Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PRESENTASI KASUS

1. IDENTITAS
Nama : Nn. AA
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 25 tahun
Alamat : Ampenan
Status perkawinan : Belum menikah

2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Os datang dengan keluhan keputihan sejak 10 hari yang lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
NTB dengan keluhan keputihan sejak 10 hari yang lalu. Keputihan yang
dialami berwarna putih kekuningan dan menggumpal seperti susu basi.
Keputihan tersebut disertai rasa gatal sehingga aktivitas sehari-hari
terganggu. Keputihan berbau amis. Pasien memiliki riwayat memakai
sabun “sirih” untuk membersihkan kemaluan sudah 3 bulan ini, dan juga
mempunyai kebiasaan memakai celana ketat. Os menyangkal sedang
hamil, mengkonsumsi obat-obat tertentu atau mengkonsumsi pil
kontrasepsi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Os menyangkal pernah menderita penyakit yang sama.
 Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa
dengan pasien.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital Sign

- Suhu : afebris
- Nadi : 68 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Tekanan darah : tidak dilakukan
d. Status lokalis :
Lokasi : vagina
Status dermatologis : tampak eritem pada labia mayora et minora dekstra
et sinistra dan pada daerh vulva. Tak tampak adanya fluor albus.

4. DIAGNOSIS BANDING
a. Kandidasis vulvovaginitis
b. Bakterial vaginosis
c. Trichomoniasis

5. DIAGNOSIS
Kandidiasis vulvovaginitis dan Bakterial vaginosis

6. PENATALAKSANAAN
 Ketokonazole 2 x 200 mg
 Clindamycin 2x300 mg
BAB II

TINAJUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN
Kandidiasis vulvovaginitis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada
daerah vulva dan vagina yang disebabkan oleh adanya berbagai jenis Candida,
secara sekunder bisa juga terjadi akibat penurunan daya tahan tubuh seseorang,
ditandai oleh adanya secret bewarna putih serta adanya rasa gatal di daerah
vagina.1
Kandidiasis vulvovaginitis merupakan penyebab infeksi terbanyak
kedua pada infeksi vulvovaginal, dimana pada nomor urut satu bacterial
vaginosis merupakan penyebab terbanyak.2
Meskipun kemajuan terapi semakin pesat, kandidiasis vulvovaginitis
tetap menjadi masalah umum di seluruh dunia, dan bisa menyerang semua
strata masyarakat. Pemahaman mekanisme anti candida pertahanan hospes di
vagina telah berkembang secara lambat, meskipun demikian penelitian serta
penemuan factor risiko diakui cukup banyak, namun pemahaman mendasar
dari mekanisme patogenik terusluput dari kita.3
Tidak adanya identifikasi cepat, tes diagnostic sederhana, dan murah
terus menyebabkan adanya overdiagnosis dan underdiagnosis dari kandidiasis
vulvovaginitis. Adapun faktor resko terjadinya kandidiasis vulvovaginitis,
antara lain, kehamilan, penggunaan antibiotik, penggunaan corticosteroid,
immunocompromised, dan diabetes, sebagian besar dari faktor resiko di atas
hampir berhubungan dengan pertahanan tubuh.4

2. ETIOLOGI

Antara 85-90% dariyeast strain yang diambil sebagai sampel


didapatkan adanya Candida albicans, sedang kasisanya sebanyak 12-14 %
merupakan non Candida albicans, yang umum ditemukan yaitu Candida
glabrata, Candida glabrata ditemukan pada 10-20 % wanita, dari 15-17% dari
keseluruhan vaginitis, dan jarang yang disebabkan oleh Candida parapsilosis,
Candida tropicalis, dan Candida krusei, walaupun demikian jenis kandida
yang paling terkait dengan penyakit ini, selain itu juga mempunyai gejala klinis
yang sama dengan Candida albicans, malah spesies ini biasanya lebih resiten
terhadap pengobatan.4
Penyebab banyaknya Candida albicans yang menginfeksi vagina
dibandingkan non albicans adalah faktor virulensi dari Candida albicans itu
sendiri, dimana Candida albicans melekat jauh lebih kuat pada epitel-epitel
vagina dibandingkan dengan yang lainnya. Sehingga membantu proses
bertunas dan meningkatkan kolonisasi, dan juga memfasilitasi invasi
kejaringan, biasanya pada suhu 370C. Albicans gagal melakukan proses
bertunasnya.4

3. EPIDEMIOLOGI

Kandidiasis vagina adalah penyebab paling umum dari keputihan.


