Anda di halaman 1dari 11

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Sidang Sarjana Muda
Program Studi Strata Satu

Leonita Sabrina
21121159

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


2015

KAJIAN PUSTAKA POLA MUTASI GENETIK PADA Mycobacterium


tuberculosis YANG MENJADI PENYEBAB RESISTENSI TERHADAP
ISONIAZID
Leonita Sabrina (21121159), Soni Muhsinin, M.Si.

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis. Upaya pengobatan TB diantaranya dengan menggunakan obat anti tuberkulosis
(OAT). Isoniazid (INH) merupakan salah satu OAT lini pertama yang bersifat bakterisidal
dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis asam mikolat sebagai komponen penyusun
dinding sel M. tuberculosis. Kegagalan pengobatan penyakit TB beresiko tinggi menyebabkan
kasus resistensi terhadap OAT. Resistensi disebabkan karena adanya perubahan materi genetik
atau yang biasa disebut mutasi. Kajian pustaka ini bertujuan untuk memetakan pola mutasi
genetik pada M. tuberculosis yang resisten terhadap INH dan juga mengetahui pengaruh
perbedaan negara terhadap perubahan pola mutasi genetik. Mutasi M. tuberculosis yang
menyebabkan resistensi terhadap INH terjadi pada gen katG dan inhA promoter region.
Perbedaan negara mempengaruhi perubahan pola mutasi genetik. Frekuensi mutasi katG315
tertinggi di South East Asia (78.4%) dan frekuensi mutasi inhA-15 tertinggi di Portugal (94%).
Pola mutasi katG315 terbanyak dengan adanya perubahan serin menjadi threonin
(AGCACC) (55.30%-93.40%).
Kata kunci : M. tuberculosis, INH, katG315, inhA-15

ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is an infectious disease which caused by Mycobacterium
tuberculosis. The most common medications to treat TB is used of anti-tuberculosis drug.
Isoniazid (INH) is one of the bactericidal first-line anti-tuberculosis drug with mechanism of
action inhibits acid mycolic biosynthesis as a component of the M. tuberculosiss cell wall.
Failure treatment can caused resistance to anti-tuberculosis drug. Resistance due to changes
in the genetic material or commonly called mutations. This literature review aims to map
patterns of genetic mutations in M. tuberculosis that is resistant to INH and also determine the
effect of different countries to changes in patterns of genetic mutations. M. tuberculosis
mutations that cause resistance to INH occurs in the gene katG and InhA promoter region.
Country differences affect changes in the pattern of genetic mutations. The highest frequency
of mutations of katG315 is in South East Asia (78.4%) and the highest frequency of mutations
of InhA-15 is in Portugal (94%). The common changes in patterns of genetic mutations of
katG315 is the change serine to threonine (AGCACC) (55.30%-93.40%).
Keywords : M. tuberculosis, INH, katG315, inhA-15

