Anda di halaman 1dari 41

GA-ETT PADA TUMOR PAROTIS

Oktama Vegi Haryan


(7111080271)
Muthia Rahmah
(1110070100187)
Puput Josevina Agja
(1110070100035)
Siska Wulandari
(7111080273)
Ratu Laura Rahmatika
(111001243)
Rifni Amalia
(7111080205)

Pembimbing :
dr. Tumbur, Sp.An

ANESTESI
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an"tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi, kemampuan
untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan
rasa
sakit
ketika
melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh

Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell


Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien.

Trias Anestesi :
Hipnotik
Analgetik
Relaksan

ANESTESI UMUM
Anestesi umum atau general anestesi merupakan
suatu keadaan dimana hilangnya kesadaran
disertai dengan hilangnya perasaan sakit di
seluruh tubuh akibat pemberian obat-obatan
anestesi dan bersifat reversible.

INDIKASI ANESTESI UMUM


Pada bayi dan anak-anak
Pembedahan pada orang dewasa dimana anestesi umum lebih disukai
oleh ahli bedah walaupun dapat dilakukan dengan anestesi lokal

Operasi besar
Pasien dengan gangguan mental
Pembedahan yang berlangsung lama
Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu praktis dan
memuaskan

Pasien dengan obat-obatan anestesi lokal pernah mengalami alergi.

Penilaian dan persiapan pre-anestesia:

Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium
Klasifikasi status fisik : ASA (The American
Society of Anesthesiologists)

MALLAMPATI
Dalam anestesi,

Penilaian skor Mallampati,


digunakan untuk memprediksi kemudahan
intubasi. Hal ini ditentukan dengan melihat
anatomi rongga mulut.

STADIUM ANESTESI
Stadium I (Stadium Analgesia/Stadium Disorientasi), Dimulai
dari induksi sampai hilangnya kesadaran, Ditandai dengan hilangnya
refleks bulu mata

Stadium II (Stadium Excitement/Stadium Delirium), Dimulai dari


hilangnya kesadaran sampai permulaan bernafas teratur, Ditandai
dengan hilangnya refleks kelopak mata, Pada stadium ini bisa terjadi
batuk, nafas panjang, melawan/ berontak dan muntah

Stadium III (Stadium Surgical Anestesia), Dimulai dari pernafasan


yang teratur sampai henti nafas (respiratory arrest). Stadium ini terdiri
atas :
Plane 1 : dari permulaan nafas teratur hingga berhentinya gerakan bola
mata

Plane 2 : dari berhentinya gerakan bola mata hingga permulaan dari paralise
otot interkostal

Plane 3 : dari permulaan hingga komplit paralise dari otot-otot interkostal


Plane 4 : dari paralise otot interkostal yang komplit hingga paralise
diafragma

PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi
ialah
pemberian
jam sebelum
sebelum
Premedikasi
ialah
pemberianobat
obat 1-2
1-2 jam
induksi anestesi
induksi anestesi.
Tujuan :

Meredakan kecemasan dan ketakutan


Memperlancar induksi anestesi
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Mengurangi refleks yang tidak diharapkan
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi rasa sakit
Menghilangkan efek samping dari obat sebelum dan selama anestesi
Menurunkan basal metabolisme tubuh

Obat yang sering digunakan : Sulfas Atropin, Valium,


Pethidine.

INDUKSI ANESTESI
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat
pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan dimulainya anestesia dan
pembedahan.

Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita ingat kata


STATICS

ANESTESI UMUM
Anestesi inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi
yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat
anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang
mudah menguap dengan obat-obat pilihan, yang umum
digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, Halotan,
Enfluran, Isofluran, Desfluran, dan Sevofluran

Anestesi Intravena adalah anestesi yang diberikan


dengan cara suntikan zat anestesi melalui pembuluh
darah vena, dapat berupa golongan hipnosis yakni
barbiturat (pentotal), Benzodiazepin, Ketamin, golongan
analgetik yakni Morfin, Fentanil, Meridipin, golongan
relaksan yakni Pelumpuh otot depolarisasi (seperti
suksinikolin, dan pelumpuh otot non depolarisasi
(Tubokurarin, Rokuronium, ropacuronium, dll)

INTUBASI ENDOTRAKEAL
Intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa
pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam
trakea guna membantu pernafasan penderita atau
waktu memberikan anestesi secara inhalasi.

