Anda di halaman 1dari 14

Referat

F95.2 TOURETTE SYNDROME

Oleh :
Eria Sartika
Rahmi Norhayati
Muhammad Azizurrahim
Muhammad Nizar

NIM. I4A012
NIM I4A012
NIM I4A012061
NIM I4A012071

Pembimbing :
dr. H. Yulizar Darwis, Sp.KJ, MM

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juni, 2016

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

ii

BAB I

PENDAHULUAN..................................................................

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA.........................................................

BAB III

PENUTUP..............................................................................

13

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I
PENDAHULUAN
Tourette syndrome atau Gilles de la Tourette Syndrome merupakan suatu
gangguan gerakan yang onsetnya pada masa kanak-kanak berupa adanya
gengguan tik motorik dan fonik. Selain tik, sindrom ini sering dikaitkan dengan
gejala obsesif-kompulsif, kurangnya perhatian, perilaku impulsif, gelisah dan
gejala motorik. Tik pada gangguan ini dapat terjadi dengan spektrum yang luas
dari yang ringan sampai parah. Gangguan fungsi adaptif pada sindrom ini
mungkin berhubungan dengan tik atau adanya kondisi terkait seperti attentiondeficit/hyperactivity disorder (ADHD), gangguan obsesif-kompulsif (Obsessive
Compulsive Disorder = OCD), ketidakmampuan belajar (LD), dan kesulitan
perilaku lainnya.1
Dalam banyak kasus, gangguan penyerta tersebut mungkin lebih penting
secara klinis daripada gejala tik. Dampak sindrom Tourette terhadap anggota
keluarga, kemajuan pendidikan, kinerja pekerjaan, atau hubungan dengan teman
sebaya sangatlah besar. Dengan demikian, manajemen klinis sindrom ini
membutuhkan perhatian pada keparahan tik, fitur terkait, respon terhadap penyakit
kronis, dan fungsi secara keseluruhan.1
Prevelansi seumur hidup gangguan Tourette diperkirakan 4 hingga 5 per
10.000. Lebih banyak anak yang menunjukkan gangguan ini dibandingkan orang
dewasa. Onset komponen motorik gangguan ini umumnya terjadi pada usia 7
tahun; tic vokal muncul rata-rata pada usia 11 tahun. Gangguan Tourette terjadi
kira-kira tiga kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan pada anak
perempuan. Gangguan ini juga lebih lazim pada anak kulit putih daripada ras yang
lain.1,2
Faktor genetik dan lingkungan memainkan peran dalam etiologi Tourette,
namun penyebab pasti tidak diketahui. Dalam kebanyakan kasus, tidak diperlukan
pengobatan. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk setiap kasus tik, tapi obatobatan tertentu dan terapi dapat membantu jika penggunaannya dibenarkan.
Edukasi merupakan bagian penting dari setiap rencana pengobatan, dan
penjelasan serta keyakinan sendiri sering mencukupi proses pengobatan. Kondisi