PENDAHULUAN
Penyakit
tuberkulosis
(TB)
merupakan masalah kesehatan dunia yang
menempati peringkat kedua penyebab
kematian terbanyak karena infeksi bakteri
(WHO, 2012). WHO memperkirakan
terdapat sembilan juta kasus yang
diantaranya terdapat 1,5 juta kematian.
(WHO, 2013). Tahun 2012 diperkirakan
masih terdapat 130.000 kasus TB yang ada
di Indonesia tetapi belum terlaporkan.
(Dirjen PP dan PL, 2014)
TB merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh Mycrobacterium
Tuberculosis. Mycrobacterium merupakan
bakteri tahan asam (BTA) dengan
pertumbuhan sangat lambat. BTA ini dapat
dibunuh dengan penggunaan obat golongan
antibiotik yang termasuk kedalam obat anti
tuberkulosis
(OAT).
(Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007)
Upaya pengobatan TB dengan cara
pemberian OAT seperti isoniazid (INH),
rifampisin (RIF), pirazinamid (PZA),
streptomisin (STR), etambutol (EMB), dan
lain-lain. Pengkonsumsian OAT ini perlu
dilakukan secara teratur setiap hari selama
minimal 6 bulan agar pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan atau
penularan. (Dirjen PP dan PL, 2014)
Permasalahan yang sering terjadi
adalah kegagalan pengobatan akibat
kelalaian pasien yang mengkomsumsi OAT
secara tidak teratur ataupun pasien yang
putus berobat (lost to follow-up). Hal ini
mengakibatkan terjadinya mutasi pada M.
tuberculosis
sehingga
menimbulkan
resistensi terhadap OAT dimana OAT
sudah tidak lagi mampu membunuh M.
tuberculosis. (Dirjen PP dan PL, 2014)
Ada beberapa jenis resistensi yaitu,
monoresistant (TB-MN), polyresistant,
Multidrug Resistant (TB-MDR), dan
Extensively Drug Resistant (TB-XDR).
TB-MDR merupakan resistensi terhadap
OAT lini pertama, yaitu RIF dan INH.

Kasus TB-MDR menjadi permasalahan


kesehatan yang serius karena meningkatkan
resiko penularan dan terjadinya kematian.
Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat
450.000 orang penderita TB-MDR dan
170.000 orang diantaranya meninggal
dunia. Tahun 2013, WHO memperkirakan
terdapat 6800 kasus baru TB-MDR di
Indonesia
setiap
tahunnya.
Pada
pengobatan TB-MDR, digunakan OAT lini
kedua, seperti kanamisin (Km), Amikasin
(Am), dan lain-lain. (Dirjen PP dan PL,
2014)
INH merpakan salah satu OAT lini
pertama pada pengobatan TB. INH di
dalam tubuh berperan sebagai prodrug
yang diaktifkan oleh enzim katalase
peroksidase yang dikode oleh gen katG
pada M. Tuberculosis (Pane, E., 2007).
Penelitian sebelumnya menyebutkan,
mutasi M. Tuberculosis terjadi pada gen
katG, inhA coding region, inhA promoter
region, ahpC-oxyR, iniA, iniB, iniC, dan
kasA,
tapi
tidak
semua
mutasi
menyebabkan resistensi terhadap INH.
(Seifert, M., et al., 2015)
Metode pemeriksaan resistensi
terhadap
TB
(Drug
Susceptibility
Testing/DST) sendiri terbagi menjadi
metode konvensional dan molekuler.
Pemeriksaan dengan metode konvensional
yang berbasis kultur, seperti metode
proporsi, cenderung rumit dan lambat
(WHO, 2008). Selama kurun waktu
tersebut, besar kemungkinan penderita
mendapat obat yang tidak tepat dan memicu
terjadinya resistensi (Chiang, et al., 2010).
Metode molekuler memiliki keunggulan,
waktu yang dibutuhkan relatif lebih
singkat. Pada metode molekuler, seperti
Polymerase Chain Reaction (PCR),
dilakukan amplifikasi segmen DNA yang
spesifik untuk kemudian dideteksi dengan
cara sekuensing DNA (Kusdianingrum, et
al., 2014) (Arisan, S., et al., 2003 dalam
Deniariasih, et al.).

