2.
Pengarusutamaan Gender
Pembangunan nasional ditujukan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Untuk itu, pembangunan nasional selayaknya memberikan
akses yang memadai serta adil dan setara bagi perempuan dan
laki-laki untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan
memanfaatkan hasil-hasil pembangunan, serta turut
mempunyai andil dalam proses pengendalian/kontrol
pembangunan.
Penanggulangan Kemiskinan
Penanggulangan kemiskinan harus dilaksanakan secara
menyeluruh lintas bidang oleh berbagai pihak, baik
kementerian/lembaga di pusat, maupun dinas teknis di tingkat
daerah serta didukung oleh pihak-pihak tersebut baik
perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat maupun
masyarakat sendiri. Tingkat kemiskinan yang dicerminkan
oleh tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan dan
3-2
3.
Perubahan Iklim
Perubahan iklim yang terjadi telah membuat isu global
sekaligus merupakan tantangan pembangunan nasional.
Sedikitnya terdapat empat indikator yang menunjukkan
terjadinya perubahan iklim yaitu kenaikan permukaan air laut,
kenaikan temperatur udara, perubahan curah hujan, dan iklim,
serta peningkatan frekuensi iklim ekstrim. Penanganan isu ini
menuntut kerja sama semua pelaku pembangunan di berbagai
bidang.
Pembangunan Kelautan Berdimensi Kepulauan
Pembangunan berdimensi negara kepulauan adalah
pembangunan yang berorientasi pada pengembangan potensi
kepulauan secara ekonomi, ekologis dan sosial yang
ditunjukkan untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya
yang ada di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat generasi sekarang dan generasi selanjutnya.
4.
Perlindungan Anak
Pembangunan perlindungan anak ditujukan untuk memenuhi
hak-hak anak Indonesia. Perlindungan anak ini mencakup
anak yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan, dan meliputi hak-hak anak untuk hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dalam berbagai aspek
kehidupan, serta mendapat perlindungan dari berbagai tindak
kekerasan, perdagangan anak, eksploitasi, dan diskriminasi.
Dengan demikian, upaya pemenuhan hak-hak anak terkait
dengan berbagai bidang pembangunan.
3-3
3.1
PENGARUSUTAMAAN
3.1.1
PENGARUSUTAMAAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
jika dilihat dari sisi konflik kewenangan dan beban anggaran negara
yang semakin besar.
Jika dikaitkan dengan akuntabilitas kinerja, hasil evaluasi yang
dilakukan terhadap Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya 24%
atau 81 instansi pemerintah (23 IP pusat dan 58 IP daerah) yang
dinilai akuntabel (nilai > 50). Hal ini disebabkan antara lain oleh
penyusunan penganggaran serta program dan kegiatan belum
sepenuhnya disertai dengan indikator kinerja yang jelas
(performance based budgeting), serta belum terintegrasinya sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, mulai dari proses
perencanaan, penganggaran, penilaian kinerja, manajemen kinerja,
hingga sistem sanksi dan penghargaan bagi kinerja instansi
pemerintah.
Dalam manajemen kepegawaian, permasalahan yang dihadapi
terkait dengan kualitas SDM aparatur yang belum mendukung
peningkatan kinerja birokrasi. Hal ini disebabkan oleh belum
diterapkannya sistem merit secara penuh dalam praktik manajemen
kepegawaian, mulai dari pengadaan pegawai, promosi dan mutasi,
diklat, penilaian kinerja, hingga sistem penggajian dan pensiun. Di
samping itu, Pemerintah belum memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK) dalam proses kerjanya secara optimal.
3 - 10
3.
3 - 12
2.
kerja yang lebih efisien dan efektif, dan penataan kearsipan yang
modern dan andal yang dapat mendukung peningkatan akuntabilitas
kinerja.
Dalam rangka mendukung penataan kearsipan, pemerintah
telah melakukan revisi terhadap UU Nomor 7 Tahun 1971 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan yang bertujuan untuk
menyempurnakan peraturan mengenai penyelenggaraan kearsipan
nasional secara menyeluruh, baik dari aspek filosofis, juridis, politik,
hukum, maupun sosiologis, dan disahkan oleh Presiden RI pada
tanggal 23 Oktober 2009 menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2009 tentang Kearsipan. Di dalam UU Kearsipan yang baru ini,
ruang lingkup arsip diperluas dari yang semula hanya mengatur
tentang arsip statis menjadi mengatur pula arsip dinamis.