penyerta seperti ADHD dan OCD yang hadir pada banyak pasien. Kondisi lain
yang sering menyebabkan gangguan yang lebih fungsional untuk individu
daripada tik yang merupakan ciri khas dari Tourette, maka penting untuk
mengidentifikasi dengan benar kondisi komorbiditas dan pengobatannya.1
Diagnosis yang akurat, termasuk identifikasi kondisi komorbiditas,
merupakan langkah penting menuju perawatan yang tepat untuk pasien dengan
sindrom ini. Perawatan klinisnya termasuk dengan edukasi pada pasien dan
keluarga, advokasi di lingkungan sekolah dan pekerjaan, serta manajemen pada
gejalanya. Pada banyak pasien dengan TS, manajemen gejala membutuhkan
farmakoterapi untuk tik atau gangguan yang menyertainya. Khasiat bukti klinis
yang mendukung dan keamanan untuk obat yang digunakan pada pasien dengan
sindrom ini bervariasi. Tapi bukti tersebut menawarkan panduan terbaik untuk
praktek klinis dan mengidentifikasi area untuk penelitian masa depan.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. SINDROM GILLES DE LA TOURETTE
2.1.1 Definisi
Sindrom Gilles de la Tourette adalah suatu gangguan neuropsikiatri
herediter dengan onset pada masa kanak-kanak, ditandai dengan beberapa
gangguan tik fisik (motorik) dan setidaknya satu tik vokal (phonic). Tik secara
khas terjadi pasang surut, dapat ditekan sementara, dan didahului oleh dorongan
yang dapat ditandai. Tourette didefinisikan sebagai bagian dari suatu spektrum
gangguan tik, yang meliputi tik transien dan kronis. Istilah ini pertama kali
ditemukan oleh Jean-Martin Charcot (1825-1893) atas nama penduduk
wilayahnya, Georges Albert douard Brutus Gilles de la Tourette (1859-1904),
seorang dokter dan ahli saraf Perancis, yang menerbitkan satu tinjauan tentang
sembilan pasien dengan Tourette pada tahun 1885.1
Gangguan tik didefinisikan sebagai kontraksi otot berulang dan cepat yang
menghasilkan gerakan atau vokalisasi yang dirasakan sebagai sesuatu yang
involuntar. Anak dan remaja bisa menunjukkan perilaku tik yang terjadi setelah
suatu stimulus atau sebagai respons terhadap dorongan internal. Gangguan tik
merupakan kelompok gangguan neuropsikiatrik yang umumnya dimulai pada
masa kanak atau remaja dan dapat konstan atau memburuk-membaik sepanjang
waktu. Meskipun tik tidak atas keinginan sendiri, pada beberapa orang, tik dapat
ditekan untuk suatu periode waktu.2,3
Tourette pernah dianggap sebagai suatu sindrom yang langka dan aneh,
paling sering dikaitkan dengan kata-kata yang tidak senonoh atau komentar sosial
tidak pantas dan merendahkan (coprolalia), namun gejala ini terdapat pada hanya
sebagian kecil orang dengan Tourette. Tourette tidak lagi dianggap sebagai kondisi
yang jarang, tapi gangguan ini tidak selalu diidentifikasi dengan benar karena
kebanyakan kasusnya ringan dan keparahan tik menurun pada kebanyakan anak
ketika saat mereka melalui masa remaja. Antara 0,4% dan 3,8% dari anak-anak

usia 5 sampai 18 mungkin memiliki Tourette, prevalensi tik transien dan kronis
pada anak usia sekolah lebih tinggi, dengan tik yang lebih umum terjadi seperti
mata berkedip, batuk, membersihkan tenggorokan, menghirup, dan gerakan
wajah. Tourette yang ekstrim di masa dewasa jarang terjadi, dan Tourette tidak
mempengaruhi intelektual atau harapan hidup.3
2.1.2 Epidemiologi
Prevelansi seumur hidup gangguan Tourette diperkirakan 4 hingga 5 per
10.000. Lebih banyak anak yang menunjukkan gangguan ini dibandingkan orang
dewasa. Onset komponen motorik gangguan ini umumnya terjadi pada usia 7
tahun; tic vokal muncul rata-rata pada usia 11 tahun. Gangguan Tourette terjadi
kira-kira tiga kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan pada anak
perempuan. Gangguan ini juga lebih lazim pada anak kulit putih daripada ras yang
lain.2,3
2.1.3 Etiologi
Faktor genetik dan lingkungan memainkan peran dalam etiologi Tourette,
namun penyebab pasti tidak diketahui. Dalam kebanyakan kasus, tidak diperlukan
pengobatan. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk setiap kasus tik, tapi obatobatan tertentu dan terapi dapat membantu jika penggunaannya dibenarkan.
Edukasi merupakan bagian penting dari setiap rencana pengobatan, dan
penjelasan serta keyakinan sendiri sering mencukupi proses pengobatan. Kondisi
penyerta seperti attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan obsesifkompulsif (OCD) yang hadir pada banyak pasien. Kondisi lain yang sering
menyebabkan gangguan yang lebih fungsional untuk individu daripada tik yang
merupakan ciri khas dari Tourette, maka penting untuk mengidentifikasi dengan
benar kondisi komorbiditas dan pengobatannya.2
Faktor Genetik
Fakta bahwa gangguan Tourette dan gangguan tic vokal atau motorik
kronis lebih besar kemungkinannya untuk terjadi di keluarga yang sama
memberikan dukungan pada pandangan bahwa gangguan ini merupakan bagian
dari spektrum yang ditentukan secara genetik. Bukti pada beberapa keluarga