Berdasarkan latar belakang di atas,


kajian pustaka ini bertujuan untuk
memetakan pola mutasi genetik pada
Mycrobacterium tuberculosis yang resisten
terhadap INH dan mengetahui pengaruh
perbedaan negara terhadap perubahan pola
mutasi genetik.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis (TB)
TB merupakan penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh M.
tuberculosis. M. Tuberculosis termasuk
bakteri gram positif, berbentuk batang,
dinding selnya mengandung komplek
lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang
sulit ditembus zat kimia. (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005). M.
tuberculosis akan cepat mati di bawah sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan
hidup pada tempat yang gelap dan lembab.
M. tuberculosis yang berada dalam jaringan
tubuh dapat berubah menjadi bentuk
inaktif/dormant. (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, 2005)
Sumber penularan berasal dari
penderita TB aktif (BTA positif). Ketika
batuk atau bersin, penderita menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan
dahak).
Droplet
yang
mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa
jam. Manusia dapat terinfeksi bila droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan. (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, 2005)
M. tuberculosis yang masuk melalui
saluran pernapasan dapat menyebar dari
paru ke bagian tubuh lainnya. Penyebaran
ini melalui saluran peredaran darah,
pembuluh limfe, saluran napas. Hal ini
beresiko menimbulkan komplikasi lainnya,
seperti hemoptysis berat, bronkietaksis,
pneumotorak,
dan insufisiensi kardio
pulmoner. (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, 2005)

B. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


Pengobatan TB bertujuan untuk
menyembuhkan penderita, menurunkan
resiko penularan TB mencegah terjadinya
kekambuhan maupun komplikasi, serta
menurunkan resiko kematian. Pengobatan
TB menggunakan OAT dengan kombinasi
dan dosis yang tepat selama tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan. (Dirjen PP dan PL, 2014)
Pengobatan
tahap
awal
dimaksudkan
untuk
secara
efektif
menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien. Pengobatan pada pasien baru
diberikan selama minimal 2 bulan. Bila
pengobatan dilakukan secara teratur tanpa
adanya faktor penyulit, daya penularan
sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 minggu. Pada pengobatan tahap
lanjutan sisa bakteri yang masih ada di
dalam tubuh akan mati sehingga terjadi
penyembuhan dan pencegahan terjadinya
kekambuhan. (Dirjen PP dan PL, 2014)
Panduan OAT di Indonesia yang
digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian
Tuberkulosis
dibagi
berdasarkan lini dan kategori. OAT lini
pertama, seperti INH, RIF, PZA STR, dan
EMB, diperuntukan bagi penderita dengan
kasus baru. OAT lini kedua digunakan
untuk penderita yang mengalami resistensi
terhadap obat lini pertama. OAT lini kedua
diantaranya,
Kanamisin
(Km),
Capreomisin (Cm), Levofloksasin (Lfx),
Moxifloksasin (Mfx), Etionamid (Eto),
Sikloserin (Cs) dan Para Amino Salisilat
(PAS). (Dirjen PP dan PL, 2014)
Pembagian OAT berdasarkan
kategori dibagi menjadi kategori pertama
dan kedua. Kategori pertama diberikan bagi
pasien TB baru terkonfimasi bakteriologis,
TB paru terdiagnosis klinis, dan TB ekstra
paru. Terdiri dari tahap intensif
pengkonsumsian obat tiap hari selama 56
hari dengan kombinasi obat 150 mg RIF, 75
mg INH, 400 mg PZA, juga 275 mg EMB
dan tahap lanjutan tiga kali seminggu

