Anda di halaman 1dari 5

1.

Definisi
Infeksi pada vulva dan vagina yang disebabkan oleh jamur, paling sering Candida
albicans. KVV juga dapat disebabkan oleh Candida sp, Torulopsis sp atau ragi lainnya
(Sobel,2008).
- Sobel JD. Vulvovaginal Candidiasis. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE,
Piot P, Wesserheit JN, Corey L, dkk., editor. Sexually Transmitted Diseases. Edisi
ke- 4. New York. Mc.GrawHil; 2008.h.823-38.

Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh ragi (sejenis jamur) yang disebut
Candida. Candida biasanya hidup di kulit dan di dalam tubuh seperti di mulut,
tenggorokan, usus, dan vagina, tanpa menimbulkan masalah. Candida dapat
menyebabkan infeksi jika kondisi di dalam vagina berubah untuk mendorong
pertumbuhannya. Hal-hal seperti hormon, obat-obatan, atau perubahan sistem kekebalan
dapat membuat infeksi lebih mungkin terjadi. Istilah umum untuk kandidiasis pada
vagina adalah infeksi jamur vagina. Nama lain untuk infeksi ini adalah kandidiasis
vagina, kandidiasis vulvovaginal, atau kandidiasis vaginitis.

Infeksi dapat terjadi secara akut, subakut, dan kronis, didapat baik secara endogen
maupun eksogen yang sering menimbulkan keluhan berupa duh tubuh (Murtiastutik,
2008). Umumnya infeksi pertama timbul di vagina disebut vaginitis dan dapat meluas
sampai vulva (vulvitis). KVV merupakan salah satu infeksi yang paling banyak
dikeluhkan wanita. Sekitar 70-75% wanita setidaknya sekali terinfeksi KVV selama masa
hidupnya, paling sering terjadi pada wanita usia subur, pada sekitar 40- 50% cenderung
mengalami kekambuhan atau serangan infeksi kedua.2 Lima hingga delapan persen
wanita dewasa mengalami KVV berulang, yang didefinisikan sebagai empat atau lebih
episode setiap tahun yang dikenal sebagai kandidiasis vulvovaginalis rekuren (KVVR),
dan lebih dari 33% spesies penyebab KVVR adalah Candida glabrata dan Candida
parapsilosis yang lebih resisten terhadap pengobatan (Sobel, 2008).
- 1. Murtiastutik D. Kandidiasis Vulvovaginalis. Dalam : Barakbah J, Lumintang H,
Martodihardjo S, editor. Infeksi Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University
Press;2008. h. 56-64. 2. Sobel JD. Vulvovaginal Candidiasis. In: Holmes KK, editor.
Sexually Transmitted Diseases. 4th ed. New York: Mc Graw Hill; 2008.p. 823 – 35.
2. Etiologi
Kandidiasis vulvovaginal disebabkan oleh pertumbuhan jamur yang berlebihan di dalam
vagina, paling sering C. albicans. Sekitar 20% wanita tidak hamil berusia 15-55 tahun
mengandung C. albicans di vagina tanpa gejala apa pun.

Estrogen menyebabkan lapisan vagina menjadi matang dan mengandung glikogen,


substrat tempat C. albicans tumbuh subur. Gejala sering terjadi pada paruh kedua siklus
menstruasi ketika ada juga lebih banyak progesteron. Kurangnya estrogen membuat
kandidiasis vulvovaginal kurang umum pada wanita pascamenopause yang lebih muda
dan lebih tua.
3. Factor predisposisi
Kandidiasis vulvovaginal paling sering diamati pada wanita dalam kelompok usia
reproduksi. Ini sangat jarang terjadi pada wanita prapubertas dan pascamenopause. Ini
mungkin terkait dengan faktor-faktor berikut:

Flare sebelum dan selama menstruasi


Kehamilan
Terapi penggantian hormon berbasis estrogen setelah menopause, termasuk krim estrogen
vagina
Sedang mengonsumsi atau baru saja mengonsumsi antibiotic
Contoh antbiotik spektrum luas seperti tetrasiklin atau amoksisilin
Diabetes mellitus
Kegemukan
Anemia defisiensi besi
Defisiensi imun seperti infeksi HIV
Kondisi kulit yang mendasarinya, seperti psoriasis vulva, lichen planus atau lichen
sclerosus
Gunakan kontrasepsi hormonal (misalnya, pil KB)
Memiliki sistem kekebalan yang lemah (misalnya, karena infeksi HIV atau obat-obatan
seperti steroid dan kemoterapi)

4. Gejala

Pertumbuhan berlebih dari kandida vagina dapat menyebabkan:

Ruam gatal, nyeri dan rasa tidak nyaman seperti terbakar pada vagina, vulva dan kulit
sekitarnya
Menyengat saat buang air kecil (disuria)
Edema vulva, fisura dan ekskoriasi
Keputihan kental seperti duh(cairan) putih atau keju cottage
Ruam merah cerah mempengaruhi bagian dalam dan luar vulva, terkadang menyebar luas
di selangkangan hingga mencakup area kemaluan, selangkangan dan paha.
Ruam dianggap sebagai dermatitis iritan sekunder, bukan infeksi kulit primer.

