Anda di halaman 1dari 20

PERATURAN KONSERVASI

Fredinan Yulianda, 2010

1. Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya


Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2. Undang-Undang No.5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB
tentang Keanekaragaman Hayati.
3. Undang-Undang No.17 Tahun 1985 tentang Pengesahaan UNCLOS.
4. Undang-Undang No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
5. Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
6. Undang-Undang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang.UU26/2007
7. Undang-Undang No.9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.
8. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
9. Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
10. Undang-Undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
11. Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka
Alam dan Suaka Margasatwa.
12. Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2007 tentang Konservasi
Sumberdaya Ikan.
13. Kepres No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
14. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.17 Tahun 2008 tentang
Kawasan Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

UU No. 5 1990 Tentang : Konservasi Sumberdaya


Alam Hayati Dan Ekosistemnya
Pasal 5
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
dilakukan melalui kegiatan :
a. perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa beserta ekosistemnya;
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alami hayati
dan ekosistemnya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 27 TAHUN 2007
TENTANG
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Pasal 28
Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
diselenggarakan untuk
1. menjaga kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau2 Kecil;
2. melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain;
3. melindungi habitat biota laut; dan
4. melindungi situs budaya tradisional.

UU 5 1990
Pasal 2
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan
sumber daya alam hayati dalam ekosistemnya secara
serasi dan seimbang.
Pasal 3
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber
daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya
sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Pasal 2 PP 60/2007
Konservasi sumber daya ikan dilakukan
berdasarkan asas:
a. manfaat;
b. keadilan;
c. kemitraan;
d. pemerataan;
e. keterpaduan;
f. keterbukaan;
g. efisiensi; dan
h. Kelestarian yang berkelanjutan.

PP 60/2007 tentang konservasi sumberdaya ikan


Pasal 8
Satu atau beberapa tipe ekosistem yang terkait dengan
sumber daya ikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5
ayat (2), dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi
perairan.
Kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas taman nasional perairan, taman wisata
perairan, suaka alam perairan, dan suaka perikanan.
Kawasan konservasi perairan ditetapkan oleh Menteri.

Permen KP 17/2008 Tentang kawasan konservasi di wilayah pesisir


dan pulau-pulau kecil

KATEGORI KAWASAN KONSERVASI


Pasal 4
(1) Kategori kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil,
terdiri dari:
a. Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang
selanjutnyadisebut KKP3K;
b. Kawasan Konservasi Maritim, yang selanjutnya disebut KKM;
c. Kawasan Konservasi Perairan, yang selanjutnya disebut
KKP; dan
d. Sempadan Pantai.
(2) KKP dan Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dan d, diatur dengan Peraturan Menteri
tersendiri.

Permen KP 17/2008
Pasal 5
Jenis KKP3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a,
terdiri dari:
a. Suaka pesisir;
b. Suaka pulau kecil;
c. Taman pesisir; dan
1. Taman Nasional Perairan
d. Taman pulau kecil.
KKP
2. Taman Wisata Perairan

PP60/2007

3. Suaka Alam Perairan


4. Suaka Perikanan
Kawasan suaka alam (UU 5 1990)
a. cagar alam;
b. suaka margasatwa.

Kawasan pelestarian alam (UU 5 1990) :


a. taman nasional;
b. taman hutan raya;
c. taman wisata alam.

Zonasi kawasan konservasi perairan (Pasal 17 PP 60/2007)


a. zona inti;
b. zona perikanan berkelanjutan;
c. zona pemanfaatan; dan
d. Zona lainnya.
Sistem zonasi KKP3K dan KKM (Pasal
31 Permen 17/2008):
a. zona inti;
b. zona pemanfaatan terbatas; dan/atau
c. zona lainnya sesuai dengan
peruntukan kawasan.
Pasal 32 UU 5/1990
Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi
yang terdiri dari (a) zona inti, (b) zona pemanfaatan, dan
(c) zona lain sesuai dengan keperluan

UU 5 1990
Pasal 33
(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman
nasional.
(2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi,
menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta
menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
(3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak
sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari
taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

UU 27 2007

Pasal 30
Perubahan status Zona inti sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 untuk kegiatan eksploitasi yang dapat
menimbulkan dampak besar dilakukan oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.

UU 5 1990

Pasal 40
(1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat
(2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratusjuta rupiah).

BENTUK PEMANFAATAN LAINNYA


YANG BERKAITAN DENGAN
PENGELOLAAN KONSERVASI
PERAIRAN

UU 27 2007

Reklamasi
Pasal 34
1. Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat dan/atau
nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau
dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.
2. Pelaksanaan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib menjaga dan memperhatikan:
a. keberlanjutan kehidupan dan penghidupan Masyarakat;
b .keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil; serta
c. persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan
penimbunan material.
3. Perencanaan dan pelaksanaan Reklamasi diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Presiden.

Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3)


adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari
perairan pesisir untuk usaha kelautan dan
perikanan, serta usaha lain yang terkait
dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil yang mencakup atas
permukaan laut dan kolom air sampai dengan
permukaan dasar laut pada batas keluasan
tertentu.

UU 27 2007

Pasal 50
1. Menteri berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir lintas
provinsi dan Kawasan Strategis Nasional Tertentu.
2. Gubernur berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir
sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut
lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan, dan Perairan Pesisir lintas
kabupaten/kota.
3. Bupati/walikota berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir
1/3 (satu pertiga) dari wilayah kewenangan provinsi.
Pasal 51
1. Menteri berwenang menetapkan:
a. HP-3 di Kawasan Strategis Nasional Tertentu,
b. Ijin pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil yang menimbulkan dampak
besar terhadap perubahan lingkungan, dan
c. Perubahan status Zona inti pada Kawasan Konservasi Perairan
nasional.
2. Penetapan HP-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah
memperhatikan pertimbangan DPR.
3. Tata cara penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah

Permen KP 17/2008
Pasal 7
Jenis KKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, terdiri
dari:
a. Daerah perlindungan adat maritim; dan
b. Daerah perlindungan budaya maritim.
Pasal 8

(1) KKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, dapat ditetapkan sebagai
daerah perlindungan adat maritim apabila memenuhi kriteria:
a. wilayah pesisir dan/atau pulau kecil yang memiliki kesatuan masyarakat hukum adat
dan/atau kearifan lokal, hak tradisional dan lembaga adat yang masih berlaku;
b. mempunyai aturan lokal/kesepakatan adat masyarakat yang diberlakukan untuk
menjaga kelestarian lingkungan; dan
c. tidak bertentangan dengan hukum nasional.
(2) KKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, dapat ditetapkan sebagai
daerah perlindungan budaya maritim apabila memenuhi kriteria:
a. tempat tenggelamnya kapal yang mempunyai nilai arkeologi-historiskhusus;
b. situs sejarah kemaritiman yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan dan budaya yang perlu dilindungi bagi tujuan pelestarian dan pemanfaatan
guna memajukan kebudayaan nasional; dan
c. tempat ritual keagamaan atau adat.

UU 5 1990
Pasal 42
Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan
di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Undangundang ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya peraturan
pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

?
UU 27 2007

Pasal 78
Semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah ada,
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini, tetap berlaku
sampai dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru
berdasarkan Undang-Undang ini.

Anda mungkin juga menyukai