Lebih dari 50% wanita yang umurnya lebih dari 25 tahun terserang kandidiasis
vulvovaginitis, kurang dari 5% dari wanita mengalami kekambuhan. Infeksi
biasanya karena C. albicans .Kejadian infeksi karena ragi selain C. albicans
memiliki meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dari jumlah tersebut
spesies non-albicans, C. tropicalis, dan C. glabrata yang paling penting.Terapi
obat saat ini digunakan(misalnya, imidazoles) tidak cukup untuk membasmi
spesies non-albicans. Sebuah penjelasan untuk pemilihan terakhir meningkat
dari spesies mungkin merupakan terapi anti jamur disingkat (1 - untuk 3-hari
rejimen) yang menekan C. albicans tapi menciptakan ketidakseimbangan flora
yang memfasilitasi pertumbuhan berlebih dari spesies non-albicans spesies.5

4. PATOFISIOLOGI
Candida albicans bertanggungjawab sekitar 80-92% terhadap episode
kandidiasis vulvovaginitis. Baru-baru ini, peningkatan frekuensi infeksi jenis
candida lain, khususnya Candida glabrata telah dilaporkan.6 Organisme
kandida mendapatkan akses ke dalam lumen vagina dan sekret terutama
melalui area dekat perianal. Mekanisme pertahanan anti kandida yang efektif
dalam vagina memungkinkan keberadaan jangka panjang candida sebagai
organisme komensil vagina dalam fase avirulen. Kebanyakan wanita, tapi
tidak semua, membawa kandida pada beberapa daerah di vagina mereka dalam
hidup mereka, meskipun tanpa gejala atau tanda-tanda vaginitis dan biasanya
dengan konsentrasi rendah ragi kandida.4
Serangan sporadik kandidiasis vulvovaginitis biasanya terjadi tanpa
faktor predisposisi yang diketahui kecuali pada pasien dengan diabetes yang
tidak terkontrol. Adanya faktor-faktor predisposisi menyebabkan pertumbuhan
jamur kandida di vagina menjadi berlebihan sehingga terjadi koloni
simptomatik yang mengakibatkan timbulnya gejala gejala penyakit kandidiasis
vagina. Patogenesis penyakit dan bagimana mekanisme pertahanan tuan rumah
terhadap kandida belum sepenuhnya dimengerti. Pada keadaan normal, jamur
candida dapat ditemukan dalam jumlah sedikit di vagina, mulur rahim dan
saluran pencernaan. Jamur kandida disini hidup sebagai saprofit tanpa
menimbulkan keluhan atau gejala (asimptomatis), jamur ini dapat tumbuh
dengan variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH
4,5 - 6,5. Bersama dengan jamur kandida pada keadaan normal di vagina juga
didapatkan basil Doderlein Lactobasilus (lactobasilus) yang hidup sebagai
komensal. Keduanya mempunyai peranan penting dalam menjaga
keseimbangan ekosistem di dalam vagina. Doderlein berfungsi mengubah
glikogen menjadi asam laktat yang berguna untuk mempertahankan pH vagina
dalam suasana asam (pH 4 -5). 7,8
Pada semua kelainan yang mengganggu flora normal vagina dapat
menjadikan vagina sebagi tempat yang sesuai bagi kandida untuk berkembang
