Anda di halaman 1dari 10

VAGINITIS

II.1 Vaginitis
Vaginitis

adalah

salah

satu

peradangan

atau

infeksi

pada

lapisan

Vagina,

disebabkan oleh berbagai macam virus dan bakteri. Vaginitis adalah diagnosis masalah
ginekologis yang paling sering terjadi di pelayanan primer. Pada sekitar 90% dari perempuan
yang terkena, kondisi ini disebabkan oleh vaginosis bakterial, kandidiasis atau trikomoniasis
vulvovaginal.
Ada dua jenis inflamasi (peradangan) pada vagina (vaginitis), yaitu vaginitis infeksi dan
vaginitis non-infeksi. Vaginitis infeksi disebabkan oleh organisme seperti jamur Candida albicans
dan bakteri Haemophillus vaginalis. Mikroorganisme yang merugikan (patogen) ini
menyebabkan infeksi dan memerlukan penanganan medis sesegera mungkin. Sedangkan
vaginitis non-infeksi disebabkan oleh iritasi bahan-bahan kimia dalam krim, semprot, sabun atau
pakaian yang kontak dengan daerah seputar bagian luar vagina (vulva). Perubahan hormon
selama kehamilan atau menopause juga dapat menimbulkan inflamasi pada vagina
Di bawah ini beberapa penyebab yang menimbulkan infeksi pada vagina:
1. Infeksi karena jamur dan bakteri, seperti jamur Candida albicans dan bakteri
Haemophillus vaginalis
2. zat-zat yang bersifat iritatif, seperti sabun cuci dan pelembut pakaian
3. Kurang menjaga kebersihan daerah sekitar vagina
4. Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak menyerap keringat
5. Perubahan hormonal
Vaginitis terjadi ketika flora vagina telah terganggu oleh adanya mikroorganisma patogen
atau perubahan lingkunang vagina yang memungkinkan mikroorganisma patogen berkembang
biak/berproliferasi. Pemeriksaan untuk vaginitis meliputi penilaian risiko dan pemeriksaan fisik,
dengan fokus perhatian pemeriksaan pada adanya dan karakteristik dari discharge vagina.

Pemeriksaan laboratorium diantaranya: metode sediaan basah garam fisiologis (Wet Mount) dan
KOH, pemeriksaan PH discharge vagina dan "whiff" test. Pengobatan untuk vaginosis bacterial
dan trikomoniasis adalah metronidazol, sementara untuk kandidiasis vaginal, pilihan pertama
adalah obat anti jamur topikal (Am Fam Physician 2000;62:1095-104.)
Penderita biasanya mengeluh vagina yang berbau tidak enak (amis). Bau amis sering
dinyatakan sebagai satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan dan bervariasi dari ringan
sampai berat. Pada pemeriksaan ditemukan cairan vagina dengan konsistensi dari encer sampai
seperti lem, yang jumlahnya ber-variasi dari sedikit sampai banyak, berwarna abu-abu, homogen
dan berbau amis. Cairan ini cenderung melekat pada dinding vagina dengan rata dan terlihat
sebagai lapisan tipis atau kilauan difus. Bila dihapus tampak mukosa vagina yang normal.
Kadang-kadang terdapat peradangan ringan.
Pada sekitar 90% dari perempuan yang terkena, kondisi ini disebabkan oleh vaginosis
bakterial, kandidiasis atau trikomoniasis vulvovaginal.
II.2 Organisme Patogen
Vaginosis bacterial
Di Amerika Serikat, bakterial vaginosis merupakan penyebab vaginitis yang terbanyak,
mencapai sekitar 40 sampai 50% dari kasus pada perempuan usia reproduksi. Infeksi ini
disebabkan oleh perkembangbiakan beberapa organisme, termasuk di antaranya Gardnerella
vaginalis, Mobiluncus species, Mycoplasma hominis dan Peptostreptococcus species.