selama 16 minggu dengan kombinasi obat


RIF dan INH masing-masing 150 mg
(2HRZE/4H3R3). (Dirjen PP dan PL,
2014)
Kategori kedua diberikan untuk
pasien kambuhan, pasien yang gagal
pengobatan menggunakan kombinasi OAT
kategori pertama dan pasien yang putus
berobat. Terdiri dari tahap intensif tiap hari
pengkonsumsian obat selama 84 hari
dengan kombinasi obat 150 mg RIF, 75 mg
INH, 400 mg PZA, juga 275mg EMB
ditambah injeksi Streptomisin dan tahap
lanjutan tiga kali seminggu dengan
kombinasi obat RIF dan INH masingmasing 150 mg ditambah 400 mg EMB
(2HRZES/HRZE/5H3R3E3). (Dirjen PP
dan PL, 2014)
C. Isoniazid (INH)
INH merupakan salah satu dari
OAT lini pertama yang secara in vitro
bersifat bakterisidal dengan Konsentrasi
Hambat Minimum (KHM) sekitar 0,0250,05 ppm. Mekanisme kerja INH dengan
menghambat biosintesis asam mikolat.
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik
FK UI, 2007) (Espinal, M., et al, 2005).
Indikasi
INH
untuk
terapi
tuberkulosis dan untuk profilaksis orang
yang berisiko tinggi terkena infeksi.
Kontraindikasinya,
yaitu
reaksi
hipersensistifitas, termasuk demam, artritis,
cedera hati, kerusakan hati akut, dan
kehamilan juga menyusui. (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005)
Dosis
pemakaian,
untuk
pencegahan, dewasa 300 mg satu kali
sehari, anak-anak 10 mg per berat badan
sampai 300 mg, satu kali sehari. Dosis
pengobatan TB dewasa dalam kombinasi
biasa dipakai 300 mg satu kali sehari atau
sesuai petunjuk dokter. Dosis untuk anak
10-20 mg per kg berat badan atau sesuai
petunjuk dokter. (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, 2005)

INH mencapai kadar plasma puncak


12 jam sesudah pemberian peroral dan
lebih cepat dengan suntikan intra muskular.
INH mudah berdifusi ke dalam jaringan
tubuh, organ, atau cairan tubuh,.
Metabolisme utama di hati dengan cara
asetilasi dan dehidrazinasi. Waktu paruh
plasma pada keseluruhan populasi 1-4 jam
dan dapat memanjang bila terjadi insufisien
hati. 75-95 % dosis diekskresikan di kemih
dalam 24 jam sebagai metabolit, sebagian
kecil diekskresikan di liur dan tinja. INH
juga dapat melintasi plasenta dan masuk
kedalam ASI sehingga tidak cocok
diberikan untuk ibu hamil dan menyusui.
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, 2005)
Penggunaan
INH
bersamaan
dengan obat-obat tertentu, mengakibatkan
meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan
dapat menimbulkan risiko toksisitas.
Penggunaan bersamaan dengan Isofluran,
parasetamol dan Antikonvulsan (fenitoin
dan karbamazepin) dapat meningkatkan
resiko
hepatotoksisitas.
Penggunaan
bersamaan dengan antasida dan adsorben
akan menurunkan absopsinya. Penggunaan
dengan sikloserin meningkatkan resiko
toksisitas pada SSP. INH dapat
menghambat metabolisme karbamazepin,
etosuksimid, dan diazepam. INH dapat
menaikkan
kadar
plasma
teofilin.
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, 2005)
Efek samping penggunaan INH
diantaranya dalam hal neurologi, seperti
neuritis perifer, gangguan penglihatan,
neuritis optik, atropfi optik, tinitus, vertigo,
ataksia, somnolensi, mimpi berlebihan,
insomnia, amnesia, euforia, psikosis toksis,
perubahan tingkah laku, depresi, ingatan
tak sempurna, hiperrefleksia, otot melintir,
dan konvulsi. Efek samping dalam hal
hipersensitifitas,
seperti
demam,
menggigil,
eropsi
kulit
(bentuk
morbili,mapulo papulo, purpura, urtikaria),
limfadenitis, vaskulitis, dan keratitis. Efek
hepatotoksik, yaitu SGOT dan SGPT
meningkat, bilirubinemia, sakit kuning, dan