menunjukkan bahwa gangguan Tourette diturunkan dengan cara dominan


autosom.2
Hingga setengah dari pasien gangguan Tourette juga mengalami gangguan
defisit-atensi/hiperaktivitas (ADHD). Hingga 40 persen pasien dengan gangguan
Tourette juga memiliki gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Di samping itu,
kerabat derajat pertama orang dengan gangguan Tourette memiliki risiko tinggi
untuk mengalami gangguan ini, gangguan tic vokal atau motorik kronis, dan
gangguan obsesif-kompulsif. Mengingat adanya gejala ADHD pada lebih dari
setengah pasien dengan gangguan Tourette, timbullah pertanyaan mengenai
hubungan genetik antara kedua gangguan ini.2
Faktor Neurokimia dan Neuroanatomis
Bukti kuat adanya keterlibatan sistem dopamin di dalam gangguan tic
mencakup pengamatan bahwa agen farmakologis yang mengantagonisasi
dopamin-haloperidol (Haldol)- menekan tic dan bahwa agen yang meningkatkan
aktivitas dopaminergik sentral-amfetamin-cenderung memperburuk tic. Hubungan
tic dengan sistem dopamin tidak sederhana, karena pada beberapa kasus obat
antipsikotik, seperti haloperidol, tidak efektif di dalam mengurangi tic, dan efek
stimulan pada gangguan tic dilaporkan beragam. Pada beberapa kasus, gangguan
Tourette muncul selama terapi dengan obat antipsikotik.3,4
Opiat endogen dapat terlibat di dalam gangguan tic dan gangguan obsesifkompulsif. Beberapa bukti menunjukkan bahwa agen farmakologis yang
mengantagonis opiat endogen. Kelainan di dalam sistem nonadrenergik terkait di
dalam beberapa kasus melalui pengurangan tic dengan clonidine (Catapres).
Agonis adrenergik ini mengurangi pelepasan norepinefrin di sistem saraf pusat
(SSP) sehingga dapat mengurangi aktivitas di dalam sistem dopaminergik.
Kelainan di ganglia basalis menimbulkan berbagai gangguan gerakan, seperti
pada penyakit Huntington, dan gangguan ganglia basalis juga mungkin terjadi
pada gangguan Tourette, gangguan obsesif-kompulsif, dan ADHD.3
Faktor Imunologis dan Pascainfeksi

Proses autoimun akibat infeksi streptokokus diidentifikasi sebagai


mekanisme yang berpotensi menimbulkan gangguan Tourette. Proses ini dapat
bekerja secara sinergis dengan kerentanan genetik untuk gangguan ini. Sindrom
pascastreptokokus juga dikaitkan dengan satu faktor penyebab yang potensial di
dalam timbulnya OCD, yang terdapat pada hampir 40 persen orang dengan
ganggguan Tourette.4
2.1.4 Diagnosis dan Gejala Klinis
Untuk

