IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
: 3 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Agama
Suku
Ruang
Masuk Rumah Sakit
No.RM
Jaminan
: Protestan
: Menado
: Anggrek
: 31 Januari 2016
: 327213/09196
: BPJS-KJS
badan (-), menggigil (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), nyeri telan (-), nyeri ulu hati (-),
mual (-), muntah (-), kembung (-), nyeri telinga (-), cairan yang keluar dari telinga (-),
BAK normal, warna kuning, nyeri saat BAK (-). Ibu pasien mengatakan sudah pernah
berobat di klinik 24 jam dan diberi antibiotik 3x1,5 sendok obat, obat batuk pilek 3x1
sendok obat, namun tidak ada perubahan.
Riwayat penyakit dahulu:
Typhoid
: Disangkal
DBD
: Disangkal
Diare
: Diakui tapi ibu lupa kapan (tidak dirawat)
ISPA
: Disangkal
Kejang
: Diakui 1x saat berumur 2 tahun, kejang juga didahului demam
Alergi
: Disangkal
Trauma
: Trauma terutama di bagian kepala disangkal
Riwayat penyakit keluarga:
Keluhan serupa : Disangkal
Typhoid
: Disangkal
DBD
: Disangkal
Diare
: Disangkal
ISPA
: Disangkal
Kejang
: Disangkal
Alergi
: Disangkal
TBC
: Disangkal
: 1x (usia 1 bulan)
Hep B
: 3x (usia 0, 1, 6 bulan)
Polio
: 4x (usia 0, 2, 4, 6 bulan)
DPT
: 3x (usia 2, 4, 6 bulan)
Campak
: 1x (usia 9 bulan)
Kesan
Perkembangan :
Senyum
: 2 bulan
Bicara
: 12 bulan
Miring
: 3 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Tengkurap
: 4 bulan
Gigi keluar
: 6 bulan
Duduk
: 7 bulan
Merangkak
: 8 bulan
Berdiri
: 10 bulan
3
Mulai usia 10 bulan, anak diberi nasi tim, ASI masih dilanjutkan ditambah
susu formula (ASI ibu sudah sedikit)
Mulai usia 12 bulan, anak diberi makanan keluarga, nasi dengan lauk pauk dan
sayur yang bervariasi diberikan 3x/hari
Kesan
II
Mata
:Pupil
bulat,
isokor, cekung
-/-,
diameter
3mm/
3mm,
Hidung
:Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (+/+) serous dan
encer
Telinga
Mulut
Tenggorok
Leher
Axilla
Thorax
:Simetris kanan & kiri dalam statis dan dinamis, datar. Retraksi (-)
Jantung
o Inspeksi
o Palpasi
(-),
intercostalis (-)
o Palpasi
: Fremitus taktil dan fokal dextra et sinistra sama kuat
o Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen
o
o
o
o
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus (+) 12 x/ menit, peristaltik normal
Perkusi : Timpani
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), turgor baik
Ekstremitas :
Akral hangat (+), oedema (-), CRT < 2 detik, petechie spontan (-), Rumple
leed : (-)
Kulit : turgor baik
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran
III
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Px. Darah
Hemoglobin (g/dL)
Hematokrit (%)
Trombosit (/uL)
Leukosit (/uL)
Elektrolit (mmol/L)
Kalium
Natrium
Chlorida
31-01-2016
12.2
36
393.000
13.600
Nilai Referensi
10.7 14.7
31 43
184.000 440.000
5.000 14.500
3.9
133
100
3.5 5
135 145
98 105
Faeces Rutin
Pemeriksaan
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah
Leukosit
Eritrosit
Entamoeba coli
Entamoeba histolitika
Telur cacing
Lemak
Amilum
Serat
Hasil
Kuning
Cair
Negatif
Negatif
01
0
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Negatif
Negatif
Positif
Nilai Referensi
Negatif
Negatif
< 1 /LPB
< 1 /LPB
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Negatif
Negatif
Positif
6
IV
PEMERIKSAAN KHUSUS
Data Antropometri
Anak laki-laki usia 3 tahun, Berat badan 16 kg, Tinggi badan 97 cm.