biak. Masih belum dapat dipastikan apakah kandida menekan pertumbuhan
basil doderlein atau pada keadaan basil Doderlein mengalami gangguan lalu
diikuti dengan infeksi dari jamur candida. Kenyataannya pada keadaan infeksi
ini dijumpai hanya sedikit koloni doderlein. Infeksi kandida dapat terjadi
secara endogen maupun eksogen atau secara kontak langsung. Infeksi endogen
lebih sering karena sebelumnya memang kandida sudah hidup sebagai saprofit
pada tubuh manusia. Pada keadaaan tertentu dapat terjadi perubahan sifat
jamur tersebut dari saprofit menjadi patogen sehingga oleh karena itu jamur
kandida disebut sebagai jamur oportunistik. Jamur kandida bersifat dimorfik,
sehingga jamur kandida pada tubuh manusia mungkin ditemukan dalam bentuk
yang berbeda sesuai dengan phasenya. Bentuk blastopsora ( Blastoconida)
merupakan bentuk yang berhubungan dengan kolonisasi yang asimptomatik.
Pada koloni asimptomatik jumlah organisme hanya sedikit, dapat ditemukan
bentuk blaspora atau budding tapi tidak ditemukan bentuk pseudohypa.8
Bentuk filamen kandida merupakan bentuk yang biasanya dapat dilihat
pada penderita dengan gejala-gejala simptomatik. Bentuk filamen kandida
dapat menginvasi mukosa vagina dan berpenetrasi ke sel-sel epitel vagina.
Germinasi kandida ini akan meningkatkan kolonisasi dan memudahkan invasi
ke jaringan. Sobel dkk menunjukan secara invivo jamur kandida yang tidak
mengalami germinasi atau membentuk tunas, tidak mampu menyebabkan
kandidiasis vaginalis. Belum banyak diketahui bahwa enzim proteolitik, toksin
dan enzim phospholipase dari jamur kandida dapat merusak protein bebas dan
protein sel sehingga memudahkan invasi jamur ke jaringan. Jamur kandida
dapat timbul didalam sel dan bentuk intraseluler ini sebagai pertahanan atau
perlindungan terhadap pertahanan tubuh.8
Kandida dapat dibawa oleh aliran darah ke banyak organ termasuk
selaput otak, tetapi biasanya tidak dapat menetap di sini dan menyebabkan
abses-abses milier kecuali bila inang lemah. Penyebaran dan sepsis dapat
terjadi pada penderita dengan imunitas seluler yang lemah, misalnya mereka
yang menerima kemoterapi kanker atau penderita limfoma, AIDS, atau
keadaan-keadaan lain.9
Faktor yang dapat memicu kolonisasi jamur pada vagina dapat berbeda
dari masing-masing faktor yang memediasi kolonisasi asimptomatik ke
simptomatik vaginitis.4 Faktor pemicu dibagi menjadi 2 yaitu faktor endogen
dan eksogen.9
Faktor endogen 4,9,10
a. Kehamilan, karena perubahan pH vagina
b. Diabetes Mellitus, HIV/AIDS
c. Pemberian antimikroba yang intensif (yang mengubah flora bakteri normal)
d. Terapi progesterone, kontrasepsi
e. Terapi kortikosteroid
f. Immunodefisiensi

Faktor eksogen 4,9,10


a. Kebersihan diri
b. Kontak dengan penderita, yang punya aktifitas seksual tinggi maupun yang
tidak punya, baik muda maupun tua.