menegakkan

diagnosis

gangguan

Tourette,

klinisi

harus

mendapatkan riwayat tic motorik multipel dan munculnya sedikitnya satu tic
vokal pada suatu saat di dalam gangguan ini. Menurut DSM-IV-TR, tic harus
terjadi beberapa kali dalam sehari hampir setiap hari atau secara intermitten
selama lebih dari 1 tahun. Usia rata-rata onset tic adalah 7 tahun, tetapi tic dapat
muncul sedini usia 2 tahun. Onset harus terjadi sebelum usia 18 tahun.5
Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Tourette5
a. Tic motorik multipel dan satu atau lebih tic vokal telah ada pada suatu saat
selama penyakit, meskipun tidak harus bersamaan.
b. Tic terjadi beberapa kali dalam sehari (biasanya dalam serangan) hampir
setiap hari atau secara intermitten sepanjang suatu periode lebih dari 1 tahun,
dan selama periode ini tidak pernah ada periode bebas tic selama lebih dari 3
bulan berturut-turut.
c. Onsetnya sebelum usia 18 tahun.
d. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis lansung dari suatu zat
(misalnya stimulan) atau keadaan medis umum (misalnya penyakit Huntington).
Sumber: American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder.. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association
Di dalam gangguan Tourette, tik awal terjadi di wajah dan leher. Seiring
waktu, tik cenderung terjadi dengan arah ke bawah. Tik yang paling lazim
digambarkan adalah tik yang mengenai leher dan kepala, lengan dan tangan, tubuh
dan ekstremitas bawah, serta sistem pernapasan dan pencernaan. Obsesi,
kompulsi, kesulitan atensi, impulsivitas, dan masalah kepribadian terkait dengan
gangguan Tourette. Kesulitan atensi sering mendahului onset tik, sedangkan gejala
obsesif-kompulsif sering muncul setelah onsetnya. Banyak tik memiliki
8

komponen agresif atau seksual yang dapat menimbulkan konsekuensi sosial yang
serius pada pasien. Secara fenomenologis, tik menyerupai kegagalan untuk
menyensor, baik disadari atau tidak disadari, dengan meningkatnya impulsivitas
dan ketidakmampuan untuk menghambat suatu pikiran untuk diwujudkan ke
dalam tindakan.6
Tidak ada tes diagnostik laboratorium khusus untuk gangguan Tourette;
tetapi

banyak

pasien

dengan

gangguan

Tourette

memiliki

temuan

elektroensefalogram (EEG) abnormal nonspesifik. Kira-kira 10 persen dari semua


pasien dengan gangguan Tourette menunjukkan beberapa kelainan khusus pada
pemindaian computed tomography (CT).6
2.1.5 Diagnosis Banding
Tik harus dibedakan dengan gangguan gerakan lain (contoh, distonik,
koreiform, atetoid, mioklonik, dan gerakan hemibalismik) serta penyakit
neurologis dengan gangguan gerakan yang khas (contoh, penyakit Huntington,
parkinsonisme, korea Sydenham, dan penyakit Wilson). Tremor, manerisme, dan
gangguan gerakan stereotipik, mencakup gerakan seperti mengguncang-guncang,
menatap tangan, dan perilaku meransang diri, tampak bersifat voluntar dan sering
memberikan rasa nyaman, sebalinya dengan gangguan tik. Meskipun pada anak
dan remaja bisa dirasakan dapat dikendalikan atau juga tidak, tic jarang
menimbulkan rasa nyaman. Kompulsi kdang-kadang sulit dibedakan dengan tic
kompleks dan mungkin secara biologis berada di dalam rangkaian kesatuan yang
sama. Gangguan tic juga dapat terdapat bersamaan dengan banyak gangguan
mood dan perilaku. Pada anak dengan gangguan Tourette dan ADHD, bahkan jika
gangguan tic selalu ringan, frekuensi masalah perilaku mengacau yang tinggi serta
gangguan mood masih ada. Anak autistik dan anak dengan retardasi mental dapat
menunjukkan gejala yang serupa dengan gejala yang ditemukan pada angguan tic,
termasuk gangguan Tourette.5,6
2.1.6 Penatalaksanaan
Pertimbangan akan keseluruhan fungsi anak atau remaja adalah langkah
pertama di dalam menentukan terapi yang paling sesuai untuk gangguan tic.
Memulai terapi dengan edukasi yang komprehensif untuk keluarga merupakan hal
yang penting, agar anak tidak sengaja dihukum untuk perilaku ticnya. Penting

juga bagi keluarga untuk memahami sifat banyak gangguan tic yang membaik dan
memburuk.

