PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan beton sebagai bahan bangunan juga telah lama dikenal. Beton
memiliki beberapa kelebihan antara lain: kuat desaknya tinggi, mudah dibentuk,
perawatannya mudah, dapat dibuat komposit. Permintaan akan beton meningkat seiring
dengan berkembangnya pembangunan perumahan permukiman, serta gedung bertingkat,
maupun jembatan. Semakin tinggi tingkat perkembangan perumahan maka akan semakin
tinggi pula kebutuhan akan beton. Beton mempunyai sifat getas, sehingga secara praktis
kemampuan untuk menahan tegangan tarik relatif kecil. Untuk memperbaiki sifat beton
yang getas tersebut maka kaitannya dengan tegangan tarik beton diberikan tulangan. Jenis
tulangan yang selama ini dikenal adalah dari besi beton. Besi beton mampu menahan
gaya tarik yang besar, namun disisi lain juga terdapat kekurangan dari besi beton itu
sendiri, besi beton termasuk sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, dengan
penggunaannya yang semakin lama semakin tinggi, suatu saat persediaan besi beton akan
habis. Besi beton juga termasuk material yang harganya cukup mahal, sehingga
memerlukan alternatif lain sebagai penggantinya yang salah satunya adalah menggunakan
bambu sebagai ulangan pada beton.
Bambu merupakan tanaman berumpun yang pertumbuhannya sangat cepat. Pada
masa pertumbuhan, beberapa spesies dapat tumbuh hingga 1 meter per hari. Bambu
dikenal memiliki sifat-sifat umum yang sangat menguntungkan untuk dimanfaatkan
karena, batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan
mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Menurut Sharma (1987),
sekarang telah tercatat lebih dari 75 genera dan 1250 spesies bambu di seluruh
dunia.Penggunaan bambu sebagai elemen struktur memerlukan informasi yang tepat
berkaitan dengan sifat fisika, mekanika dan mikro-strukturalnya. Sifa-sifat penting
tersebut diperoleh melalui indifikas, penyelidikan dan pengujian.
Tetapi masih banyak keraguan untuk pemakaian bambu sebagai tulangan beton.
Keraguan pertama timbul karena lekatan antara bambu dan semen kurang baik, selain itu
bambu sangat higroskopis, sedang kandungan air pada bambu sangat mempengaruhi
kembang susut, yang lebih lanjut akan mempengaruhi lekatan antara bambu dan beton.
Oleh karena itu pemakaian bambu tanpa perlakuan khusus sebagai tulangan beton
sangat tidak dianjurkan. Cara yang tepat untuk mengatasi kelemahan di atas dengan
menggunakan bambu yang sudah tua usianya sehingga daya serap dan kelembabannya
kecil, melapisi batang bambu dengan bahan kedap air seperti vernis, cat dan cairan aspal,
tetapi harus dihindari licinnya permukaan bambu akibat pemakaian bahan-bahan tersebut,
karena hal itu akan mengurangi daya lekat. Untuk memperbaiki lekatan antara bambu dan
beton.
Menurut penelitian Suyadi Budi (2013) tentang kapasitas lentur balok bertulangan
bambu bertakikan. Penggunaan takikan pada tulangan bambu menambah kapasitas lentur
balok menjadi lebih tinggi sekitar 110% terhadap tulangan bambu Petung polos dan sekitar
118% terhadap tulangan bambu Wulung Polos.
Modifikasi tulangan bambu untuk meningkatkan kuat cabut bambu pada beton juga
dilakukan oleh Suyadi (2013). Modifikasi yang dilakukan adalah dengan melilitkan kawat
tali dan memberikan tonjolan pada bambu. Dari hasil pengujiannya dapat dibuktikan
bahwa modifikasi pada tulangan bambu ini dapat meningkatkan kuat cabut bambu pada
beton. Namun, kegagalan yang terjadi pada percobaan tersebut adalah kegagalan geser
yang terajdi diantara takikan dan terlepasnya tonjolan dengan kegagalan searah dengan
serat bambu.
Penilitian
berikutnya
yaitu
oleh Agustin
(2015)
yaitu
modifiaksi
dengan
menambahkan kait pada beton bertulangan bambu, kait yang dimaksud yaitu berupa
bambu yang sama, berukuran 2 x 5 x 1 cm yang diletakkan dengan selang jarak tertentu.
