Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis.
Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang
berada di
perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan
masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau Appendicitis acuta
menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan
bedah.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada
anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acuta mengalami
perforasi
setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian
resusitasi
cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada
anak
usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis
Appendicitis acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa
didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif
pada
pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan
fisik
merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Appendicitis
2
.
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak
dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama
disebabkan
karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama
yang
menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya
akut abdomen di seluruh dunia
3.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta yang terjadi bila
Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh
omentum
dan/atau lekuk usus halus.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya
Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih
medial
dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami
rotasi.
Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan
dengan
Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi
Caecum.
1,2,3
Gambar 1. Appendix vermicularis
4)
Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis
Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada
usia
3

15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya
mengalami obliterasi pada orang dewasa.
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada
dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada
gambar
di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang
terjadi
apabila Appendix mengalami peradangan.

15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya
mengalami obliterasi pada orang dewasa.
1,3
Gambar 2. Potongan transversa Appendix
5
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada
dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada
gambar
di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang
terjadi
apabila Appendix mengalami peradangan.
1
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya
tidak
penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau
penyakit
imunodefisiensi lainnya.
2
2.2 INSIDENSI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang
dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1.
2
2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
2.3.1 Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak
dengan
Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang
lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium
yang
mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama
Oxyuris
vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat
disebabkan
oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti
Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.
Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti
measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat
pada
pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar
yang
mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid,

khususnya jika tumor berlokasi di


1
/
3
proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus
5

alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya
Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma,
stress psikologis, dan herediter.
6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada
kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis
acuta
gangrenosa dengan perforasi.
1,2,6,7)
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix
normal
0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan
intraluminal
sekitar 60 cmH
2
O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral,
mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di
bawah
epigastrium.
2)
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan

bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular.
Akan
tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,
muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa
Appendix
dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas
ke
RLQ
.
2,6,7 )
6
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan
suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol,
daerah
dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah.
Dengan
adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi
biasanya pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik.
1,2,6,7)
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan
BAB,
dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis,
khususnya pada anak-anak.
6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
tumpul
di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan
muntah
dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului
nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.
6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan
tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan
iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri
melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis
akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat
inflamasi
yang berasal dari dinding Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale,
serabut

saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix,
khususnya di titik Mc Burneys. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan
bawah
tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di
retrocaecal
atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak
mengenai
peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi.
Nyeri
pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau
pinggang.
Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah
testis
7
dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.
Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis
difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi
Appendix
mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6
o
C, leukositosis > 14.000, dan gejala
peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi
perforasi,
dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih
sering
dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga
tidak
ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang
terjadi
pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess.
Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada
saat
pemeriksaan fisik.
6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat
iritasi
Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.
6
2.3.2 Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar

60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis
anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal.
Diduga
lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan
mukosa
terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal
Colon memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke
Appendicitis
gangrenosa dan Appendicitis perforata.
1,2,7)
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan
lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami
perforasi.
2)
8

Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada
Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri
ini
hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix,
Appendicitis acuta dan Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes
fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria
dapat ditemukan.
1,2,7)
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta
2)
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta
2)

Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob


Batang Gram (-)
Eschericia coli
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella sp.
Coccus Gr (+)
Streptococcus anginosus
Streptococcus sp.
Enteococcus sp.
Batang Gram (-)
Bacteroides fragilis
Bacteroides sp.
Fusobacterium sp.
Batang Gram (-)
Clostridium sp.
Coccus Gram (+)
Peptostreptococcus sp.
Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non
perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali
pasien
telah mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan
laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi.
Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi,
sebagai
akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess
setelah
terapi Appendicitis. Perlindungan antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus
Appendicitis
non perforata. Pada Appendicitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara
intravena
hingga leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi
antibiotik pada drainage rongga peritoneal dan transperitoneal masih kontroversi.
2,6)
2.3.3 Peranan lingkungan: diet dan higiene
7)
9
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan
kondisi tertentu pada pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma
Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang
diantara
orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt
mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora
normal,
dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.
2.4 MANIFESTASI KLINIS

