Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Penyakit radang panggul (PRP) atau pelvis inflammatory disease (PID) dikaenal sebagai
suatu kelainan yang manifesatasinya dapat merusak sistem kesehatan reproduksi wanita. PRP
merupakan sindroma klinis yang disebabkan oleh naiknya mikrooganisme dari vagina dan
endoserviks ke endometrium, tubafallopii, ovarium dan organ sekitarnya sehingga
spektrumnya merupakan kelainan inflamasi dari traktus genitalis bagian atas termasuk
endometritis, salpingitis, abses- tubo-ovarial, dan pelvis-peritonitis. Infeksi intrauterinadapat
bersifat primerbila ditularkan langsung melalui sexually ransmitted disease (STD), atau
bersifat sekunder sebagai akibat pemasangan IUD atau prosedur-2 sirurgik misalnya
terminasi kehamilan. Namun, meskipun IUD selama ini dikaitkan dengan makin
meningkatnya PRD, IUD, modern yang diciptakan akhir-akhir ini resikonya semakin kecil.
(Mbow and Foster, 2000)

Radang pada vulva


Vulva normal terdiri dari kulit dengan epitel skuamosa terstratifikasi mengandung kelenjar-
kelenjar lemak, keringat dan apokrin, sedang dibawahnya jaringan subkutan termasuk
kelenjar bartolin. Gatal atau rasa panas di vulva merupakan kurang lebih 10% dari
alasanuntuk memeriksakan diri ke petugas kesehatan.

Parasit
Ektoparasitosis (investasi oleh parasit yang hidup diatas atau didalam kulit) dapat
menyebabkan morbiditas yang perlu mendapat perhatian. Pedikulosis dan skabies adalah
jenis yang paling biasa dijumpai dan seringkali disebut “penyakit rakyat”.

Pedikulosis Pubis
Merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan kutu Pthirus pubis dan paling
mudah ditularkan melalui kontak dekat (skesual atau nonseksual), memakai handuk atau sprei
bersama. Biasanya terbatas di daerah vulva tetapi dapat menginfeksi kelopak mata dan
bagian-bagian tubuh yang lain. Parasit menaruh telur didasar folikel rambut. Parasit dewasa
mengisap darah manusia dan berpindah dengan pelan.
Keluhan berupa gatal dengan visualisasi telur atau kutu di rambut pubik atau identifikasi
mikroskopik kutu dengan minyak yang tampak seperti ketam.
Tetapi pedikulosis pubis membutuhkan obat yang dapat membunuh kutu dewasa dan
telurnya.
Krim permetrim 5% atau iosin 1%: di Aplikasikan kemudian dibiarkan 10 menit lalu dicuci
dengan air. Dipakai dua kali dengan jarak 10 hari untuk membunuh telur yang baru menetas,
tetapi terapi tersebut merupakan indikasi kontra pada pasien hamil atau menyusui.
Pakaian berbahan linen harus dicuci dengan air panas dan dikeringkan dengan cara
dijemur/dipanaskan.

Skabies
Disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var hominis dan ditularkan melalui kontak dekat
(seksual atau non seksual) dan dapat menginfeksi setiap bagian tubuh, terutama permukaan
fleksural siku dan pergelangan tangan serta genitalia eksterna. Betina deawasa sembunyi dan
meletakkan telur dibawah kulit, serta bergerak cepat melewati kulit.
Keluhan berupa gatal hebat tetapi hanya sebentar. Mungkin gatalnya lebih hebat dimalam
hari. Kelainan kulit dapat berupa papula, vasikel, atau liang. Tangan, pegelangan tangan,
payudara, vulva, adan pantat adalah yang paling sering terkena.
Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik garutan kulit dengan minyak.
Terapi skabies membutuhkan obat yang dapat membunuh kutu dewasa dan telurnya.
 Krim permetrin 5% diaplikasikan keseluruh permukaan kulit dari leher sampai ibu jari
kaki. Dipakai selama 10 menit 2x sehari selama 2 hari.
 Krim lindan 1% dipakai di daerah yang terkena seminggu sekali. Jangan mandi paling
sedikit 24 jam setelah pengobatan.
 Bensil bensoat emulsi topikal 25% dipakai diseluruh tubuh dengan interval 12 jam
kemudian dicuci 12 jam setelah aplikasi terakhir.
 Asam salisilat 2% dan endapan belerang 4% dipakai didaerah yang terkena.
 Terapi diatas merupakan indikasi kontra pada pasien hamil atau menyusui.
 Pakaian berbahan linen harus dicuci dengan air panas dan dikeringkan dengan cara
dijemur/dipanaskan.