Keberhasilan intubasi tergantung pada 3 hal


penting yaitu :
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot
kepala, leher dan laring yang cukup
Posisi kepala dan leher yang tepat
Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur
tersebut

INDIKASI INTUBASI ENDOTRAKEAL


1. Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab apapun
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
4. Operasi-operasi pada kepala, leher, mulut hidung dan tenggorokan
5. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang
tenang dan tak ada ketegangan

6. Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu terkontrol


7. Untuk mencegah kontaminasi trakea
8. Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa endotrakeal
dengan pengisian cuffnya dapat terjadi inflasi ke dalam gaster

9. Pada pasien-pasien yang mudah timbul laringospasme


10.Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord

INTUBASI ENDOTRAKEAL
Alat yang digunakan :

Pipa endotrakeal
Laringoskop :
Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)
Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh)

INTUBASI ENDOTRAKEAL
Kesulitan dalam teknik intubasi :

Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap


Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang
tinggi

Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth)


Kesulitan membuka mulut
Uvula tidak terlihat (malapati 3 dan 4)
Abnormalitas pada daerah servikal
Kontraktur jaringan leher

INTUBASI ENDOTRAKEAL
Komplikasi pada intubasi endotrakeal :

Memar & oedem laring


Strech injury
Non specific granuloma larynx
Stenosis trakea
Trauma gigi geligi
Laserasi bibir, gusi dan laring
Aspirasi
Spasme bronkus

TUMOR PAROTIS
Tumor didefinisikan sebagai pertumbuhan baru
suatu jaringan dengan multiplikasi sel-sel yang
tidak terkontrol dan progresif, disebut juga
neoplasma.

Kelenjar Parotis adalah kelenjar air liur terbesar


yang terletak di depan telinga

Tumor

parotis adalah pertumbuhan baru


jaringan dengan multiplikasi sel-sel yang tidak
terkontrol dan progresif pada kelenjar parotis

TUMOR PAROTIS
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui International
Histological Classification of Tumours telah membuat
klasifikasi yang berdasarkan kombinasi gambaran histologik
dengan sifat klinik dari tumor. Klasifikasi ini yang sekarang
banyak dipakai. Klasifikasi WHO. untuk tumor parotis sebagai
berikut :
A. Tumor epitelial
B. Tumor non epitelial
C. Tumor yang tidak dapat diklasifikasikan
D. Keadaan lain yang berhubungan dengan :
kelainan limfoepitelial jinak

sialosis
onkositosis

KLASIFIKASI TUMOR EPITELIAL


PAROTIS
1. Adenoma (jinak)
Adenoma pleomorfik (mixed tumor)
Adenoma monomorfik : mis. - adenolimfoma (papillary cystadenoma
lymphomatosum, tumor Whartin) - adenoma oksifilik - adenoma jenis
lain, misalnya : adenoma tubuler, adenoma clear cell dan adenoma
sel basal

2. Tumor "potensial ganas"


Tumor mukoepidermoid
Tumor sel asinik

3. Karsinoma (ganas)

Karsinoma adenoid kistik (silindroma)


Adeno karsinoma
Karsinoma epidermoid
Karsinoma yang tidak berdiferensiasi (undifferentiated)
Karsinoma pada adenoma pleomorfik

KLASIFIKASI TUMOR
NONEPITELIAL PAROTIS
Tumor non epitelial parotis yang jinak (mis:
hemangioma, fibroma dan neurofibroma)

Tumor non epitelial parotis yang ganas (mis:


fibro sarkoma, neuro sarkoma, hemangio
sarkoma, limfoma maligna) lebih jarang
dijumpai, biasanya pada anak.

KLASIFIKASI
Sebagian besar (80%) tumor parotis adalah jinak, (60-80%)
adenoma pleomorfik berupa benjolan bulat disekitar liang
telinga yang biasanya tumbuh lambat meskipun kadang tumor
tumbuh cepat, konsistensi lunak sampai padat, mobile, tidak
nyeri dan tanpa kelainan pada nervus fasialis. Makroskopis
tumor tampak berkapsul disertai tonjolan kearah luar, berwarna
putih, kadang ada pembentukan kista atau perdarahan.

Tumor jinak kedua tersering adalah tumor Warthin`s (6-10%).


Meskipun jarang, dapat ditemukan primary lymphoma of the
parotid gland. Tumor parotis dapat ditemukan pada semua usia.

Tumor jinak sering ditemukan pada dekade ke lima, sedangkan


tumor ganas pada dekade ke enam dan tujuh. Tumor ganas
parotis yang paling sering adalah karsinoma mukoepidermoid
(10%), disusul kemudian karsinoma sel asinik dan adenoid kistik
karsinoma (silindroma). Biasanya tumor tumbuh cepat atau
mendadak cepat disertai nyeri dan kelumpuhan nervus fasialis
(merupakan gejala patognomonis).

