Case Bedah Peritonitis Yahya
Case Bedah Peritonitis Yahya
Nama Mahasiswa
NIM
: 11.2015.154
TandaTangan :
A. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap
: Tn. IH (2016018269)
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SMP
Alamat
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada Kamis, 02 Juni 2016, pukul 12.05 WIB
di IGD RS Bayukarta.
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 4 jam SMRS
Keluhan Tambahan:
Sulit BAB (+), Mual (+), Muntah (+) sudah 2 kali konsistensi cairan, Napsu makan
berkurang, Kembung (+), lemas (+), kepala pusing (+),
Riwayat Keluarga
C. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan umum
Tekanan darah
: 110/90 mmHg
Nadi
: 92x/menit,regular
Suhu
: 37,5 oC
Pernapasan (Frekuensi)
: 28x / menit
Kepala
: Normocephaly
Mata
: Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, reflex cahaya +/+, pupil
isokor
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Dada
Bentuk
: Simetris
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Depan
Kiri
Kanan
Kiri
Belakang
Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan
- Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
Perkusi
Auskultas
i
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Jantung
Inpeksi
Palpasi
Perkusi
Bataskanan jantung
Auskultas
i
Abdomen
Inspeksi
hematom, warna kulit sama dengan sekitar, darm kontour dan darm steifung tidak
nampak
Auskultasi
Palpasi
seluruh lapang perut terutama kuadran kanan bawah, Nyeri tekan titik Mc-Burney
(+), Rovsing sign (+), psoas sign (+), nyeri lepas (+), hepar dan lien tidak teraba,
ballotemen ginjal tidak teraba
Perkusi
Ekstremitas
Akral
: Hangat
4
Sianosis
: Tidak ditemukan
Edema
: Tidak ditemukan
Status Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi
hematom, warna kulit sama dengan sekitar, darm kontour dan darm steifung tidak
nampak
Auskultasi
Palpasi
seluruh lapang perut terutama kuadran kanan bawah, Nyeri tekan titik Mc-Burney
(+), Rovsing sign (+), psoas sign (+), nyeri lepas (+), hepar dan lien tidak teraba,
ballotemen ginjal tidak teraba
Perkusi
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
o Pemeriksaan saat di IGD, 12 Maret 2016
Resume
Tn IH, 57 tahun datang dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu. Awalnya
pasien merasakan sakit di daerah ulu hati kemudian berpindah ke perut kanan bawah.
Pasien masih dapat menahan rasa sakitnya. Satu hari SMRS pasien merasakan sakit
bertambah parah hingga mengganggu aktivitasnya. Nafsu makan pasien juga mulai
berkurang. Pagi hari, 5 jam SMRS nyeri perut dirasakan di seluruh bagian perut. Pasien
juga merasa mual dan kemudian muntah sebanyak 2 kali. Kemudian pasien mengeluhkan
adanya sakit kepala dan perasaan menggigil.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan Darah: 110/90 mmHg, Nadi 98x/min, Pernapasan 28x/min, suhu 37,50C
NT (+) seluruh lapang perut, NT (+) terutama kanan bawah, Titik McBurney (+), Rovsing
sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+), Distensi abdomen (+), Defans muskular (+)
Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit = 10,5 K/uL
Diagnosis Banding
Appendicitis acute
6
Diagnosis Kerja
Peritonitis e/c appendicitis perforasi
Penatalaksanaan
1. Rencana terapi
a) Tindakan resusitasi Airway, Breathing, Circulation
b) Restorasi cairan IVFD RL (guyur) 1000cc
c) Pencegahan infeksi Ceftriaxone 1g/12 jam
d) Terapi simptomatik Ranitidin 1A/12 jam
e) Pasang Kateter Urin Balans cairan
2. Rencana diagnostic
a) Informed Consent
b) Cek H2TL, Ureum Kreatinin, Elektrolit
c) Rontgen thorax dan abdomen
d) Konsul Anastesi
e) Laparotomi explorasi
Follow Up
Tgl 02 Juni 2016
S nyeri seluruh lapang perut perut (+), mual (+), muntah (+), demam (+),
kembung (+)
O KU : tampak kesakitan ; Kes : compos mentis
TD : 110/90 mmHg , N: 92 x/mnt ; RR: 28 x/mnt ; S: 37,5 C
Abdomen: I : distensi abdomen
P: nyeri tekan seluruh regio (+)
P: hipertimpani
A: BU ( - )
A
P
konsul penyakit dalam , konsul anestesi , persiapan operasi laparotomi
explorasi
Tgl 03 Juni 2016
S nyeri perut (+) ; demam (+) ; kentut (+) ;
dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam
rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya
kontaminasi bakteri dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis).
Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena
kebocoran asam lambung kedlam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang
mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah.
Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm
dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan
embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat
antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks
yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah
ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia tersebut.
Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal.
Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan
berguna untuk mendeteksi posisi appendiks.
Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah
retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah
sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus)
0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Anatomi
appendiks
Posisi Appendiks
Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan
ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang
saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri,
netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya.
Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah
jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh
tubuh.
Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks
mempunyai
keterbatasan
sehingga
menyebabkan
penekanan
tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
10
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Pathway
11
Peritonitis
Definisi
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel-sel, dan pus,
biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi,
dan demam. Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum.
Anatomi
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara
kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah
abdomen menjadi usus. Sedangkan kedua rongga mesoderm, bagian dorsal dan ventral
usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian akan menjadi peritoneum.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1.
Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa)
2.
3.
Gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon
sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum)
Patofisologi
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ organ abdomen (misalnya: apendisitis, salpingitis),
rupture saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering
menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks,
sedangkan stafilokok dan streptokok sering masuk dari luar.
12
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu
dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita pita fibrosa,
yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktifitas peristaltik berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung lengkung
usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
Peritonitis mekonium adalah peritonitis non bakterial yang berasal dari mekonium
yang keluar melalui defek pada dinding usus ke dalam rongga peritoneum. Defek dinding
usus dapat tertutup sendiri sebagai reaksi peritoneal. Bercak perkapuran dapat terjadi
dalam waktu 24 jam.
Manifestasi klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tandatanda
rangsangan peritonium. Biasanya diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan
adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas
lokasinya (peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya
(peritoneum parietal).
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni:
13
Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan,
atau bisa pula tegang karena iritasi peritoneum.
Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas,
batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi,
nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat radang panggul, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan
pada keadaan peritonitis yang akut.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan tanda vital perlu diperhatikan status gizi, kemungkinan adanya
gangguan kesadaran, dehidrasi, syok, anemia, dan gangguan napas. Pada pemeriksaan
fisik pasien dengan peritonitis, biasanya didapatkan keadaan sebagai berikut :
Inspeksi
Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan
kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan
usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan
ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended.
Auskultasi
14
Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa
sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik
pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising
usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang
sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada
peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.
Palpasi
Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat
sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi
harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal
ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang
nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses
inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni
adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi
kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan. Pada saat pemeriksaan penderita
peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans
muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari
gerakan atau tekanan setempat.
Perkusi
Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas
atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak
hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan
menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil keputusan,
misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan
Roentgen dan endoskopi.
Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain:
15
Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan
bedah, juga dapat membantu menegakkan demam berdarah yang memberikan gejala
mirip gawat perut.
Gambaran radiologi
Foto roentgen di ambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang
terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto roentgen dan merupakan petunjuk adanya
perforasi.
Pada pemeriksaan foto polos abdomen dijumpai asites, tanda tanda obstruksi
usus berupa air-udara dan kadang kadang udara bebas (perforasi). Biasanya
lambung, usus halus dan kolon menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai ileus
paralitik. Usus usus yang melebar biasanya berdinding tebal.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis,
kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu.
Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dan
sebagainya) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan
tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
16
Syok hipovolemik
b. Komplikasi lanjut
Adhesi
17
Lamanya peritonitis
b.
c.
d.
KESIMPULAN
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam
rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya
kontaminasi bakteri dalam rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis).
Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ulkus
gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma arteri
mesenterika superior, trauma.
Penatalaksanan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir
selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy explorasi dan penutupan perforasi dengan
pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan
pada kasus pasien yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya
diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De
Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan Duodenum,
Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC : Jakarta,
2011. Hal. 643-9.
2. Sabiston DC. Sabistons Essentials of Surgery.
Terjh. Andrianto P, Timan IS. Buku Ajar Bedah.
Jakarta: EGC; 2002
3. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4, Jilid 2,
editor : Mansjoer, Arif., Suprohalta., Wardhani,
Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas
Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta :
2014.
4. Sarath Chandra S, Siva Kumar S. Definitive or
conservative surgery for perforated gastric
ulcer? - An unresolved problem. Int J Surg.
2008 Dec 25. [Medline].
5. Langell
Perforation.
Diunduh
dari
19