Gambar 1. Faktor resiko terjadinya Kandidiasis vulvovaginitis4

5. GEJALA KLINIS
Pada kandidiasis vulvovaginitis dapat timbul gejala berikut ini :
a. Rasa gatal / iritasi serta keputihan tidak berbau atau kadang berbamasam
( asam )
b. Discharge berwarna putih seperti susu pecah dan kental
c. pada vulva dan vagina terdapat tanda-tanda radang disertai maserasi,
pseudomembran, fisura, lesi satelit papulo pustular. Labia mayor tampak
bengkak, merah dan ditutupi oleh lapisan putih yang menunjukkan
maserasi.6

Gambar 2.Kandidiasis vulvovaginitis

Gambar 3.Kandidiasis vulvovaginitis


6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Mikroskopis

Cara yang paling sederhana mengambil cairan vagina ialah dengan


bantuan spekulum, cairan vagina diambil dari fornix vagina. Selain dari duh
tubuh vagina, bahan pemeriksaan dapat pula diambil dari pseudomembran.
Bahan pemeriksaan selanjutnya dibuat sediaan langsung dengan KOH 10%
atau dengan pewarnaan Gram. 8,9,11 Pada pemeriksaan mikroskopis ini dapat
dijumpai kandida dalam bentuk sel ragi (yeast form) yang berbentuk oval,
fase blastospora berupa sel-sel tunas yang berbentuk germ tubes atau
budding dan pseudohifa sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang
tersusun memanjang. Pada sediaan dengan pewarnaan Gram, bentuk ragi
bersifat gram posistif, berbentuk oval, kadang-kadang berbentuk germ tube
atau Budding. Candida albicans adalah satu-satunya ragi patogen penting
yang secara invivo menunjukan adanya pseudohypa yang banyak, yang
mudah dideteksi dari duh tubuh vagina dengan pewarnaan Gram.
Sensitifitas pemeriksaan ini pada penderita simptomatik sama dengan
biakan. 8

b. Pemeriksaan Biakan

Kultur vaginal sangat bermanfaat , tapi tidak rutin diperlukan dalam


diagnosis kandidiasis vulvovaginitis.11 Karena tidak rutin, kultur tidak
diperlukan jika pemeriksaan mikroskopis positif, tapi kultur vagina harus
dilakukan pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis vulvovaginitis
dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal.4,12
Kultur vaginal dapat mengidentifikasi spesies kandida namun didapatnya
Candida albicans pada kultur tidak dapat menegakkan diagnosis kandidiasis
karena Candida merupakan penghuni normal dari saluran pencernaan.10
Bahan pemeriksaan dibiakan pada media Sabouraud Dextrose Agar.
Dapat dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan
bakteri. Pembenihan ini disimpan pada suhu kamar atau suhu 37o C. Koloni
tumbuh setelah 24-48 jam, berupa “yeast like colony”, warna putih
kekuning-kuningan, di tengah dan dasarnya warnanya lebih tua,
permukaannnya halus mengkilat dan sedikit menonjol. Untuk identifikasi
spesies kandida dapat dilakukan cara-cara berikut, bahan dari koloni
dibiakan pada Corn meal agar dengan Tween 80 atau Nickerson
polysaccharide trypan blue ( Nickerson Mankowski agar) pada suhu 250 C,
digunakan untuk menumbuhkan klamidokonida, yang umumnya hanya ada
pada Candida albicans. Tumbuh dalam 3 hari. Jamur tumbuh pada biakan
diinokulasi ke dalam serum atau koloid (albumin telur) yang diinkubasi
selama 2 jam pada suhu 370C. Dengan pemeriksaan mikroskop tampak
:germ tube” yang khas pada Candida albicans.8
Test Fermentasi. Fermentasi oleh jamur yang diambil dari spesimen
dapat menghasilkan karbon dioksida dan alkohol. Produksi gas yang banyak
dibandingkan perubahan pH yang signifikan merupakan indikasi
dilakukannya fermentasi.13 Candida albicans dapat memfermentasikan
glukosa, maltosa dan galaktosa tetapi tidak terhadap sakarosa.14
Test Asimilasi. Percobaan ini dapat dilakukan untuk membedakan
masing-masing spesies.8 Uji ini didasarkan pada kemampuan ragi untuk
mengasimilasi senyawa organik.15 Candida parakrusei mengadakan
asimilasi glukosa, galaktosa dan maltosa, sedangkan Candida krusei hanya
mengasimilasikan glukosa.8