hepatitis fatal. INH dapat menimbulkan


gangguan metabolisme dan endrokrin,
seperti defisiensi Vitamin B6, pelagra,
kenekomastia, hiperglikemia, glukosuria,
asetonuria, asidosis metabolik, dan
proteinurea. INH juga menimbulkan
gangguan
hematologi,
seperti
agranulositosis, anemia aplastik, atau
hemolisis, anemia, trambositopenia. dan
eusinofilia. Gangguan saluran cerna, seperti
mual, muntah, sakit ulu hati, sembelit. Efek
samping lainnya, yaitu : sakit kepala,
takikardia, dispenia, mulut kering, retensi
kemih (pria), hipotensi postura, sindrom
seperti lupus, eritemamtosus, dan rematik.
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, 2005)
Penggunaan INH perlu dilakukan
pemantauan lebih lanjut bila digunakan
bagi penderita gangguan penyakit hati
kronik, disfungsi ginjal, dan gangguan
konvulsi. Perlu dilakukan monitoring bagi
peminum
alkohol,
penderita
yang
mengalami penyakit hati kronis aktif dan
gagal ginjal, penderita berusia lebih dari 35
tahun, kehamilan, pemakaian obat injeksi
dan penderita dengan seropositif HIV.
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, 2005)
D. Resistensi
Resistensi merupakan keadaan
dimana bakteri mampu mempertahankan
diri terhadap efek obat yang ditujukan
untuk menyembuhkan atau mencegah
penyakit. Resistensi dapat terjadi akibat
penggunaan antibiotik secara tidak rasional
yang membuat bakteri mampu membangun
mekanisme pertahanan diri sehingga pada
akhirnya antibiotik tidak lagi efektif
membunuh maupun menghambat aktivitas
bakteri. (Ebrahim, 2010)
Mekanisme pertahanan diri bakteri
untuk menurunkan aktivitas antibiotik
terdiri dari berbagai cara. Penetralan
antibiotik oleh enzim dalam bakteri,
pembatasan kadar antibiotik dalam bakteri
dengan meningkatkan efflux, mengubah

target antibiotik sehingga tidak lagi efektif


untuk
membunuh
bakteri,
dan
menghilangkan target antibiotik dengan
membentuk
jalur
metabolik
baru.
(Ebrahim, 2010). Resistensi terhadap OAT
terjadi akibat adanya perubahan komposisi
genetik pada bakteri. Perubahan komposisi
genetik ini yang kemudian dikenal sebagai
mutasi.
Mutasi gen didefinisikan sebagai
perubahan dalam urutan nukleotida dalam
DNA. Perubahan basa nukleotida ini akan
mempengaruhi proses transkripsi dan
translasi protein. Mutasi gen secara umum
dikategorikan menjadi mutasi titik (point)
dan penyisipan atau penghapusan basa.
Mutasi titik disebut juga substitusi
pasangan basa yang dibagi menjadi mutasi
diam (perubahan urutan DNA tidak
merubah protein yang diproduksi), mutasi
missense (merubah asam amino yang
dihasilkan), dan mutasi nonsense (kodon
berhenti dikodekan dan produksi protein
terhenti).
Mutasi
penyisipan
atau
penghapusan basa dapat mengubah
template dalam asam amino sehingga
menyebabkan mutasi pergeseran kerangka
dan kematian sebagian besar protein.
(Ebrahim, 2010)
E. Uji kerentanan obat (Drug Susceptibility
Testing/DST)
DST merupakan serangkaian uji
yang dilakukan untuk mengetahui
kepekaan bakteri terhadap obat. DST juga
dapat dilakukan untuk mendeteksi
resistensi M. tuberculosis terhadap OAT.
DST terbagi menjadi metode konvensional
dan molekuler. (Sirait, N., et al., 2013)
Metode konvensional (kultur) yang
merupakan gold standard menurut WHO
adalah metode proporsi. Metode ini
dilakukan
dengan
mengisolasi
M.
tuberculosis
pada
spesimen,
lalu
diidentifikasi, dan dilanjutkan dengan uji
kepekaan OAT. Bakteri dikatakan resisten
jika mengalami pertumbuhan di atas 1%
dibandingkan terhadap kontrol positif

H37RV (wild type) (Sirait, N., et al., 2013).


