Pengontrolan Endokrin
dan Metabolik
Makhluk hidup terus mengembangkan struktur dan fungsinya yang
kompleks, oleh karena itu integrasi berbagai komponen dalam diri makhluk hidup
menjadi penting sekali bagi kelangsungan hidupnya. Integrasi ini dipengaruhi oleh
dua sistem : (1) sistem saraf pusat dan (2) sistem endokrin. Kedua sistem ini
berhubungan secara embriologis, anatomis, dan fungsional. Contohnya, banyak
kelenjar endokrin juga berasal dari neuroektodermal, yaitu lapisan embrional yang
juga merupakan asal dari sistem saraf pusat. Selain itu, terdapat hubungan
anatomis antara sistem saraf pusat dan sistem endokrin, terutama melalui
hipotalamus. Akibatnya, rangsangan yang mengganggu sistem saraf pusat
seringkali juga mengubah sistem endokrin. Sebaliknya, perubahan fungsi sistem
endokrin dapat berakibat pada fungsi SSP. Paduan kerja sma antara sistem
neuroendokrin membantu organisme memberikan reaksi maksimal terhadap
rangsangan internal dan eksternal.
HORMON
System endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang mensintesis dan mensekresi
zat-zat yang disebut hormon. Hormone-hormon menyebabkan perubahan fisiologik
dan biokimia yang menjadi perantara berbagai pengaturan seperti yang telah
dibicarakan sebelumnya. Ketika dilepaskan ke dalam aliran darah, hormone akan
diangkut ke jaringan sasaran tempatnya menimbulkan efek. Efek-efek ini
seringkali berupa pengaturan reaksi enzimatik yang berlangsung terus menerus.
Hormon pada umumnya disekresi dalam konsentrasi rendah sekali. Contohnya,
hormon terdapat dalam darah pada konsentrasi 10-6 hingga 10-12 molar. Sebaliknya,
komponen darah lainnya seperti natrium, biasanya terdapat dalam konsentrasi 10-1
molar. Meskipun konsentrasinya rendah, hormone menimbulkan efek metabolik
dan biokimia yang nyata pada jaringan sasaran.
Hormon terbagi dalam dua golongan utama: (1) steroid dan tironin, yang
larut dalam lemak, dan (2) polipeptida dan katekolamin, yang larut dalam air.
Selain itu, beberapa hormone tergolong sebagai glikoprotein, suatu senyawa
campuran gula dan protein. Ciri utama dari hormon steroid adalah adanya struktur
multisiklik, yaitu inti sikloperhidrofenantren (Gbr. 58-1). Contoh-contoh hormon
steroid adalah hormon korteks adrenal dan hormone yang diproduksi oleh gonad.
Hormone-hormon polipeptida terdiri atas rantai-rantai asam-asam amino spesifik
yang berbeda-beda panjang, berat molekul, dan komposisi asam-asam aminonya.
Beberapa hormone polipeptida seperti insulin, mempunyai struktur yang lebih
kompleks dengan dua rantai asam amino yang diikat oleh jembatan disulfida.
Struktur molekul insulin digambarkan pada Gbr.58-2. Hormone-hormon
polipeptida lainnya adalah parathormon atau hormone paratiroid (PTH), hormonhormon tropik kelenjar hipofisis (kecuali thyroid-stimulating hormone (FSH), atau
tirotropin dan gonadotropin), vasopressin, dan glucagon. Contoh-contoh hormone
glikoprotein adalah TSH dan gonadotropin (contohnya luteinizing hormone (LT)
dan follicle-stimulating hormone (FSH)). Kebanyakan hormone disintesis dalam
bentuk precursor dengan berat molekul lebih besar dan bekerja pada tahap-tahap
awal yaitu sebagai prohormon. Contohnya, insulin disintesis sebagai proinsulin,
suatu peptida yang_setelah melepaskan sebagian dari molekulnya, yaitu peptida
C_berubah menjadi struktur dua rantai. Hormone adrenokrotikotropik (ACTH)
berasal dari proopiomelanokortin (POMC), suatu glikoprotein dengan berat
molekul 31.000, yang setelah rangkaian proses pemecahan oleh enzim akan
menghasilkan serangkaian peptida, termasuk opiat dan peptida 39 asam amino
ACTH.