Teknik

perilaku

lain-termasuk

massed

(negative)

practice,

pengawasan diri, pelatihan respons ayng tidak sesuai, presentasi dan


menghilangkan dorongan positif, serta terapi pembalikan kebiasaan.7
Teknik Psikologis
Berbagai teknik psikologis telah digunakan dalam pengobatan sindrom
Tourette. Teknik pertama yang digunakan adalah 'tidak hanya untuk menunjukkan
khasiat obat, tetapi juga untuk menunjukkan praktik negatif' (latihan yang
berlebihan terhadap tik target oleh pasien, yang pada akhirnya akan tidak terlihat
dengan mekanisme yang disebut inhibisi reaktif). Namun, literatur berikutnya
menunjukkan hasil tidak konsisten menggunakan metode ini. Pengobatan
psikologis lainnya yang telah terbukti berguna dalam sindrom Tourette termsuk
latihan ketegasan (Mansdorf, 1986), self-monitoring (Billings, 1978) dan terapi
kognitif (O'Connor et al., 1993). Terapi relaksasi (Bergin et al., 1998), di sisi lain
dan van de Wetering menyarankan model pengobatan berdasarkan teknik reduksi
ketegangan tertentu di mana, bukannya tik yang terjadi sebagai respons terhadap
stimulus sensorik tertentu, pasien diajarkan respon alternatif yang lebih dapat
diterima secara sosial yang juga mengurangi stimulus sensorik (Evers dan van de
Wetering, 1994). Pada umumnya penulis tidak terlalu terkesan dengan teknik
psikologis untuk pengobatan tik, sebagaimana banyak dokumentasi dalam literatur
hanya nerupa anekdot dan, dalam pengalamannya, hasil khususnya belum
menggembirakan. Penggunaan utama untuk teknik psychobehavioural di TS
adalah terkait untuk OCS/OCB (obsessive-compulsive symptoms/behavior) di
mana menjadi tambahan penting untuk obat-obatan.1
Farmakoterapi
Pemberian antipsikotik konvensional, yang berpotensi tinggi, seperti
haloperidol, trifluoperazine (Stelazin), dan pimozide (Orap) menunjukkan
memiliki efek mengurangi tik yang signifikan. Penghentian obat ini sering
didasari pada efek merugikan obat, termasuk efek ekstrapiramidal dan disforia.
Haloperidol tidak disetujui untuk digunakan pada anak di bawah usia 3 tahun.

10

Para klinisi harus lebih dahulu memperingatkan pasien dan keluarganya mengenai
kemungkinan terjadinya reaksi distonik akut dan gejala parkinson ketika akan
memulai terapi dengan obat antipsikotik konvensional atau antipsikotik atipikal
yang lebih baru. Antipsikotik atipikal yang lebih baru dipasarkan saat ini,
termasuk risperidone dan olanzapine (Zyprexa), sering dipilih sebagai pilihan
terapi dibandingkan antipsikotik konvensional dengan harapan efek sampingnya
akan lebih ringan. Bahkan dengan antipsikotik atipikal, diphenhydramine
(Benadryl) atau benztropine (Cogentin) sering diperlukan untuk mengendalikan
efek samping ekstrapiramidal.2,6
Meskipun clonidine, suatu antagonis noradrenergik, saat ini tidak disetujui
untuk digunakan untuk gangguan Tourette, yang dilaporkan efektif di berbagai
studi; 40 hingga 70 persen pasien mendapatkan keuntungan dari obat ini. Di
samping perbaikan gejala tik, pasien dapat mengalami lebih sedikit tegangan dan
meningkatnya rentang perhatian. Agonis -adrenergik lain, guanfacine (Tenex),
juga telah digunakan di dalam terapi gangguan tik. Dalam hal seringnya
komorbiditas perilaku tik dengan gejala obsesif-kompulsif atau OCD, obat
selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) telah digunakan sendiri atau dalam
kombinasi dengan antipsikotik di dalam terapi gangguan Tourette. Beberapa data
mengesankan bahwa SSRI, seperti fluoxetine (prozac), dapat membantu.6
Meskipun para klinisi harus menimbang risiko dan keuntungan
penggunaan stimulan pada kasus hiperaktivitas berat dan tik yang ada bersamaan,
studi baru-baru ini melaporkan bahwa metilfenidat tidak meningkatkan angka atau
intensitas tic vokal atau motorik pada sebagian besar anak dengan gangguan tic
dan hiperaktivitas.7
2.1. Prognosis
Terlepas dari keparahan gejalanya, penderita Tourette memiliki jangka
hidup yang normal. Meskipun gejalanya mungkin terjadi seumur hidup dan kronis
bagi sebagian orang, kondisi ini tidak bersifat degeneratif atau mengancam jiwa.
Tingkat intelijensi biasanya normal pada penderita Tourette, meskipun mungkin
terjadi ketidakmampuan belajar. Keparahan tik pada saat awal kehidupan tidak
dapat memprediksikan keparahan tik di kemudian hari, dan prognosis umumnya