Namun dengan dimensi balok yang tidak begitu panjang yaitu 1 m sehingga kurang begitu
terlihat pengaruh yang signifikan dari penilitian tersebut. Terlebih lagi dalam aplikasi di
lapangan sangat jarang ada balok yang berukuran panjang 1 m, sehingga diperlukan balok
dengan ukuran yang mendekati ukuran sebenarnya dalam aplikasi yang sering dilakukan.
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan diatas, maka pada penilitian ini
dilakukan penambahan kait pada balok beton bertulangan bambu dengan dimensi balok
yang berbeda dan lebih panjang dari sebelumnya. Selain itu juga akan dicoba jenis kait
yang lebih bervariasi yaitu menggunakan bambu petung dan menggunakan kayu kamper
sebagai jenis kait yang lain. Pelapisan cat dan pasir juga dilakukan dalam penelitian ini,
bertujuan untuk meningkatkan kuat lekat bambu dengan beton, serta untuk mengkaji
kapasitas lentur pada balok bertulangan bambu.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang didapat adalah sebagai
berikut:
1
Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang ada pada penelitian ini adalah:
1 Benda uji yang digunakan adalah balok berukuran 18 x 28 x 160 cm.
2 Benda uji Pull-out digunakan silinder beton dengan diameter 15 cm
3
4
5
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
Mengetahui pengaruh jarak antar kait terhadap respon lentur balok bertulangan
dengan kait.
Mengetahui interaksi yang terjadi antara jarak antar kait dan jenis kait terhadap
kuat lentur balok bertulangan bambu
5
1
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
Bagi kalangan akademis, sebagai referensi yang dapat dipakai sebagai acuan
dasarnya adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar dan agregat
halus
yang
dicampur dengan air dan semen sebagai pengikat dan pengisi antara
agregat
kasar
lainnya.
Memiliki ketahanan yang tinggi terhadap api dan air.
Mudah untuk dicetak menjadi bentuk yang sangat beragam.
Material penyusunnya mudah didapat.
Tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
Namun selain keunggulan yang telah disebutkan diatas, beton bertulamg juga
besar material penyusun beton adalah bahan lokal kecuali semen dan bahan kimia
tambahan, sehingga sangat menguntungkan secara ekonomi.
2.2 Material Penyusun Beton Bertulang
Material-material penyusun beton bertulang antara lain semen, agregat halus, agregat
kasar, air, dan tulangan baja. Berikut penjelassn karakteristik material-material penyusun
tersebut.
2.2.1Semen
Material semen adalah material yang memiliki sifat adhesif (adhesive) yang
memungkinkan untuk mengikat fragmen-fragmen mineral/agregat-agregat menjadi suatu
masa yang padat mempunyai kekuatan. Semen yang mengeras dengan adanya air yang
dinamakan dengan semen hidraulis (hidraulic cement). Semen jenis ini terdiri dari silikat
dan lime yang terbuat dari batu kapur dan tanah liat yang digerinda, dicampur, dibakar
dalam pembakaran kapur (klin), kemudian dihancurkan menjadi tepung. Semen hidrolik
biasa yang dipakai untuk mortar dinamakan semen portland (portland cement) (Nawy,
1998).
Fungsi utama semen pada beton adalah mengikat butir-butir agregat sehingga
membentuk suatu massa padat. Selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga udara diantara
butir-butir agregat. Pada umumnya, beton mengandung rongga udara sekitar 1% - 2%,
pasta semen (semen dan air) sekitar 25% - 40% dan agregat (agregat halus dan agregat
kasar) sekitar 60% - 75%. Untuk mendapatkan kekuatan yang baik, sifat dan karakteristik
dari masing-masing bahan penyusun tersebut perlu dipelajari. (Tri Mulyono,2003)
Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini berupa
rekristalisasi dalam bentuk interlocking-crystals sehingga membentuk gel semen yang
akan mempunyai kekuatan tekan yang tinggi apabila mengeras (Nawy, 1998). Berdasarkan
komposisi kimianya, semen portland dibedakan menjadi beberapa jenis seperti pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1 Jenis-jenis Semen Portland
Jenis Semen
Komponen (%)
C4AF
CaSO4
C3S
C2S
C3A
Normal, I
49
25
12
Modifikasi, II
46
29
12
Karakteristik Umum
CaO
MgO
2,9
0,8
2,4
2,8
0,6
3,0
Kekuatan awal
tinggi, III
Pemanasan
rendah, IV
Tanah Sulfat, V
56
15
12
3,9
1,4
2,6
30
46
13
2,9
0,3
2,7
43
36
12
2,7
0,4
1,6
Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur antara
semen dan agregat. Air harus bebas dari bahan yang bersifat asam basa, dan minyak.
