Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di
masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya.
Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran, juga dapat menjadi
ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Lebih dari itu,
usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai
penyakit. (Depkes RI, 2007)
Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih
banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian
(neglected diseases). Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected
diseases memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba
ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang
secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan
tetap,

penurunan

intelegensia

anak dan pada akhirnya dapat pula

menyebabkan kematian.
World Health Organization (WHO)tahun 2012 memperkirakan lebih dari
1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi dengan cacing yang
ditularkan melalui tanah. Lebih dari 270 juta anak usia prasekolah dan lebih
dari 600 juta anak usia sekolah tinggal di daerah di mana parasit ini ditularkan
secara intensif dan membutuhkan pengobatan serta tindakan pencegahan.
Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berbasis
pada lingkungan yang masih menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat di
indonesia hingga saat ini, secara umum penyakit cacingan biasanya kurang
mendapat perhatian yang cukup, terutama dari pihak orang tua. Hal ini

disebabkan karena akibat yang ditimbulkan infeksi cacing secara langsung


tidak dapat terlihat. Dampak negatif yang biasanya timbul yakni penderita
mengalami kekurangan gizi, anemia, dan keluhan saluran pencernaan (sakit
perut dan diare). Penderita juga mengalami penurunan daya tahan tubuh,
sehingga mudah terkena penyakit. pada anak-anak cacingan berdampak
pada kemampuan untuk belajar (Rahmat, 2011).
Di Indonesia penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi
prevalensinya yaitu 60% - 80%. Hal ini terjadi dikarenakan Indonesia berada
dalam posisi geografis yang temperatur dan kelembaban yang sesuai untuk
tempat hidup dan berkembang biaknya cacing. Pengaruh lingkungan global
dan semakin meningkatnya komunitas manusia serta kesadaran untuk
menciptakan perilaku higiene dan sanitasi yang semakin menurun merupakan
faktor yang mempunyai andil yang besar terhadap penularan parasit ini.
Penyakit infeksi kecacingan juga merupakan masalah kesehatan masyarakat
terbanyak setelah malnutrisi (Kep-Menkes, 2006).
Indonesia sebagai salah satu negara tropis memiliki prevalensi
kecacingan yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 45% 65%, sedangkan di
wilayah-wilayah tertentu dengan sanitasi yang buruk prevalensi kecacingan
mencapai 80% (Ainun, 2014).
Menurut Luthfianti (2010) bahwa Prevalensi kecacingan ini sangat
bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, tergantung dari beberapa faktor
antara lain: lokasi (desa atau kota, kumuh, dll), kelompok umur, kebiasaan
penduduk setempat (tempat buang air besar, cuci tangan sebelum makan,
tidak beralas kaki, dll), dan pekerjaan penduduk (Luthfianti, 2010).
Beberapa penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan infeksi
cacingan pernah dilaporkan oleh Nadesul (2007) menegaskan bahwa

penyakit cacing terkait dengan kebiasaan mencuci tangan. Angka penyakit


cacing di Indonesia berada di kisaran 60%90% dari total populasi. Sebagian
besar menimpa kelompok usia 514 tahun. Data dari IBRD (International
Bank For Reconstruction Development) menyebutkan, kerugian kehilangan
gizi makanan, anemia, dan menurunnya produktivitas (akademis) akibat
penyakit cacing mencapai Rp30 miliar-33 miliar setiap tahun.
Selanjutnya Luthfianti (2010) menyatakan ada hubungan bermakna
antara personal hygiene, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan,
kebiasaan bermain yang kontak

dengan tanah, tingkat pendidikan dan

pengetahuan ibu, kondisi ekonomi orangtua, kepemilikan jamban dan sarana


air bersih dengan infeksi kecacingan pada anak SD. Selain

karena

kebersihan diri yang buruk, faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan


prevalensi infeksi kecacingan juga karena tingkat sosial ekonomi yang
rendah, pengetahuan, sikap, perilaku hidup bersih dan sehat yang belum
membudaya, serta kondisi geografis (jenis tanah dan iklim tropis) yang sesuai
untuk kehidupan dan perkembangan cacing.
Menurut hasil penelitian Didik (2010) menyatakan sanitasi lingkungan
rumah merupakan faktor resiko kejadian infeksi cacing pada anak yang
tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang buruk beresiko sebesar 3,5 kali
lebih besar terinfeksi cacing dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam
rumah dengan sanitasi yang baik. Hasil penelitian terhadap anak di desa
rejosari menunjukkan terjadi infeksi cacing sebesar 70%. Tingginya angka
tersebut disebabkan oleh perilaku seringkali tidak memakai alas kaki, dimana
dari hasil pengamatan dan wawancara di lapangan terhadap 90 responden,
3