Gambar 4. Pseudohifa pada tes mikroskopik16


Gambar 5. Kultur Candida albicans pada Sabouroud Dextrose Agar16

Gambar 6. Germ tube pada tes mikroskopis16

7. DIAGNOSIS

Tanda dan gejala klinis pada kandidiosis vulvaginalis meliputi pruritus


vulvovaginitis, iratasi, nyeri, dispareunia, nyeri berkemih, keputihan, cairan
yang bau.11,17 Karena gejala dan tanda-tanda kandidiasis vulvovaginitis tidak
spesifik, diagnosis tidak dapat dibuat semata-mata berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.4 Penegakan diagnosis berdasarkan gejala klinis yang
kemudian dikonfirmasi dengan preparat KOH yang diambil dari permukaan
mukosa.10 Pada pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai germ tubes atau
budding dan pseudohypa sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun
memanjang.8 Kultur vagina sebaiknya dilakukan pada wanita yang
menunjukkan gejala kandidiasis vulvovaginitis tapi dengan pemeriksaan
mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal. Diagnosis kandidiasis
vulvovaginitis membutuhkan korelasi antara gejala klinis, pemeriksaan
mikroskopis, dan kultur vagina.18

8. DIAGNOSIS BANDING

Dibawah ini merupakan beberapa diagnosa banding dari kandidiasis


vulvovaginitis:
a. Trichomoniasis

Adalah penyakit infeksi saluran urogenital bagian bawah pada


wanita maupun pria, dapat bersifat akut atau kronik. Disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis dan penularannya biasanya melalui hubungan
seksual. Trikomoniasis pada wanita yang diserang ialah dinding vagina,
dapat bersifat akut maupun kronik. 19
Pada kasus akut terlihat secret vagina seropurulen berwarna
kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak dan berbusa. Dinding
vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses
kecil pada dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi
berwarna merah yang dikenal sebagai strawberry appearance dan disertai
gejala dipareunia, perdarahan pascakoitus dan perdarahan intermenstrual.
Bila secret banyak yang keluar dapat timbul irirtasi pada lipat paha atau
sekitar genitalia eksterna. Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis.
Bartholistis, skenitis dan sistitis pada umumnya muncul tanpa keluhan. Pada
kasus kronik gejala lebih ringan dan sekret tidak berbusa.19
Gambar . Strawberry appearance pada trichomoniasis
b. Bakterial Vaginosis:

Merupakan suatu sindrom akibat pergantian Lactobacillus spp yang


merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam kosentrasi
tinggi. Gejala klinis yang bisa diperhatikan pada penyakit ini rasa gatal dan
terbakar pada alat kelamin serta secret vagina berbau tidak enak.20,21

Gambar : Sekret pada bakterial vaginosis

Diagnosis klinis kandidiasis vulvovaginitis dibuat berdasarkan


keluhan penderita, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium berupa
pemeriksaan mikroskopik sediaan basah maupun gram dan pemeriksaan
biakan jamur, selain itu juga pemeriksaan pH cairan vagina. Diagnosis
banding dari kandidiasis vulvovaginitis adalah vaginosis bakterial dan
trikomoniasis vaginalis. Ketiga peyebab vaginitis tersebut memiliki gejala
klinis yang hampir sama, tetapi berbeda pada hasil pemeriksaan. Berikut
20,21
merupakan tabel perbedaan ketiga penyebab vaginitis.

Kondisi Tanda dan Gejala Penemuan pada pH Sediaan basah


pemeriksaan
Kandidiasis Sekret yang Sekret kental, <4.5
meningkat seperti susu
Pseudohifa atau
(putih,kental), pecah (curdy)
spora
pruritus, disuria, rasa
panas
Vaginosis Secret yang Sekret encer, >4.5 Clue cells
bacterial meningkat berwarna abu- (>20%)
(putih,encer), bau abu keputihan
Pergantian flora
yang menyengat. dan homogen
vagina
kadang berbusa

Bau amin setelah


penambahan
KOH pada
sediaan basah
Trikhomoniasis Sekret yang Sekret kuning, >4.5 Trikhomonad
meningkat berbusa dengan motil
(kuning,berbusa), atau tanpa eritem
 
bau menyengat pada vagina atua
(malodorous) serviks.
 

Pruritus ,Disuria

Kadang akan tampak


sebagai granulasi
berwarna merah dan
dikenal sebagai
strawberry
appereance

Tabel 1: Diagnosis Banding 21

Diagnosis banding dari Kandidiasisis yaitu Vaginosis bakteri dan


Trikhoomoniasis vaginalis. Ketiga peyebab vaginitis tersebut memiliki
gejala klinis yang hampir sama, tetapi berbeda pada hasil pemeriksaan.19,20

9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kandidiasis vulvovagina bertujuan untuk menyembuhkan
seorang penderita dari penyakitnya dan mencegah infeksi berulang.
a. Pemberian Obat Anti Jamur
Pengobatan kandidiasis vulvovagina dapat dilakukan secara topikal
maupun sistemik. Obat anti jamur tersedia dalam berbagai bentuk yaitu :
krim, tablet vagina, suppositoria dan tablet oral.
1) Sistemik: 19,21,22
Obat anti jamur sistemik terdiri dari golongan azoles merupakan
agen fungistatik sintetik dengan aktiviti spektrum luas. Azoles
menghambat enzim fungal sitokrom P450 3A (CYP3A) dan lanosin 14α-
demetilase yang diperlukan dalam proses konversi lanosterol ke
ergosterol yaitu sterol utama dalam membrane sel jamur. Penurunan dari
ergosterol mengubah komponen membran dari sel jamur seterusnya
menghambat replikasi dari sel-sel tersebut. Azoles juga menghambat
transformasi sel-sel ragi jamur kepada hifa. Obat-obat yang dapat
diberikan adalah ketokonazol, itrakonazol dan flukonazol:
- Ketokonazol 400 mg selama 5 hari
- Itrakonazol 200 mg selama 3 hari atau 400 mg dosis tunggal
- Flukonazol 150 mg dosis tunggal
2) Topikal: 21,22
Butoconazole, clotrimazole, miconazole, tioconazole dan
terconazole adalah obat topical dari golongan azoles. Obat-obat ini
bekerja di sel membrane dari jamur dengan mengganggu tranportasi
asam amino ke jamur. Nistatin dari golongan antibiotik polin makrolid
pula bekerja dengan mengganggu permeabilitas dan fungsi transportasi di
membran sel jamur. Obat-obat topical tersedia dalam bentuk krim,
ointment, tablet vagina dan suppositoria diberikan secara intravaginal.
Dosis dan cara pemberiannya adalah seperti berikut:
 Butoconazole 2% kream, 5 grà 3 hr
 Butoconazole 2% kream, 5 gr, aplikasi intravagina tunggal
 Clotrimazole 1% kream, 5 gr à 7-14 hr
 Clotrimazole 100 mg, vaginal tablet à 7 hr
 Clotrimazole 100 mg, vaginal tablet, 2 tablet à 3 hr
 Clotrimazole 500 mg, vaginal tablet, 1 tablet dalam aplikasi tunggal
 Miconazole 100 mg, vaginal suppositoria, 1 suppositoria à 7 hr
 Miconazole 200 mg, vaginal suppositoria, 1 suppositoria à 3 hr
 Tioconazole 6,5% ointment, 5 gr, intravagina dalam aplikasi tunggal
 Terconazole 0,4% kream, 5 gr, intravaginal à 7 hr
 Terconazole 0,8% kream, 5 gr, intravaginal à 3 hr
 Terconazole 80 mg, vagina suppositoria, I suppositoria à 3 hr
 Nistatin 100,000 unit, vaginal tablet, 1 tablet à 14 hr