2.4.1 Gejala Klinis


Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan
nyeri perut yang didahului anoreksia.
12,13
Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri
perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang
disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan ratarata
4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi
anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix
yang
panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah
tersebut,
Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat
menyebabkan nyeri testicular.
1,2,3,7,8
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya
suhu naik hingga 38
o
C. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga >
39
o
C. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai
muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan
oleh
stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah
anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka
diagnosis Appendicitis diragukan.
2,8
Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen
mengarah pada diagnosis gastroenteritis.
10

Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa
pasien terutama anak-anak.
2,3,8
Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi
Appendix.
12,13
Tabel 1. Gejala Appendicitis acuta
9)
Gejala* Frekuensi
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan.
2
Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri
lokal
pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus
biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat
diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita Appendicitis biasanya menunjukkan
peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.
12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik
Mc
Burneys. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsings sign bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.
12
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu
tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga
Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada
bayi,
hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala
muntah, demam, dan nyeri.
13
2.4.2 Tanda Klinis
Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan

yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang
didiagnosis sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak
12

retrocaecal. Pada Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter


sehingga
nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik renal.
6
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut
akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang.
6
Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut
10)
Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360
o
mengelilingi pangkal
Caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara
costa
12 dan spina iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan
nyeri
rectal.
6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan
rectal
toucher tidak diperlukan lagi.
6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:
10
Rovsings sign

Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
13

Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan
dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan
musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari
peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.
Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign
10
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan
pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan
sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi
kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat
eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix,
abscess
lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.
Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign
10)
14

Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign


10)
Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)
Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif
bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.
Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.

Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi
atau Appendicitis letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphys sign (nyeri ketika batuk)
15
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.5.1 Laboratorium
2,3,6,7)
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm
3
, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan
shift
to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan.
Jarang
hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm
3
pada Appendicitis tanpa komplikasi.
Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan
terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat
antara 612 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit
11000, dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas
90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi
Urethra
atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada
Appendicitis
acuta dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.
2.5.2.Ultrasonografi
1,2,6,7)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis.
Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang
nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal,
Appendix

diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa


kompresi
ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith
akan
mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan
ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang,
akan
menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila
Appendix
16

tidak terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu
diagnosis
Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam
rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita
usia
reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan
transabdominal
maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin
menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah
dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%.
USG
sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas
pada
kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang
dapat

menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan


karena
proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG
negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix,
letak
retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila
Appendix mengalami perforasi oleh karena tekanan.
Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis
10)
2.5.3. Pemeriksaan radiologi
1,2,6,7)
17

Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat
sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien
Appendicitis
acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini
merupakan
temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila
ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk
menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop
leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG,
tapi
jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa
terutama
saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage
secara
tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan
yang

tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong
dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan
radiografi
dari pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya
diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada
indikasi klinis.
Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata
dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis
1)
18

Gambar 3.9. Gambaran CT Scan abdomen


Tabel 3. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis

Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi


dari
inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang
perforasi, serta
umur dan jenis kelamin pasien.
2,6)
1. Adenitis Mesenterica Acuta
Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh Appendicitis acuta pada anakanak. Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi sekarang
ini
telah menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak
dapat
ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada Appendicitis. Observasi selama
beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis mesenterica, karena
Adenitis
mesenterica adalah penyakit yang self limited. Namun jika meragukan, satusatunya
jalan adalah operasi segera.
2. Gastroenteritis akut

Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan
Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self
limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual,
dan
muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil
pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
3. Penyakit urogenital pada laki-laki.
20
Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding Appendicitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut,
karena
nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini,
Vesikulitis
seminalis dapat juga menyerupai Appendicitis namun dapat dibedakan dengan
adanya
pembesaran dan nyeri Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan Rectal
toucher.
4. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis acuta.
Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
Diverticulitis
Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Appendicitis dan
memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
5. Intususseption
Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk
membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat
berbeda.
Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun,
sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2
tahun.
Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa
berbentuk
sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tidak ada
tanda-tanda peritonitis adalah barium enema, sedangkan terapi pemberian
barium

enema pada pasien Appendicitis acuta sangat berbahaya.