Peningkatan profesionalisme SDM Aparatur dilakukan melalui
pemantapan penerapan sistem merit dalam penyelenggaraan
manajemen PNS, antara lain, penerimaan pegawai yang semakin
terbuka dan kompetitif, pemanfaatan pusat penilaian kompetensi
(Assessment Center), dan penerapan sistem promosi dan mutasi yang
lebih terbuka dan berbasis kompetensi. Untuk mendukung sistem
penerimaan pegawai yang terbuka dan kompetitif, telah dilakukan
penyempurnaan terhadap database formasi PNS serta pembangunan
dan uji coba implementasi sistem seleksi CPNS dengan sistem
Computer Assisted Test (CAT).
Kualitas implementasi akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah terus ditingkatkan melalui manajemen pemerintahan
yang efektif, transparan, akuntabel, dan berorientasi pada hasil.
Evaluasi yang dilakukan terhadap kualitas implementasi
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP) tahun 2009
menunjukkan peningkatan jumlah instansi pemerintah yang dinilai
akuntabel kinerjanya (nilai > 50), yaitu dari 24,29% menjadi 25,32
%, yang terdiri atas 36 IP pusat, 1 IP provinsi, dan 3 IP
kabupaten/kota. Meningkatnya akuntabilitas kinerja sekaligus
menunjukkan peningkatan efektivitas instansi pemerintah untuk
mencapai sasaran-sasaran kinerjanya.
3 - 15
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Meningkatkan
pelaporannya;
9.
akuntabilitas
pengelolaan
anggaran
dan
2.
3.
3 - 16
pelayanan
pada
unit
4.
5.
6.
2.
3.
4.
5.
6.
3.1.3
PENGARUSUTAMAAN GENDER
3 - 20
89,10 persen dan 95,38 persen pada tahun 2008, menjadi 99,40
persen dan 99,55 persen pada tahun 2009.
Di bidang kesehatan, data HDR menunjukkan peningkatan
angka harapan hidup, baik laki-laki maupun perempuan, dari masingmasing 67,80 tahun dan 71,60 tahun pada tahun 2005, menjadi 68,50
tahun dan 72,50 tahun pada tahun 2007. Selain itu, terjadi penurunan
yang signifikan pada angka kematian ibu melahirkan, dari 307 per
100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002--2003) menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup (2007). Berbagai upaya telah dilakukan
dalam rangka menurunkan angka kematian ibu, antara lain melalui
penerapan pedoman revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) di 294
kecamatan dari 147 kabupaten/kota di 33 provinsi. Di samping itu,
yang perlu diperhatikan adalah peningkatan upaya pelibatan laki-laki
untuk berperan aktif dalam penurunan AKI, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dalam proses penyelamatan ibu melahirkan.
Hal yang sama juga perlu dicermati untuk kesehatan reproduksi,
tidak hanya menyangkut kesehatan reproduksi perempuan, tetapi
juga pentingnya partisipasi laki-laki. Data SDKI menunjukkan
bahwa prevalensi pemakaian kontrasepsi laki-laki telah meningkat,
dari 1,30 persen (2002/2003) menjadi 1,50 persen (2007), sedangkan
untuk perempuan telah meningkat dari 55,4 persen menjadi 55,9
persen pada periode yang sama.
Di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, peningkatan akses
lapangan kerja bagi perempuan ditunjukkan oleh penurunan tingkat
pengangguran terbuka (TPT) perempuan, dari 10,77 persen pada
tahun 2007 menjadi 8,47 persen pada tahun 2009 (Sakernas,
Agustus). Hal yang sama juga terjadi pada TPT laki-laki, yang
mengalami penurunan dari sebesar 8,11 persen pada tahun 2007
menjadi 7,51 persen pada tahun 2009. Di samping itu, tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan juga mengalami
peningkatan, dari 50,25 persen pada tahun 2007, menjadi 50,99
persen pada tahun 2009 walaupun jauh lebih rendah apabila
dibandingkan dengan laki-laki, yaitu sebesar 83,65 persen (2009).
Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya perempuan yang memilih
untuk mengurus rumah tangga jika dibandingkan dengan laki-laki
sehingga perempuan lebih banyak berada di luar angkatan kerja.
Sebagai gambaran, pada bulan Agustus 2009 perempuan yang
3 - 22
mengurus rumah tangga mencapai sekitar 31,8 juta, sementara lakilaki hanya 1,5 juta orang.