Selain dari hormon-hormon klasik yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar
endokrin spesifik dan bekerja pada organ sasaran tertentu, masih ada sejumlah zat
yang dihasilkan oleh kerja hormon, dan bekerja langsung pada sel-sel serta
merangsang pertumbuhan. Beberapa zat ini mempunyai kerja yang mirip insulin,
sedangkan yang lain bekerja menjadi perantara dari kerja hormone-hormon lain,
seperti hormone pertumbuhan. Factor-1 pertumbuhan yang mirip dengan insulin
(IGF-1) adalah factor pertumbuhan yang dikenal dengan baik, dihasilkan dalam
jaringan di bawah pengaruh hormone pertumbuhan, yang dapat membantu
pertumbuhan jaringan. Juga ada senyawa-senyawa yang mekanisme kerjanya mirip
hormone, tetapi dihasilkan oleh darah sendiri. Contohnya, angiotensin II, suatu
proses fosforilasi dari enzim kunci tertentu, maupun aktivasi atau inaktivasi potensi
biologik dari enzim-enzim ini (Gbr. 58-3).
Macam-macam hormon polipeptida mengaktivasi mekanisme enzim yang
berbeda pula, yang menjadi perantara kerja hormone. Contohnya, glucagon
mengaktivasi enzim fosforilase melalui proses seperti di atas, yang menyebabkan
pemecahan glikogen secara enzimatik menjadi glukosa 1-fosfat. ACTH
meningkatkan steroidogenesis dengan mengaktivasi satu atau beberapa enzim pada
jalur steroidogenesis. Insulin terikat pada subunit alfa dari reseptor insulin, suatu
glikoprotein heterotetramerik pada membran sel dan merangsang fosforilasi tirosin
dari subunit beta. Maka terjadilah rangkaian fosforilasi yang menjadi sinyal untuk
transport glukosa dan perpindahan ion-ion tertentu menembus membran sel.
Berbeda dengan hormon-hormon peptida, dalam menimbulkan pengaruhnya
hormon-hormon steroid bekerja langsung di dalam sel dengan menembus
membrane sel dan berikatan dengan protein-protein reseptor sitosol. Kompleks
reseptor steroid kemudian ditranslokasi ke inti sel, tempat kompleks tersebut akan
terikat secara khusus pada lokusnya dalam deoksiribonukleat (DNA) dan merubah
transkripsi serta menyebabkan sintesis satu atau beberapa messenger RNA
(mRNA) spesifik. Produk-produk ini keluar dari inti dan berjalan ke ribosom,
selanjutnya mengarahkan sintesis protein. Dengan mengubah mRNA, steroidsteroid dapat mengubah jalan sintesis protein (Gbr. 58-4).
Kesimpulannya, kerja hormon melibatkan kombinasi hormon dengan
reseptor spesifiknya di dalam sel-sel yang merupakan sasaran dari kerja hormon.
Fisiologi kerja hormon dan spesifisitas hormon erat berkaitan dengan interaksi
hormon dengan reseptor spesifiknya.
pada manusia, lobus tersebut berdegenerasi dan tidak benar-benar terpisah dari
lobus anterior. Pembuluh darah menghubungkan hipotalamus dengan sel-sel
kelenjar hipofisis anterior. Pembuluh darah ini berakhir sebagai kapiler pada kedua
ujungnya, dan karena itu dikenal sebagai sistem portal. Dalam hal ini, sistem yang
menghubungkan hipotalamus dengan kelenjar hipofisis disebut sebagai sistem
portal hipotalamus-hipofisis. Sistem portal merupakan saluran vaskular yang
penting karena memungkinkan pergerakan hormon pelepasan dari hipotalamus ke
kelenjar hipofisis, sehingga memungkinkan hipotalamus mengatur fungsi hipofisis.