Moluskum Kontagiosum
Adalah infeksi tidak berbahaya yang disebabkan oleh virus dari keluarga poxvirus dan
ditularkan melalui kontak dekat seksual atau non seksual otoinokulasi. Masa inkubasi
berkisar beberapa minggu sampai berbulan-bulan. Keluhan dan gejala berupa papula
berkubah dengan lekukan dipusatnya, diameter berkisar 1-5mm. Pada suatu saat dapat timbul
sampai 20 lesi. Diagnosis dibuat dengan inspeksi kasar atau pemeriksaan mikroskopik
material putih sperti lilin yang keluar dari nodul. Diagnosis ditegakkan dengan pengecatan
dengan pengecatan wright atau giemsa untuk melihat benda-benda moluskum
intrasitoplasmik. Terapi terdiri dari pengeluaran material putih, eksisi nodul dengan kuret
dermal, dan mengobati dasarnya dengan ferik subsulfat (larutan mosel) atau asam
trichloroasetat 80%. Dapat juga digunakan krioterapi dengan nitrogen cair.

KONDILOMA AKUMINATUM
Adalah infeksi vulva, vagina, atau serviks oleh beberapa subtipe human papilloma virus
(HPV). Infeksi HPV adalah penyakit menular seksual yang paling biasa dan terkait dengan
lesi-lesi intraepitelial di serviks, vagina dan vulva. Juga dengan karsinoma skuamosa dan
adenokarsinoma. Subtipe yang menyebabkan kondilomata eksofitik biasanya tidak terait
dengan terjadinya karsinoma insidensi puncak pada umur 15-25 tahun. Pasien dengan
kehamilan, imunosupresi, dan diabetes berisiko lebih tinggi.
Keluhan dan gejala-gejala berupa lesi lunak bertangkai pada setiap permukaan mukosa atau
kulit yang bervariasi dalam ukuran dan bentuk. Lesi biasanya tidak menimbulkan keluhan
kecuali terdapat luka atau infeksi sekunder, menyebabkan nyeri dan perdarahan. Diagnosis
dibuat terutama dengan inspeksi kasar. Pemeriksaan kolposkopi dapat membantu identifikasi
lesi-lesi serviks atau vagina.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat perubahan-perubahan akibat HPV pada
pemeriksaan mikroskopik spesimen biopsi atau usapan Pap. Dapat juga dilakukan
pemeriksaan DNA. Terapi berupa mengangkat lesi jika terdapat keluhan atau alasan
kosmetik. Tidak ada terapi yang dapat digunakan untuk membasi habis virus HPV.
 Podofilin, lesi diusapi dengan podofilin setiap minggu selama 4 – 6 minggu. Podofilin
harus dicuci setelah 6 jam terapi ini merupakan kontra indikasi pada pasien hamil.
 Asam trichloroasetat, dipakai setiap 1 – 2 minggu sampai lesinya tanggal
 Krim imikuimod 5%, dipakai 3x semnggu sampai 16 minggu. Biarkan krim dikulit 6-
10 jam.
 Terapi krio, elektrokauter atau terapi laser dapat digunakan untuk lesi yang lebih
besar.
Radang pada Vagina
Vaginitis ditandai pruritus, keputihan, dispareunia dan disuria. Bau adalah keluhan
yang paling sering dijumpai pada pasien. Vagina secara normal didiami oleh sejumlah
organisme, antara lain lactobacillus acidophilus, difteroid, candida dan flora yang lain, pH
fisiologisnya adalah sekitar 4,0 yang menghambat bakteria patogenik tumbuh berlebihan.
Ada juga keputihan fisiologik yang terdiri dari flora bakteri, air, elektrolit dan epitel vagina
serta serviks. Khas warnanya putih, halus, tidak berbau dan terlihat divagina didaerah yang
tergantung.
Diagnosis vaginitis umumnya memerlukan pemeriksaan mikroskopik cairan vagina.