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA


Tumor kelenjar liur baik itu jinak atau ganas muncul sebagai
suatu massa berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel
pada kelenjar yang terkena.Pertumbuhan yang cepat
dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan
perubahan ke arah keganasan.

Keterlibatan saraf fasialis (N.VII) umumnya sebagai indikator


dari keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3%
dari seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk. Tumor
ganas pada kelenjar parotis dapat meluas ke area
retromandibular dari parotis dan dapat menginvasi lobus
bagian dalam, melewati ruangan parapharyngeal. Akibatnya,
keterlibatan dari saraf kranial bagian bawah dapat terjadi
berupa disfagia, sakit dan gejala pada telinga.

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA


Pada tumor parotis tindakan biopsi insisional, apalagi eksisional
atau enukleasi tidak dianjurkan. Ini disebabkan karena resiko
terpotongnya cabang nervus fasialis, implantasi sel sel kanker
pada daerah luka insisi kulit atau bahkan penyebaran tumor.

Biopsi prabedah pada tumor parotis tanpa tanda-tanda keganasan


sebaiknya dianggap sebagai kontra indikasi, mengingat sebagian
besar tumor parotis adalah jinak sehingga tidak perlu biopsi,
bahkan tindakan ini dapat mempertinggi angka kekambuhan.

Cara yang aman yaitu biopsi aspirasi dengan menggunakan jarum


halus, disebut sebagai fine needle aspiration biopsy (FNAB). Ini
merupakan sarana diagnostik yang relatif mudah, cepat dan
murah. Salah satu hambatannya adalah lokasi penusukan yang
kadang tidak tepat mengenai sasaran (false negatif) dan
sedikitnya jaringan yang diperoleh.

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA


Jenis tindakan pembedahan pada tumor parotis dapat
berupa :

Parotidektomi superfisial, yaitu mengangkat lobus


superfisial parotis, sebelah lateral nervus fasialis

Parotidektomi total, yaitu mengangkat seluruh kelenjar


parotis beserta tumornya

Parotidektomi radikal, yaitu dilakukan parotidektomi


total disertai pemotongan otot maseter, ramus
mandibula dan jaringan sekitarnya yang dianggap
perlu. Nervus fasialis tak diperhatikan lagi karena
sudah rusak.

LAPORAN KASUS
ANAMNESA PRIBADI

Nama
: Erawati Purba
Umur
: 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat
: Jl. PT Umbul Mas Wisesa, Labuhan
batu, Sumatera Utara

Agama
Suku
BB
No RM

: Kristen
: Batak
: 47 kg
: 99.00.17

LAPORAN KASUS
ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan utama

: Benjolan pada belakang telinga kanan

Telaah

: Hal ini dialami os sejak 1 tahun yang lalu.


Awalnya benjolan kecil, kemudian benjolan semakin lama
semakin membesar. Nyeri disangkal os. Sebelumnya os telah
pernah diperiksa di RSUD dengan hasil pemeriksaan suatu
tumor jinak. Nafsu makan menurun. BB menurun. Mual (-).
Muntah (-). BAK (+), BAB (+). Pasien datang karena telah
direncanakan untuk operasi pengangkatan tumor

RPT
RPO

: Tidak jelas
: Tidak jelas

KEADAAN PRA-BEDAH
Status Present
Sensorium

: Compos mentis

KU/KP/KG

: Sedang/ Sedang/ Sedang

Tekanan darah
Frekuensi nadi

: 120/80 mmHg
: 80 x/i

Frekuensi nafas : 20 x/i


Temperatur : 36,8oC

Anemis

: (-)

Status Lokalisata

Kepala
Mata
: RC (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebra
inferior anemis (-/-)
Hidung : Dalam batas normal
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal

Leher : Tampak massa ukuran 4x4 cm, konsistensi


kenyal, nyeri (-)

Thorax
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi
: SP : vesikuler
ST : (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Peristaltik (+)

Ekstremitas superior : Tidak terdapat kelainan


Ekstremitas inferior
Genitalia eksterna
Anus

: Tidak terdapat kelainan


: Tidak terdapat kelainan

: Tidak terdapat kelainan

Pemeriksaan Penunjang
Hb/ Ht/ L/ Tr : 12,6/ 37,3/ 24.060/ 82.000
KGD adr
: 119 mg/dl
Na/ K/ Cl
: 135/ 2,8/ 117
Ur/ Cr
: 42/ 1,17
Bil total/ Bil direct
: 0,36/ 0,10
: 50/ 15/ 376
: 3,20
: 23,5 (13,4)/2,26/37,7(35)
: Tidak tampak kelainan pada Cor dan