6. Chrons enteritis
Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan leukositosis
sering dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare dan anorexia.
Mual
dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada enteritis namun
tidak
menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta.
7. Perforasi ulkus peptikum
Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Appendicitis jika cairan
gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara
spontan
menutup, gejala nyeri abdomen bagian atas menjadi minimal.
8. Epiploic appendagitis
21
Epiploic appendagitis mungkin disebabkan oleh infark Colon sekunder dari torsi
Colon. Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat
berlangsung
hingga beberapa hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi mual dan
muntah, dan
nafsu makan tidak berubah. Terdapat nyeri tekan pada daerah yang terkena.
Pada
25% kasus, nyeri berlangsung terus menerus hingga epiploic appendage yang
mengalami infark dioperasi.
9. Infeksi saluran kencing
Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai
Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan
terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.
10. Batu Urethra
Bila calculus tersangkut dekat Appendix dapat dikelirukan dengan Appendicitis
retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis, hematuria, dan atau
tanpa
demam atau leukositosis mendukung adanya batu. Pyelografi dapat memperkuat
diagnosis.

11. Peritonitis Primer


Peritonitis primer jarang menyerupai Appendicitis acuta simplex namun dapat
ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang
disebabkan oleh ruptur Appendix. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi
peritoneal.
Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis tersebut adalah
peritonitis primer dan terapinya adalah obatobatan. Bila ditemukan bermacam
macam bakteri, peritonitis tersebut adalah peritonitis sekunder.
12. Purpura HenochSchonlein
Sindrom ini biasanya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi Streptococcus. Nyeri
abdomen merupakan gejala yang paling menonjol, namun nyeri sendi, purpura
dan
nephritis juga hampir selalu ditemukan.
13. Yersiniosis
Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk adenitis
mesenterica, ileitis, colitis dan Appendicitis acuta. Umumnya infeksinya ringan
dan
self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang umumnnya
22
sangat fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif tidak boleh
menunda operasi, karena secara klinis Appendicitis yang disebabkan oleh
Yersinia
tidak dapat dibedakan dengan Appendicitis oleh sebab lainnya. Sekitar 5% dari
kasus
Appendicitis acuta disebabkan oleh infeksi Yersinia.
14. Kelainankelainan ginekologi
Umumnya kesalahan diagnosis Appendicitis acuta tertinggi pada wanita dewasa
muda disebabkan oleh kelainankelainan ginekologi. Angka rata-rata
Appendectomy
yang dilakukan pada Appendix normal yang pernah dilaporkan adalah 32%45%
pada wanita usia 1545 tahun. Penyakitpenyakit organ reproduksi pada wanita
sering dikelirukan sebagai Appendicitis, dengan urutan yang tersering adalah
PID,
ruptur folikel de Graaf, kista atau tumor ovarium, endometriosis dan ruptur
kehamilan

ektopik. Laparoskopi mempunyai peranan penting dalam menentukan diagnosis.


Pelvic Inflammatory Disease (PID)
Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah kanan
dapat menyerupai Appendicitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi pada
pasien
Appendicitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.
Ruptur Folikel de Graaf
Ovulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler serta nyeri
yang ringan pada abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat banyak dan berasal
dari
ovarium kanan, dapat dikelirukan dengan Appendicitis. Nyeri dan nyeri tekan
agak
difus. Leucositosis dan demam minimal atau tidak ada. Karena nyeri ini terjadi
pada
pertengahan siklus menstruasi, sering disebut mittelschmerz.
2.7 KOMPLIKASI
2.7.1. Perforasi
2.7.2. Peritonitis
23
2.7.3. Appendicular infiltrat
Appendicular infiltrat adalah Appendicular infiltrat adalah infiltrat/massa yang
terbentuk
akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian
ditutupi
oleh omentum, usus halus atau usus besar. Umumnya massa Appendix
terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa
Appendix
lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya
tahan tubuh
telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal
untuk
membungkus proses radang.
16
2.7.3.1. Patofisiologi