Pemeriksaan
uji
yang
telah
direkomendasikan oleh WHO adalah
metode proporsi menggunakan media padat
seperti Lowenstein Jensen. Namun, telah
dikembangkan pemeriksaan menggunakan
media cair, seperti metode BACTEC
MGIT 960 TB yang memiliki
keuntungan waktu yang diperlukan relatif
lebih singkat (WHO, 2008).
Metode molekuler membutuhkan
waktu yang lebih singkat, tapi spesifisitas
dan sensitifitasnya perlu divalidasi. (Global
Health Education, 2015). Polymerase
Chain Reaction (PCR) merupakan salah
satu contoh dari metode molekuler. Pada
PCR konvensional dilakukan proses
amplifikasi sepasang primer, yang meliputi
proses denaturasi, annealing, dan ekstensi.
Setelah itu dilakukan deteksi amplikon
(elektroforesis) dan divisualisasi di bawah
UV translilluminator. Analisis homologi
dilakukan dengan membandingkan sekuen
isolat terhadap sekuen nukleotida M.
tuberculosis H37Rv menggunakan NCBI
Basic Local Allignment Search Tool
(BLAST)
(Accession
number
NC_000962.3). (Seifert, M., et al., 2015)
(Kusdianingrum, et al., 2014)

PEMBAHASAN
INH dalam tubuh masih berbentuk
prodrug yang harus diaktivasi sebelum
dapat memberikan efek farmakologis. INH
masuk ke dalam sel M. tuberculosis lewat
mekanisme difusi pasif. INH diaktivasi
oleh enzim katalase peroksidase yang
dikode oleh gen katG, menjadi bentuk
aktifnya, yaitu isonicotynoylacyl radical
(INR). INR bersama dengan nicotinamide
group (NAD+) akan menghambat enoylACP reductase dalam FAII system sehingga
menghambat pembentukan inhA yang
merupakan komponen biosintesis asam
mikolat. Asam mikolat merupakan salah

satu komponen penyusun dinding sel M.


tuberculosis. Penghambatan pembentukan
asam
mikolat
akan
menghambat
pembentukan dinding sel M. tuberculosis
sehingga akan mengakibatkan sel pecah
kemudian mati. (Gambar 1.) (Steward T.
Cole, et al., 2005)

Gambar 1. Mekanisme Kerja INH

sumber : (Steward T. Cole, et al., 2005)

Mutasi pada gen katG akan


menghambat pembentukan INR sehingga
INH tidak dapat bekerja karena masih
dalam bentuk prodrug. Mutasi pada inhA
promoter region akan menyebabkan over
expression pembentukan inhA sehingga
asam mikolat sebagai komponen penyusun
dinding sel akan tetap terbentuk dan sel M.
tuberculosis tidak lisis (Kusdianingrum, et
al., 2014). Selain mutasi pada gen katG dan
inhA promoter region, beberapa jurnal juga
menyebutkan terjadinya mutasi pada
beberapa gen lain seperti ahpC-oxyR, iniA,
iniB, iniC, dan kasA, tetapi sampai saat ini
belum ditemukan penelitian lebih lanjut
terkait dengan kasus resistensi terhadap
INH (Seifert, M., et al., 2015).

Mutasi pada gen katG terjadi pada


beberapa kodon, diantaranya kodon 306,
315, dan 316 dengan mutasi terbanyak
terjadi pada kodon 315 (64.2%; 66%; 55%;
6%). Mutasi pada inhA promoter region
terjadi pada daerah -15, -8, dan -47 dengan
persentase terbanyak pada daerah -15
(19.20%; 25%; 94%). (Tabel 1.)
Berdasarkan data pada jurnal
pertama (Seifert, M., et al., 2015), kedua
(Unissa, A, et al., 2014), dan ketiga
(Goncalves, M, et al., 2012), persentase
mutasi pada gen katG315 lebih besar dari
inhA promotor region -15. Namun, terjadi
perbedaan pada data jurnal keempat
(Machado, D, et al., 2013) dimana
persentase spesimen yang resisten pada
bagian inhA promotor region -15 (94%)
lebih besar dibandingkan katG315 (6%).
Berdasarkan hal ini, dapat diduga adanya
pengaruh perbedaan negara terhadap
perubahan pola mutasi genetik. (Tabel 1.)
Tabel 1. Mutasi Gen M. Tuberculosis yang resisten terhadap INH
Persentase
Jurnal