Air yang mengandung tumbuh-tumbuhan busuk harus benar-benar dihindari karena
dapat
mengganggu
pengikatan
semen.
Pada
umumnya
air
yang
memenuhi
persyaratan sebagai air minum juga memenuhi syarat bila dipakai untuk membuat
beton, dengan pengecualian pada air minum yang banyak mengandung sulfat
(Oglesby, 1996).
Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses
pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran secara umum dapat menyebabkan :
Gangguan pada hidrasi dan pengikatan
Gangguan pada kekuatan dan ketahanan
Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan
Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton
Bercak-bercak pada permukaan beton.
2.3 Bambu
Bambu merupakan jenis tanaman yang termasuk Bamboidae yaitu salah satu anggota
sub familia rumput, sehingga pertumbuhannya cepat (Jansen, 1980). Pada umumnya
bambu ditemukan di tempat-tempat terbuka baik di pekarangan, tegalan maupun di hutan.
Di dalam pemanfaatan bambu harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat menentukan
kualitas dan kuantitas produk yang dapat dihasilkan, misalnya faktor jenis bambu, umur,
kadar air, berat jenis, kekuatan, keawetan.
Bambu merupakan produk hasil hutan non kayu yang dikenal bahkan sangat dekat
dengan kehidupan masyarakat umum karena pertumbuhannya ada di sekeliling kehidupan
masyarakat. Bambu termasuk tanaman Bamboidae anggota sub familia rumput, memiliki
keanekaragaman jenis bambu di dunia sekitar 1250-1500 jenis sedangkan Indonesia
memiliki hanya 10% sekitar 154 jenis bambu.
2.3.1
tersedia di Indonesia. Bambu yang dipanen dengan benar dan diawetkan merupakan bahan
yang kuat, fleksibel, dan murah, yang dapat diajdikan bahan alternatif pengganti kayu yang
semakin langka dan mahal.
Kelebihan bambu sebagai tulangan pada beton:
2.3.1.1
Dengan Nodia
128
116
147
74
Kuat Batas
(kg/cm2)
981-3920
686-2940
245-981
Sumber : Morisco,1999
Tegangan Izin
(kg/cm2)
294.20
98.07
78.45
Teoritis
Uji Lapangan
Kuat Lentur
Kuat Geser
Kuat Tarik
Kuat Tekan
(N/mm2)
< 18
100,42
(N/mm2)
< 4,3
3,71
(N/mm2)
< 17
46,27
(N/mm2)
< 24
72,93
2.4
yang bekerja pada balok tersebut, baik beban mati maupun beban hidup akan
menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada balok tersebut. Lentur pada balok
merupakan akibat adanya tegangan yang timbul karena adnaya beban luar.
Apabila beban yang bekerja pada balok bertambah besar, maka tegangan dan
regangan akan bertambah sebanding dengan kemampuan bahan berubah bentuk dan
modulus elastisitas bahan. Tiap bahan mempunyai modulus elastisitas tersendiri yang
memberikan gambaran mengenai perilaku bahan itu bila mengalami beban Tarik atau
beban tekan. Bila nilai modulus elastisitas semakin kecil , akan semakin mudah bahan
untuk mengalami perpanjangan atau perpendekan. (Gideon dan Vir, 1994)
Kekuatan batas balok dapat tercapai jika balok dibebani sa,pai mencapai bata
keruntuhan, yaitu bila pada balok terjadi retak yang berlebihan dan bila terus dibebani akan
terjadi keruntuhan balok. Oleh karena itu penampang balok harus direncanakan sesuai
syarat yang diperlukan sehngga tidak terjadi retak yang berlebihan pada saat beban
bekerja.
Tegangan-tegangan lentur merupakan hasil dari momen lentur luar. Proses desain
yang mencakup pemilihan dan analisis penampang biasanya dimulai dengan pemenuhan
persyaratan terhadap lentur. Setelah itu factor-factor lain seperti kapasitas geser, defleksi,
retak, dan panjang penyaluran tulangan dianalisis sampai memenuhi persyaratan.