Gejala dapat berlangsung hanya beberapa jam atau bertahan selama berhari-hari,
berminggu-minggu, atau jarang, berbulan-bulan, dan dapat diperburuk oleh hubungan
seksual.

Kandidiasis vulvovaginal rekuren biasanya didefinisikan sebagai empat atau lebih


episode dalam satu tahun (vulvovaginitis siklik).
Kandidiasis vulvovaginal yang kronis dan persisten dapat menyebabkan lichen simpleks
— labia mayora yang menebal dan sangat gatal (bibir luar vulva yang ditumbuhi rambut).
- Gonçalves B, Ferreira C, Alves CT, Henriques M, Azeredo J, Silva S. Vulvovaginal
candidiasis: epidemiology, microbiology and risk factors. Criti Rev Microbiol
2016;42:905-27.

5. Anamnesis
Klinis1-4 1. Anamnesis • Gatal pada vulva • Vulva lecet, dapat timbul fisura • Dapat
terjadi dispareunia
6. Pemeriksaan fisik
Pada vulva dan vagina tampak: • Hiperemis • Erosi/ekskoriasi, bahkan sampai fisura •
Edema jika berat • Duh tubuh vagina, putih seperti susu, bergumpal, tidak berbau • Jika
mengenai genitalia luar dapat dijumpai bercak/plak eritema dengan lesi satelit
7. Pemeriksaan tambahan
Bahan dari duh tubuh vagina yang berasal dari dinding lateral vagina, dilakukan
pemeriksaan2: 1. Sediaan apus dengan pewarnaan Gram ditemukan blastospora dan atau
pseudohifa2,4,6 (1B) 2. Sediaan basah dengan larutan KOH 10% ditemukan blastospora
dan atau pseudohifa2,4,6 (1B) 3. Kultur jamur dengan media Saboraud2,4 (1B)
8. Penegakan diagnosis
Dokter mendiagnosis kondisi dengan memeriksa area yang terkena dan mengenali
tampilan klinis yang khas.
C. albicans dapat muncul tanpa menimbulkan gejala (hasil positif palsu).
Ragi hanya dapat dibiakkan jika terdapat jumlah tertentu (hasil negatif palsu).
Usap dari luar vagina bisa negatif, bahkan jika ada ragi di dalam vagina, dan ada ruam
khas pada vulva.
Gejala pasien mungkin karena kondisi kulit yang mendasarinya seperti lichen
sclerosus.Penyedia layanan kesehatan biasanya mendiagnosis kandidiasis vagina dengan
mengambil sampel kecil keputihan. Mereka memeriksa sampel di bawah mikroskop di
kantor medis atau mengirimkannya ke laboratorium untuk kultur jamur. Namun, kultur
jamur positif tidak selalu berarti bahwa Candida menyebabkan gejala. Beberapa wanita
dapat memiliki Candida di vagina tanpa gejala apapun.
9. Diagnosis banding
1. Infeksi gonore 2. Infeksi genital nonspesifik 3. Trikomoniasis 4. Vaginosis bakterial
10. Prognosis
Quo ad vitam : bonam Quo ad functionam : bonam Quo ad sanationam : dubia ad bonam
11. Terapi
Obat pilihan: 1. Klotrimazol 500 mg, intravagina dosis tunggal2,5,7,8 (1A) atau 2.
Klotrimazol 200 mg, intravagina selama 3 hari2,5,7,8 (1A) atau 3. Nistatin 100.000 IU
intravagina selama 7 hari5 (2C) 4. Flukonazol*** 150 mg, per oral, dosis
tunggal2,3,5,7,9 (1A) atau 5. Itrakonazol*** 2x200 mg per oral selama 1 hari2,4,7,10
(1A) atau 6. Itrakonazol*** 1x200 mg/hari per oral selama 3 hari7,11 (1A) atau 7.
Ketokonazol# kapsul 2x200 mg/hari per oral selama 5 hari12
Untuk kandidosis vulvovaginal rekuren (kambuh ≥4x/tahun): Agen topikal atau
flukonazol oral selama 10-14 hari dilanjutkan dengan flukonazol 150 mg/minggu selama
6 bulan.2,9,13 (1A) Catatan: 1. Wanita hamil sebaiknya tidak diberikan obat
sistemik1,2,4,5 (1A) 2. ***Tidak boleh diberikan pada ibu hamil, menyusui, atau anak di
bawah 12 tahun 3. Pada penderita dengan imunokompeten jarang terjadi komplikasi,
sedangkan penderita dengan status imun rendah infeksi jamur dapat bersifat sistemik 4.
#Ketokonazol tidak dianjurkan untuk pemakaian jangka panjang
Pengobatan yang tepat untuk infeksi C. albicans dapat diperoleh tanpa resep dari ahli
kimia. Jika pengobatan tidak efektif atau gejala muncul kembali, temui dokter Anda
untuk pemeriksaan dan saran jika gejala disebabkan oleh penyebab lain atau pengobatan
yang berbeda diperlukan.