Gen

Kodon

Spesimen

Negara

Resisten (%)
315

64.20%

309

0.50%

316

0.40%

inhA

-15

19.20%

promotor

-8

1.30%

region

-47

0.40%

katG

315

66%

katG

315

55%

katG
Seifert,
2015

Unisa,
2014

Goncalves,
2012

inhA
promotor

America

India

Brazil
-15

25%

315

6%

region
katG
Machado,
2013

Portugal

inhA
promotor
region

-15

94%

Berdasarkan data mutasi di


beberapa negara dapat dilihat adanya
perbedaan frekuensi mutasi katG315 dan
inhA-15. Frekuensi mutasi katG315
tertinggi di negara South East Asia (78.4%)
dan persentase terendah di Portugal (6%).
Frekuensi mutasi inhA-15 tertinggi di
Portugal (94%) dan terendah di South East
Asia (13.5%). Hal ini menunjukan
perbedaan negara cukup mempengaruhi
perubahan pola mutasi genetik. (Tabel 2.)
Tabel 2. Mutasi katG315 dan inhA-15 di Beberapa Negara

Negara

Frekuensi
mutasi katG315

Frekuensi
mutasi inhA-15

(%)

(%)

Africa

73.5

17.1

America

61.6

24.6

Europe

69.4

18.7

94

South East Asia

78.4

13.5

Taiwan

78.1

2.44

Western Pasific

55.5

19.8

Portugal

sumber : (Seifert, M., et al., 2015) (Tseng, t, et al., 2013)

Beberapa jurnal telah membahas


mengenai
perubahan
pola
mutasi
nukleotida pada gen katG315. Terdapat
beberapa mutasi serin (AGC) pada kodon
315 menjadi threonin (ACC, ACG, ACA),
asparagin (AAC), arginin (AGA, CGC),
isoleusin (ATC). Mutasi terbanyak
terjadinya perubahan serin menjadi
threonin (AGC ACC) yaitu 91%;
93.40%; dan 55.30% (Tabel 3).

Tabel 3. Pola Mutasi Nukleotida Pada Gen INH


katG315 (AGC/S)

Jurnal

Nukleotida
ACC/T
Goncalves,
2012

Seifert,
2015

91.00%

AAC/N

3.00%

AGA/R

3.00%

CGC/R

2%

ACG/T

1.50%

ACC/T
ACA/T
AAC/A
ATC/I

Unisa,
2014

93.40%
1.60%
3.60%
0.50%

ACC/T

55.30%

AAC/N

7.02%

ATC/I
CGC/R

2.34%
1.17%

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian pustaka,
perbedaan
negara
mempengaruhi
perubahan pola mutasi genetik. Frekuensi
mutasi katG tertinggi terletak pada kodon
315 di South East Asia (78.4%) dan
frekuensi mutasi inhA promotor region
tertinggi terletak pada daerah -15 di
Portugal (94%). Mutasi katG315 terbanyak
dengan adanya perubahan serin menjadi
threonin (AGCACC) (55.30%-93.40%).