Menurut Nawy (1998), apabila bebannya bertambah, maka pada balok terjadi
deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan bertambahnya retak lentur di
sepanjang bentang balok. Bila bebannya semakin bertambah, pada akhirnya dapat terjadi
keruntuhan elemen struktur, yaitu pada saat beban luarnya mencapai kapasitas elemen.
Taraf pembebanan demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menetapkan perilaku penampang adalah
sebagai berikut:
a. Distribusi regangan dianggap linier, asumsi ini berdasarkan hipotesis bernauli yaitu
penampang yang datar sebelum mengalami lentur akan tetap datar dan tegak lurus
terhadap sumbu netral setelah mengalami lentur.
b. Regangan pada baja dan beton disekitarnya sama sebelum terjadi retak pada beton atau
leleh pada baja
c. Beton lemah terhadap tarik. Beton akan retak pada taraf pembebanan kecil yaitu 10%
dari kekuatan tekannya. Akibatnya bagian beton yang mengalami tarik pada
penapang diabaikan dalam perhitungan analisis dan desain, juga tulangan tarik yang
ada dianggap memikul gaya tarik tersebut.
Agar keseimbangan gaya horisontal terpenuhi, gaya tekan C pada beton dan gaya
tarik T pada tulangan harus saling mengimbangi, maka C = T, distribusi tegangan dan
regangan pada penampang balok dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Distribusi Tegangan dan Regangan pada Balok Beton Bertulangan Baja
2.5
Gambar 2.5 Distribusi Tegangan dan Regangan pada Balok Beton Bertulangan Bambu
Pada beton bertulangan bambu dengan menggunakan takikan berupa kait, jarak
antar kait juga mempengaruhi gaya lekat antara tulangan bambu dengan beton serta
mengurangi kemungkinan terjadinya selip. Semakin kecil jarak antar kait maka gesekan
yang diterima dapat ditahan oleh kait yang lebih banyak sehingga gaya gesek menjadi
lebih besar dan memperbesar pula tegangan lekat antara tulangan dengan beton.
Meningkatnya tegangan lekatan antara tulangan bambu dengan beton dapat meningkatkan
momen nominal balok.
2.6
Perilaku Lendutan
Lendutan (defleksi) merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan layan
(serviceability) suatu struktur. Menurut Nawy (1998), hubungan beban-defleksi balok
beton bertulangan pada dasarnya dapat diidealisasikan menjadi bentuk trilinier seperti pada
Gambar 2.6.
menerus mengalami defleksi tanpa adanya tambahan beban dan retak semakin terbuka
sehingga garis netral mendekati serat tepi tekan. Pada akhirnya terjadi keruntuhan
sekunder yang dapat mengakibatkan kehancuran total pada beton.
Adapun menurut SNI 2002, lendutan pada suatu struktur memiliki batas lendutan
maksimum seperti pada Tabel 2.4.
Pola Retak
Menurut Jack C. McCormac (2004) terdapat tiga jenis keretakan yang terjadi pada
Retak miring yang terjadi akibat geser pada badan balok beton bertulang. Retak ini
sering terjadi pada balok beton prategang dan non prategang. Jenis retak miring yang
Udara kering
0,016
0,012
0,007
0,006
0,004
1. Jurnal berjudul Aplikasi Bambu Pilinan sebagai Tulangan Balok Beton disusun
oleh Jauhar Fajrin Pathurahman dan Dwi Anggraini Kusuma dari Universitas
Mataram pada tahun 2003. Pada penelitian ini dibuat benda uji balok sebanyak lima
buah dengan ukuran 15 x 20 x 200 cm. Balok diberi dua buah tulangan bambu
pilinan dengan diameter 12 mm dengan kuat tarik (fy) sebesar 223,33 MPa.
Pengujian dilakukan dengan menggunkan metode four point load.
Hasil penelitian:
Keruntuhan yang terjadi pada benda uji balok beton diawali dengan retak lentur pada
beton yang ditandai dengan pola retak tegak lurus.
Nilai rata-rata perbandingan antara momen eksperimen dengan momen perhitungan
(teoritis) sebesar 115,26%. Hal ini menunjukkan bahwa bambu memiliki peluang
untuk digunakan sebagai tulangan balok beton, khususnya untuk struktur sederhana.