Vaginosis Bakterial (Vaginitis Nonspesifik)


Vaginosis bakterial (VB) adalah penyebab vaginitis paling sering. Umumnya tidak
dianggap sebagai penyakit menular seksual karena pernah dilaporkan kejadiannya pada
perempuan muda dan biarawati yang secara seksual tidak aktid. Tidak ada penyebabinfeksi
tunggal tetapi lebih merupakan pergeseran komposisi flora vagina normal dengan penngkatan
bakteri aerobik sampai sepuluh kali dan kenaikan dalam konsentrasi laktobasili.
VB dapat meningkatkan terkenanya dan penularan HIV. VB juga meningkatkan risiko PID.
VB lebih sering dijumpai pada pemakai AKDR dibandingkan kontrasepsi lain dan
meningkatkan risiko PMS. Pada ibu hamil dengan VB meningkatkan infeksi klamidia dua
kali dan gonore 6 kali lipat.
 Manifestasi klinis:
Keputihan VB adalah tipis homogen, warna utih abu-abu dan berbau amis.
Keputihannya biasanya banyak dan pada pemeriksaan spekulum lengket didinding
vagina. Pruritus atau iritasi vulva dan vagina jarang terjadi.
 Diagnosis:
1. Identifikasi mikroskopik sel-sel clue pada usapan basah ( lebih dari 20%)
2. pH cairan vagina sama atau >4,5
3. Uji whiff positig yang berarti keluar bau amispada waktu ditambahkan larutan
potasium hidroksida (KOH) 10%-25% pada cairan vagina
4. Eritema vagina jarang
 Terapi :
1. Metronidazol 500 mg per oral 2x sehari selama 7 hari
2. Metronidazol pervagina 2x sehari selama 5 hari
3. Krim klindamisin 2% per vagina 1x sehari selama 7 hari
Trikomonas
Infeksi trikomonas adalah infeksi oleh protozoa. Trikomonas vaginalis ditularkan
melalui hubunga seksual. Dua puluh lima persen vaginitis disebabkan oleh infeksi.
Trikomonas adalah organisme yang tahan hidup dalam handuk basah atau permukaan lain.
Masa inkubasinya 4-28 hari.
 Manisfestasi klinis:
Keluhan dan gejala sangat bervariasi, dapat berupa vagina berbuih,tipis, berbau dan
banyak. Warnanya biasanya abu-abu, putih atau kuning kehijauan. Bisa jadi ada
eritema atau edema vulva dan vagina. Mungkin serviks akan tampak eritematus dan
rapuh.
 Diagnosis:
1. Preparat kaca basah memperlihatkan protozoon fusiformis uniseluler yang
sedikit lebih besar dibandingkan sel darah putih. Mempunyai flagela dan
dalam spesimen dapat dilihat gerakannya.
2. Cairan vagina mempunyai Ph 5,0- 7,0.
3. Pasien yang terinfeksi tetapi tidak memiliki keluhan, maka ditemukan
trikomonas pada usapan Pap.
 Terapi:
Terapi dengan metronidazol 2g peroral (dosis tunggal). Pasangan seks pasien
sebaiknya juga diobati.

Kandida
Vagina kandida bukan infeksi menular seksual karena Candida merupakan penghuni
vagina normal. Pada 25% perempuan bahkan dijumpai direktum dan rongga mulut dalam
presentase yang lebih besar. Candida albicans menjadi patogen pada 80-95% kasus
kandidiasis vulvovaginalis dan sisanya adalah C.glabrata dan C.tropicalis.
 Faktor risiko:
Imunosupresi, DM, perubahan hormonal (kehamilan), terapi antibiotika spektrum luas
dan obesitas
 Manifestasi klinis:
Pruritus, iritasi vagina, disuria atau keduanya. Cariran vagina klasik berwarna putih
seperti susu dan tidak berbau. Pemeriksaan spekulum seringkali memeperlihatkan
eritema dinding vulva dan vagina, kadang-kadang palak yang menelmpek.
 Diagnoisis:
Dibuat apabila pemeriksaan KOH cairan vagina menunjukkan hife dan kuncuo
(larutan KOH 10%-20%) menyebabkan lisis sel darah merah dan putih sehingga
mempermudah identifikasi jamur.
 Terapi:
Aplikasi topikal imidasol atau triasol, seperti mikonasol, klotrimasol, butokonasaol
atau terjonasol. Obat-obatan inidapat diresepkan sebagai krim, supositoria, atau
keduanya. Dosis tunggl flukonasol 150 mg per oral mempunyai efektifitas yang
tinggi.