Ada berbagai pengobatan yang efektif untuk kandidiasis.

Pessarium antijamur topikal, tablet vagina, atau krim yang mengandung klotrimazol atau
mikonazol — satu hingga tiga hari pengobatan menghilangkan gejala pada hingga 90%
wanita dengan gejala ringan. Perhatikan bahwa produk berbasis minyak dapat
melemahkan karet lateks pada kondom dan diafragma.
Formulasi yang lebih baru termasuk krim butokonazol dan terkonazol.
Obat antijamur oral yang mengandung flukonazol atau lebih jarang, itrakonazol, dapat
digunakan jika infeksi C albicans parah atau berulang. Perhatikan bahwa obat ini dapat
berinteraksi dengan obat lain, terutama statin, menyebabkan efek samping.
Kandidiasis vulvovaginal sering terjadi selama kehamilan dan dapat diobati dengan azol
topikal. Azol oral sebaiknya dihindari pada kehamilan.

Tidak semua keluhan genital disebabkan oleh candida, jadi jika pengobatan tidak
berhasil, mungkin karena alasan lain untuk gejala tersebut.
12. Monitoring
13. Edukasi
1. Hindari bahan iritan lokal, misalnya produk berparfum4 (2C) 2. Hindari pemakaian
bilas vagina 3. Hindari pakaian ketat atau dari bahan sintesis4 yang tidak menyerap
keringat (2C) 4. Hilangkan faktor predisposisi: hormonal, pemakaian kortikosteroid dan
antibiotik yang terlalu lama, kegemukan
14. Gambaran efloresensi atau lesi
15. Referensi

References

 Mendling, Werner. Guideline: vulvovaginal candidosis (AWMF 015/072), S2k


(excluding chronic mucocutaneous candidosis). Mycoses 58.S1 (2015): 1-15. PubMed.
 das Neves, Jose, et al. Local treatment of vulvovaginal candidosis. Drugs 68.13 (2008):
1787-1802. PubMed.
 Rosa MI, Silva BR, Pires PS, et al. Weekly fluconazole therapy for recurrent
vulvovaginal candidiasis: a systemic review and meta-analysis. Eur J Obstet Gyn Reprod
Biol. 2013;167(2):132–136. PubMed.
 Falagas, Matthew E., Gregoria I. Betsi, and Stavros Athanasiou. Probiotics for prevention
of recurrent vulvovaginal candidiasis: a review. Journal of Antimicrobial
Chemotherapy 58.2 (2006): 266-272. PubMed.
 Clinical Effectiveness Group British Association of Sexual Health and HIV. United Kingdom
National Guideline on The Management of Vulvovaginal Candidiasis (2007), 2007. Clinical
Effectiveness Group British Association of Sexual Health and HIV. United Kingdom National
Guideline on The Management of Vulvovaginal Candidiasis (2007), 2007.
 Sobel JD. Vulvovaginal Candidiasis. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot
P, Wesserheit JN, Corey L, dkk., editor. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke- 4. New
York. Mc.GrawHil; 2008.h.823-38.
 . Murtiastutik D. Kandidiasis Vulvovaginalis. Dalam : Barakbah J, Lumintang H,
Martodihardjo S, editor. Infeksi Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University
Press;2008. h. 56-64.
 2. Sobel JD. Vulvovaginal Candidiasis. In: Holmes KK, editor. Sexually Transmitted
Diseases. 4th ed. New York: Mc Graw Hill; 2008.p. 823 – 35

Anda mungkin juga menyukai