Dalam jabatan publik, terdapat sedikit peningkatan partisipasi
perempuan selama kurun waktu tiga tahun terakhir, terutama dari
partisipasinya dalam pengambilan keputusan. Pada tahun 2006,
persentase perempuan yang menduduki jabatan eselon I sampai
eselon IV, masing-masing sebesar 9,60 persen; 6,60 persen; 13,70
persen; dan 22,40 persen. Pada tahun 2008, persentase tersebut untuk
eselon II sampai eselon IV, masing-masing meningkat menjadi 7,10
persen; 14,50 persen; dan 23,50 persen. Sementara itu, data BKN
pada Juni 2008 menunjukkan bahwa jumlah PNS perempuan adalah
44,50 persen dari seluruh PNS.
Di bidang politik, kemajuan yang dicapai antara lain
ditunjukkan dengan ditetapkan dan disosialisasikannya UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dan UndangUndang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah.
Undang-Undang
tersebut
mengamanatkan dengan jelas 30 persen keterwakilan perempuan
dalam kepengurusan partai politik di tingkat pusat dan daerah dalam
daftar yang diajukan untuk calon anggota legislatif. Di samping itu,
hasil pemilu 2009 juga menunjukkan peningkatan keterwakilan
perempuan di lembaga legislatif, yaitu dari 11,30 persen pada pemilu
tahun 2004, menjadi 17,90 persen pada tahun 2009. Demikian pula
halnya dengan anggota DPD perempuan, yang meningkat dari 19,80
persen pada tahun 2004 menjadi 27,30 persen pada tahun 2009.
Sementara itu, dalam rangka meningkatkan perlindungan
perempuan dari berbagai tindak kekerasan, kemajuan yang dicapai
antara lain adalah dibentuknya Pusat Krisis Terpadu (PKT) bagi
perempuan korban kekerasan berbasis rumah sakit di 22 rumah sakit
umum daerah dan vertikal, serta Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di
43 rumah sakit Polri. Selain itu, Kepolisian RI telah menyediakan
305 unit perlindungan perempuan dan anak (UPPA) yang berlokasi
di Polda dan Polres yang tersebar di seluruh Indonesia. Selanjutnya,
telah pula dibentuk dan berfungsi Women Crisis Centre/Women
Trauma Centre yang jumlahnya mencapai 42 buah, dan tersebar di
seluruh Indonesia.
3 - 23
2.
3.
3 - 26
3.2
3.2.1
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
3 - 28
a.
b.
c.
3 - 31
TABEL 3.1
JUMLAH KECAMATAN PNPM TAHUN 2009-2010
Program
PNPM Perdesaan
PNPM Perkotaan
PPIP/RIS
PISEW
P2DTK
Total
Jml
Kec
4.371
1.145
479
237
186
6.418
2009
Alokasi BLM
(miliar rupiah)
6.987,1
1.737,0
950, 0
485,3
195,9
10.355,3
Jml
Kec
4.805
885
215
237
186
6.328
2010
Alokasi BLM
(miliar rupiah)
9.685,7
1.356,4
425,0
355,0
11,4
11.833,5
triliun pada tahun 2007/2008, dan Rp 0,5 triliun pada tahun 2009.
Pada APBN-P 2010, pemerintah juga menyediakan dana sebesar Rp
1,8 triliun untuk memperkuat skema penjaminan KUR.
Realisasi penyaluran KUR sampai dengan 30 Juni 2010
(akumulatif dari tahun 2008) mencapai lebih dari Rp 22,4 triliun
untuk lebih dari 2,9 juta debitur, dengan rata-rata kredit per debitur
sebesar Rp 7,6 juta. Sekitar 2,8 juta debitur KUR merupakan usaha
skala mikro. Distribusi penyaluran KUR paling besar adalah di
sektor perdagangan, restoran, dan hotel (68,6 persen volume KUR,
dan 81,2 persen jumlah debitur); dan di sektor pertanian, peternakan,
kehutanan, dan perikanan (15,3 persen volume KUR, dan 10,4
persen jumlah debitur). Penyaluran KUR terus ditingkatkan melalui
upaya penyesuaian ketentuan KUR dan penurunan suku bunga dari
16 persen menjadi 14 persen untuk KUR Ritel, dan dari 24 persen
menjadi 22 persen untuk KUR Mikro. Melalui Inpres No. 1 tahun
2010, cakupan penyaluran KUR juga diperluas dengan menambah
jumlah bank penyalur KUR menjadi 19 bank dengan melibatkan 13
Bank Pembangunan Daerah (BPD); serta meningkatkan penyaluran
KUR kepada sektor-sektor produktif, khususnya pertanian,
perindustrian, kelautan dan perikanan, serta kehutanan. Upaya-upaya
ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah UMKM yang
memanfaatkan KUR.
Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan dan program
penanggulangan kemiskinan, koordinasi penanggulangan kemiskinan
semakin ditingkatkan efektivitas dan percepatannya melalui
pembentukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K), yang berada di bawah koordinasi Wakil Presiden RI.
Dengan peningkatan tingkat koordinasi ini, diharapkan koordinasi
antarbidang dan terutama koordinasi di daerah akan semakin efektif.
Untuk itu, dengan terbentuknya TNP2K, langkah-langkah koordinasi
di daerah melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (TKPKD) akan semakin baik pula sehingga penanggulangan
kemiskinan terutama pada daerah-daerah yang tingkat
kemiskinannya masih tinggi akan dapat dipercepat penurunannya.
Sebagai hasil dari pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi
dan sosial serta pelaksanaan program-program keberpihakan dalam 3
klaster yang beberapa programnya diuraikan di atas serta upaya3 - 34
3.2.2
PERUBAHAN IKLIM
3 - 37
2.
3.2.3
PEMBANGUNAN
KEPULAUAN
KELAUTAN
BERDIMENSI
2.
3.
4.
5.
6.
3 - 46
3.2.4
PERLINDUNGAN ANAK
persen dari 29,3 juta anak usia dini (0 s/d 6 tahun) belum
mengenyam program pendidikan anak usia dini.
Di bidang kesehatan, permasalahan terkait dengan anak antara
lain masih rendahnya tingkat keberlanjutan pelayanan kesehatan
(continuum of care) pada anak, khususnya pada penduduk miskin;
masih tingginya prevalensi anak yang pendek (stunting) sebagai
indikasi kekurangan gizi kronis; dan adanya tantangan baru keadaan
gizi berlebih yang menyebabkan obesitas (kegemukan) akibat asupan
makanan yang tidak seimbang. Selain itu, perilaku merokok semakin
memburuk dengan makin mudanya usia awal perokok. Anak usia 5-9 tahun sudah mulai merokok dan peningkatan prevalensinya sangat
mengkhawatirkan, yaitu dari 0,4 persen (2001) menjadi 1,8 persen
(2004) atau meningkat lebih dari 4 kali. Pemberian ASI eksklusif
juga menurun, yang antara lain disebabkan oleh besarnya pengaruh
dari luar, seperti pemberian susu formula gratis pada saat ibu
melahirkan. Pada tahun 2005, cakupan bayi 0--6 bulan yang disusui
secara ekslusif baru mencapai 58,2 persen.
Dalam pemenuhan hak-hak sipil, jumlah anak yang belum
mendapatkan akta kelahiran masih tinggi, yaitu sekitar 57,18 persen
(Supas 2005). Hal ini, antara lain, disebabkan oleh (a) belum adanya
keseragaman sistem pencatatan kelahiran; (b) tingginya tingkat
kompleksitas persyaratan pengurusannya; (c) adanya inkonsistensi
aturan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dengan UndangUndang Administrasi Kependudukan mengenai jangka waktu
pembebasan biaya pengurusan akta kelahiran (dari 487
kabupaten/kota, hanya 219 kabupaten/kota yang sudah
membebaskan biaya pengurusan akta kelahiran); (d) terbatasnya
tempat pelayanan pencatatan kelahiran (hanya tersedia sampai
tingkat kabupaten/kota); dan (e) belum adanya insentif dari
kepemilikan akta kelahiran.
Kedua, masih kurangnya perlindungan terhadap anak dari
segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran, diskriminasi, dan
perlakuan salah lainnya. Data Susenas 2006 menunjukkan bahwa
sekitar 4 juta anak mengalami kekerasan setiap tahun. Sementara itu,
data Bareskrim Polri menunjukkan bahwa dalam periode tahun 2004
sampai dengan Oktober 2009 terdapat 538 anak dari 1.722 korban
perdagangan orang. Perdagangan anak biasanya ditujukan untuk
3 - 52