76,7% mempunyai perilaku seringkali tidak memakai alas kaki. Anak yang
mempunyai kebiasaan tidak memakai alas kaki beresiko terinfeksi cacing
3,29 kali lebih besar dibanding anak yang mempunyai kebiasan memakai
alas kaki dalam aktifitasnya sehari hari. Anak yang mempunyai kebiasaan
bermain dalam waktu yang lama di tanah, beresiko terinfeksi cacing 5,2 kali
lebih besar dibanding anak yang hanya sebentar bermain di tanah dalam
sehari.
Menurut Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Tenggara Penyakit
Kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, walaupun secara
umum angka kesakitan dan kematian Kecacingan yang dilaporkan oleh
sarana pelayanan kesehatan mengalami penurunan, namun demikian
Kecacingan sering berujung pada kematian. Pada tahun 2012 tidak ada
laporan kematian akibat kecacingan. Kasus kecacingan menurut Dinas
Kesehatan provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012 menunjukkan

jumlah

perkiraan kasus kecacingan di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012


berjumlah 96.644 kasus dari total penduduk 2.310.083 jiwa. Total kecacingan
yang ditangani, Tahun 2012 sebesar 60,48%. (Dinas Kesehatan provinsi
Sulawesi Tenggara, 2012)
Kabupaten/Kota Bau-Bau merupakan salah satu Kabupaten/Kota
yang

berada

kesehatan

di

Provinsi

masyarakat

Sulawesi

Tenggara,

dilihat

Kabupaten/Kota Bau-Bau masih

dari

aspek

banyak

yang

menderita Kecacingan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas


Kesehatan Kabupaten/kota Bau-Bau, pada tahun 2009 dengan jumlah
penduduk 43.565 jiwa terdapat penderita Kecacingan sebanyak 1.643
4

kasus (3,8%), pada tahun 2010 dengan jumlah penduduk 44.057 jiwa
terdapat jumlah penderita Kecacingan sebanyak 1.825 kasus (4,5%), dan
pada tahun 2011 dengan jumlah penduduk 46.764 jiwa dan jumlah
penderita Kecacingan sebanyak 2.321 kasus (4,9%) (Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota Bau-Bau, 2011)
Puskesmas Siompu Barat merupakan salah satu unit pelayanan
kesehatan

yang

berada

di

Pemerintah

Kecamatan

Siompu Barat,

berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Siompu Barat selama


tiga tahun terakhir penderita kecacingan mengalami peningkatan, dimana
pada tahun 2011 diketahui jumlah penduduk 8.365 jiwa dengan jumlah
penderita Kecacingan sebanyak 190 kasus (2,3%), di tahun 2012 dengan
jumlah

penduduk

8,463 jiwa

dengan

jumlah

penderita Kecacingan

meningkat menjadi 213 kasus (2,5%), sedangkan di tahun 2013 dengan


jumlah penduduk 8,724 jiwa kembali meningkat menjadi 229 kasus
(2,6%).(Profil Puskesmas Siompu Barat, 2013).
Berdasarkan hasil survey awal yang didapatkan dari puskesmas
Siompu Barat pada tahun 2015 dari bulan Januari-desember diketahui
bahwa penderita yang terinfeksi cacingan pada anak berdasarkan diagnosa
Dokter dari hasil laboratorum di willayah kerja Puskesmas Siompu Barat
adalah 105 orang, di antaranya umur 2-14 tahun yang terinfeksi cacingan hal
ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang kecacingan pada anak,
kebersihan rumah dan perilaku anak yang memiliki kebiasaan seperti tidak
mencuci tangan pada saat habis BAB, pada saat makan, kebiasaan
memotong kuku dan kebiasaan memakai alas kaki. (Puskesmas Siompu,
5

2015). Sejauh pengamatan penulis bahwa belum ada penelitian faktor-faktor


yang berhubungan dengan kejadian infeksi cacingan pada anak diwilayah
kerja Puskesmas Siompu Barat tersebut. Sehingga perlu dilakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi cacingan tersebut. Jadi
penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul tentang FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak
Diwilayah Kerja Puskesmas Siompu Barat Kecamatan Siompu Barat
Kabupaten Buton Selatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, diatas maka masalah penelitian
dalam peneliti ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan kebersihan dalam rumah tempat tinggal dengan
Kecacingan Pada Anak Diwilayah Kerja Puskesmas Siompu Barat Kec.
Siompu Barat Kab. Buton Selatan?
2. Apakah ada hubungan pengetahuan ibu dengan Kecacingan Pada Anak
Diwilayah Kerja Puskesmas Siompu Barat Kec. Siompu Barat Kab. Buton
Selatan?
3. Apakah ada hubungan perilaku anak dengan terjadinya Kecacingan Pada
anak Diwilayah Kerja Puskesmas Siompu Barat Kec. Siompu Barat Kab.
Buton Selatan?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian kecacingan pada Anak Diwilayah Kerja
Puskesmas Siompu Barat Kec. Siompu Barat Kab. Buton Selatan.
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan kebersihan dalam rumah tempat tinggal


dengan Kecacingan Pada Anak Diwilayah Kerja Puskesmas Siompu
Barat Kec. Siompu Barat Kab. Buton Selatan
b. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan Kecacingan
Pada Anak Diwilayah Kerja Puskesmas Siompu Barat Kec. Siompu
Barat Kab. Buton Selatan.
c. Untuk mengetahui perilaku anak dengan terjadinya Kecacingan Pada
Anak Diwilayah Kerja Puskesmas Siompu Barat Kec. Siompu Barat
Kab. Buton Selatan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan. Selain itu,
hasil penelitian ini dapat dijadikan Sebagai sumbangan pemikiran terhadap
upaya penanggulangan penyakit cacingan serta bahan evaluasi dalam
program penanggulangan penyakit cacingan pemerintah khususnya di
Kecamatan Siompu Barat.
2. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat menjadi bahan pengembangan profesi keperawatan
nantinya. selain itu, penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi
atau sebagai bahan kajian bagi penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai