Anda di halaman 1dari 32

UNTUNG RUGI PERPANJANGAN KONTRAK KARYA

FREEPORT

Disusun oleh :
Agung Irawan (01514143630)
Manarita B

SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA


YOGYAKARTA
2016

Kata Pengantar

Segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat tiada tara kepada
hamba-hambanya serta nikmat jasmani dan ruhani sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan lancar serta tidak menemui hal-hal yang dapat menghambat
penyelesaian makalah ini. Sebagai salah satu syarat mata kuliah Ilmu Politik.
Makalah ini di buat dengan tujuan sebagai bahan pembelajaran serta bahan kajian
pada mata kuliah Ilmu Politik. Terimakasih sebesar-besarnya penulis ucapkan
kepada Bapak dosen pengampu Pak Kusumo yang telah memberikan tugas serta
telah memberi berbagai pengetahuan baru sehingga wawasan serta pengetahuan
penulis dapat bertambah luas serta dapat terasa manfaat adanya mata kuliah Ilmu
Politik. Akhirnya saya berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
sehingga atas kontribusinya makalah ini dapat terselesaikan.

Yogyakarta, 15 Januari 2016

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................

KATA PENGANTAR....................................................................................

ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

iii

BAB I

BAB II
BAB III

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................
C. Tujuan.....................................................................................

1
1
2

PEMBAHASAN............................................................................

PENUTUPAN
A. Simpulan...................................................................................
B. Saran.........................................................................................

13
14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Freeport merupakan salah satu perusahaan pertambangan yang mayoritas
sahamnya dimiliki Freeport-McMoran Copper & Gold Inc perusahaan ini merupakan
penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg yang berada di Papua.
Perusahaan ini milik Amerika dimana perusahaan penghasil emas terbesar di dunia.
Freeport telah melakukan eksploitasi di dua tempat di papua yaitu di tambang
ertberg (dari 1967 hingga 1988) dan tambang grasbergg ( sejak 1988 ), di kawasan
tembagapura, kabupaten timika, provinsi Papua. Ketika zaman Soeharto ( Orde
Baru ) Freeport telah menandatangani kontrak karya eksplorasi alam Timika, Papua,
dengan Freeport-McMoRan Copper & Gold (AS) yang tentunya sudah berbeda
dengan situasi sakarang ini. Pada Orde Baru Bangsa Indonesia masih memiliki luka
akibat imperealisme bangsa barat maupun trauma konflik ideology dengan demikian
pemerintah berani menyepakati kontrak dengan PT Freeport. Selama Orde Baru
Bangsa Indonesia selalu di doktrin tentang pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi dan air
serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya di kuasai negara untuk
kemakmuran rakyat Indonesia, tetapi Freeport seolah-olah mengacaukan doktrin
tersebut. Justru pihak asing-lah yang menguasai tambang emas terbesar di dunia.
Setelah Soeharto turun pada 1998 di ganti oleh era reformasi. Seharusnya legitimasi
penanda tangan kontrak PT Freeport sudah berakhit. Setiap kebijakan dalam
sebuah rezim yang korup dan melanggar HAM seharusnya di evaluasi secara total,
termasuk kontrak-kontrak denga pihak asing yaitu Freeport. Presiden harus berani
membuat kontrak atau perjanjian baru dengan Freeport yang lebih menguntungkan
untuk mensejahterakan rakyat Indonesia terutama masyarakat Papua. Karena setiap
pergantian rezim seorang presiden harus mengevaluasi perjanjian yang terdahulu.
Perjanjian dahulu di sepakati sesuai keadaan dahulu yang tentu akan berbeda
dengan keadaan saat sekarang ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Kontrak Karya Freeport dengan Papua ?
2. Alasan Pemerintahan Jokowi-JK Perpanjang Kontrak Freeport ?
3. Apakah benar polri menerima dana dari Freeport yang menimbulkan gratifikasi ?
4. Strategi apa yang dilakukan Presiden untuk mengatasi kasus HAM di Papua ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Papua


2. Bahwa perusahaan asing di Indonesia hanya akan merusak alam Indonesia
3. Mengetahui peran negara dalam menghadapi sebuah permasalahan
4. Mengetahui betapa lemahnya hukum di Indonesia
5. Mengetahui terjadi penyimpangan yang dilakukan aparat keamanan dalam
menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan etika kepolisian

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hiruk Pikuk Politik


Lupakan Renegosiasi Hiruk pikuk politik di Papua melalaikan persoalan
renegosiasi kontrak karya. Isu separatisme, karyawan PT Freeport yang mogok
kerja, penembakan warga sipil, dan angpao untuk aparat keamanan membuat
banyak orang lupa mengenai perjanjian dengan perusahaan tambang asal Amerika
di rasa tidak adil. Di sisi lain, kekayaan alam terus di eksplorasi dan di eksploitasi
tanpa memperhatikan aspek ekologis dan tanpa memberikan kesejahteraan kepada
masyarakat di Papua. Masyarakat menerima getahnya akibat eksploitasi yang
dilakukan Freeport. Negara seperti sudah biasa berada di bawah kendali Freeport.
Padahal perusahaan ini sudah mengeruk kekayaan alam tanpa memberikan
manfaat bagi masyarakat sekitar. Ratusan milyar per hari di angkut dari negara ini
tanpa memberikan manfaat bagi bangsa dan negara, hanya ribuan ton limbah sisa
tambang yang dampaknya bagi tanah Papua dan masyarakat yang berada di sana.
Masalah Freeport bukan masalah di Papua saja, tetapi ini menjadi masalah bangsa
Indonesia dimana kekayaan negara yang seharusnya di peruntukkan untuk
masyarakat dengan begitu mudah di eksploitasi oleh bangsa asing.
Di mana letak keberanian Jokowi kepada PT Freeport yang sudah jelas-jalas
mangambil dan membuang limbah dengan kategori limbah B3 (Bahan Beracun
Berbahaya). Hal ini terbukti dari hasil audit lingkungan yang pernah di lakukan,
bahwa limbah yang di buang Freeport merupakan bahan yang mampu
menghasilkan cairan asam yang berbahaya bagi perairan di Papua. Akibatnya
banyak jumlah spesies yang mati dan berapa banyak masyarakat yang
mengonsumsi racun dari tambang tersebut tanpa sadar.
Di mana peran pemerintah???. Dimana tindakan PT Freeport telah membuat
kerusakan lingkungan yang melanggar UU No.23 tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup. Dengan melihat kasus tersebut bahwa perusahaan tambang
Freeport merupakan bukti salah satu urusan sector pertambangan Indonesia dan
bukti tunduknya hukum dan wewenang negara terhadap korporasi. Seperti apa yang
kita ketahui bahwa hukum di Indonesia seolah-olah tidak berfungsi terhadap
kejadian ini dan sudah hal biasa dengan kejadian seperti ini.
Dimana hukum di Indonesia tidak mempunyai kekuatatan dan sangsi yang tegas
bagi para pemilik modal, sedangkan hukum berlaku sangat keras pada masyarakat
kecil. Jadi jaminan keadilan hukum di Indonesia sulit di dapat, apalagi untuk
mensejahterakan rakyat. Pemerintah menganggap emas hanya sebatas komoditas
devisa saja. Meskipun pemerintah sadar sadar bahwa balas jasa yang di berikan
Freeport tidak adil. Walaupun kehadiran Freeport belum banyak di rasakan
masyarakat sekitar, meskipun Freeport telah memberikan bagi hasil terhadap

Indonesia, tetapi pemeretaan masih jauh dari apa yang di harapkan. Sementara apa
yang di katakan juru bicara PT Freeport terhadap INDOPOS berlawanan dengan
kenyataan. Freeport berkata, kami beroperasi sesuai kontrak karya kedua yang
ditanda tangani bersama pemerintah Indonesia dan kami menghormati dan
mematuhi ketentuan-ketentuan dalam kontrak tersebut. Masalah kasus Freeport
merupakan kasus serius yang di hadapi Indonesia untuk keberlanjutan hidup
Indonesia di masa depan yang seharusnya dapat di manfaatkan oleh masyarakat
dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Seperti kita ketahui Indonesia kaya akan bahan tambangnya jangan sampai
kekayaan alam kita di eksplorasi dan di eksploitasi oleh bangsa asing dan disinilah
peran pemerintah harus dapat mengontrol agar tidak terjadi permasalahan yang
sama di kemudian hari. Persoalan ini banyak di manfaatkan para pemain-pemain
termasuk anggota DPR demi kepentingan pribadi dan golongan. Bahkan semuanya
sudah tersistematis dan tentunya masing-masing telah mendapat jatah dan
bagiannya.
Akibatnya terjadi penumpukkan hasil alam Freeport yang seharusnya bisa di
manfaatkan rakyat di Papua dan Indonesia malah di gunakan oleh segelintir orang.
Selain telah membuat ekologis di papua menjadi rusak, Freeport telah menimbulkan
konflik di papua ditimbulkan akibat ketidakadilan Freeport dalam mengeruk gununggununng emas.
Tidak sampai disini kekejaman Freeport terhadap rakyat papua. Seperti kita ketahui
Freeport mengadu domba antara rakyat dengan polisi. Sudah kita ketahui kehadiran
Freeport di negara kita ini tidak memberikan manfaat bagi rakyat di papua dan
bangsa Indonesia pada umumnya. Di sinyalir telah terjadi tindakan gratifikasi yang di
lakukan oleh Freeport dengan memberikan jatah pengamanan kepada polisi, bahkan
Freeport tak segan-segan meminta pada polisi untuk membunuh rakyat Papua.
Kehadiran Freeport di negara ini melihatkan pada kita bahwa negara kita belum
dapat berdiri sendiri dan masih terbelenggu oleh penjajahan bangsa asing di era
modern saat ini. Dan kita ketahui juga banyak perusahan asing selain Freeport yang
mengeksploitasi kekayaan alam negara kita untuk kepentingan golongan terutama
bagi negaranya.
Daya berlaku kontrak karya antara Indonesia dan asing mengenai PT Freeport
banyak di ganggu oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal muncul dari aksi
protes para buruh yang beberapa kali terjadi, bahkan merenggut nyawa. Yang
kemudian di dukung faktor eksternal yang seharusnya pemerintah dan pihak asing
melakukan renegosiasi kontrak. Dimana sebagian besar bangsa Indonesia
menghendaki sumber daya dikelola sendiri. Pemerintah jangan berorientasi pada
profit saja yang dapat menyebabkan disintegrasi NKRI.
Pemerintah harus melihat bahwa kepentingan persatuan lebih penting daripada
pendapatan atau pajak yang di peroleh dari Freeport. Konflik lain adalah dalam

bidang ekonomi. Dimana ekonomi di papua masih sangat buruk, sehingga


menyebabkan persoalan. Terjadi kesenjangan bagi hasil antara pemerintah pusat
yang terlalu menikmati hasil bumi papua. Pemerintah harus memperhatikan rakyat
papua betapa pentingnya tanah papua bagi Indonesia agar dapat di kelola sendiri
untuk menjaga keutuhan dan keadilan di NKRI. Seperti kita ketahui Papua memiliki
otonomi khusus yang merupakan sebuah kebijakan yang tepat untuk menyelesaikan
masalah ini. Dimana pemerintah daerah berhak mengatur dan membuat peraturan
untuk mensejahterakan rakyat tanpa ada campur tangan pihak lain.
Misalnya saja benar papua di beri otonomi khusus secara otomatis masalah ini tidak
akan terjadi dan apa mungkin otonomi khusus bagi rakyat papua hanya tercantum
dalam kertas saja. Kebijakan otonomi khusus yang baik tersebut dicederai politik
pencitraan. Seharusnya itu dapat dihindari presiden dalam menyelesaikan konflik di
papua. Pencitraan bukan menjadi solusi dalam menyelesaikan masalah di papua.
Pemerintah harus mengambil tindakan tegas dan melepaskan kepentingan pribadi
atau golongan untuk menjaga keutuhan dan persatuan NKRI.
2.2 Dilema Perpanjangan Kontrak Karya Freeport III
Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Sudirman Said mengatakan,
pemerintah memahami keinginan PT Freeport Indonesia soal permintaannya untuk
diperpanjang konrak di wilayah tambang Grasberg, Papua, pascahabis pada 2021.
Menurutnya, Freeport memandang perlu kepastian perpanjangan kontrak atas
rencana pengeluaran investasi senilai 17,3 miliar dolar AS.
Pemerintah telah memahami sepenuhnya PT Freeport membutuhkan kepastian
karena berencana akan mengalirkan dana sebesar 17,3 miliar dolar AS. Dana
sebesar itu menurut pemerintah tidak akan dialirkan kalau tidak ada kepastian
berapa lamakah mereka masih menambang di Indonesia.
Namun, Pemerintah, kata Sudirman, dalam masa renegosiasi (Januari-Juli) meminta
Freeport menambah jumlah keuntungan yang didapat Indonesia dari Freeport,
khususnya di Papua.
Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla,
pemerintah ingin membuka frame lebih luas agar dalam renegosiasi itu pemerintah
mendapatkan benefit yang maksimal, terutama mendukung pembangunan di
Papua.
Sementara itu, sampai kini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri belum
memberikan nilai benefit yang dimintakan ke Freeport. Selain benefit, menurut
menteri Sudirman Said, pihaknya juga meminta Freeport meningkatkan aspek
keselamatan kerja.

Selain kenaikan benefit, pemerintah juga menekan Freeport agar memperhatikan


keselamatan karyawannya. Dia mengungkapkan, pihaknya mencatat hampir 50
karyawan meninggal dunia saat bekerja. Hal ini sangat membuat semua pihak
sangat merasa miris dengan keadaan riil yang dialami oleh para karyawan yang
bekerja di PT Freeport.
Freeport juga diminta meningkatkan kandungan lokal. Pemerintah meminta pada
tahun ini diaudit berapa local content-nya. Kemudian, local content harus dinaikan
dengan angka yang terukur setiap tahunnya.
Lebih
lanjut
Kementerian
ESDM mengemukakan,
pemerintah
sudah
memperpanjang nota kesepahaman (MOU) renegosiasi amendemen kontrak karya
selama enam bulan sejak 25 Januari24 Juli 2015.
Ada enam poin renegosiasi, yakni luas lahan, kewajiban pabrik pengolahan dan
pemurnian (smelter), peningkatan local content, besaran divestasi, peningkatan
penerimaan negara, dan kelanjutan operasi. (Rol/abr/dakwatuna)
Sebagai perusahaan nasional dengan komposisi saham mencapai 90,64% dikuasai
asing (Pratama, 2015), perkembangan PT Freeport Indonesia tentu tidak dapat
dibilang mulus melainkan banyak diwarnai dengan pertentangan, sikap kontra, dan
berbagai protes yang digulirkan masyarakat, terutama kepada pemerintah Indonesia
yang dinilai tidak dapat secara tegas mengatur operasi perusahaan ini. Sebagai
perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya mineral,
pengelolaan perusahaan ini seharusnya didasarkan pada UU No. 4 Tahun 2009
mengenai Pengelolaan Mineral dan Batubara.
Sesuai dengan salah satu poin pada nota kesepahaman yang telah dibentuk
bersama
pemerintah
sebelumnya,
Freeport
seharusnya
telah
mendirikan smelter dan juga tidak lagi mengekspor mineral dalam bentuk
konsentrat. Namun pada kenyataannya tidak satupun dari poin di atas yang
diupayakan oleh PT Freeport Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah
khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah
memperpanjang MoU atau dengan kata lain memberikan kesempatan kembali
kepada PT Freeport Indonesia untuk memenuhi poin dalam nota kesepahaman itu
dalam jangka waktu 6 bulan terhitung sejak 25 Januari 2015 (Dhany, 2015). Oleh
karena itu, MoU akan diperpanjang hingga Juni 2015 untuk menyepakati hal-hal
yang belum diputuskan.
Sejak era orde baru, pemerintah telah membiarkan kekayaan tambang Garsberg di
eksplorasi oleh pihak asing, yaitu Freeport. Sedangkan hingga saat ini pihak
Freeport sendiri belum menunjukkan tanda-tanda untuk memenuhi syarat yang
diajukan pemerintah dalam nota kesepahaman (MoU) yang telah disetujui kedua
belah pihak. Oleh karena itu, langkah yang diambil pemerintah untuk
memperpanjang nota kesepahaman tersebut banyak disebut berbagai pihak sebagai

langkah yang kurang arif dan kurang tegas karena membiarkan perusahaan yang
berbasis di Amerika tersebut terus mengeruk keuntungan dari bisnis ini.
Namun, tentu saja di belakang pertentangan tersebut pemerintah telah menimbang
berbagai alasan tersendiri. Salah satu alasannya adalah pemerintah tidak ingin
industri tersebut mengalami kevakuman, mengingat banyaknya masyarakat
Indonesia yang menggantungkan hidup pada industri ini. Selain itu, Dirjen Minerba
Kementrian ESDM, Sukhyar juga menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk
memberikan kepastian bagi investor asing, mengingat dana investasi yang
dibenamkan oleh Freeport cukup besar yaitu mencapai 15 milliar USD (Asril, 2014).
Pertimbangan lain dari diperpanjangnya nota kesepahaman ini adalah karena akan
dibuatnya poin-poin kesepakatan baru pada perpanjangan MoU kali ini, yang lebih
dikonsentrasikan pada peningkatan banefit Freeport bagi Papua. Adapun beberapa
poin yang mengikat dalam renegosiasi kontrak adalah :

pembangunan unit pengolahan dan pemurnian (smelter),


pengurangan luas area tambang dari 212.950 hektar menjadi 125.000 hektar,

perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan (IUP),

kenaikan royalti untuk penerimaan Negara dari 1% menjadi 3.75%,

divestasi saham sebesar 30% kepada BUMN/BUMD sesuai aturan yang


berlaku,

serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri hingga 100%
(saat ini SDM yang digunakan Freeport sudah mencapai 98% warga lokal,
sedangkan penggunaan barang peoduksi dalam negeri telah mencapai 60%).
(Yazid, 2015)

Terkait dengan smelter, Freeport kini berencana untuk mendirikan di lahan milik PT
Petrokimia Gresik. Kesungguhan rencana tersebut telah dibuktikan dalam
penandatanganan MoU antara Freeport dengan Petrokimia Gresik pada tanggal 22
Januari 2015 kemarin. Presiden Direktur Freeport, Maroef Sjamsoeddin menjelaskan
bahwa biaya sewa tiap tahunnya adalah US$ 8 per meter persegi. Dengan total
biaya sewa sebesar 76,8 miliar rupiah untuk lahan seluas 80 hektar tersebut,
Indonesia akan mendapatkan pemasukan dengan jumlah yang lumayan besar yang
dibayarkan
oleh
Freeport.
Tak
tanggung-tanggung,
kesungguhan
pembangunan smelter tersebut juga dibuktikan dengan pembayaran commitment
fee atau uang kesungguhan sebesar US$ 130 ribu (Rp 1,56 miliar). Itu akan
dibayarkan lewat 3 Bank BUMN, Bank Mandiri, BRI, dan BNI. (Aditiasari, 2015)
Dalam enam poin di atas, peningkatan kandungan lokal dalam belanja bahan baku
yang menjadi salah satu perhatian dari pemerintah. Dengan menetapkan standar
minimal sebesar 5% untuk produk-produk Indonesia dalam belanja Freeport, seperti
belanja tenaga kerja, barang, dan jasa pertambangan dalam negeri, industri nasional
juga dapat turut berkembang (Hutasoit, 2015). Sebelumnya, pemerintah sudah
berusaha menggalakkan peningkatan kandungan lokal pada industri tambang.
Namun, belum ditetapkan ukuran peningkatan yang tepat sehingga benar-benar
dapat terlaksana dengan optimal. Apabila keenam poin tersebut terlaksana dengan

baik, perpanjangan MoU izin ekspor Freeport Indonesia dapat memberikan


keuntungan yang cukup besar bagi Indonesia sendiri.
Menurut Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
pemerintah ingin membuka frame yang lebih luas dalam renegosiasi itu supaya
pihak Indonesia berhasil mendapatkan benefit yang maksimal, terutama dalam
mendukung pembangunan di Papua (Sugianto, 2015). Hal tersebut sesuai dengan
arahan dari Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Selain 6 poin di atas,
pemerintah pun meminta 4 poin lain kepada Freeport, yaitu :

adanya perwakilan dari pemerintah Indonesia baik di kursi komisaris maupun


di jajaran direksi Freeport,
adanya peningkatan pemakaian barang dan jasa dalam negeri,
adanya sinergitas dengan Pemda Papua untuk membangun daerah melalui
dana CSR,
serta peningkatan manajemen keselamatan kerja. (Muslimawati, 2015)

Pihak Freeport diminta untuk lebih melibatkan putra-putra daerah dan meningkatkan
aspek keselamatan kerja dalam operasinya. Apabila peningkatan pembangunan,
keterlibatan, dan keselamatan kerja dapat berlangsung sukses dengan renegosiasi
tersebut, Indonesia sendiri yang nantinya akan memperoleh keuntungan yang besar.
Pemerintah melihat bahwa dengan adanya perpanjangan MoU, Freeport nantinya
akan lebih dapat membawa keuntungan bagi Indonesia, baik dalam aspek
perekonomian nasional, ketenagakerjaan, dan pembangunan daerah. Pemerintah
juga semakin yakin dengan adanya jaminan-jaminan yang diberikan Freeport
sendiri.
Akan tetapi, di sisi lain, dengan memperpanjang MoU dengan Freeport, pemerintah
terlihat kurang tegas dalam menindak Freeport yang jelas-jelas tidak menunjukkan
komitmennya selama ini dalam melaksanakan poin-poin yang telah disepakati. Sifat
lunak pemerintah kepada Freeport selama ini dikhawatirkan dapat membuat
perusahaan-perusahaan asing lain yang ingin atau telah melaksanakan kontrak di
Indonesia menganggap remeh peraturan dan perjanjian yang ada. Selain itu, gelagat
pemerintah yang kurang tegas mengkhawatirkan masyarakat bahwa terdapat
peluang akan adanya perpanjangan kontrak dengan Freeport. Hal ini cukup
meresahkan masyarakat karena memperpanjang kontrak dengan Freeport sama
saja dengan membiarkan masalah-masalah yang ada selama ini terus berlanjut,
seperti kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi kawasan
pertambangan dengan diameter mencapai ratusan kilometer.
Selain itu, perpanjangan MoU dengan Freeport sama saja dengan meneruskan izin
ekspor konsentrat yang secara finansial hanya menguntungkan Freeport saja.
Selama ini, Freeport mengeruk banyak sekali kekayaan tambang Indonesia, tetapi
keuntungan yang diraup justru tidak dirasakan oleh warganya sendiri. Menurut data
BPS, tingkat kemiskinan di kabupaten sekitar pertambangan mencapai 31%, di
mana angka ini merupakan angka kemiskinan tertinggi di antara seluruh kabupaten
di Papua (Akhir, 2015). Sungguh ironis bagaimana kekayaan sumber daya alam di

Papua tersebut justru dinikmati oleh orang-orang asing, sedangkan warga yang
tinggal di daerah yang kaya tersebut banyak yang masih hidup dalam kemiskinan.
Kontrak karya Freeport jelas tidak perlu diperpanjang lagi. Yang perlu mulai
dipersiapkan pemerintah adalah handover perusahaan Freeport kepada BUMN,
mengingat Freeport juga telah menyetujui untuk melakukan divestasi secara
bertahap. Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Franky Sibarani,
sudah selayaknya PT Aneka Tambang (Persero) Tbk sebagai BUMN pertambangan
Indonesia mengambil jatah saham yang akan dilepas PT. Freeport Indonesia pada
tahun 2015. Selain dinilai sudah mampu dari segi pendanaan, Antam juga dianggap
sudah berpengalaman dalam pengolahan mineral untuk mengambil alih Freeport
nantinya. Pemerintah harus mengantisipasi batas waktu kontrak Freeport yang akan
habis pada tahun 2021 mendatang. Sisa waktu enam tahun harus benar-benar
dimanfaatkan pemerintah untuk menyiapkan segala sesuatu guna mengakuisisi
saham Freeport yang akan dilepas. (Nashrillah, 2015)
Keberadaan PT. Freeport Indonesia masih terus menuai pro dan kontra. Di satu sisi,
kita tidak bisa serta merta memutus kontrak yang ada. Di sisi lain, dikuasainya
tambang tembaga, perak, dan emas di Papua oleh pihak asing tersebut tidak sesuai
dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 dan 3. Pada ayat 2, dinyatakan
bahwaCabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Selanjutnya, pada ayat 3
dinyatakan bahawa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Menurut Mahkamah Konstitusi, kedua ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa
rakyat Indonesia secara kolektif memberikan mandat kepada negara untuk
mengadakan kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan
(regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad)
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang mengusai hajat
hidup orang banyak untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Hartono,
2011). Oleh karena itu, pengelolaan tambang Garsberg, yang merupakan tambang
emas terbesar di dunia dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia, seharusnya
dipegang dan dikendalikan oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukannya oleh
orang-seorang yang dalam kasus ini adalah perusahaan asing PT. Freeport
Indonesia.
2.3 Gratifikasi dalam Freeport
Pemberian uang dari PT Freeport kepada pihak kepolisian menuai banyak kecaman.
Pemberian tersebut di duga sebagai bentuk gratifikasi. Penerimaan uang oleh
sejumlah aparat di luar anggaran yang telah di atur dalam anggaran negara.
Penerimaan tersebut bisa masuk dalam tindakan korupsi karena tidak sesuai aturan.
Apalagi, penerimaan tersebut berkaitan dengan tugas-tugas khusus yang diminta PT
Freeport. Pemerintah harus menyelidiki aliran dana yang diterima oleh kepolisian
agar public tidak kecewa dengan kinerja pemerintah terutama dalam hal ini adalah
KPK. KPK harus menyelidiki kasus tersebut agar dapat mengembalikan
kepercayaan public terhadap lembaga pemerintah (KPK).

Anggaran kepolisian sudah jelas tercantum dalam APBN yang di keluarkan oleh
menteri keuangan. Sudah jelas penerimaan uang yang dilakukan aparat keamanan
di luar koridor hukum yang merupakan dari tindakan korupsi yang dilakukan aparat
keamanan dalam menjalankan tugas. Ditambah lagi ada aturan dalam kepolisian
tidak boleh menerima dana dari lembaga non-pemerintah apalagi dalam jumlah
besar. Jadi, apapun alasannya tindakan yang dilakukan polisi termasuk tidakan
illegal. Dalam mengamankan dalam kasus Freeport di papua, dari TNI 150 orang,
polri 550 orang. Jadi, jumlah semua ada 700 orang dalam mengamankan Freeport.
Kapolri harus dapat mempertanggungjawabkan kenapa ada anggotanya mau
menerima uang saat bertugas. Dengan tindakan polisi tersebut akan membuat citra
negative pada lembaga kepolisian. Seperti penjualan jasa yang dilakukan kepolisian
telah melanggar kode etik dan aturan dalam profesi kepolisian. Misal setiap polisi
yang bertugas mendapat uang makan melalui institusi masing-masing seperti TNI
dan polri. Untuk uang makan setiap orang mendapat 40 ribu sehari itu masih dalam
batas kewajaran. Namun yang kita ketahui Freeport mengeluarkan sekitar 120
milyar per seperempat bulan. Ini sangat mengherankan public dan timbul pertanyaan
kemana aliran dana tersebut untuk keperluan apa. Pengeluaran dana yang
dilakukan PT Freeport dengan dana yang sebesar itu harus di cek kemana larinya
aliran dana tersebut. Kita ketahui dalam kasus ini polri lah yang bertanggung jawab,
karena yang menjaga Freeport adalah polisi, sedangkan TNI hanya membantu./Jadi,
pihak polisi dan Kapolda harus di periksa.
KPK harus mengusut bantuan aliran dan Freeport ke polri kalau terjadi tindakan
suap. Kalau terjadi tindakan pelanggaran hukum KPK harus membawa pejabat polri
dan pejabat Freeport untuk di proses secara hukum yang berlaku di Indonesia.
Jangan sampai kasus Freeport ini hilang dengan begitu saja seperti kasus-kasus
yang lainnya. Public ingin melihat kinerja dari lembaga pemerintah terutama dalam
memberantas tindakan korupsi. Jangan sampai koruptor dapat menari bebas di luar
sana. Pemerintah harus tegas dan berani dalam memberantas korupsi yang
merugikan negara jangan memperkaya diri sendiri, tetapi harus mementingkan
kepentingan public untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia terutama dalam
konteks ini adalah mensejahterakan rakyat Papua. Selain KPK peran DPR dalam
kasus ini sangat penting terutama komisi III DPR yang menjadi mitra Polri.
DPR meminta kepada Polri harus bersikap lebih terbuka dalam
mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut. Apabila kepolisian tidak
bersikap akuntabel mengakibatkan kepercayaan public kepada polisi semakin
berkurang, terutama masyarakat papua. DPR Serius untuk memberantas korupsi
dengan menaikkan anggaran lembaga pemerintah. Kenaikkan anggaran tersebut
apakah akan meningkatkan kinerja para lembaga pemerintah dalam memberantas
korupsi yang menjadi masalah yang penting di negeri ini. Ataukah anggaran yang
mengalami kenaikkan tersebut untuk menambah kinerja justru di gunakan oleh
pejabat-pejabat tertinggi untuk kepentingan pribadi dan golongan partainya saja.

Komisi III DPR harus mengklasifikasikan kemana aliran uang pemberian Freeport
kepada aparat keamanan yang bertugas untuk menjaga keamanan di Freeport.
Kapolri harus cek petugas yang sedang bertugas saat itu, bagaimana kejadiannya.
Karena penerimaan uang pada saat menjalankan tugas atau dengan nama lain
penjualan jasa itu telah melanggar kode etik kepolisian. Dan dapat menimbulkan
gratifikasi. Polri harus mengumpulkan data-data dari polda Papua agar dapat
mengetahui aliran dana tersebut.
2.4 Pelanggaran HAM di Papua
Dalam Kasus Freeport yang dapat merusak alam di daerah Papua karena ekploitasi
dan eksplorasi yang sangat berlebihan tanpa memperhatikan apa dampak yang
akan di timbulkan akibat limbah dari hasil pertambangan tersebut yang dapat
merusak alam di daerah Papua. Freeport selain mengeksploitasi juga telah
melanggar HAM dalam bidang ekonomi, kesejahteraan, dan terjadi penembakan
oleh aparat. Dalam bidang Ekonomi, Freeport tidak melakukan bagi hasil yang tidak
seimbang oleh bangsa Indonesia terutama rakyat Papua. Hasil yang di terima
bangsa Indonesia tidak sebanding dengan apa yang dilakukan oleh Freeport dengan
mangeksploitasi yang berlebihan membuat alam papua menjadi rusak. Dimana Hasil
dari pertangbangan tersebut dan mendapat penghasilan sebesar USD 6,555 milyar.
Membuat Freeport menjadi perusahaan terbesar di dunia. Seharusnya pemerintah
harus memperbaiki kontrak karya dengan Freeport agar dapat meningkatkan
kesejahteraan bagi masyarakat papua dalam hal sistem penggajian. Agar buruh
yang bekerja di pertambangan menerima penghasilan yang seimbang untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Janganlah pemerintah hanya mementingkan kepentingannya sendiri, lihatlah rakyat
yang masih di hantui oleh kemiskinan dan lihatlah alam di papua akibat eksploitasi
tersebut jangan hanya melihat berapa besarnya pajak yang di berikan oleh Freeport
untuk negara. Tapi lihatlah betapa pentingnya persatuan dan keutuhan negara dan
alam yang indah serta kekayaan negara yang berlimpah agar dapat di olah sendiri
untuk meningkatkan perekonomian Indonesia serta mensejahterakan bangsa
Indonesia.
Dalam kasus tersebut juga terjadi proses penembakan yang diduga di lakukan oleh
aparat keamanan kepada para buruh. Apabila terjadi pelanggaran HAM permerintah
harus bertindak tegas agar tidak ada lagi pelanggaran terhadap para buruh. Dan
kalau terjadi penganiayaan di lapangan benar tindakan hukum bisa di berikan ada
dua macam. Apabila dilakukan atas kemauan sendiri bukan perintah dari atasan bisa
terkena pidana biasa dan apabila ada perintah dari atasan berarti telah melanggar
HAM. Selain mengeruk kekayaan alam, Freeport juga memeras tenaga para buruh
untuk bekerja dalam pertambangan. Mereka bekerja keras namun ia memperoleh
hasil yang menurutnya tidak adil. Sehingga para buruh menuntut keadilan dalam
memperoleh hasil. Terjadi bentrok dengan aparat keamanan yang menyebabkan

penembakan oleh aparat keamanan. Keamanan dan keselamatan para buruh juga
belum tentu terjamin. Oleh sebab itu, para buruh melakukan mogok kerja karena
merasa diperlakukan tidak adil dan meminta kenaikkan upah.

BAB III
PENUTUPAN

3.1 Simpulan
PT Freeport merupakan perusahaan asing milik Amerika yang bergerak dalam
pertambangan. Freeport telah melakukan kontrak karya sejak zaman Soeharto,
setelah rezim ini turun kontrak karya tersebut belum di perbaiki karena kondisi pada
saat rezim Soeharto tentu berbeda pada saat sekarang ini. Mungkin pada saat rezim
Soeharto Freeport merupakan salah satu solusi untuk mengatasi krisis yang terjadi
pada zaman tersebut. Freeport merupakan salah satu perusahan tambang terbesar
di dunia yang mengahasilkan emas. Freeport mengeksploitasi dan mengeksplorasi
kekayaan alam yang berada di Papua. Dari hasil eksplorasi yang di lakukan Freeport
menyebabkan pencemaran limbah B3 yang sangat berbahaya dan dapat merusak
alam di Papua. Padahal bagi hasil yang di berikan Freeport tidak seimbang dengan
apa yang di miliki negara kita ini yang menyimpan kekayaan negara yang sangat
berguna untuk mensejahterakan bangsa Indonesia terutama rakyat Papua.
Selain melakukan eksporasi juga terjadi tindakan yang di sinyalir tidakan korupsi
yang di lakukan Freeport dengan memberikan sejumlah dana yang jumlahnya cukup
besar kepada polri. Dana tersebut di berikan kepada aparat keamanan yang
bertugas. Pemberian tersebut akan menimbulkan tindakan korupsi dimana telah
melanggar etika kepolisian dengan menjual jasa keamanan. Tindakan tersebut akan
membuat citra kepolisian menjadi negative. Anggaran Kepolisian telah diatur dalam
APBN. Jadi, pemberian tersebut talah melanggar hukum walupun telah terjadi
kesepakatan dengan Freeport. Telah terjadi pula pelanggaran HAM yang di lakukan
Freeport. Terjadi konflik antara buruh dengan Freeport. Terjadi kesenjangan dalam
bidang ekonomi terutama bagi hasil yang sangat merugikan bangsa Indonseia.
Membuat perekonomian papua sangat buruk, pemerintah hanya mementingkan
kepentingan golongan tanpa melihat kondisi ekonomi sangat buruk dan mereka
harus mengonsumsi hasil limbah tersebut.
Pemerintah hanya melihat sumbangan besarnya pajak yang diberikan Freeport
kepada negara, pajak tersebut di gunakan untuk kepentingan sendiri. Pemerintah
hanya melihat itu saja tidak melihat persatuan bangsa dan keutuhan negara
terutama untuk mensejahterakan rakyat di papua. Seharusnya kekayaan kita dapat
kelola sendiri untuk mensejahterakan bangsa Indonesia. Freeport hanya sebagian
kecil perusahaan asing yang ada di Indonesia dan masih banyak perusahaan asing
lainnya yang mengekplorasi kekayaan alam kita untuk kepentingannya sendiri.
Sungguh sangat sedih negara kita ini yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah
tapi kekayaan itu tidak dapat kita nikmati dan selama kekayaan alam yang kita miliki
di eksplorasi maka rakyat Indonesia akan semakin jauh dari kata

KESEJAHTERAAN. Pemerintah harus memperhatikan permasalahan yang


menyangkut kekayaan Indonesia jangan hanya mementingkan kepentingan sendiri.
3.2 Saran
Pemerintah harus lebih serius dalam menangani persoalan Papua. Pemerintah
harus mengambil tindakan tegas berdasarkan fakta yang terjadi bahwa Freeport
telah meng-eksplorasi kekayaan di Papua dan menimbulkan limbah yang sangat
berbahaya bagi masyarakat sekitar. Pemerintah harus melupakan kepentingan
politik dan lebih mengedepankan upaya penyelamatan dan keamanan di Papua
terutama dalam mensejahterakan masyarakat di Papua. Pemerintah harus
memperbaiki kontrak karya dengan Freeport agar bagi hasil yang di berikan
seimbang dengan apa yang di eksplorasi, pemerintah harus menjaga dan
memberdayakan kekayaan yang di miliki dari alam Papua agar dapat digunakan
oleh masyarakat Papua. Pemerintah juga harus tegas dalam memperjuangkan
keperntingan para buruh yang bekerja di Freeport yang dirasa tidak adil. Dimana
para buruh yang bekerja keras tapi tidak mendapat apa-apa, sedangkan aparat
keamanan yang bertugas mendapat dana yang cukup besar.
Pemerintah jangan hanya berorientasi pada profit orientit dan pajak yang besar yang
di peroleh dari Freeport yang mengakibatkan keruskan alam yang begitu kompleks
serta ketidak kondusifan dan perpecahan yang merusak keutuhan NKRI. Telah kita
ketahui bahwa Freeport memberikan sejumlah dana yang cukup besar kepada
aparat keamanan yang sedang bertugas serta para pejabat negara. Pemberian
tersebut telah menyimpang dari kode etik badan legislativ dan eksekutiv serta etika
kepolisian yang dapat menimbulkan gratifikasi. Apabila terjadi tindakan korupsi yang
dilakukan PT Freeport dan kepolisian pemerintah harus bertindak tegas dalam
menegakkan hukum di Indonesia. Lembaga pemerintah terutama KPK harus
menyelidiki kemana aliran dana yang diberikan Freeport secara lebih mendalam.
Jika melihat dari peluang yang ada, sebenarnya perpanjangan MoU untuk
renegosiasi dengan pihak Freeport dapat membawa banyak keuntungan bagi
Indonesia. Namun, ke depannya, komitmen nyata perusahaan asing dalam
melaksanakan kewajibannya perlu lebih diperhatikan dan dikaji lebih mendalam
untuk kemaslahatan bangsa dan negara yang tidak hanya berorientasi pada profit
orientit saja. Pengawasan dan penegasan perlu dilakukan agar pihak asing tidak
menganggap enteng pemerintah Indonesia. Dalam proses renegosiasi yang
dilakukan pemerintah dengan Freeport di 2019, diharapkan pemerintah dapat lebih
tegas menuntut Freeport melaksanakan kewajibannya serta mengajukan syaratsyarat agar Freeport tidak hanya meraup keuntungan dari hasil bumi Indonesia,
tetapi juga secara timbal balik memberikan keuntungan kepada masyarakat
Indonesia sendiri, khususnya masyarakat Papua.

DAFTAR PUSTAKA

Jawa Pos, 31 Oktober 2011 INDOPOS, 4 November 2011 Jawa Pos, 26 Oktober
2011
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah.
Jawa Pos, 1 November 2011 OLEH : Didik Nugroho 14020111140130
Http://www.dakwatuna.com/2015/01/27/63105/inilah-alasan-pemerintahan-jokowi-jkperpanjang-kontrak-freeport/#ixzz3xK65Zwyg

RABU, 21 MARET 2012

Makalah Peran PT. Freeport dalam Perekonomian Indonesia

OLEH :
MISBAH ADRONI

GURU PEMBIMBING:
HENY SUSANTIH S.Pd M.Si

DINAS PENDIDIKAN NASIONAL


KABUPATEN OGAN ILIR
SMA N 1 INDRALAYA
TAHUN AJARAN 2011/2012

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Potensi luar biasa Papua terhadap tembaga dan emas sebenarnya telah
diketahui tahun 1936 oleh seorang Belanda. Pihak Amerika melakukan
penelitian, mengkonfirmasi dan nyata-nyata berminat atas lebih dari 13 juta ton
bijih tembaga dan 14 juta ton emas di bawah tanah untuk setiap 100 meter
kedalaman. Konsultan lain memperkirakan, bahwa pabrik harus memproses
5.000 ton bijih per hari (waktu itu). Suatu angka yang sangat besar.
PT. Freeport beroperasi di Papua sejak April 1967. Perusahaan asal
Amerika Serikat yang menguasai cadangan emas dan tembaga kedua terbesar
di dunia itu memulainya dengan kontrak karya I. Freeport melakukan
eksplorasi dilahan yang diperkirakan mengandung cadangan bijih emas
terbesar, 2,5 miliar ton. Dalam perjalanannya, sepanjang 1992 hingga 2002,
Freeport telah berhasil melambungkan produksinya hingga 5,5 juta ton
tembaga, 828 ton perak dan 533 ton emas. Pada 1998, perusahaan ini bahkan
berhasil menghasilkan agregat penjualan sebesar 1,71 miliar pon tembaga dan
2,77 juta ons emas. Dengan penghasilan itu Freeport mengantongi keuntungan
ribuan triliun rupiah sepanjang tahun.
Dalam kurun waktu dua tahun berproduksi sejak 1973, PT. Freeport yang
dulunya perusahaan tambang kecil berhasil mengantongi perolehan bersih US$
60 juta dari tembaga yang ditambang. Itu belum termasuk hasil ikutan seperti
emas dan perak. Juga belum termasuk penemuan lokasi tambang baru pada
1988 di Pegunungan Grasberg yang mempunyai timbunan emas, perak, dan
tembaga senilai US$ 60 juta miliar.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk membahas
peran PT. Freeport dalam perekonomian indonesia.

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Peran PT. Freeport Indonesia dalam perekonomian Indonesia?
2. Berapa royality yang diteriama oleh Indonesia?

PEMBAHASAN

PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaanpertambangan yang


mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc..
Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan
merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang
Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat
di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg
(sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar
dolar AS. Menurut Freeport, keberadaannya memberikan manfaat langsung dan
tidak langsung kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 19922004.
Angka ini hampir sama dengan 2 persen PDB Indonesia. Dengan harga emas
mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu 540 dolar per ons,
Freeport diperkirakan akan mengisi kas pemerintah sebesar 1 miliar dolar.
Dalam Kontrak Karya (KK), seluruh urusan manajemen dan operasional
diserahkan kepada penambang. Negara tidak memiliki control sama sekali atas
kegiatan operasional perusahaan. Negara hanya memperoleh royalty yang
besarnya ditentukan dalam KK tersebut.
Kontrak Karya yang melibatkan pemerintah Indonesia dan Freeport
McMoRan ditenggarai sangat merugikan kepentingan negara. Potensi kerugian
disebabkan oleh rendahnya royalti yang hanya 1% - 3,5% serta berbagai
pelanggaran hak adat masyarakat sekitar maupun pencemaran lingkungan.
Sejak beroperasi di tahun 1967, Freeport McMoRan berhasil menjadi
perusahaan pertambangan kelas dunia dengan mengandalkan hasil produksi
dari wilayah Indonesia.
Freeport sudah sejak lama berminat memperoleh konsesi penambangan
tembaga di Irian Jaya. KK I Freeport disusun berdasarkan UU No 1/67 tentang
Pertambangan dan UU No. 11/67 tentang PMA. KK antara pemerintah
Indonesia dengan Freeport Sulphur Company ini memberikan hak kepada
Freeport Sulphur Company melalui anak perusahaannya (subsidary) Freeport
Indonesia Incorporated (Freeport), untuk bertindak sebagai kontraktor tunggal
dalam eksplorasi, ekploitasi, dan pemasaran tembaga Irian Jaya. Lahan
ekplorasi mencangkup areal seluas 10.908 hektar selama 30 tahun, terhitung

sejak kegiatan komersial pertama. KK I mengandung banyak sekali kelemahan


mendasar dan sangat menguntungkan bagi Freeport. Kelemahan- tersebut
utamanya adalah sebagai berikut :
Perusahaan yang digunakan adalah Freeport Indonesia Incorporated,
yakni sebuah perusahaan yang terdaftar di Delaware, Amerika Serikat, dan
tunduk pada hukum Amerika Serikat. Dengan lain perkataan, perusahaan ini
merupakan perusahaan asing, dan tidak tunduk pada hukum Indonesia.
Dalam kontrak tidak ada kewajiban mengenai lingkungan hidup, karena
pada waktu penandatanganan KK pada tahun 1967 di Indonesia belum ada UU
tentang Lingkungan Hidup. Sebagai contoh, akibat belum adanya ketentuan
tentang lingkungan hidup ini, sejak dari awal Freeport telah membuang tailing
ke Sungai Aikwa sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Pengaturan perpajakan sama sekali tidak sesuai dengan pengaturan
dalam UU Perpajakan yang berlaku, baik jenis pajak maupun strukturnya.
Demikian juga dengan pengaturan dan tarif depresiasi yang diberlakukan.
Misalnya Freeport tidak wajib membayar PBB atau PPN.
Tidak sesuainya struktur pajak maupun tarif pajak yang diberlakukan
dalam KK I dirasakan sebagai pelanggaran terhadap keadilan, baik terhadap
perusahaan lain, maupun terhadap Daerah. Freeport pada waktu itu tidak wajib
membayar selain PBB juga, land rent, bea balik nama kendaraan, dan lain-lain
pajak yang menjadi pemasukan bagi Daerah.
Tidak ada kewajiban bagi Freeport untuk melakukan community
development. Akibatnya, keberadaan Freeport di Irian Jaya tidak memberi
dampak positif secara langsung terhadap masyarakat setempat. Pada waktu itu,
pertambangan tembaga di Pulau Bougenville harus dihentikan operasinya
karena gejolak sosial.
Freeport diberikan kebebasan dalam pengaturan manajemen dan operasi,
serta kebebasan dalam transaksi dalam devisa asing. Freeport juga memperoleh
kelonggaran fiskal, antara lain: tax holiday selama 3 tahun pertama setelah
mulai produksi. Untuk tahun berikutnya selama 7 tahun, Freeport hanya
dikenakan pajak sebesar 35%. Setelah itu pajak yang dikenakan meningkat
menjadi sekitar 41,75%. Freeport juga dibebaskan dari segala jenis pajak
lainnya dan dari pembayaran royalti atas penjualan tembaga dan emas kecuali
pajak penjualannya hanya 5%.
Keuntungan yang sangat besar terus diraih Freeport, hingga Kontrak
Karya I diperpanjang menjadi Kontrak Karya II yang tidak direnegosiasi secara
optimal. Indonesia ternyata tidak mendapatkan manfaat sebanding dengan
keuntungan besar yang diraih Freeport. Ketentuan-ketentuan fiskal dan
finansial yang dikenakan kepada Freeport ternyata jauh lebih rendah jika
1.

2.

3.

4.

5.

6.

dibandingkan dengan yang berlaku negara-negara Asia dan Amerika Latin.


Perpanjangan Kontrak Karya II seharusnya memberi manfaat yang lebih besar,
karena ditemukannya potensi cadangan baru yang sangat besar di Grasberg.
Kontrak telah diperpanjang pada tahun 1991, padahal Kontrak Karya I baru
berakhir pada tahun 1997. Pada kenyataannya ini adalah kehendak dari orangorang Amerika di Freeport, dan merupakan indikasi adanya kepentingan pihak
yang terlibat dalam proses negosiasi untuk mendapat keuntungan pribadi dari
pertambangan di bumi Irian Jaya itu.
Kontrak Karya II tidak banyak mengalami perbaikan untuk memberikan
keuntungan finansial tambahan yang berarti bagi pihak Indonesia. Perubahan
yang terjadi hanyalah dalam hal kepemilikan saham dan dalam hal perpajakan.
Sementara itu, besarnya royalti tidak mengalami perubahan sama sekali,
meskipun telah terjadi perubahan jumlah cadangan emas. Penemuan emas di
Grasberg merupakan cadangan emas terbesar di dunia.
Dalam Kontrak Karya II, ketentuan menyangkut royalti atau iuran
eksploitasi/produksi (pasal 13), menjelaskan bahwa sistem royalti dalam kontrak
Freeport tidak didasarkan atas prosentase dari penerimaan penjualan kotor
(gross revenue), tetapi dari prosentase penjualan bersih. Penjualan bersih
adalah penjualan kotor setelah dikurangi dengan biaya peleburan (smelting),
biaya pengolahan (refining), dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan Freeport
dalam penjualan konsentrat. Prosentase royalti (yang didasarkan atas
prosentase penerimaan penjualan bersih juga tergolong sangat kecil, yaitu 1%3,5% tergantung pada harga konsentrat tembaga, dan 1% flat fixed untuk logam
mulia (emas dan perak).
Di dalam kontrak Freeport, besaran iuran tetap untuk wilayah
pertambangan yang dibayarkan berkisar antara US$ 0,025-0,05 per hektar per
tahun untuk kegiatan Penyelidikan Umum (General Survey), US$ 0,1-0,35 per
hektar per tahun untuk kegiatan Studi Kelayakan dan Konstruksi, dan US$ 1,53 per hektar per tahun untuk kegiatan operasi eksplotasi/produksi. Tarif iuran
tersebut, di seluruh tahapan kegiatan, dapat dikatakan sangat kecil, bahkan
sangat sulit diterima akal sehat. Dengan kurs 1 US$ = Rp 9.000 maka besar
iuran Rp 225 hingga Rp 27.000 per hektar per tahun.
Sedangkan menyangkut pengawasan atas kandungan mineral yang
dihasilkan, dalam kontrak Freeport tidak ada satu pun yang menyebut secara
eksplisit bahwa seluruh operasi dan fasilitas pemurnian dan peleburan harus
seluruhnya dilakukan di Indonesia dan dalam pengawasan Pemerintah
Indonesia. Pasal 10 poin 4 dan 5 memang mengatur tentang operasi dan fasilitas
peleburan dan pemurnian tersebut yang secara implisit ditekankan perlunya
untuk dilakukan di wilayah Indonesia, tapi tidak secara tegas dan eksplisit

bahwa hal tersebut seluruhnya (100%) harus dilakukan atau berada di


Indonesia. Hingga saat ini, hanya 29% saja dari produksi konsentrat yang
dimurnikan dan diolah di dalam negeri. Sisanya (71%) dikirim ke luar negeri, di
luar pengawasan langsung dari pemerintah Indonesia.
Di dalam Kontrak Freeport, tidak ada satu pasal pun yang secara
eksplisit mengatur bahwa pemerintah Indoensia dapat sewaktu-waktu
mengakhiri Kontrak Freeport. Pun jika Freeport dinilai melakukan
pelanggaran-pelanggaran atau tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan
kontrak. Sebaliknya, pihak Freeport dapat sewaktu-waktu mengakhiri kontrak
tersebut jika mereka menilai pengusahaan pertambangan di wilayah kontrak
pertambangannya sudah tidak menguntungkan lagi secara ekonomis.
Pemegang saham
Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS) - 81,28%
Pemerintah Indonesia - 9,36%
PT. Indocopper Investama - 9,36%
Bahan tambang yang dihasilkan
Tembaga
Emas
Silver
Molybdenum
Rhenium
Selama ini hasil bahan yang di tambang tidak jelas karena hasil tambang
tersebut di kapalkan ke luar Indonesia untuk dimurnikan sedangkan
molybdenum dan rhenium merupakan hasil sampingan dari pemrosesan bijih
tembaga.

PENUTUP
KESIMPULAN
1. PT. Freeport merupakan penyerap tenaga kerja swasta terbesar di Papua, dan
merupakan salah satu perusahaan swasta terbesar di Indonesia, dengan lebih
dari 18.000 karyawan bekerja untuk Freeport atau perusahaan kontraktornya.
Freeport mempekerjakan 8.000 karyawan secara langsung, termasuk 2.000
orang, atau sekitar 25%, adalah tenaga kerja asli Papua. Mereka mempunyai
program-program pelatihan yang ditargetkan bagi karyawan Papua, serta
mengutamakan anggota masyarakat tujuh suku dalam penerimaan karyawan.
2. Manfaat langsung Freeport kepada pemerintah pusat untuk tahun 2005
mencapai total 1,2 miliar dolar AS, yang sebagian dibagikan kepada pemerintah

provinsi di bawah otonomi khusus. Jumlah ini lebih dari dua kali lipat jumlah
yang telah dibayarkan kepada pemegang saham biasa FCX untuk tahun 2005,
yaitu sebesar 452 juta dolar AS. Kontrak Karya yang melibatkan pemerintah
Indonesia dan Freeport McMoRan ditenggarai sangat merugikan kepentingan
negara. Potensi kerugian disebabkan oleh rendahnya royalti yang hanya 1% 3,5%.
3. Jika melihat dari peluang yang ada, sebenarnya perpanjangan MoU untuk
renegosiasi dengan pihak Freeport dapat membawa banyak keuntungan bagi
Indonesia. Namun, ke depannya, komitmen nyata perusahaan asing dalam
melaksanakan kewajibannya perlu lebih diperhatikan dan dikaji lebih
mendalam untuk kemaslahatan bangsa dan negara yang tidak hanya
berorientasi pada profit orientit saja. Pengawasan dan penegasan perlu
dilakukan agar pihak asing tidak menganggap enteng pemerintah Indonesia.
Dalam proses renegosiasi yang dilakukan pemerintah dengan Freeport di 2019,
diharapkan pemerintah dapat lebih tegas menuntut Freeport melaksanakan
kewajibannya serta mengajukan syarat-syarat agar Freeport tidak hanya
meraup keuntungan dari hasil bumi Indonesia, tetapi juga secara timbal balik
memberikan keuntungan kepada masyarakat Indonesia sendiri, khususnya
masyarakat Papua.
Harapan penulis adalah semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
pengetahuan antar satu sama lain. Karena pengetahuan itu bersifat universal
sehingga semua kalangan mempunyai hak dalam memperoleh Ilmu Pengetahuan
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.co.id
http://en.wikipedia.org
http://www.kabarinews.com/article/Berita_Indonesia/Utama/PAPUA_adalah
_FREEPORT/37748
http://dakwahkampus.com/pemikiran/ekonomi.html
http://www.ptfi.com/

Posted by roni ron

Dilema Kerja Sama PT. Freeport Indonesia


dengan Pemerintah Indonesia
Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM
NOMOR KAJIAN 01/C/KASTRAT/BEMFEBUGM/II/2015
Sebagai perusahaan nasional dengan komposisi saham mencapai 90,64% dikuasai
asing (Pratama, 2015), perkembangan PT Freeport Indonesia tentu tidak dapat
dibilang mulus melainkan banyak diwarnai dengan pertentangan, sikap kontra, dan
berbagai protes yang digulirkan masyarakat, terutama kepada pemerintah Indonesia
yang dinilai tidak dapat secara tegas mengatur operasi perusahaan ini. Sebagai
perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya mineral,
pengelolaan perusahaan ini seharusnya didasarkan pada UU No. 4 Tahun 2009
mengenai Pengelolaan Mineral dan Batubara.
Sesuai dengan salah satu poin pada nota kesepahaman yang telah dibentuk
bersama
pemerintah
sebelumnya,
Freeport
seharusnya
telah
mendirikan smelter dan juga tidak lagi mengekspor mineral dalam bentuk
konsentrat. Namun pada kenyataannya tidak satupun dari poin di atas yang
diupayakan oleh PT Freeport Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah
khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah
memperpanjang MoU atau dengan kata lain memberikan kesempatan kembali
kepada PT Freeport Indonesia untuk memenuhi poin dalam nota kesepahaman itu
dalam jangka waktu 6 bulan terhitung sejak 25 Januari 2015 (Dhany, 2015). Oleh
karena itu, MoU akan diperpanjang hingga Juni 2015 untuk menyepakati hal-hal
yang belum diputuskan.
Sejak era orde baru, pemerintah telah membiarkan kekayaan tambang Garsberg di
eksplorasi oleh pihak asing, yaitu Freeport. Sedangkan hingga saat ini pihak
Freeport sendiri belum menunjukkan tanda-tanda untuk memenuhi syarat yang
diajukan pemerintah dalam nota kesepahaman (MoU) yang telah disetujui kedua
belah pihak. Oleh karena itu, langkah yang diambil pemerintah untuk
memperpanjang nota kesepahaman tersebut banyak disebut berbagai pihak sebagai
langkah yang kurang arif dan kurang tegas karena membiarkan perusahaan yang
berbasis di Amerika tersebut terus mengeruk keuntungan dari bisnis ini.
Namun, tentu saja di belakang pertentangan tersebut pemerintah telah menimbang
berbagai alasan tersendiri. Salah satu alasannya adalah pemerintah tidak ingin
industri tersebut mengalami kevakuman, mengingat banyaknya masyarakat
Indonesia yang menggantungkan hidup pada industri ini. Selain itu, Dirjen Minerba
Kementrian ESDM, Sukhyar juga menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk
memberikan kepastian bagi investor asing, mengingat dana investasi yang
dibenamkan oleh Freeport cukup besar yaitu mencapai 15 milliar USD (Asril, 2014).
Pertimbangan lain dari diperpanjangnya nota kesepahaman ini adalah karena akan
dibuatnya poin-poin kesepakatan baru pada perpanjangan MoU kali ini, yang lebih
dikonsentrasikan pada peningkatan banefit Freeport bagi Papua. Adapun beberapa
poin yang mengikat dalam renegosiasi kontrak adalah:

pembangunan unit pengolahan dan pemurnian (smelter),

pengurangan luas area tambang dari 212.950 hektar menjadi 125.000 hektar,

perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan (IUP),

kenaikan royalti untuk penerimaan Negara dari 1% menjadi 3.75%,

divestasi saham sebesar 30% kepada BUMN/BUMD sesuai aturan yang


berlaku, s

serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri hingga 100%
(saat ini SDM yang digunakan Freeport sudah mencapai 98% warga lokal,
sedangkan penggunaan barang peoduksi dalam negeri telah mencapai 60%).
(Yazid, 2015)
Terkait dengan smelter, Freeport kini berencana untuk mendirikan di lahan milik PT
Petrokimia Gresik. Kesungguhan rencana tersebut telah dibuktikan dalam
penandatanganan MoU antara Freeport dengan Petrokimia Gresik pada tanggal 22
Januari 2015 kemarin. Presiden Direktur Freeport, Maroef Sjamsoeddin menjelaskan
bahwa biaya sewa tiap tahunnya adalah US$ 8 per meter persegi. Dengan total
biaya sewa sebesar 76,8 miliar rupiah untuk lahan seluas 80 hektar tersebut,
Indonesia akan mendapatkan pemasukan dengan jumlah yang lumayan besar yang
dibayarkan
oleh
Freeport.
Tak
tanggung-tanggung,
kesungguhan
pembangunan smelter tersebut juga dibuktikan dengan pembayaran commitment
fee atau uang kesungguhan sebesar US$ 130 ribu (Rp 1,56 miliar). Itu akan
dibayarkan lewat 3 Bank BUMN, Bank Mandiri, BRI, dan BNI. (Aditiasari, 2015)
Dalam enam poin di atas, peningkatan kandungan lokal dalam belanja bahan baku
yang menjadi salah satu perhatian dari pemerintah. Dengan menetapkan standar
minimal sebesar 5% untuk produk-produk Indonesia dalam belanja Freeport, seperti
belanja tenaga kerja, barang, dan jasa pertambangan dalam negeri, industri nasional
juga dapat turut berkembang (Hutasoit, 2015). Sebelumnya, pemerintah sudah
berusaha menggalakkan peningkatan kandungan lokal pada industri tambang.
Namun, belum ditetapkan ukuran peningkatan yang tepat sehingga benar-benar
dapat terlaksana dengan optimal. Apabila keenam poin tersebut terlaksana dengan
baik, perpanjangan MoU izin ekspor Freeport Indonesia dapat memberikan
keuntungan yang cukup besar bagi Indonesia sendiri.
Menurut Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
pemerintah ingin membuka frame yang lebih luas dalam renegosiasi itu supaya
pihak Indonesia berhasil mendapatkan benefit yang maksimal, terutama dalam
mendukung pembangunan di Papua (Sugianto, 2015). Hal tersebut sesuai dengan
arahan dari Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Selain 6 poin di atas,
pemerintah pun meminta 4 poin lain kepada Freeport, yaitu:

adanya perwakilan dari pemerintah Indonesia baik di kursi komisaris maupun


di jajaran direksi Freeport,

adanya peningkatan pemakaian barang dan jasa dalam negeri,


adanya sinergitas dengan Pemda Papua untuk membangun daerah melalui
dana CSR,
serta peningkatan manajemen keselamatan kerja. (Muslimawati, 2015)

Pihak Freeport diminta untuk lebih melibatkan putra-putra daerah dan meningkatkan
aspek keselamatan kerja dalam operasinya. Apabila peningkatan pembangunan,
keterlibatan, dan keselamatan kerja dapat berlangsung sukses dengan renegosiasi
tersebut, Indonesia sendiri yang nantinya akan memperoleh keuntungan yang besar.

Pemerintah melihat bahwa dengan adanya perpanjangan MoU, Freeport nantinya


akan lebih dapat membawa keuntungan bagi Indonesia, baik dalam aspek
perekonomian nasional, ketenagakerjaan, dan pembangunan daerah. Pemerintah
juga semakin yakin dengan adanya jaminan-jaminan yang diberikan Freeport
sendiri.
Akan tetapi, di sisi lain, dengan memperpanjang MoU dengan Freeport, pemerintah
terlihat kurang tegas dalam menindak Freeport yang jelas-jelas tidak menunjukkan
komitmennya selama ini dalam melaksanakan poin-poin yang telah disepakati. Sifat
lunak pemerintah kepada Freeport selama ini dikhawatirkan dapat membuat
perusahaan-perusahaan asing lain yang ingin atau telah melaksanakan kontrak di
Indonesia menganggap remeh peraturan dan perjanjian yang ada. Selain itu, gelagat
pemerintah yang kurang tegas mengkhawatirkan masyarakat bahwa terdapat
peluang akan adanya perpanjangan kontrak dengan Freeport. Hal ini cukup
meresahkan masyarakat karena memperpanjang kontrak dengan Freeport sama
saja dengan membiarkan masalah-masalah yang ada selama ini terus berlanjut,
seperti kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi kawasan
pertambangan dengan diameter mencapai ratusan kilometer.
Selain itu, perpanjangan MoU dengan Freeport sama saja dengan meneruskan izin
ekspor konsentrat yang secara finansial hanya menguntungkan Freeport saja.
Selama ini, Freeport mengeruk banyak sekali kekayaan tambang Indonesia, tetapi
keuntungan yang diraup justru tidak dirasakan oleh warganya sendiri. Menurut data
BPS, tingkat kemiskinan di kabupaten sekitar pertambangan mencapai 31%, di
mana angka ini merupakan angka kemiskinan tertinggi di antara seluruh kabupaten
di Papua (Akhir, 2015). Sungguh ironis bagaimana kekayaan sumber daya alam di
Papua tersebut justru dinikmati oleh orang-orang asing, sedangkan warga yang
tinggal di daerah yang kaya tersebut banyak yang masih hidup dalam kemiskinan.
Kontrak karya Freeport jelas tidak perlu diperpanjang lagi. Yang perlu mulai
dipersiapkan pemerintah adalah handover perusahaan Freeport kepada BUMN,
mengingat Freeport juga telah menyetujui untuk melakukan divestasi secara
bertahap. Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Franky Sibarani,
sudah selayaknya PT Aneka Tambang (Persero) Tbk sebagai BUMN pertambangan
Indonesia mengambil jatah saham yang akan dilepas PT. Freeport Indonesia pada
tahun 2015. Selain dinilai sudah mampu dari segi pendanaan, Antam juga dianggap
sudah berpengalaman dalam pengolahan mineral untuk mengambil alih Freeport
nantinya. Pemerintah harus mengantisipasi batas waktu kontrak Freeport yang akan
habis pada tahun 2021 mendatang. Sisa waktu enam tahun harus benar-benar
dimanfaatkan pemerintah untuk menyiapkan segala sesuatu guna mengakuisisi
saham Freeport yang akan dilepas. (Nashrillah, 2015)
Keberadaan PT. Freeport Indonesia masih terus menuai pro dan kontra. Di satu sisi,
kita tidak bisa serta merta memutus kontrak yang ada. Di sisi lain, dikuasainya
tambang tembaga, perak, dan emas di Papua oleh pihak asing tersebut tidak sesuai
dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 dan 3. Pada ayat 2, dinyatakan
bahwaCabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Selanjutnya, pada ayat 3
dinyatakan bahawa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Menurut Mahkamah Konstitusi, kedua ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa
rakyat Indonesia secara kolektif memberikan mandat kepada negara untuk
mengadakan kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan
(regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad)

cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang mengusai hajat
hidup orang banyak untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Hartono,
2011). Oleh karena itu, pengelolaan tambang Garsberg, yang merupakan tambang
emas terbesar di dunia dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia, seharusnya
dipegang dan dikendalikan oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukannya oleh
orang-seorang yang dalam kasus ini adalah perusahaan asing PT. Freeport
Indonesia.
Jika melihat dari peluang yang ada, sebenarnya perpanjangan MoU untuk
renegosiasi dengan pihak Freeport dapat membawa banyak keuntungan bagi
Indonesia. Namun, ke depannya, komitmen nyata perusahaan asing dalam
melaksanakan kewajibannya perlu lebih diperhatikan. Pengawasan dan penegasan
perlu dilakukan agar pihak asing tidak menganggap enteng pemerintah Indonesia.
Dalam proses renegosiasi yang dilakukan pemerintah dengan Freeport, diharapkan
pemerintah dapat lebih tegas menuntut Freeport melaksanakan kewajibannya serta
mengajukan syarat-syarat agar Freeport tidak hanya meraup keuntungan dari hasil
bumi Indonesia, tetapi juga secara timbal balik memberikan keuntungan kepada
masyarakat Indonesia sendiri, khususnya masyarakat Papua.
Sumber:
Aditiasari, Dana. (2015). Freeport Sewa Lahan Petrokimia Gresik Rp 76,8 Miliar/Tahun
Untuk Smelter. Diakses Februari 2, 2015, dari
http://finance.detik.com/read/2015/01/23/180058/2812340/1034/
Akhir, Dani Jumadil. (2015). Ada Freeport, Papua Masih Saja Miskin. Diakses Februari 6,
2015, darihttp://economy.okezone.com/read/2015/02/06/19/1102288/ada-freeport-papuamasih-saja-miskin
Asril, Sabrina. (2014). Chairul Tanjung Bantah Pemerintah Perpanjang Kontrak Freeport.
Diakses Februari 6,
2015,http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/06/09/1347203/Chairul.Tanjung.Bantah.
Pemerintah.Perpanjang.Kontrak.Freeport
Dhany, Rista Rama. (2015). Perpanjang Izin Ekspor Freeport, Sudirman Said Bantah
Ditekan Asing. Diakses Februari 6, 2015, dari http://finance.detik.com/read/2015/02/06/
203754/2826264/4/ perpanjang-izin-ekspor-freeport-sudirman-said-bantah-ditekan-asing
Hartono, Rudi. (2011). Makna Dikuasai Oleh Negara dalam Pasal 33 UUD 1945. Diakses
February 7, 2015, dari http://www.berdikarionline.com/lipsus/20110715/makna%E2%80%9Cdikuasai-oleh-negara%E2%80%9D-dalam-pasal-33-uud-1945.html
Hutasoit, Moksa. (2015). Menteri ESDM: MoU dengan Freeport Diperpanjang 6 Bulan.
Diakses Februari 2, 2015, dari
http://finance.detik.com/read/2015/01/24/162650/2812907/1034/
Muslimawati, Nicha. (2015). Freeport Ngaku Telah Ikuti Peraturan Perundang-undangan.
Diakses Februari 6, 2015, dari http://www.aktual.co/energi/freeport-ngaku-telah-ikutiperaturan-perundang-undangan
Nashrillah, Faiz. (2015). Divestasi Freeport, Kata BPKM Soal Antam. Diakses February 7,
2015, darihttp://www.tempo.co/read/news/2015/02/03/090639454/Divestasi-Freeport-KataBKPM-Soal-Antam
Pratama, Adiatmaputra Fajar. (2015). Papua Siap Akuisisi 10% Saham Freeport. Diakses
Februari 6, 2015, dari http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/02/06/papua-siap-akuisisi-10persen-saham-freeport
Sugianto, Danang. 2015. Pemerintah Tambah Poin Syarat Renegoisasi Kontrak Freeport.
Diakses Februari 2, 2015,
dari http://economy.okezone.com/read/2015/01/25/19/1096944/pemerintah-tambah-poinsyarat-renegoisasi-kontrak-freeport

Inilah Alasan Pemerintahan Jokowi-JK


Perpanjang Kontrak Freeport
Abdul Rohim 27/01/15 | 06:58 Nasional Belum ada komentar 7.006 Hits

Kawasan tambang Freeport. (ilustrasi) (freewestpapua.org)


dakwatuna.com Jakarta. Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM)
Sudirman Said mengatakan, pemerintah memahami keinginan PT Freeport
Indonesia soal permintaannya untuk diperpanjang konrak di wilayah tambang
Grasberg, Papua, pascahabis pada 2021. Menurutnya, Freeport memandang perlu
kepastian perpanjangan kontrak atas rencana pengeluaran investasi senilai 17,3
miliar dolar AS. Hal ini disampaikan Sudirman saat rapat kerja dengan Komisi VII
DPR di Jakarta, Senin (26/1),
Kami pahami Freeport yang membutuhkan kepastian karena berencana alirkan
dana sebesar 17,3 miliar dolar AS. Dana sebesar itu tidak dialirkan kalau tidak ada
kepastian berapa lama mereka masih di sini lagi, katanya seperti yang dikutip dari
Republika Online, Selasa (27/1).
Namun, Pemerintah, kata Sudirman, dalam masa renegosiasi (Januari-Juli) meminta
Freeport menambah jumlah keuntungan yang didapat Indonesia dari Freeport,
khususnya di Papua.
Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla,
pemerintah ingin membuka frame lebih luas supaya dalam renegosiasi itu
pemerintah dapatkan benefit yang maksimal, terutama mendukung pembangunan
di Papua, ujarnya.
Sementara itu, sampai kini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri belum
memberikan nilai benefit yang dimintakan ke Freeport. Selain benefit, tambah
Sudirman, pihaknya juga meminta Freeport meningkatkan aspek keselamatan kerja.

Selain kenaikan benefit, pemerintah juga menekan Freeport agar memperhatikan


keselamatan karyawannya. Dia mengungkapkan, pihaknya mencatat hampir 50
karyawan meninggal dunia saat bekerja. Kami minta Freeport perhatikan ini,
katanya.
Freeport juga diminta meningkatkan kandungan lokal. Kami minta tahun ini diaudit
berapa local content-nya. Lalu, local content harus naik dengan angka yang
terukur setiap tahunnya, kata Sudirman.
Lebih lanjut Sudirman mengemukakan, pemerintah sudah memperpanjang nota
kesepahaman (MOU) renegosiasi amendemen kontrak karya selama enam bulan
sejak 25 Januari24 Juli 2015.
Ada enam poin renegosiasi, yakni luas lahan, kewajiban pabrik pengolahan dan
pemurnian (smelter), peningkatan local content, besaran divestasi, peningkatan
penerimaan negara, dan kelanjutan operasi. (Rol/abr/dakwatuna)
Redaktur: Abdul Rohim

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2015/01/27/63105/inilah-alasan-pemerintahanjokowi-jk-perpanjang-kontrak-freeport/#ixzz3xK65Zwyg
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Anda mungkin juga menyukai