Z-Score
Panjang/tinggi
Di atas 3
Di atas 2
Indikator Pertumbuhan
Berat terhadap umur
Berat terhadap
Lihat catatan 2
panjang/tinggi
Obesitas
Overweight (gizi
terhadap umur
Lihat catatan 1
lebih)
Beresiko gizi
Di atas 1
lebih (lihat
catatan 3)
0 (median)
Di bawah -1
Di bawah -2
Perawakan pendek
Gizi kurang
Kurus
Di bawah -3
(lihat catatan 4)
Perawakan sangat
Sangat kurus
pendek/kerdil (lihat
catatan 5)
catatan 4)
Catatan :
1 Anak dalam kelompok ini berperawakan tinggi. Hal ini tidak masih normal. Singkirkan
2
terhadap umur.
Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan beresiko gizi lebih. Jika makin
4
5
VRESUME
10
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, berat badan 16 Kg, dan tinggi badan
97 cm dengan keluhan kejang. Kejang terjadi 1x, kurang dari 5 menit dan terjadi pada
seluruh tubuh pasien, kelojotan dan mata mendelik ke atas. Pasien sebelumnya mengalami
demam sejak 3 hari yang lalu, demam terjadi naik-turun tidak menentu dan sudah
diberikan obat penurun panas namun demam naik lagi beberapa jam setelah minum obat.
Keluhan lain yaitu batuk berdahak yang sulit dikeluarkan dan pilek dengan ingus berwarna
bening diakui sejak 3 hari yang lalu bersamaan dengan demam. Pasien juga mengalami
mencret sejak sehari yang lalu sebanyak 5x/hari berampas, hari ini mencret 1x, BAB
berbau asam. Nafsu makan anak turun (+), dan anak minta minum terus.
VI
DIAGNOSIS BANDING
Kejang ec. epilepsi
VII
DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam Sederhana ec. Diare akut tanpa dehidrasi dan Rhinofaringitis
VIII
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- Infus Kaen 3B 16 tpm
- Inj. Cefotaxime 2x500 mg
- Inj. Diazepam 8 mg (bila kejang berulang)
- Paracetamol syrup 3x1 Cth dan extra proris supp bila suhu 390C
- Zinc 1x1 tab
- Lactodia 2x1 sachet
Non Medikamentosa
- Kompres lipatan badan dengan air hangat
- Banyak minum air putih, makanan bergizi dan lunak
IX
EVALUASI
-
KOMPLIKASI
11
XI
EDUKASI
Memberitahukan orang tua untuk mempersiapkan obat-obatan untuk kejang demam
apabila suhu badan tinggi kembali
Memberitahukan orang tua untuk mengawasi anak dari tanda-tanda dehidrasi berat
berupa penurunan kesadaran, mukosa bibir sangat kering, mata sangat cekung,
cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat dan akral dingin
Di rumah :
Jika anak panas, kompres air hangat, beri obat penurun panas. Jika panas
tidak turun segera, segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
Meningkatkan sanitasi dan hygiene lingkungan rumah, serta kebersihan
diri
XII
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam
12
ANALISA KASUS
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(1)
terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun (2). Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam(4).
Pada kasus ini, seorang anak laki-laki didiagnosis dengan Kejang Demam Sederhana ec.
Diare akut tanpa dehidrasi dan Rhinofaringitis. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, berat badan 16 Kg,
dan tinggi badan 97 cm dengan keluhan kejang. Kejang terjadi 1x, kurang dari 5 menit dan
terjadi pada seluruh tubuh pasien, kelojotan dan mata mendelik ke atas. Pasien sebelumnya
mengalami demam sejak 3 hari yang lalu, demam terjadi naik-turun tidak menentu dan sudah
diberikan obat penurun panas namun demam naik lagi beberapa jam setelah minum obat.
Keluhan lain yaitu batuk berdahak yang sulit dikeluarkan dan pilek dengan ingus berwarna
bening diakui sejak 3 hari yang lalu bersamaan dengan demam. Pasien juga mengalami
mencret sejak sehari yang lalu sebanyak 5x/hari berampas, hari ini mencret 1x, BAB
berbau asam. Nafsu makan anak turun (+), anak minta minum terus.
13
Pada
pemeriksaan
laboratorium
(darah
lengkap)
tidak
ditemukan
14
- Meningkatkan sanitasi dan hygiene lingkungan rumah, serta kebersihan diri sehingga
dapat menghindari dari penyebab ISPA dan mengurangi kemungkinan berulangnya
ISPA lagi di rumah.
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
I.
Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
(1)
terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun (2). Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam(4). Kejang
demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam(3). Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam(1). Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
15
bulan tidak termasuk dalam kejang demam(4). Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun mengalami kejang didahuluidemam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (4). Definisi ini
menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau
ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam
karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat(3).
II.
Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan kejang demam
kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 23 bulan) kejang
demam sedikit lebih sering pada laki laki(2).
III.
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih(2).
IV.
Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah demam(3). Ada riwayat kejang
demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan
genetik
(1,3)
. Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus,
anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak mendapat kejang setelah
demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat
keluarga epilepsi(1,3).
Faktor
risiko terjadinya
epilepsi
adanya
gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam
saat awitan, lebih dari satu kali kejang demam kompleks(1).
16
V.
Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi
paru paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler(6). Jadi sumber energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air
(6)
membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedangkan di luar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na
K ATPase yang terdapat pada permukaan sel(6). Keseimbangan potensial membran ini dapat
dirubah oleh adanya :
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang
(6)
. Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang
kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 o C,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C
atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang(6). Penelitian binatang menunjukkan
bahwa vasopresin arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat
hipertermia(1).
18
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya
terjadihipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak(6). Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi(6).
19
VI.
Klasifikasi
kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat
infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila
dalam riwayat penderita pada umur umur sebelumnya terdapat periode - periode dimana anak
menderita suhu yangsangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada kejang yang
terjadi kemudian harus berhati hati, mungkin kejang yang ini ada penyebabnya(2).
Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu sedang
meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya
bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba tiba merupakan faktor yang
penting untuk menimbulkan kejang(2). Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk
umum, biasanya bersifat tonik klonik seperti kejang grand mal; kadang kadang hanya kaku
umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih
dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam
hal ini juga kejang demamsederhana masih mungkin(2).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(7).
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %
kejangn demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial(4). Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang mengalami
kejang demam(4).
VII.
Manifestasi Klinik
21
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, misalnya
tonsilitis, otitis media kut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonikklonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6).
Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever).
Modifikasi kriteria Livingston(6):
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam(6).
22
yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang
demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
IX.
Diagnosis Banding
(6)
Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti
otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik
maka perlu pertimbangan pungsi lumbal (3).
X.
Penatalaksanaan
dalam waktu 3 5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan
oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75
mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam
rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin
secara intravena dengan dosis awal 10 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit
atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kgBB/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien
harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya.
25
26
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis
0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
3. Pemberian Obat Rumat (4)
a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu) :
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan
merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan
bahwa anak mempunyai fokus organik.
b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan
27
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan
saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2
tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15 40
mg/kgBB/hari dalam 2 3 dosis, dan fenobarbital 3 4mg/kgBB/hari dalam 1 2 dosis.
XI.
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.
Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau
lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
28
Vaksinasi (4)
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka
kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan
setelah vaksinasi MMR 25 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral
atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter
anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian
XII.
Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian.
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal(4). Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih
dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap(2). Apabila tidak
diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi (3,5) :
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.
2. Epilepsi (Risiko untuk mendapatkan epilepsi rendah).
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).
29
30
DAFTAR PUSTAKA
1.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Unhas Makassar.
2.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
KesehatanAnak FKUI Jakarta. 1985
3.
Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000;
4.
5.
Pusponegoro
Hardiono
D,
Widodo
Dwi
Putro,
Ismael
Sofyan.
Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jakarta. 2006.
6.
Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu
31