Rangsangan yang berasal dari otak mengaktifkan neuron dalam nucleus
hipotalamus yang menyintesis dan menyekresi protein dengan berat molekul
rendah. Protein atau neurohormon ini dikenal sebagai hormon pelepas dan
penghambat. Hormon-hormon ini dilepaskan kedalam pembuluh darah sistem
portal dan akhirnya mencapai sel-sel dalam kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis
memberi respons terhadap hormon pelepas dengan melepaskan hormon-hormon
tropik hipofisis. Dalam rangkaian kejadian ini, hormon-hormon yang dilepaskan
oleh kelenjar hipofisis diangkut bersama darah dan merangsang kelenjar-kelenjar
lain, menyebabkan pelepasan hormon-hormon kelenjar sasaran. Akhirnya hormonhormon kelenjar sasaran bekerja pada hipotalamus dan sel-sel hipofisis yang
memodifikasi sekresi hormon.
Gbr. 58-6 menggambarkan modalitas pengaturan umpan balik, tempat
produk hormonal dari kelenjar sasaran bekerja menghambat pelepasan hormon
tropik hipofisis yang berhubungan. Pengaturan sekresi hormon jenis ini dikenal
sebagai sistem pengaturan umpan balik negatif. Pada system hipotalamushipofisis-adrenal (lihat Gbr.58-6,A), corticotrophin-releasing hormone (CRH)
menyebabkan hipofisis melepaskan ACTH. Kemudian, ACTH merangsang korteks
adrenal untuk menyekresi kortisol. Selanjutnya kortisol kembali memberikan
umpan balik terhadap aksis hipotalamus-hipofisis, dan menghambat produksi
CRH-ACTH. Sistem mengalami fluktuasi, bervariasi menurut kebutuhan fisiologis
akan kortisol. Jika sistem menghasilkan terlalu banyak kortisol, maka kortisol akan
memengaruhi kembali dan menghambat produksi CRH dan ACTH. Sistem ini
peka, karena produksi kortisol atau pemberian kortisol atau glukokortikoid sintetik
lain secara berlebihan dapat dengan cepat menghambat aksis hipotalamus-hipofisis
dan menghentikan produksi ACTH. Konsep pengaturan umpan balik mempunyai
implikasi yang praktis pada pasien-pasien dengan terapi kortikosteroid menahun.
Pada pasien-pasien ini, pelepasan ACTH tertekan. Jika steroid dihentikan dengan
tiba-tiba, pasien dapat mengalami insufisiensi adrenal.
Contoh lain pengaturan umpan balik (lihat Gbr. 58-6, B) adalah kerja
gonadotropin-releasing hormone (GnRH), yang merangsang hipofisis untuk
menyekresi FSH dan LSH. Pada perempuan, estrogen mula-mula diproduksi oleh
ovarium dalam jumlah kecil; kemudian estrogen mengumpan balik hipotalamus,
merangsang sekresi GnRH. GnRH selanjutnya memicu perlepasan FSH dan LH,
ovulasi, dan sekresi estrogen dan progesterone. Kerja estrogen merupakan salah
satu contoh dari pengaturan umpan balik positif. Contoh ketiga (lihat Gbr. 58-6,C)
dari pengaturan umpan balik adalah pelepasan TSH-releasing hormone (TRH)
yang disekresi oleh hipotalamus dan menyebabkan hipofisis mensekresi TSH. TSH
selanjutnya merangsang tiroid untuk mengeluarkan tiroksin. Tiroksin akan
mempengaruhi kembali hipofisis dan menghambat produksi TRH dan TSH.