b. Pencegahan
Usaha pencegahan terhadap timbulnya kandidiasis vagina meliputi
penanggulangan faktor predisposisi dan penanggulangan sumber infeksi
yang ada. Penanggulangan faktor predisposisi misalnya tidak menggunakan
antibiotika atau steroid yang berlebihan, tidak menggunakan pakaian ketat,
mengganti kontrasepsi pil atau AKDR dengan kontrasepsi lain yang sesuai,
memperhatikan higiene. Penanggulangan sumber infeksi yaitu dengan
mencari dan mengatasi sumber infeksi yang ada, baik dalam tubuhnya
sendiri atau diluarnya.21
BAB III
PEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosis dengan kandidosis vulvobaginalis


didasarkan pada anamnesis yang berhuungan dengan gejala yakni adanya
keputihan yang dialami berwarna putih kekuningan dan menggumpal seperti
susu basi. Keputihan tersebut disertai rasa gatal sehingga aktivitas sehari-
hari terganggu. Keputihan berbau amis. Anamnesis juga menunjukan adanya
faktor resiko yang dimiliki oleh pasien yaitu pasien memiliki riwayat
memakai sabun “sirih” untuk membersihkan kemaluan sudah 3 bulan ini,
dan juga mempunyai kebiasaan memakai celana ketat. Faktor resiko ini
menjadikan pasien memiliki kemungkinan untuk menderita infeksi jamur
yaitu infeksi kandida. Pada kandidosis vulvovaginitis juga didapatkan
keputihan yang dialami berwarna putih kekuningan dan menggumpal seperti
susu basi dan keputihan berbau amis, yang sesuai dengan keluhan yang
dirasakan oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak eritem pada labia mayora
et minora dekstra et sinistra dan pada daerh vulva, dengan lesi satelit di
daerah sekitar labia mayora. Tak tampak adanya fluor albus. Hasil
pemeriksaan ini menunjukan infeksi yang terjadi karena infeksi kandida.
Untuk diagnosis pasti kandidosis vulvovaginitis perlu untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang yakni kemudian dikonfirmasi dengan preparat KOH
yang diambil dari permukaan mukosa. Pada pemeriksaan mikroskopis ini
dapat dijumpai germ tubes atau budding dan pseudohypa sebagai sel-sel
memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang dan Clue cells positif .
Kultur vagina sebaiknya dilakukan pada wanita yang menunjukkan gejala
kandidiasis vulvovaginitis tapi dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan
pH vagina yang normal. Diagnosis kandidiasis vulvovaginitis membutuhkan
korelasi antara gejala klinis, pemeriksaan mikroskopis, dan kultur vagina.
Untuk penatalaksanaan pasien sendiri, pada pasien ini diberikan
pengobatan ketokonazol dan clindamycin yang diberikan secara oral,
pengobatan ini sudah sesuai dengan literatur yang ada. Pemberian
ketokonazol sendiri berfungsi sebagai anti fungi yang bekerja dengan
menghambat pembentukan glukosa sehingga jamur kandida tidak
mempunyai sumber makanan. Pemberian clindamysin berfungsi sebagai
anti bakteri pada infeksi gram negative yang serius dan berat disebabkan
oleh organisme yang peka antara lain streptokokus pneumokokus dan
staphylokokus, termasuk bakteri anaerob.

Pemberian ketokonazol sendiri berfungsi sebagai anti fungi yang


bekerja dengan menghambat pembentukan glukosa sehingga jamur kandida
tidak mempunyai sumber makanan.
BAB IV
KESIMPULAN

