Kusta
Kusta
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
sebagian
kecil
memperlihatkan
gejala
dan
mempunyai
Epidemiologi
Sampai saat ini epidemiologi penyakit kusta belum sepenuhnya
diketahui secara pasti. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia terutama di
daerah tropis dan subtropis. Dapat menyerang semua umur, frekwensi
tertinggi pada kelompok umur antara 30-50 tahun dan lebih sering mengenai
laki-laki daripada wanita.1,2
Menurut WHO (2002), diantara 122 negara yang endemik pada
tahun 1985 dijumpai 107 negara telah mencapai target eliminasi kusta
dibawah 1 per 10.000 penduduk pada tahun 2000. Pada tahun 2006 WHO
mencatat masih ada 15 negara yang melaporkan 1000 atau lebih penderita
baru selama tahun 2006. Lima belas negara ini mempunyai kontribusi 94%
Etiologi
Kuman penyebab penyakit kusta adalah M. leprae yang ditemukan
oleh GH Armauer Hansen, seorang sarjana dari Norwegia pada tahun 1873.
Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 mikron
dan lebar 0,2 - 0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar
satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak
dapat dikultur dalam media buatan. Kuman ini juga dapat menyebabkan
infeksi sistemik pada binatang armadilo.1,4,17
yang
dianggap
memegang
peranan
protektif pasif, dan suatu phenolic glycolipid, yang terdiri dari tiga
molekul gula hasil metilasi yang dihubungkan melalui molekul fenol
pada lemak (phthiocerol). Trisakarida memberikan sifat kimia yang
unik dan sifat antigenik yang spesifik terhadap M. leprae
B. Dinding sel
Dinding sel terdiri dari dua lapis, yaitu:
a.
b.
diagnostik.
C. Membran
Tepat di bawah dinding sel, dan melekat padanya, adalah suatu
membran yang khusus untuk transport molekul-molekul kedalam dan
keluar organisme. Membran terdiri dari lipid dan protein. Protein
sebagian besar berupa enzim dan secara teori merupakan target yang
baik untuk kemoterapi. Protein ini juga dapat membentuk antigen
protein permukaan yang diekstraksi dari dinding sel M. leprae yang
sudah terganggu dan dianalisa secara luas.
D. Sitoplasma
Bagian dalam sel mengandung granul-granul penyimpanan,
material genetik asam deoksiribonukleat (DNA), dan ribosom yang
merupakan protein yang penting dalam translasi dan multiplikasi.
Analisis DNA berguna dalam mengkonfirmasi identitas sebagai
M. leprae dari mycobacteria yang diisolasi dari armadillo liar, dan
menunjukkan bahwa M. leprae, walaupun berbeda secara genetik,
terkait erat dengan M. tuberculosis dan M. scrofulaceum.
2.4
Diagnosis 1,2,7,18,19
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda
utama atau tanda kardinal, yaitu:
A.
B.
Klasifikasi
Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka untuk tahap
selanjutnya harus ditetapkan tipe atau klasifikasinya. Penyakit kusta dapat
diklasifikasikan berdasarkan manifestasi klinis (jumlah lesi, jumlah saraf
yang terganggu), hasil pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan histopatologi
dan pemeriksaan imunologi.2,4,19,20
Klasifikasi bertujuan untuk: 4
A. Menentukan rejimen pengobatan, prognosis dan komplikasi.
B. Perencanaan operasional, seperti menemukan pasien-pasien yang
menularkan dan memiliki nilai epidemiologi yang tinggi sebagai target
utama pengobatan.
C. Identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat.
klasifikasi
ini
penyakit
kusta
dibagi
atas
tipe
kusta menurut
Ridley-Jopling
adalah
tipe
Pausibasiler (PB)
Multibasiler
(MB)
Bercak kusta.