Bila semua proses patofisiologi Appendicitis berjalan lambat, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak kearah Appendix hingga timbul suatu massa
lokal yang
disebut Appendicularis infiltrat. Peradangan Appendix tersebut dapat menjadi
abses atau
menghilang.
17
Appendicularis infiltrat merupakan tahap patologi Appendicitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding Appendix dalam waktu 24-48
jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan
menutup Appendix dengan omentum, usus halus, atau Adnexa sehingga
terbentuk massa
periappendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang
dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abscess, Appendicitis akan sembuh
dan massa
periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri
secara
lambat.
17
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan Appendix lebih panjang,
dinding
Appendix lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
17
Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme,
daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding Appendix, omentum, usus yang lain,
peritoneum
parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria, uterus tuba, mencoba
membatasi dan

melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan
sudah
24
terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah
selesai
tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum
abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar-benar istirahat (bedrest).
19
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah.
Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami
eksaserbasi akut.
18
2.7.3.2. Manifestasi Klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian
disertai
adanya massa periapendikular. Gejala klasik Appendicitis akut biasanya bermula
dari
nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah.
Dalam
2-12 jam nyeri beralih ke kuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak
terlalu
tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare,
mual dan
muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap.
Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin
progresif.
17
2.7.3.3. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi,

mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu axillar dan rektal
sampai
1C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat
pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendicitis infiltrat atau adanya
Appendicular abscess terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.
18
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai
nyeri lepas. Defence muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale.
Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan
perut kiri
bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
Pada
25
Appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan
adanya rasa nyeri.
18
Jika sudah terbentuk abscess yaitu bila ada omentum atau usus lain yang
dengan
cepat membendung daerah Appendix maka selain ada nyeri pada fossa iliaka
kanan
selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abscess) juga pada
palpasi
akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat
diraba. Jika
Appendix intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal Toucher)
sebagai massa
yang hangat.
17
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat Appendicitis perforata. Pemeriksaan colok dubur
menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk,
misalnya pada
Appendicitis pelvika.

18
Pada Appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak
tidak
dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan
yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak Appendix.
18
2.7.3.4. Diagnosis
Riwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri
di
region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau
abscess
Appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun
penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma Caecum,
penyakit
Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga disingkirkan
kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan
ginekolog
seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan Kista Ovarium
terpuntir .
Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.
18
Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum
jelek,
anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop
dan
benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah sarcoma dari
kelenjar
mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri
yang
26
tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu
serangan
dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan
dan rigiditas
pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa.

17
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan:
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi
lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan
hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
16
2.7.3.5. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi dilindungi
oleh
omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang
terbentuk
tersusun atas campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan
biasanya dapat
segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada Appendix tidak dapat
mengatasi
rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum,
massa tadi
menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi
abscess yang
jelas batasnya.
17
Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah
bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk

membuang Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan


ringan yang
longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi lebih
terfiksasi,
sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan
abscess yang
dapat mudah didrainase.
17
27
Massa Appendix terjadi bila terjadi Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus
keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta
generalisata. Pada
anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa
dengan massa
periappendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan
untuk
dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa,
serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang,
dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan Appendectomy elektif dapat
dikerjakan 2-3
bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil
mungkin. Bila
terjadi perforasi, akan terbentuk abscess Appendix. Hal ini ditandai dengan
kenaikan
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa,
serta
bertambahnya angka leukosit.
17
Tatalaksana Appendicular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih
kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi Appendicular infiltrat pada anakanak,

kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik,


dengan cairan
intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif berlangsung selama
6
hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan Appendectomy elektif
setelah 4-6
minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi
yang
lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan penanganan
konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan terapi
pembedahan
segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi
karena luka
saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti
dengan
Appendectomy elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut
sama
dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang diikuti
dengan
appendectomy elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah komplikasi post
operasi dan
risiko dari prosedur pembedahan yang besar (extensive).
20
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi
abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,
appendectomy
direncanakan pada Appendicular infiltrat tanpa pus yang telah ditenangkan.
Sebelumnya
28
pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob.
Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan
Appendectomy.
20
Akhir-akhir ini terdapat manajement terapi yang terbaru yaitu dengan PLD
(Primary

Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic


Appendectomy).
PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit, makanan oral
dapat
diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan pasien menjadi afebril
pada 4-7
hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat dilepas 4-5 hari setelahnya,
perawatan di
rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini tidak terbukti terdapat komplikasi selama
intra
maupun post operasi, sedangkan bila dilanjutkan dengan LA, komplikasi yang
dapat
terjadi adalah adhesi obstruksi usus.
20
Bila sudah terjadi abscess, dianjurkan untuk drainase saja dan Appendectomy
dikerjakan
setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan atau gejala
apapun,
dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau
abses,
dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.
20
2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu
1,2,3,6,7)
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika
profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose
dipilih

antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.