2. Jurnal berjudul Model Balok Beton Bertulangan Bambu sebagai Pengganti
Tulangan Baja disusun oleh Agus Setiya Budi, Kusno Adi Sambowo, dan Ira
Kurniawati dari Universitas Sebelas Maret pada tahun 2013. Pengujian yang
dilakukan pada penelitian ini berupa pengujian kapasitas lentur balok beton
bertulangan bambu dengan menggunakan tipe tulangan bambu polos dan tipe
tulangan bambu takikan masing-masing pada jenis bambu Petung dan Wulung.
Sebagai pembanding, dibuat benda uji balok beton bertulangan baja dengan diameter
10 mm. Balok beton berukuran 100 x 150 x 1500 mm dengan metode pengujian
fourth point loading system.
Hasil penelitian:
Nilai kuat tarik rata-rata bilah bambu Petung adalah 240,54 MPa, kuat tarik rata-rata
bilah bambu Wulung adalah 182,73 MPa, dan kuat tarik rata-rata tulangan baja polos
adalah 378,4 MPa.
Tulangan bambu takikan dapat meningkatkan kapasitas lentur balok, yaitu sekitar
110% terhadap tulangan bambu Petung polos dan sekitar 118% terhadap tulangan
bambu Wulung polos.
Kapasitas lentur balok tulangan bambu Petung takikan sekitar 41% dan kapasitas
lentur balok tulangan bambu Wulung takikan sekitar 28% terhadap kapasitas balok
tulangan baja polos.
3. Jurnal berjudul Kuat Lekat Tulangan Bambu Wulung dan Petung Takikan pada
Beton Normal disusun oleh Agus Setiya Budi dan Sugiyarto dari Universitas
Sebelas Maret pada tahun 2013. Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini
adalah beton silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Tulangan bambu
takikan berdimensi panjang 50 cm, lebar 1,5 cm, dan tebal 0,52 cm ditanam pada
pusat beton silinder sedalam 15 cm. Sebagai pembanding, digunakan tulangan baja
polos berdiameter 10 mm.
Hasil penelitian:
Nilai kuat lekat rata-rata beton dengan tulangan baja polos adalah 0,127 MPa.
Nilai kuat lekat rata-rata beton dengan tulangan bambu Petung takikan sejajar
sebesar 0,004818 MPa dan takikan tidak sejajar sebesar 0,007758 MPa.
Nilai kuat lekat rata-rata beton dengan tulangan bambu Wulung takikan sejajar
sebesar 0,002433 MPa dan takikan tidak sejajar sebesar 0,007076 MPa.
4. Jurnal berjudul Pengaruh Modifikasi Tulangan Bambu Gombong terhadap Kuat
Cabut Bambu pada Beton disusun oleh Herry Suryadi, Matius Tri Agung, dan Eigya
Bassita Bangun dari Universitas Katolik Parahyangan pada tahun 2013. Pada
penelitian ini dilakukan modifikasi tulangan bambu untuk meningkatkan kuat cabut
bambu pada beton dengan cara melilitkan kawat tali dan memberikan tonjolan pada
tulangan bambu. Uji kuat cabut dilakukan dengan membenamkan tulangan bambu
sedalam 15 cm pada silinder beton dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
Hasil penelitian:
Modifikasi tulangan bambu mampu meningkatkan kuat cabut antara bambu dan
beton, hal ini ditunjukkan dengan besarnya rata-rata tegangan cabut tulangan bambu
yang dimodifikasi lebih besar dibandingkan dengan tulangan bambu polos.
Ragam kegagalan pada tulangan bambu yang dililit dengan kawat adalah kegagalan
tumpu pada bambu. Lilitan kawat sudah tidak dapat lagi mempertahankan posisinya
sehingga tulangan bambu terlepas dari lilitan kawat dan akhirnya tulangan bambu
tercabut
Ragam kegagalan pada tulangan bambu yang diberi tonjolan adalah kegagalan geser
pada tonjolan yang ditandai dengan terlepasnya tonjolan tersebut dengan kegagalan
searah dengan serat bambu.
2.9
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
1. Semakin kecil jarak antar kait pada tulangan bambu, maka meningkatkan kuat lentur
pada balok bertulangan bambu.
2. Balok bertulangan bambu dengan menggunakan jenis kait kayu kamper lebih kuat
menahan beban lentur.