Radang pada Serviks Uteri


Servisistis ditandai oleh peradangan berat mukosa dan submukosa serviks. Secara
histopatologik dapat dilihat infiltrasi sel-sel peradangan akut dan terkadang nekrosis sel-sel
epitel. Patogen utama servisitis mukopurulen adalah C.trachomatis dan Neisseria gonnorhae,
keduanya ditularkan secara seksual. Servisistis mukopurulen dapat didiagnosis dengan
pemeriksaan kasar. Diagnosis dapat diteggakkan dengan pengencatan Giemsa.

Klamidia Trakomatis
Merupakan organisme yang paling sering ditularkan secara seksual.
 Epidemiologi
Angka kejadian infeksi klamida diantara peserta KB di Jakarta Utara tahun 1997
sebesar 9,3% sementara di daerah Bali angka kejadiannya sebesar 5,6%.
 Faktor resiko:
Umur dibawah 25 tahun dan aktif secara seksual, stasus sosial ekonomi rendah,
psanagan seksual yang lebih dari satu dan belum menikah.
 Manifestasi klinis
Tidak menimbulkan keluhan pada 30%-50% kasus dan dapat menetap selama
beberapa tahun. Pasien dengan servisitis mungkin mengeluh keluar cairan vagna,
bercak darah atau perdarahan pascasenggama. Pada pemeriksaan serviks mungkin
akan tampak erosi dan rapuh. Mungkin ada cairan mukopurulen berwana kuning-
kehijauan. Pengecatan gram memperlihatkan lebih dari 20 leukosit polimorfonukleare
perlapangan pencelupan minyak.
 Diagnosis
Dengan biakan diagnosis dapat ditegakkan namun memakan banyak waktu,
memerlukan ketrampilan tinggi dan fasilitas biakan sel yang mememadai.
 Terapi
Rekomendasi terapi dari Center for Disease Control and Prevention (CDC):
1. Azitromisin 1g peroral (dosis tunggal) atau
2. Doksisiklin 100 mg peroral 2x sehari selama 7 hari
Terapi alternatif:
1. Eritromisisn basa 500 mg peroral 4x sehari selama 7 hari atau
2. Eritromisin etilsuksinat 800 mg 4x sehari selma 7 hari atau
3. Ofloksasin 300 mg peroral 2x sehari selama 7 hari atau
4. Levofloksasin 500 mg peroral 1x sehari selama 7 hari
5. Pasangan seks perlu diobati juga
Uji kesembuhan hanya diperlukan untuk pasien hamil atau jika keluhan menetap,

Gonorea
Mikrobiologi N.gonnorrhae adalah diplokokus gram negatif yang menginfeksi epitel
kolumner atau pseudostratified. Oleh karena itu traktur urogenitalis merupakan tempat
infeksi yang biasa. Manisfestasi lan infeksi adalah gonorea faringeal atau menyebar. Masa
inkubasi 3-5 hari.
 Faktor resiko
Pada dasarnya sama dengan servisitis Chlamidiya. Meskipun insidensi gonorea pada
populasi secara keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki dengan ratio 1,5 dibanding 1,
risiko penularan dari laki-laki ke perempuan sebesar 80%-90%, sedangkan risiko
penularan dari perempuan ke laki-laki kurang lebih 25%.
 Manifestasi klinis:
Pasien kemungkinan tidak memiliki keluhan, tetapi kemungkinan terdapat keluhan
dengan cairan vagina, disuria atau perdarahan uterus abnormal.
 Diagnosis:
Biakan dengan medium selektif merupakan uji terbaik untuk gonorea. Lidi kapas
steril dimasukkan kedalam kanal endoserviks selama 15-30 detik kemudian spesimen
diusap pada medium. Diagnosis ditegakkan jia pengecatan gram terlihat diplokokki
intraseluler tetapi sensitivitasnyaa hanya sekitar 60 %.
 Terapi:
1. Seftriakson 125 mg i.m (dosis tunggal) atau
2. Sefiksim 400 mg peroral (dosis tunggal) atau
3. Siprofloksasin 500 mg peroral (dosis tunggal) atau
4. Oflokasain 400 mg peroral (dosis tunggal) atau
5. Levofloksasin 250 peroral (dosis tunggal)