Teknik operasi Appendectomy
1,2,6,8)
:
29

a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:

Horizontal Oblique
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan
ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis
karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang
terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.
b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke
medial bawah.
30
2 lapis
M.rectus abd.
sayatan
M.rectus abd.
ditarik ke medial

Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral
bawah.
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.
31

Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak
terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus
dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara
M. obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan
merobek pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah

pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama
pada
sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi
sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk
mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem
Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan
sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.
32

Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium
seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas
mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak
diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih
kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan
benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila
terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).
7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.
33

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:


a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke
dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko
kontaminasi dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh,
dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru
dilepaskan
dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat
berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan
34

menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi


dari
Appendicitis acuta.
1)

Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy


1)
2.9 KOMPLIKASI POST OPERASI
1)
1. Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena
benda asing, tuberculosis, Aktinomikosis.
2. Hernia cicatricalis.
3. Ileus
4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 2427 jam setelah
Appendectomy, kadangkadang setelah 1014 hari. Sumbernya adalah
echymosis
dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari
sistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.
2.10 PROGNOSIS
2)
Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada
tahun
1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yan
Faktor- faktor yang menyebabkan
35
penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan
terapi,
antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta
meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi
perforasi.
KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan
derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap individu.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Faktor-faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya Appendicitis meliputi
faktor obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen adalah penyebab utama
pada
Appendicitis acuta.
Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri
berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian
36

anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang


tidak
terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik pada kasus
Appendicitis adalah Rovsings sign, Psoas sign, Obturator sign, Blumbergs sign,
Wahls
sign, Baldwin test, Dunphys sign, Defence musculare, nyeri pada daerah cavum
Douglas
bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis, nyeri pada
pemeriksaan
rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan
laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding
Appendicitis antara lain; Adenitis Mesenterica Acuta, Gastroenteritis akut, penyakit
urogenital pada laki-laki, Diverticulitis Meckel, Intususseption, Chrons enteritis,
perforasi ulkus peptikum, Epiploic appendagitis, infeksi saluran kencing, batu
urethra,
peritonitis primer, Purpura HenochSchonlein, Yersiniosis, serta kelainankelainan
ginekologi.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi, peritonitis,
Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial pyemia
dengan
Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta
meliputi;
pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia,
puasakan pasien, analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah, pemberian
antibiotika
i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta. Appendicular
infiltrat adalah proses radang Appendix yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(Appendiceal mass) yang lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau
lebih
karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya Appendicitis
acuta. Dimulai dari acute focal Appendicitis acute suppurative Appendicitis
gangrenous Appendicitis (tahap pertama dari Appendicitis yang mengalami
komplikasi)
dapat terjadi 3 kemungkinan:
37
o perforated Appendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang
atau rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.
o terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama
kelamaan akan mengecil dan menghilang)
o Appendicitis kronis, merupakan serangan ulang Appendicitis yang telah
sembuh.

Appendicular infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya riwayat


Appendicitis acuta, pemeriksaan fisik berupa teraba massa yang nyeri tekan di RLQ.
Diagnosis Appendicular infiltrat dapat didiagnosis banding dengan tumor Caecum,
limfoma maligna intra abdomen, Appendicitis tuberkulosa, amoeboma, Crohns
disease,
dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun torsi kista ovarium.
Terapi Appendicular infiltrat yang terbaik adalah terapi non-operatif (konservatif)
yang diikuti dengan Appendectomy elektif (6-8 minggu kemudian), tetapi apabila
massa
tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan massa harus
segera
dibuka dan dilakukan drainase.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th
edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
38
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery Volume 2.
8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20
th
2011 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5.
http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.jp
g
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingots Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7 Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed:
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson
RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
8 Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of Surgery
Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott Williams &
Wilkins. 2001: 1466-78
9 Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family
Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at October 20
th
2011.
From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html
10. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif
11. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado

score in acute Appendicitis. Retrieved at June 25


th
2007. From:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf
39

Anda mungkin juga menyukai