DAFTAR PUSTAKA
Arisan, S., et al. (2003). Polymerase
Chain Reaction is a Good Diagnostic
Tool for Mycobacterium tuberculosis in
Urine Samples. Journal of Cell and
Molecular Biology 2, 99-103.
Chiang, et al. (2010). Drug resistant
tuberculosis: past, present, future.
Respirology.
Deniariasih, et al. (n.d.). Optimasi PCR
(Polymerase Chain Reaction) Fragmen
724 Pb Gen KatG Multi Drug Resistance
Tuberculosis
untuk
Meningkatkan
Produk Amplifikasi. Jurusan Farmasi
Fakultas
Matematika
Dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik
FK UI. (2007). Farmakologi dan Terapi
Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi FK
UI.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik. (2005). Pharmaceutical Care
untuk Penyakit Tuberkulosis. Indonesia:
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Keseharan Departemen
Kesehatan RI.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik. (2005). Pharmaceutical Care
untuk
Penyakit
Tuberkulosis.
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Dirjen PP dan PL. (2014). Pedoman
Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Indonesia:
Kementrian
Kesehatan
Republik Indonesia.
Ebrahim, G. J. (2010). Bacterial
resistance to antimicrobials. J. Trop.
Pediatr.

Espinal, M., et al. (2005). Global Impact


of Multidrug Resistance. Tuberculosis
and The Tubercle Bacillus, Chapter 7.
Global Health Education. (2015, July 5).
Retrieved
from
TBFACTS.ORG
Information
about
tuberculosis:
http://www.tbfacts.org/drugsusceptibility/
Goncalves, M, et al. (2012). Fast Test for
Assessing
The
Susceptibility
of
Mycrobacterium tuberculosis to Isoniazid
and Rifampisin by Real-time PCR.
Memorias Do Institutio Oswaldo Cruz.
Kusdianingrum, dkk. (2014). Amplifikasi
dan Identifikasi Mutasi Regio Promoter
inhA Pada Isolat Mycrobacterium
tuberculosis
Multidrug
Resistance
Dengan Teknik Polymerase Chain
Reaction. Cakra Kimia (Indonesian EJournal of Applied Chemistry).
Kusdianingrum,
et
al.
(2014).
Amplifikasi dan Identifikasi Mutasi
Regio Promoter inhA Pada Isolat
Mycrobacterium tuberculosis Multidrug
Resistance Dengan Teknik Polymerase
Chain
Reaction.
Cakra
Kimia
(Indonesian E-Journal of Applied
Chemistry).
Machado, D, et al. (2013). High-level
Resistance to Isoniazid and Ethionamide
in Multidrug-resistant Mycrobacterium
tuberculosis of the Lisboa family is
associated with inhA double mutations.
Journal of Antimicrobial Chemotherapy
Advance Access.
Pane, E. (2007). Beberapa Mutasi Gen
katG Isolat Klinis Mycobacterium
tuberculosis Resisten Isoniazid. Institut
Teknologi Bandung.

Seifert, M., et al. (2015). Genetic


Mutations Associated with Isoniazid
Resistande
in
Mycobacterium
ruberculosis : A Systematic Review. Plos
One.
Sirait, N., et al. (2013). Validitas Metode
Polymerase Chain Reaction GeneXpert
MTB/RIF pada Bahan Pemeriksaan
Sputum untuk Mendiagnosis Multidrug
Resistant Tuberculosis. MKB Volume 45
No 4.
Steward T. Cole, et al. (2005).
Tuberculosis and the Tubercle Bacillus
Chapter 8 Mechanisms of Drug
Resistance
in
Mycrobacterium
Tuberculosis. Washington, D.C.: ASM
Press.
Tseng, t, et al. (2013). The Mutations of
katG and inhA genes of Isoniazid
resistant Mycrobacterium tuberculosis
isolates in Taiwan. Journal of
Microbiology,
Immunology,
dnd
Infection, 249-255.
Unissa, A, et al. (2014). Investigation of
Ser315 Substitutions Within katG Gene
in Isoniazid-Resistane Clinical Isolates of
Mycrobacterium tuberculosis from South
India. BioMed Research International.
WHO. (2008). Molecular line probe
assay for rapid screening of patients at
risk of multidrugresistant tuberculosis
(MDR-TB). Geneva: WHO.
WHO. (2012). Global Tuberculosis
Report. World Health Organization.
WHO. (2013). Global Tuberculosis
Report. Geneva, Switzerland.

Anda mungkin juga menyukai