3. Balok bertulangan bambu dengan jenis kait kayu kamper dan jarak antar kait yang
lebih kecil lebih kuat menahan beban lentur.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pengujian
Variabel Bebas
Varaibel Terikat
Pengujian
Pull Out
MPa; 30 MPa
Pengujian
6 cm; 12cm
- Penggunaan jenis kait bambu
lentur pada
balok
6 cm; 12cm
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
3.3.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Satu set ayakan untuk analisa agregat
saat pengujian
8. Hydraulic jack (dongkrak hidraulik) dan load cell, untuk pemberian
beban secara bertahap
9. Jangka sorong, mistar pengukur
10. Sendok semen, talam
11. Cetakan silinder
12. Mesin uji tekan beton
13. Universal Testing Machine untuk pengujian pull-out
3.3.2
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Semen Gresik PPC
2. Air PDAM Kota Malang
3. Agregat halus
4. Agregat kasar
5. Bambu Petung
6. Bendrat
7. Cat
8. Lem expoxy merk Avian
9. Kayu Kamper
10. Besi Polos
keadaan bagus.
Air
Air yang digunakan berasal dari air bersih PDAM Kota Malang, oleh
3.4.3
3.4.4
tetap dijaga dari kotoran organik yang dapat merusak kualitas beton.
Tulangan
Digunakan bambu petung sebagai tulangan beton yang berasal dari
Kota Malang dan tidak dilakukan pengujian khusus.
3.4.5
3.4.6
3.4.7
Beton
Mutu beton yang digunakan sebesar fc=20 MPa dan fc=30 MPa.
Kait
Digunakan bambu petung dan kayu kamper sebagai kait pada beton
yang berasal dari Kota Malang dan tidak dilakukan pengujian khusus.
Besi Polos
Besi polos 6-200 mm digunakan sebagai sengkang pada balok beton
bertulangan bambu.
Faktor
Taraf
a1
a2
b1
b2
d1
d2
A (Mutu Beton)
B (Jarak Kait)
D (Jenis Kait)
Keterangan
20 MPa
30 MPa
6 cm
12 cm
Bambu Petung
Kayu Kamper
a1
+
+
+
a2
b1
b2
b1
b2
d1
a1b1d1
a1b2d1
a2b1d1
a2b2d1
d2
a1b1d2
a1b2d2
a2b1d2
a2b2d2
Benda Uji
Beban(kN)
a1b1d1 1
a1b1d1 2
a1b1d2 1
a1b1d2 2
a1b2d1 1
a1b2d1 2
a1b2d2 1
a1b2d2 2
a2b1d1 1
10
a2b1d1 2
11
a2b1d2 1
12
a2b1d2 2
13
14
15
16
3.4.7
a2b2d1 1
a2b2d1 2
a2b2d2 1
a2b2d2 2
Rancangan Benda Uji Kuat Lentur
Benda uji dibuat berdasarkan perhitungan sampel dengan percobaan
faktorial sebagian. Keuntungan rancangan ini ialah tersedianya satu derajat
kebebasan untuk tiap interaksi. Percobaan ini dapat mengambil separuh,
seperempat, atau seperdelapan dari keseluruhan rancangan faktorial yang
betul-betul dilaksanakan. Pembuatan mulai dengan pemilihan kontras
penentu yang betul-betul akan dikorbankan. Kemudian bentuk kedua blok
yang sesuai dengan kontras tersebut dan pilih salah satu sebagai rancangan
yang akan dicobakan. (Walpole dan Myers, 1995).
Percobaan faktorial 2k = 24 dengan memanfaatkan setengah replikasi.