Walaupun interaksi antara hormone hipofisis dan hormone-hormon dari
kelenjar sasaran terjadi melalui sirkulasi sistemik (system simpai panjang), tetapi
ada juga interaksi lain yang terjadi antara hormone-hormon hipofisis dan hormone
perlepasannya melalui system vascular lokalnya (system simpai pendek). Terdapat
pula system lain yang mengatur produksi hormone yang tidak bergantung pada
aksis hipotalamus-hipofisis. Salah satu contohnya adalah system renin-angiotensinaldosteron. Seperti yang digambarkan pada Gbr. 58-7, ginjal memiliki sel-sel
jukstaglomerular (JG) yang terletak pada dinding arteriola aferen glomerulus. Selsel ini menyekresi enzim renin. Tekanan perfusi dalam arteriola ginjal
memengaruhi produksi ginjal. Perubahan-perubahan tekanan darah yang mengalir
melalui arteriola aferen menuju glomerulus diterima oleh reseptor yang berada
dekat sel-sel JG. Kejadian ini menyebabkan perubahan dalam sekresi rennin yang
selanjutnya akan mengaktifkan angiotensin II. Angiotensin II merangsang produksi
aldosteron oleh korteks adrenal. Aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium pada
tubulus ginjal. Bersamaan dengan reabsorpsi natrium, volume akan meningkat,
tekanan di arteriola aferen meningkat, dan produksi rennin terhenti. Jadi perlepasan
rennin, angiotensin, dan aldosteron ditentukan oleh perubahan volume dan tekanan
yang terjadi pada sel-sel JG.
Gambar 58-8 menggambarkan modalitas pengaturan umpan balik yang lain
yaitu zat-zat metabolik yang diatur oleh hormon, bekerja langsung terhadap
pelepasan hormon tersebut. Pada Gbr. 58-8,A, insulin dan glukosa digambarkan.
Respon terhadap insulin akan mengubah kadar glukosa dalam darah. Ketika kadar
glukosa meningkat, insulin disekresi. Jika kadar glukosa turun, insulin dihentikan.
Walaupun beberapa hormon hipofisis dapat memengaruhi pelepasan insulin secara
tidak langsung, tetapi tidak ada bukti yang jelas menunjukkan bahwa kelenjar
hipofisis secara langsung dan spesifik mengendalikan sekresi insulin.
PTH dan kalsium juga mempunyai sistem pengaturan yang unik (lihat Gbr.
58-8, B). penurunan kadar kalsium merangsang sekresi PTH. Sebaliknya,
peningkatan kadar kalsium akan menekan produksi PTH.
Karakteristik fisiologis lain dari aksis hipotalamus-hipofisis adalah adanya
irama. Irama merupakan gambaran umum pada banyak produksi hormon, dan
irama ini berasal dari struktur otak. ACTH merupakan contoh irama yang baik,
atau siklus pelepasan hormon. Pada pengukuran kadar ACTH dan kortisol setiap
jam selama 24 jam, terlihat adanya peningkatan pada pagi hari, kemudian menurun
dan meningkat lagi pada malam hari untuk mencapai puncaknya untuk esok
paginya (Gbr. 58-9). Tipe irama ini disebut sebagai irama diurnal atau sirkadian.
Karena pelepasan hormon oleh kelenjar hipofisis terjadi dengan cepat, maka
pelepasan hormon ini dikatakan juga sebagai pelepasan hormonal episodik.
Gonadotropin, hormone tropic kelenjar hipofisis yag mengatur fungsi gonad,
mempunyai siklus atau irama yang berbeda. Pada perempuan, pelepasan
gonadotropin merupakan suatu siklus dan terjadi setiap bulan bukannya diurnal
(Gbr. 58-10). Adanya siklus pelepasan gonadotropin yang normal merupakan cirri
khas fungsi endokrin reproduksi perempuan. Sebaliknya, pada laki-laki, pelepasan
gonadotropin yang sama ini tidak mempunyai sifat siklik, dan terjadi secara
konstan. Jika pelepasan siklik gonadotropin pada perempuan dihentikan, terjadi
penghentian siklus menstruasi normal dengan penekanan ovulasi dan fertilasi.