Menentukan angka prevalensi bakterial vaginosis adalah sulit karena sepertiga sampai
dua pertiga kasus pada perempuan yang terkena tidak menunjukkan gejala (asimptomatik).
Selain itu, angka prevalensi yang dilaporkan bervariasi menurut populasi. Bakterial vaginosis
ditemukan pada 15-19% pasien-pasien rawat inap bagian kandungan, 10-30% ibu hamil dan 2440% pada klinik kelamin.
Walaupun angka prevalensi bakterial vaginosis lebih tinggi pada klinik-klinik kelamin
dan pada perempuan yang memiliki pasangan seks lebih dari satu, peran dari penularan secara
seksual masih belum jelas. Berbagai penelitian membuktikan bahwa mengobati pasangan dari
perempuan yang menderita bakterial vaginosis tidak memberi keuntungan apapun dan bahkan
perempuan yang belum seksual aktif juga dapat terkena infeksi ini. Faktor risiko tambahan untuk
terjadinya bakterial vaginosis termasuk pemakaian IUD, douching dan kehamilan.
Patogenesis infeksi
Sampai sekarang belum jelas mengapa G. vaginalis bisa menyebabkan VB. Sampai 50%
wanita sehat ditemukan kolonisasi G. vaginalis juga meski dalam jumlah sedikit. Tandanya
kuman tersebut merupakan flora normal dalam vagina. Meski akhirnya dibantah banyak peneliti
karena G. vaginalis lebih sering ditemukan pada para penderita VB daripada wanita dengan
vaginitis lainnya. G. vaginalis dituding sebagai penyebab naiknya perbandingan antar suksinat
dan laktat (0.4 atau lebih) dibanding wanita normal melalui analisis asam lemak cairan vagina
dengan gas liquid chromatography.
Sekret vagina pada VB berisi beberapa senyawa amin termasuk di dalamnya putresin,
kada verin, metilamin, isobutilamin, feniletilamin, histamin, dan tiramin. Setelah pengobatan
berhasil sekret akan menghilang. Basil anaerob mungkin mempunya peranan penting pada
patogenesis VB karena setelah dilakukan isolasi, analisis biokimia sekret vagina dan efek
pengobatan dengan metronidazol ternyata efektif untuk G. vaginalis sebagai kuman anaerob.
Dapat terjadi simbiosis antara G. vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman
anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin
sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang menyenangkan bagi pertumbuhan G.
vaginalis. Setelah pengobatan efektif, pH cairan vagina menjadi normal. Beberapa amin
diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh
tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina.

Masih belum jelas apakah penyakit ini bersifat endogen atau ditularkan melalui kontak
seksual. G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian menambah
deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding vagina.
Organisme ini tidak invasive dan respons inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan
sedikitnya jumlah leukosit dalam secret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis.
Kandidiasis Vulvovaginal
Kandidiasis vulvovaginal adalah penyebab vaginitis terbanyak kedua di Amerika Serikat
dan yang terbanyak di Eropa. Sekitar 75% dari perempuan pernah mengalami kandidiasis
vulvovaginal suatu waktu dalam hidupnya, dan sekitar 5% perempuan mengalami episode
rekurensi. Agen penyebab yang tersering (80 sampai 90%) adalah Candida albicans. Saat ini,
frekuensi dari spesies non-albicans (misalnya, Candida glabrata) meningkat, mungkin
merupakan akibat dari peningkatan penggunaan produk-produk anti jamur yang dijual bebas.

Faktor risiko untuk terjadinya kandidiasis vulvovaginal sulit untuk ditentukan. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa risiko untuk terinfeksi penyakit ini meningkat pada perempuan
yang menggunakan kontrasepsi oral, diaphragma dan spermicide, atau IUD. Faktor risiko yang
lain termasuk melakukan hubungan seksual pertama kali ketika umur masih muda, melakukan
hubungan seks lebih dari empat kali per bulan dan oral seks. Risiko kandidiasis vulvovaginal
juga meningkat pada perempuan dengan diabetes yang sedang hamil atau minum antibiotik.
Komplikasi kandidiasis vulvovaginal jarang terjadi. Chorioamnionitis pada saat hamil
dan syndrome vestibulitis vulva pernah dilaporkan.

Pruritus dan duh vagina merupakan keluhan umum tetapi tidak spesifik VVC. Nyeri
vagina, iritasi, rasa terbakar, dyspareunia dan dysuria eksternal juga sering rnenyertai, bau
sedikit dan tidak menonjol, eritema dan bengkak labia serta vulva. Yang khas adalah bahwa
gejala meningkat seminggu sebelum menstruasi dan sedikit menurun dengan mulainya haid
meskipun kadang-kadang Candida spp. menyebabkan balanophositis pada pasangan wanita
dengan kandidiasis, yang lebih sering terjadi adalah ruam sementara, eritema dan pruritus atau
sensasi terbakar pada penis yang muncul dalam beberapa menit/jam setelah hubungan seksual.
Kelangkaan relatif spesifisitas simptom dan tanda-tanda menyebabkan diagnosis
didasarkan pada sejarah dan pemeriksaan fisik semata. Kebanyakan penderita vaginitis
simptomatik dengan segera didiagnosis berdasarkan pengamatan rnikroskopik dasar sederhana
terhadap sekresi vagina dan penentuan pH.
Adalah sulit untuk memastikan spesies Candida sebagai penyebab vaginitis karena sekitar
50% perempuan yang tidak mengalami gejala apapun pada vaginanya ditemukan Candida
sebagai bagian dari flora endogen vagina. Candida tidak ditularkan secara sexual, dan episode
kandidiasis vulvovaginal tidak berhubungan dengan jumlah pasangan seksual yang dimiliki.
Mengobati laki-laki pasangan seksual dari seorang perempuan yang menderita kandidiasis tidak
perlu dilakukan, kecuali laki-laki tersebut tidak disunat atau ada peradangan pada ujung/glans
penis.
Kandidiasis vulvovaginal rekuren/berulang didefinisikan sebagai terjadinya empat atau
lebih episode kandidiasis vulvovaginal dalam periode satu tahun. Belum jelas apakah rekurensi
ini terjadi karena berbagai faktor predisposisi atau presipitasi.
Trikomoniasis
Trikomoniasis, suatu tipe dari vaginitis, umumnya adalah sebuah Penyakit Menular
Seksual (PMS). Karena adanya kebiasaan penentuan jenis penyakit dan pengobatan oleh klien
sendiri dan diagnosis oleh petugas kesehatan tanpa menggunakan pemeriksaan yang memadai,
beberapa orang dengan trikomoniasis tidak terdiagnosis. Penentuan jenis penyakit sendiri dapat
terjadi karena terdapatnya obat-obat yang dijual bebas. Gejala dan tanda trikomoniasis tidak
begitu spesifik, dan penegakan diagnosis memebutuhkan pemeriksaan laboratorium sederhana
seperti sediaan basah (wet mount).