11

baik, meskipun tidak ada penelitian yang secara handal memprediksi hasil untuk
individu tertentu.7
Gangguan Tourette yang tidak diterapi bisanya adalah penyakit kronis dan
seumur hidup dengan perburukan dan pemulihan relatif. Gejala awal dapat
berkurang, tetap ada, atau meningkat, dan gejala lama dapat digantikan dengan
yang baru. Orang yang mengalami gangguan ini dengan berat bisa dapat memiliki
masalah emosional yang serius, mencakup gangguan depresif berat. Beberapa dari
kesulitan ini tampak terkait dengan gangguan Tourette, sedangkan yang lainnya
terjadi karena konsekuensi sosial, akademik, dan pekerjaan yang berat, yang
merupakan sekuele gangguan ini yang sering terjadi.7

12

BAB III
PENUTUP
Gilles de la Tourette Syndrome adalah suatu gangguan gerakan yang
onsetnya pada masa kanak-kanak berupa adanya gengguan tik motorik dan fonik.
Selain tik, sindrom ini sering dikaitkan dengan gejala obsesif-kompulsif,
kurangnya perhatian, perilaku impulsif, gelisah dan gejala motorik. Tik pada
gangguan ini dapat terjadi dengan spektrum yang luas dari yang ringan sampai
parah.
Pertimbangan akan keseluruhan fungsi anak atau remaja adalah langkah
pertama di dalam menentukan terapi yang paling sesuai untuk gangguan tic.
Memulai terapi dengan edukasi yang komprehensif untuk keluarga merupakan hal
yang penting, agar anak tidak sengaja dihukum untuk perilaku ticnya. Penting
juga bagi keluarga untuk memahami sifat banyak gangguan tic yang membaik dan
memburuk.

Teknik

perilaku

lain-termasuk

massed

(negative)

practice,

pengawasan diri, pelatihan respons yang tidak sesuai, presentasi dan


menghilangkan dorongan positif, serta terapi perubahan kebiasaan.

13

DAFTAR PUSTAKA
1. Scahill, Lawrence et al. Contemporary Assessment and Pharmacotherapy of
Tourette Syndrome. The Journal of the American Society for Experimental
NeuroTherapeutics. 2006 April; (3): 192206.
2. Robertson, MM. Gilles de la Tourette syndrome: the complexities of
phenotype and treatment. Br J Hosp Med (Lond). 2011 Feb;72(2):1007.
3. J S Stern, S Burza, M M Robertson. Gilles de la Tourettes syndrome and its
impact in the UK. Postgrad Med J 2005;81:1219
4. Paschou, et al. Indications of Linkage and Association of Gilles de la
Tourette Syndrome in Two Independent Family Samples: 17q25 Is a Putative
Susceptibility Region. Am. J. Hum. Genet. 75:545560, 2004.
5. American Psychiatric Association : Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, 3rd ed. Washington, D.C.: APA (1980) : 76-77.
6. Sadock, B.J. & Sadock, V.A. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry :
Behavioral Sciences, Clinical Psychiatry 9th ed. Lippincott Williams &
Wilkins (2003) : 1246-1250.
7. Nelson, W.E., Behrman, R.E., Kliegman, R., Arvin, A.M. Ilmu Kesehatan
Anak Edisi 15 Volume 3. Penerbit Buku Kedokteran (2000) : 2084-2085.

14

Anda mungkin juga menyukai