Jumlah 1 sampai Jumlah lebih dari
dengan 5
5
Penebalan saraf tepi yang Hanya satu saraf
Lebih dari satu
disertai dengan gangguan
saraf
fungsi (gangguan fungsi bisa
berupa kurang/mati rasa atau
kelemahan
otot
yang
dipersarafi oleh saraf yang
bersangkutan.
Pemeriksaan bakteriologi.
Tidak
dijumpai Dijumpai basil
basil tahan asam tahan
asam
(BTA negatif)
(BTA positif)
*dikutip dari kepustakaan no.2 sesuai aslinya
Multibasiler (MB)
Kecil-kecil
Bilateral simetris
Halus, berkilat
Kurang tegas
Biasanya tidak jelas,
jika ada, terjadi pada
yang sudah lanjut
Selalu ada dan Biasanya tidak jelas,
jelas
jika ada, terjadi pada
yang sudah lanjut
Ada, kadang-kadang
tidak ada
b. Membran mukosa Tidak
pernah Ada, kadang-kadang
ada
tidak ada
c. Ciri-ciri
Central healing - Punched out
lession
- Madarosis
- Ginekomasti
- Hidung pelana
- Suara sengau
d. Nodulus
Tidak ada
Kadang-kadang ada
e. Deformitas
Terjadi dini
Biasanya asimetris
*dikutip dari kepustakaan no.2 sesuai aslinya
2.6
Tidak ada
Antigen M. leprae
Unsur kimia utama dari M. leprae bersifat antigenik, tetapi M. leprae
mengandung antigen yang relatif sedikit (sekitar 20) yang dikenali antibodi
di dalam serum pasien penderita lepra dibandingkan dengan BCG (sekitar
100), dan banyak diantaranya yang bersifat antigenik lemah. Hingga tahun
phenolic glikolipid
dan menunjukkan
titer
antibodi
IgM
anti
PGL-1
yang
tinggi.
Kecenderungan kadar antibodi IgM anti PGL-1 yang rendah untuk tetap
positif mungkin berhubungan dengan persistensi basiler. Antigen
PGL-1 itu sendiri tidak larut dalam air dan dapat menetap di jaringan
dalam jangka waktu yang lama, menstimulasi respon antibodi yang
rendah tanpa adanya basil yang hidup. Respon antibodi anti PGL-1
terutama pada kelas IgM mengindikasikan bahwa sifat IgM tidak
tergantung oleh respon sel T terhadap antigen glikolipid ini, berbeda
dengan respon IgG yang predominan terhadap antigen karbohidrat
utama lipoarabinomannan (LAM).1,16,28-31
B. Lipoarabinomannan (LAM)
Ini merupakan komponen utama dari dinding sel M. leprae;
komponen ini stabil dan tidak bisa dicerna. Komponen ini bereaksisilang dengan Mycobacteria lainnya, tetapi mengandung epitope
spesifik yang dikenali oleh serum yang terabsorbsi, dan memicu
antibodi IgG.1,16
C. Antigen protein
Ada banyak antigen protein pada M. leprae, di mana lima di
antaranya sangat menarik perhatian karena antibodi monoklonal tikus
menunjukkan bahwa antigen protein ini mengandung epitope spesifik
M. leprae. Protein yang bisa larut yang diekstraksi dari M. leprae
terbukti berguna meskipun bukan merupakan antigen yang sangat
spesifik untuk uji kulit. Beberapa antigen protein berhasil diperbanyak
Imunologi Kusta
Respon imun pada penyakit kusta sangat kompleks, dimana
melibatkan respon imun seluler dan humoral. Sebagian besar gejala dan
komplikasi penyakit ini disebabkan oleh reaksi imunologi terhadap antigen
yang dimiliki oleh M. leprae. Jika respon imun yang terjadi setelah infeksi
cukup baik, maka multiplikasi bakteri dapat dihambat pada stadium awal
sehingga dapat mencegah perkembangan tanda dan gejala klinis
selanjutnya.1,32
M. leprae merupakan bakteri obligat intraseluler, maka respon imun
yang berperan penting dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi adalah