Radang pada Korpus Uteri


Endometriosis (Nonpueperal)
Patofisiologi penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen yang baik dari serviks ke
endometrium. Bakteri patogen meliputi C.Trachomatis, N.Gonorrhoeae, Streptoccous
agalactiae, cytomegalovirus, HSV dan Mycoplasma hominis. Organisme yang menyebabkan
vaginosis bakterial dapat juga menyebabkan endometritis histologik meskipun pada
perempuan tanpa keluhan. Endometritis merupakan komponens penting penyakit radang
panggul (PID) dan mungkin menjadi tahapan antara dalam penyebaran infeksi ke tuba
fallopii.
 Manifestasi klinis
1. Endometritis kronik
Banyak perempuan dengan endometritis kronik tidak mempunyai keluhan.
Keluhan klasik endometritis kronik adalah perdarahan vaginal intermenstrual.
Dapat juga terjadi perdarahan pascasenggama dan menoragia. Perempuan lain
mungkin mengeluh nyeri tumpul diperut bagian bawah terus-menerus.
Endometritis menjadi penyebab infertilitas yang jarang.
2. Endometritis akut
Jika terjadi bersamaan dengan PID akut makan akan terjadi nyeri tekan uterus.
Sulit untuk menentukan apakah radang tuba atau endometrium yang
menyebabkan rasa tidak enak dipanggul.
 Diagnosis
Ditegakkan dengan biopsi dan biakan endometrium. Gambaran histologik klasik
endometritis kronik berupa reaksi radang monosit dan sel-sel plasma didalam stroma
endometrium. Pola infiltrat radang limfosit dan sel-sel plasma yang tersebar diseluruh
stroma endometrium terdapat pada kasus endometritis berat. Terkadang terjadi
nekrosis tuba.
 Terapi
Terapi pilihan untuk endometritis kronik adalah doksisiklin 100 mg peroral 2x sehari
selama 10 hari. Dapat pula dipertimbangkan cakupan yang lebih luas untuk
mikroorganisme aerobuk terutama jika ada vaginosis bakterial.

Adneksa dan Jaringan di Sekitarnya


Penyakit Radang Panggul
Penyakit radang panggul (PID) adalah infeksi pada alat genital atas. Proses
penyakitnya dapat meliputi endometrium, tuba fallopii, ovarium, miometrium, parametria dan
peritoneum panggul. PID adalah infeksi yang paling penting dan merupakan komplikasi
infeksi menular seksual yang paling biasa.
Secara epidemiologik di Indonesia insendensinya diekstrapolasikan sebesar lebih dari
850.000 kasus baru setiap tahunnya. PID merupakan nfeksi serius yang paling biasa pada
perempuan umur 16-25 tahun.
Faktor resiko berupan insidensi patogen menular seksual seperti C.trachomatis dan
pemakaian metode kontrasepsi bukan rintangan yang lebih luas seperti alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR). Kurang lebih 15% kausu PID terjadi setelah tindakan seperti biopsi
endometrium, kuretase, histeroskopi dan insersi AKDR. Delapan puluh lima persen kasus
terjadi infeksi spontan pada perempuan usia reproduktif dan yang aktif secara seksual.
Salah patofisiologi adalah bahwa organisme menular seksual seperti N.gonorrhoeae
atau C.trachomatis memulai proses inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan jaringan
sehingga memungkinkan akses oleh organisme lain dari vagina atau serviks ke alat genital
atas. Aliran darah menstruasi dapat mempermudah infeksi pada alat genital atas dengan
menghilangkan sumbat lendir serviks, menyebabkan hilangnya lapisan endometrium dan efek
protektifnya serta menyediakan medium bakan yang baik untuk bakteri yaitu darah
menstruasi.
Pencegahan lebih ditekankan pada terapi agresif terhadap infeksi alat genital bawah
dan terapi agresif dini terhadap infeksi alat genital atas. Inin akan mengurangi insidensi
akibat buruk jangka panjang. Terapi pasangan seks dan pendidikan penting untuk
mengurangib angka kejadian kekmabuhan infeksi.
Baik penelitian klinis maupun laboratoris telah menunjukkan bahwa pemakaian
kontrasepsi mengubah resiko relatif terjadinya PID. Metode kontrasepsi mekanis memberikan
obstruksi mekanis ataupun rintangan kimiawi. Bahan kimia yang diapakai sebagai spremisida
bersifat letal baik untuk bakteriamaupun virus.
Faktor Resiko
 Riwayat PID sebelumnya
 Banyaknya pasangan seks didefenisikan sebagai lebih dari dua pasangan dalam
waktu30 hari, sedangkan pada pasangan monogami serial tidak didapatkan resiko
yang meningkat
 Infeksi oleh organisme menular seksual dan sekitar 15 % pasien dengan gonorea
anogenital tanpa komplikasi akan berkembang menjadi PID pada akhir atau segera
sesudah menstruasi
 Pemakaian AKDR dapat meningkatkan risiko PID tiga samapai lima kali. Risiko PID
terbesar terjadi pada waktu pemasangan AKDR dan dalam 3 minggu pertama setelah
pemasanagan.