SGOT/ SGPT/ ALP

Albumin
PT/INR/APTT
Foto thorax
Pulmo

EKG
: Sinus Ritme
Hasil PA (10/03/2016) : Benign Smear (C2) / Suatu
pleomorfik adenoma

B1 (Breath)
Airway
: Clear
Frekuensi pernafasan : 20 x/i
Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : (-)
Riw asma/ sesak/ batuk/ alergi

: -/ -/ -/ -

B2 (Blood)
Akral
: Hangat
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 80 x/i
T/V
: Cukup
Temperatur
: 36,8oC
Konj.palp inferior pucat/ hiperemis/ ikterik: -/ -/ -

B3 (Brain)
Sensorium
: Compos mentis
RC
: +/+
Pupil
: Isokor
Reflek fisiologis
:+
Reflek patologis
: Riw kejang/ muntah proyektil/ nyeri kepala/
pandangan kabur : -/ -/ -/ -

B4 (Bladder)
Urin
Volume
Warna
Kateter

:+
: Cukup
: Kuning
:-

B5 (Bowel)
Abdomen
: Simetris
Peristaltic : (+)

Mual/ muntah : -/ BAB/ flatus


: -/ NGT
: MMT
: 00.00
B6 (Bone)

Fraktur
:Diagnosa
: Tumor Parotid
Luka
: Oedem
Status
fisik
: -: ASA II

Rencana tindakan : Superfisial Parotidektomi


Rencana anastesi : GA-ETT

Persiapan pasien
Pasien puasa sejak pukul 00.00
Pemasangan infus pada dorsum manus
dekstra dengan cairan RL
Persiapan alat
Stetoskop
Tensimeter
Meja operasi dan perangkat operasi
ETT no 7,0
Laringoskop
Suction set
Abocath no 18
Infus set
Spuit 3 cc, 5 cc,10 cc

Obat obat yang dipakai

Premedikasi : Midazolam 5 mg, Fentanyl 100


mcg

Medikasi :
Propofol 100 mg
Rocuronium 15 mg
Fentanyl 50 mcg
Dexamethasone 5 mg
Ketorolac 30 mg

Urutan pelaksanaan anastesi

Cairan pre operasi : RL 500 ml


Prosedur anastesi :
Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi
supine, Infus RL terpasang di dorsum manus
dextra, pemasangan tensimeter di lengan kiri,
pemasangan oksimetri di ibu jari kiri pasien,
pemasangan
elektroda
untuk
pengukuran
frekuensi nadi dan frekuensi nafas

Teknik anastesi :
Preoksigenasi O 5-10 inj. midazolam 5 mg
inj. fentanyl 100 mcg inj. Propofol 100
mg sleep non apnoe Injeksi Rocuronium 15
mg insersi ETT no 7,0 SP ka = ki fiksasi

DURANTE OPERASI
1. Mempertahankan dan monitor cairan infus
2. Memonitor saturasi O2, tekanan darah, nadi, dan nafas
setiap 15 menit

rocuronium

3. Monitoring perdarahan
.Perdarahan
Kassa basah : 20 x 10 = 200 cc
Kassa basah : 30 x 5 = 150 cc
Suction
: 30
Handuk
: Total
: 380 cc

.Infuse RL o/t regio dorsum manus dextra


Pre operasi
: RL 500 ml
Durante operasi
: RL 500 cc, PRC 150 cc, HES
250 cc

.Urine output durante operasi : 300 cc

KETERANGAN TAMBAHAN

Diagnosa pasca bedah : Post Parotidektomi superfisial ec


tumor parotid

Lama anastesi : 10.50-12.45


Lama operasi : 11.00-12.45
EBV : 65 x 47 = 3.055
EBL :
10% = 305 cc
20 % = 611 cc
30% = 916 cc

INSTRUKSI POST
OPERASI
Injeksi Tramadol 100 mg/ 8 jam
Injeksi Metoclopramid 10 mg/8 jam
Antibiotik dan terapi lain sesuai TS bedah
O2 1-2l/i
Pantau Vital sign per 15 menit selama 3 jam di RR
Cek Hb, bila Hb < 7 lapor ke dokter jaga
TD < 90 mmHg atau > 160 mmHg, HR <60x/i atau HR>120 x/i,
RR<10 x/i atau >32x/i, T < 35 C, atau T > 38 C, lapor dokter
jaga

Pantau urin output, bila <0,5 cc/kgBB/jam, lapor dokter jaga

Anda mungkin juga menyukai