Ada hormon-hormon lain yang tidak dilepaskan dengan irama spontan,
tetapi akibat respons terhadap rangsangan metabolik. Misalnya, hormon insulin
dilepaskan akibat respons terhadap makanan yang dimakan.
Hormon-hormon tidak langsung bekerja pada sel-sel atau jaringan, tetapi harus
terlebih dulu berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel atau sitosol dari
sel. Untuk terjadinya suatu peristiwa metabolik, seluruh langkah-langkah
selanjutnya setelah interaksi hormone dan reseptor harus dalam keadaan utuh.
Dengan demikian, jelas bahwa yang penting bukan hanya konsentrasi hormone
agar dapat tercapai hasil yang baik pada aktivitas selular, tetapi juga jumlah dan
afinitas reseptor terhadap hormone. Oleh karena itu, ada dua mekanisme untuk
penyakit endokrin: (1) gangguan primer yang mengubah konsentrasi hormone dan
(2) gangguan primer pada mekanisme reseptor dan pasca reseptor. Umumnya,
penyakit-penyakit endokrin dapat dipahami melalui aktivitas-aktivitas metabolic
dari hormone yang terlibat, akibat kelebihan atau kekurangan produksi atau kerja
hormone. Dengan demikian, pengetahuan tentang akibat metabolic sekresi
hormone yang berlebihan atau terlalu sedikit akan membantu mengenali gambaran
klinis yang timbul akibat gangguan-gangguang ini. Contohnya, bila terdapat
pembentukkan tiroksin yang berlebihan, yaitu hormone tiroid, seseorang dapat
mengalami peningkatan metabolism basal dan produksi panas. Akibatnya,
penderita hipertiroidisme memperlihatkan tingkat metabolism basal yang tinggi,
ttidak tahan panas, dan berkurangnya berat badan. Sebaliknya, kekurangan tiroksin
mengakibatkan efek metabolism yang berlawanan seperti metabolism basal yang
rendah dan peningkatan kepekaan terhadap suhu dingin. Gangguan primer pada
tingkat reseptor menimbulkan sindrom resistensi hormone. Mutasi pada reseptor
kortisol menurunkan ikatan hormone pada reseptor spesifiknya dan menyebabkan
sindrom resistensi glukokortokoid primer. Mutasi pada reseptor hormone tiroid
menyebabkan sindrom resistensi hormone tiroid. Jenis yang kedua dari gangguan
perantara reseptor ini adalah penyakit Graves, yaitu suatu proses autoimun
membentuk antibody terhadap reseptor TSH, sehingga meningkatkan fungsi tiroid.
Antibody yang dihasilkan untuk melawan reseptor insulin menyebabkan sindrom
resistensi insulin yang berat.
BAB 59
ini tidak ada maka sekresi prolaktin akan meningkat dan dapat terjadi laktasi.
Thyrotropin-releasing hormone (TRH) merangsang sekresi prolaktin.
ACTH merangsang pertumbuhan dan fungsi korteks adrenal dan merupakan
suatu factor yang sangan penting pada pengaturan produksi dan pelepasan kortisol.
Secara tunggal, ACTH tampaknya tidak mempunyai efek ekstraadrenal yang
berarti. CRH dan arginin vasopressin (AVP) bekerja secara sinergis untuk
merangsang sekresi ACTH.
TSH merangsang pertumbuhan dan fungsi kelenjar tiroid. TSH ini
menyebabkan pelepasan tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3), selanjutnya hormonehormon ini akan mengatur sekresi TSH. TRH merangsang sekresi TSH.