Faktor yang digunakan adalah:
Faktor
A (Mutu Beton)
B (Jarak Kait)
C (Rasio
Tulangan)
D (Jenis Kait)
Dengan asumsi:
Taraf
a1
a2
b1
b2
c1
c2
d1
d2
Keterangan
20 MPa
30 MPa
6 cm
12 cm
0,80%
1,60%
Bambu Petung
Kayu Kamper
+
+
+
+
a2
b1
b2
b1
b2
d1
a1b1c1d1
a1b2c1d1
a2b1c1d1
a2b2c1d1
c1
d2
a1b1c1d2
a1b2c1d2
a2b1c1d2
a2b2c1d2
d1
a1b1c2d1
a1b2c2d1
a2b1c2d1
a2b2c2d1
c2
d2
a1b1c2d2
a1b2c2d2
a2b1c2d2
a2b2c2d2
Dengan demikian maka rancangan yang digunakan adalah percobaan
yang bernilai positif atau percobaan bertaraf tinggi:
a1
c1
c2
a2
b1
b2
b1
b2
d1
d2
d1
d2
+
+
Sebelum membahas mengenai analisa percobaan faktorial, maka perlu
2B1D1
2B2
D2
2A1
2A2
,D2
A2,B1,C2
,D1
A2,B2,C2
,D2
A1,B1,C2
,D2
A1,B2,C2
,D1
A2,B1,C1
,D2
A2,B2,C1
,D1
2C1
2C2
2A1
=
2B1D2
2B2
D1
2A2
+
2C1
2C2
2B1D1
2B2
D2
2B1
D2
2B2
D1
2k1 n
k1
Tahap 2
Hitung Jumlah Kudrat Total (JKT), Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP),
dan Jumlah Kuadrat Galat (JKG) seperti pada prosedur RAL.
JKT = y ijk
y2
1 k
2n
2
JKP=JK ( A ) + JK ( B )+ JK ( C ) + JK ( D )+ JK ( AC ) + JK (BD )
JKG=JKT JKP
Tahap 3
Tentukan derajat bebas (DB) masing-masing dimana a, b, c, dan d
masing-masing adalah jumlah taraf faktor A, jumlah taraf faktor B, jumlah
taraf faktor C, dan jumlah taraf faktor D, maka:
DB faktor (A) = a 1
DB faktor (B) = b 1
DB faktor (C) = c 1
DB faktor (D) = d 1
DB faktor (AC)
= (a 1) (c 1)
DB faktor (BD)
= (b 1) (d 1)
1
DB Total
= 2 nabcd 1
DB Perlakuan = DB(A) +DB(B) +DB(C) +DB(D) +DB(AC) +DB(BD)
DB Galat
= DB Total DB Perlakuan
Tahap 4
Menetukan kuadrat tengah (KT) masing-masing melalui pembagian
antara JK masing-masing perlakuan dan derajat bebasnya, yaitu:
KT (A) = JK (A) / DB (A)
KT (B) = JK (B) / DB (B)
KT (C) = JK (C) / DB (C)
KT (D) = JK (D) / DB (D)
KT (AC) = JK (AC) / DB (AC)
KT (BD) = JK (BD) / DB (BD)
KT (G) = JK (G) / DB (G)
Tahap 5
= KT (A) / KT (G)
f hitung (B)
= KT (B) / KT (G)
f hitung (C)
= KT (C) / KT (G)
f hitung (D)
= KT (D) / KT (G)
Tahap 7
Menyusun daftar analisis ragam seperti dibawah ini:
Perilaku
JK
DB
KB
f hitung
Pengaruh Utama
A
B
C
D
Interaksi
AC
BD
Galat
Jumlah
Rancangan penelitian untuk pengujian lentur pada balok adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Form Pengujian pada Balok
Benda Uji: a1b1c1d1
Beban (Kg)
Defleksi (mm)
1
Beban (Kg)
Defleksi (mm)
1
Defleksi (mm)
1
Defleksi (mm)
1
Defleksi (mm)
1
Beban (Kg)
Defleksi (mm)
1
Defleksi (mm)
1
Defleksi (mm)
1
2.
3.
3.6.3
Pengujian Pull-Out
Langkah-langkah pembuatan dan pengujian benda uji pull out adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan material dan peralatan yang akan digunakan untuk pembuatan
benda uji pull out.
2. Menyiapkan cetakan balok berukuran 30x15x25 cm sebanyak masing masing
2 buah tiap benda ujinya.
3. Memasang tulangan bambu dengan berbagai variasi ke dalam cetakan balok
tersebut di atas seperti pada Gambar 3.1.
4. Pencampuran bahan-bahan dengan mesin pencampur beton.
5. Menuangkan campuran beton dengan cetakan yang telah disiapkan.
6. Setelah benda uji berumur 28 hari, maka akan diuji dengan cara diberi beban
seperti pada Gambar 3.2.
60
2
5
0
440
300
120
2
5
0
440
300
(a)
(b)
(c)
(d)
55,75
0.5 P
0.5 P
55,75
150