online [cited
2011 Feb 4]. Available from : URL : http://www.pdgionline.com/index.php.
3. Thomson H. Oklusi. 2nd ed. Alih Bahasa : Lilian Yuwono. Jakarta : EGC ;
2007. p. 128.
4. Dewi Oktavia. Hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja di
kota Medan. Dentika dental jurnal ; 2009,vol.14 no.2. p.115

45

5. TD Foster. Ortodonsi. Alih Bahsa : Lilian Yuwono. Ed 3. Jakarta : EGC ;


1997. p. 117-120.
6. MK Alam. Orthodontic treatment of mandibular anterior crowding. [internet].
Bangladesh Journal of Medical science [cited 2011 March 13]. Available
from: URL : http://www.healthmantra.com/.
7. Anonymous. [internet]. 2008. Mengapa gigi tidak teratur. Accessed on 20 Juni
2011.

Available

from:

http://rumahkusorgaku.wordpress.com/2008/0414/mengapa-gigi-tidakteratur/.

8. Malik,Isnaniah. 2008. Kesehatan Gigi Untuk Keluarga. Bagian Ortodonti


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran: Bandung
9. Paradipta. Space Maintainer. [internet] [cited 2011 March 4]. Avalaible from :
URL : http://paradipta.blogspot.com/.
10. C Maulani. [internet]. 2008. Crowding. Accessed on 20 Juni 2011. Available
from: http://dention.bravehost.com/CROWDING.htm.
11. Anonymous. [internet]. Periodontologi aethiologic and pathogenesis. chapter
10.

Available

from:

http://www.us.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9780443102110/9
780443102110.pdf

46

12. Newman MG, Takei RI. Caranzas clinical periodontology. 9 th ed. W.B.
Saunders Company : USA ; 2002. p. 16-9, 22-30, 269-81, 303-10.
13. Cilmiaty Risya. Kelainan jaringan penyangga gigi. . [internet]. [2011 March
13]. Available from : URL : http://cilmiaty.blogspot.com/2009/04/kelainanjaringan-penyangga-gigi-by.html.
14. McDonald. Dentistry for the child and adolescent. 8th edition. Mosby.
15. Machmud Edy. Desain preparasi gigitiruan cekat mempengaruhi kesehatan
jaringan periodontal. Jurnal Dentofasial ; April 2008. Volume 07 No.01. p. 13.
16. Nurul Dewi. Gingiva yang mudah berdarah serta pengelolaannya. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ; Maret 2003. Volume 10 No.01. p. 51.
17. Yayan A. Penyakit gigi dan mulut. FK UNRI. [internet]. [2011 Feb 26].
Available from : URL : http://yayanakhyar.wordpress.com
18. Apin. [internet]. 2008. Gigi berjejalan. Accessed on 20 Juni 2011. Available
from: http://papinbukanipin.wordpress.com/2011/0203/crowding.
19. Schroeder Souza. Evaluation of periodontal index of gingival and plaque with
dental crowding in development of gingivits in children and adolescents.
Odontology Department Campus Universitrio ; 2004. p. 20. Available
from: http://redalyc.uaemex.mx/redalyc/pdf/1530/153013561003.pdf.
20. V Chandrasekhara Reddy, BR Ashok Kumar, Anil Ankola. Relationship
Between Gingivitis and Anterior Teeth Irregularities Among 18 to 26 Years

47

Age Group: A Hospital Based Study in Belgaum, Karnataka. Accessed on 20


Juni 2011. Available from: http://www.johcd.org.

48

Anda mungkin juga menyukai