TABEL 59-1
FSH dan LH dikenal juga sebagai gonadotropin. Pada laki-laki, FSH
mempertahankan dan merangsang spermatogenesis, sedangkan LH merangsang
sekresi testoteron oleh sel-sel Leydig atau sel-sel interstisial testis. FSH dan LH ini
akan disekresi secara kontinu atau secara tonik pada laki-laki. Sebaliknya pada
perempuan, FSH merangsang perkembangan folikel dan sekresi estrogen oleh selsel folikel. LH menyebabkan ovulasi dan mempertahankan serta merangsang
sekresi progesterone oleh korpus luteum yang berkembang dari folikel sesudah
ovulasi. Pelepasan FSH dan LH pada perempuan bersifat siklik, sedemikian rupa
sehingga kadar kedua hormone tersebut akan melonjak pada pertengahan siklus
dan kemudian sedikit demi sedikit menurun pada akhir siklus, dan diikuti oleh
menstruasi. Sekresi FSH dan FH diatur oleh sekresi (amplitude dan frekuensi)
gonadotropin-releasing hormone (GnRH) yang bersifat pulsatil.
Konsekuensi klinis defisiensi pelepasan ACTH dan TSH masing-masing
berupa insufisiensi adrenal dan hipotiroidisme. Tidak adanya pelepasan
gonadotropin mengakibatkan hipogonadisme. Sebaliknya, sekresi ACTH yang
berlebihan akan mengakibatkan hiperfungsi korteks adrenal atau sindrom cushing.
Sindrom kelebihan TSH atau pelepasan gonadotropin jarang ditemukan.
Diagnose klinis gangguan hipofisis membutuhkan penegasan biokimia
melalui uji khusus yang memperlihatkan fungsi hipofisis abnormal yang
merupakan karakteristik keadaan yang dicurigai. Hormone hipofisis yang sudah
diterangkan yaitu, ACTH, MSH, TSH, FSH, LH,GH, dan prolaktin, semuanya
dapat dihitung dalam serum atau plasma.
Hipopituitarisme
Insufisiensi hipofisis pada umumnya memengaruhi semua hormone yang secara
normal disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Oleh karena itu, manifestasi klinis
dari panhipopituitarisme merupakan gabungan pengaruh metabolic akibat
berkurangnya sekresi masing-masing hormone hipofisis.
Beberapa proses patologik dapat mengakibatkan insufisiensi hipofisis
dengan cara merusak sel-sel hipofisis normal : (1) tumor hipofisis, (2) thrombosis
vascular yang mengakibatkan nekrosis kelenjar hipofisis normal, (3) penyakit
granulomatosa infiltrative, dan (4) idiopatik atau mungkin penyakit yang bersifat
autoimun.
Sindrom klinis yang diakibatkan oleh panhipopituitarisme pada anak-anak
dan orang dewasa berbeda. Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan
somatic akibat defisiensi pelepasan GH. Dwarfisme hipofisis (kerdil) merupakan
konsekuensi dari defisiensi tersebut. Ketika anak-anak tersebut mencapai purbetas,
maka tanda-tanda seksual sekunder dan genitalia eksterna gagal berkembang
(Gbr.59-1). Selain itu sering pula ditemukan berbagai derajat insufisiensi adrenal
dan hipotiroidisme; mereka mungkin akan mengalami kesulitan di sekolah dan
memperlihatkan perkembangan intelektual yang lamban; kulit biasanya pucat
karena tidak adanya MSH.
Kalau hipopituitarisme terjadi pada orang dewasa, kehilangan fungsi
hipofisis sering mengikuti kronologis sebagai berikut : defisiensi GH,
hipogonadisme, hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Karena orang dewasa
telah menyelesaikan pertumbuhan somatisnya, maka tinggi tubuh pasien dewasa
dengan hipopituitarisme adalah normal. Manifestasi defisiensi GH mungkin
dinyatakan dengan timbulnya kepekaan yang luar biasa terhadap insulin dan