Trikomoniasis dapat menyebabkan seseorang kehilangan hari kerjanya karena adanya


rasa yang tidak enak yang disebabkannya, sehingga infeksi ini seharusnya tidak diabaikan begitu
saja. Adanya kejadian infeksi gabungan dengan PMS lain penting untuk diperhatikan pada saat
membuat diagnosis trikomoniasis. Trikomoniasis merupakan masalah bagi penderitanya karena
gejala dan kemungkinan komplikasi yang disebabkannya.
Protozoa Trichomonas vaginalis, sebuah organisme yang motile dengan 4 flagella, adalah
penyebab ke tiga terbanyak dari vaginitis. Penyakit ini mengenai 180 juta perempuan di seluruh
dunia dan merupakan 10 sampai 25% dari infeksi vagina. Saat ini, angka insidensi vaginitis
trichomonal terus meningkat di kebanyakan negara-negara industri.
Trichomonas vaginalis menular melalui hubungan seksual dan ditemukan pada 30 sampai
80 persen laki-laki pasangan seksual dari perempuan yang terinfeksi. Trikomoniasis
berhubungan dan mungkin berperan sebagai vektor untuk penyakit kelamin lain. Berbagai
penelitian membuktikan bahwa penyakit ini meningkatkan angka penularan HIV.
Faktor risiko untuk trikomoniasis termasuk penggunaan IUD, merokok dan pasangan
seksual lebih dari satu. Sekitar 20%-50% dari perempuan dengan trichomoniasis tidak
mengalami gejala apapaun. Trikomoniasis mungkin berhubungan dengan ketuban pecah dini dan
kelahiran prematur. Pasangan seksual harus diobati dan diberi instruksi untuk tidak melakukan
hubungan seksual sampai ke dua pihak sembuh.
Patofisiologi

Gambaran fisiologis discharge vagina normal terdiri dari sekresi vaginal, sel-sel
exfoliated dan mukosa serviks. Frekunsi discharge vagina bervariasi berdasar umur, siklus
menstruasi dan penggunaan kontrasepsi oral.

Lingkungan vagina normal digambarkan oleh adanya hubungan dinamis antara


Lactobacillus acidophilus dan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan produk
metabolisme flora dan organisme patogen. L. acidophilus memproduksi hydrogen peroxide
(H2O2), yang bersifat toksik terhadap organisme patogen dan menjaga pH vagina sehat antara
3.8 dan 4.2. Vaginitis muncul karena flora vagina diganggu oleh adanya organisme patogen atau
lingkungan vagina berubah sehingga memungkinkan organisme patogen berkembang biak.
Antibiotik, kontrasepsi, hubungan seksual, douching, stress dan hormon dapat mengubah
lingkungan vagina dan memungkinkan organisme patogen tumbuh. Pada vaginosis bakterial,
dipercayai bahwa beberapa kejadian yang provokatif menurunkan jumlah hydrogen peroxide
yang diproduksi L. acidophilus organisms. Hasil dari perubahan pH yang terjadi memungkinkan
perkembangbiakan berbagai organisme yang biasanya ditekan pertumbuhannya seperti G.
vaginalis, M. hominis dan Mobiluncus species. Organisme tersebut memproduksi berbagai
produk metabolik seperti amine, yang akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan
exfoliasi sel epitel vagina. Amine inilah yang menyebabkan adanya bau yang tidak enak pada
infeksi vaginosis bakterial.
Dengan fisiologi yang sama, perubahan lingkungan vagina, seperti peningkatan produksi
glikogen pada saat kehamilan dan tingkat progesterone karena kontrasepsi oral, memperkuat
penempelan C. albicans ke sel epitel vagina dan memfasilitasi pertumbuhan jamur. Perubahanperubahan ini dapat mentransformasi kondisi kolonisasi organisme yang asimptomatik menjadi