respon imun seluler. Respon imun seluler merupakan hasil dari aktivasi
makrofag
dengan
meningkatkan
kemampuannya
dalam
menekan
2.8
Pemeriksaan Serologi
Tes serologi merupakan tes diagnostik penunjang yang paling
banyak dilakukan saat ini. Selain untuk penunjang diagnostik klinis
penyakit kusta, tes serologi juga dipergunakan untuk diagnosis infeksi
M. leprae sebelum timbul manifestasi klinis. Uji laboratorium ini diperlukan
untuk menentukan adanya antibodi spesifik terhadap M. leprae di dalam
darah. Dengan diagnosis yang tepat, apalagi jika dilakukan sebelum timbul
manifestasi klinis lepra diharapkan dapat mencegah penularan penyakit
sedini mungkin.33
Pemeriksaan serologis kusta yang kini banyak dilakukan cukup
banyak manfaatnya, khususnya dalam segi seroepidemiologi kusta di daerah
endemik. Selain itu pemeriksaan ini dapat membantu diagnosis kusta pada
keadaan yang meragukan karena tanda-tanda klinis dan bakteriologis tidak
jelas. Karena yang diperiksa adalah antibodi spesifik terhadap basil kusta
maka bila ditemukan antibodi dalam titer yang cukup tinggi pada seseorang
maka patutlah dicurigai orang tersebut telah terinfeksi oleh M.leprae. Pada
kusta subklinis seseorang tampak sehat tanpa adanya penyakit kusta namun
di dalam darahnya ditemukan antibodi spesifik terhadap basil kusta dalam
kadar yang cukup tinggi.34
B. Indirect ELISA
Pada indirect ELISA, antigen melekat pada fase solid dan
bereaksi dengan antibodi primer, kemudian dilakukan penambahan
antibodi sekunder yang dilabel enzim dan terjadi reaksi antara
antibodi primer dengan antibodi sekunder yang dilabel enzim,
kemudian ditambahkan substrat sehingga terjadi perubahan warna
yang dapat diukur dengan spektrofotometer.
C. Sandwich ELISA.
Pada sandwich ELISA, prinsip kerjanya hampir sama dengan
direct ELISA, hanya saja pada sandwich ELISA, larutan antigen
yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi.
Dalam bidang penyakit kusta, uji ELISA dapat dipakai untuk
mengukur kadar antibodi terhadap basil kusta, misalnya antibodi anti
PGL-1, antibodi anti protein 35kD, dan lain-lain. Kelas antibodi yang
diperiksa juga ditentukan, misalnya IgM anti PGL-1, IgG anti PGL-1
dan sebagainya. Untuk antibodi anti PGL-1 biasanya IgM lebih
dominan dibandingkan IgG. Pemeriksaan ELISA dikembangkan
menggunakan reagen poliklonal atau monoklonal yang telah terbukti
sangat spesifisik terhadap residu gula dari PGL-1 dan memungkinkan
deteksi titer anti PGL-1 pada pasien kusta atau kontak serumah. Untuk
menentukan nilai ambang (cut off) dari hasil uji ELISA ini, biasanya
ditentukan setelah mengetahui nilai setara individu yang sakit kusta dan
yang tidak sakit kusta. Di daerah Jawa Timur, nilai ambang untuk
antibodi IgM anti PGL-1 telah diketahui sekitar 605 /ml.34,35
Pada penelitian ini akan menggunakan metode indirect ELISA
untuk mengukur kadar antibodi IgM anti PGL-1 pada penderita kusta.
Salah satu keuntungan dari uji ELISA adalah sensitif karena dapat
mendeteksi dari level 0,01 g/ml.35
2.9
Kerangka Teori
Penderita
kusta
Phthioceroldimycoserosate
(PDIM)
Kapsul
Phenolic glycolipid (PGL)
Mycobacteriu
m leprae
Dinding sel
PGL-1
PGL-2
Membran sel
Sitoplasma
PGL-3
Penderita
kusta