Pada pasien ini didiiagnosis sebagai kandidiasis vulvovaginitis yang


berdasarkan dari anamnesis dan gejala klinis yang mengarah pada kandidiasis
vulvovaginitis. Namun, untuk penegakan pasti diagnosis kandidiasis
vulvovaginitis diperlukan adanya pemeriksaan mikroskopis dengan pemeriksaan
sediaan dengan KOH 10% untuk menemukan pseudohifa. Namun jika anamnesis
dan gejala klinis mengarah ke kandidiasis vulvovaginitis namun dengan
pemeriksaan KOH 10% tidak didapatkan pseudohifa maka perlu untuk dilakukan
pemeriksaan kultur sekret vagina. Untuk penatalaksanaan sendiri diberikan
ketokonazol oral dan topika dengan tujuan sebagai anti fungi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sarzuri BP, Reynold EM, Vaginal thrust. Pacena rev med fam 2007; 4(6):
121-7
2. Spence D. Vulvovaginal Candidiasis. National Center For Biology
Information.2009.p.1.
3. Yan ZE. Vulvovaginal candidiasis. Clinical Prevention Services. 2012
4. Sobel, DJ. Vulvovaginal candidiasis. Lancet, 2007;369:1961-71.
5. Habif T, varicella zoozter. In: A Color Guide to Diagnosis and Therapy4 th
edition. New York: McGraw-Hill;2009.p.440-2
6. Leon EM, Jacober JS, Sobel DJ, Foxman B. Prevalence and risk factors
for vaginal Candida colonization in women with type 1 and type 2
diabetes. Updated: 2002. Available from: URL: www.biomedcentral.com.
Accessed may 30, 2012.
7. Sobel DJ. Vaginitis. The New England Journal of
medicine.1997;337:1896-903.
8. Darmani H.E. Hubungan Antara Pemakaian AKDR Dengan Kandidiasis
Vagina Di RSUP Dr. Prngadi Medan. Updated : 2003. Available from:
URL: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6376/1/D0300597.pdf.
Accesed May 22,2012.
9. Simatupang M.M. Candida albicans. Updated : 2009. Available from:
URL: repository.usu.ac.id. Accessed May 22,2012.
10. Wolf K, Johnson R.A. Genital Candidiasis. In Fitzpatrick’s Color Atlas &
Synopsis of Clinical Dermatology 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2009.
p.727-30.
11. Nabhan A. Vulvovaginal Candidiasis. ASJOG. 2006;3:73-9.
12. Prabha. Vaginal yeast Infection. Updated: 2012. Available from: URL:
http://ehealthadvice.info. Accessed may 30,2012
13. Kaplan LD. Burning and Pruitic Vulvar rash. Updated: 2009. Available
from: URL:www.consultantlive.com. Accessed may 30,2012.
14. Harningsih Dena. Kandidiasis. Updated 2010. Available from:
URL:http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=kandidiasis.
Accessed may 30, 2012.
15. Babic M, Hukic M. Candida Albicans And Non Alcans Species As
Etiological Agent Of Vaginitis In Pregnant And Non Pregnant Women.
Bosnian Journal Of Basic Medical Sciences. 2010;10(1):89-97
16. Faraji R, Rahimi MA, Rezvanmadani F, Hashemi M. Prevalence Of
Vaginal Candidiasis Infection In Diabetic Women. African Journal Of
Microbiology Research. 2012;6(11):2773-8.
17. Rajkumar R, Radhakrishnan S, Seenivasan C, Kannan S. Culture and
Identification of Candida Albicans From Vaginal Ulcer And Separation Of
Enolase on SDS-PAGE. International Journal Of Biology. 2010;2(1):84-
93.
18. Neerja J, Aruna A, Paraamjet G. Significance of candida culture in women
with vulvovaginal symptoms. J Obstet Gynecol India. 2006;56(2):139-41.
19. Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 6 (cetakan
kedua 2011). FK UI. Jakarta p.383-388
20. Thomas P., Md. Habif, Thomas P. Habif By Mosby, Clinical Dermatology:
A Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th edition (October 27, 2003) p.
441-443
21. Linda O. Eckert.2006. Acute Vulvovaginitis. The New England Journal of
medicine.p355:1244-52.
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp053720
22. H. P. Rang, M. M. Dale, J. M. Ritter, P. K. Moore. Antifungal drugs,
Pharmacology Fifth Edition. Elsevier p 666-671

Anda mungkin juga menyukai