infeksi yang simptomatik. Pada pasien dengan trikomoniasis, perubahan tingkat estrogen dan
progesterone, sebagaimana juga peningkatan pH vagina dan tingkat glikogen, dapat memperkuat
pertumbuhan dan virulensi T. vaginalis.
II.3 Gejala dan diagnosis
GEJALA
-Vagina berwarna merah dan keputihan
-gatal pada daerah kemaluan
-perih pada lubang vagina
-keluar cairan berbau tak sedap
-vagina terasa panas/terbakar
KRITERIA DIAGNOSIS
1.Dari pemeriksaan mikroskopis cairan vagina tidak ditemukan jamur, trikomonas, ataupun
gonokokus.
2.cairan vagina ditandai gejala :
a.

kualitas

cairan

homogen,

encer

sampai

seperti

lem,

ke-abu-abuan.

b. pH > 4,5.
c. tercium bau amina yang amis pada penambahan KOH 10%.
d. Clue cell (Gard. vaginalis).
3.Pemeriksaan kromatografi gas-liquid: ratio suksinat-laktat meninggi (> 0,4).
4.Pemeriksaan kulktur.
II.4 Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan pH vagina
Pada penderita vaginitis bakterial dijumpai pH vagina > 4,5. Menurut Fleury (1983) pada
penderita vaginitis dijumpai pH 5 5,5, sedangkan tanpa keluhan pH 4,5). Eschen-bach (1988)
berpendapat pH < 4,5 dapat menyingkirkan kemungkinan adanya vaginosis bakterial.
Pemeriksaan pH va-gina ini bersifat sensitif, tetapi tidak spesifik untuk vaginitis bakterial.
b. Tes amin dengan KOH 10% (tes Whiff)
Tes amin ini mula-mula dilakukan oleh Pfeifer dkk. (1978) yaitu dengan meneteskan KOH 10%
di atas gelas obyek yang ada cairan vagina. Hasil dinyatakan positif bila tercium bau amoniak.

Karena bau yang timbul bersifat sementara, gelas obyek hendaknya didekatkan ke hidung. Bau
yang timbul me-rupakan produk metabolisme yang kompleks yaitu poliamin yang pada suasana
basa akan menguap. Tes ini cukup dapat percaya karena bersifat sensitif dan spesifik bila
dikerjakan de-ngan baik.
c. Pemeriksaan garam faal
Dalam pemeriksaan ini dapat dilihat antara lain, laktobasilus, leukosit, trikomonas dan clue cell.
d. Pewarnaan gram
Pada vaginitis bakterial jumlah bakteri G. vaginalis, Bac-teroides sp.,Peptostreptococeus
sp.danMobiluncus sp. meningkat 100 sampai 1000 kali lebih banyak daripada normal.
e. Pemeriksaan kultur
Bermacam-macam media dianjurkan untuk pemeriksaan kultur antara lain agar coklat, agar
casman, agar vaginalis, human blood agar, agar pepton starch dan Columbia-colistin-nalidixic
acid. Kultur biasanya dilakukan pada suhu 37 C selama 4872 jam. Sebagai media transport
dapat digunakan media transport Stuart atau Amies
II.5 Pengobatan
1. Topikal
Pemakaian krim sulfonamida tripel, supositoria yang berisi tetrasiklin ataupun povidon iod in,
biasanya kurang memuaskan dan penyembuhan hanya sementara selama penggunaan obat
topikal tersebut
2. Sistemik
a.Metronidazol : Dengan dosis 2 kali 400 mg atau 2 kali 500 mg setiap hari selama 7 hari atau
tinidazol 2 kali 500 mg setiap hari selama 5 hari, dicapai angka penyembuhan lebih dari 90%.
b.Penisilin dan derivatnya : Penisilin G cukup efektif untuk beberapa bakteri anaerob dengan
dosis kira-kira 2 10 juta Unit setiap hari selama 5 hari. Sedangkan ampisilin atau amoksisilin
dengan dosis 4 kali 500 mg setiap hari selama 5 hari. Kegagalan pengobatan dengan penisilin
dan derivatnya dapat diterangkan dengan adanya beta laktamase yang di-produksi oleh
Bacteroides sp.
c.Tetrasiklin dan Kloramfenikol : Sekarang jarang dipakai karena kurang efektif
d.Eritromisin : Terutama efektif untuk bakteri anaerob gram positif seperti Bacteroides,
Streptococcus dan Clostridia

e.Sefalosporin dan sefoksitin.


f.Klindamisin

Anda mungkin juga menyukai