Gejala dan Diagnosis


Keluhan atau gejala yang paling sering dikemukakan adalah neyri abdominopelvik.
Keluhan lain bervariasi, antara lain keluarnya cairan vagina tau perdarahan, demam dan
menggigil serta mual dan disuria.demam terlihat pada 60-80% kasus.
Diagnosis PID sulit karena keluhan dan gejala-gejala yang dikemukakan sangat
bervariasi. Pada pasien dengan nyeri tekan serviks, uterus dan adneksa, PID didiagnosis
dengan akurat hanya sekitar 65%. Karena akibat buruk PID terutama infertilitas dan nyeri
panggul kronik, maka PID harus dicurigai pada perempuan berisiko dan diterapi secara
agresif. Kriteria diagnostik dari CDC dapat membantu akurasi diagnosis dan ketepatan terapi.
Kriteria minimum untuk diagnosis klinis adalah:
 Nyeri gerak serviks
 Nyei tekan uterus
 Nyeri tekan adneksa
Kriteria tambahan untuk mendukung iagnosis PID adalah:
 Suhu oral > 38,3ºC
 Cairan serviks atau vagina tidak normal mukopurulen
 Leukosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekret vagina dengan
salin
 Kenaikan LED
 Protein reaktif C meningkat
 Dokumentasi laboratorium infeksi serviks oleh N.gonnorrhoeae atau C
trachomatis
Kriteria diagnosis PID paling spesifik meliputi:
 Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis
 USG transvaginal atau MRI memperlihatkan tuba menbal penuh berisi cairan
dengan atau tanpa cairan bebas dipanggul atau kompleks tubo-ovarial atau
pemeriksaan Doppler menyarankan infeksi panggul (misal hiperemi tuba)
 Hasil pemeriksaan laparoskopi yang konsitensi dengan PID

Terapi
Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang menyebakan
infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronis. Banyak pasien yang
berhasil diterapi dengan rawat jalandan terapi rawat jalan dini harus menjadi pendekatan
terapiutik permulaan. Pemilihan antibiotika harus ditujukan pada organisme etiologik utama.
(N.gonorrhoeae atau C.trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat polimikrobial PID.
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan parental mempunyai
daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinis menganjurkan terapi parental mempunyai
daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinis menganjurkan terapi parental paling tidak
selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24 jam setelah ada perbaikan klinis.

Rekomendasi Terapi dari CDC


 Rekomendasi terapi parental A
 Sefotetan 2 g intravena setiap 12 jam atau
 Sefoksitin 2 g intravena setiap 6 jam ditambah
 Doksisiklin 100 mg oral atau parental setiap 12 jam
 Rekomendasi terapi parental B
 Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah
 Gentamisin dosis muatan ntravena atau intramuskuler (2mg/kg BB)
diikuti dengan dosis pemeliharaan (1,5 mg/kgBB) setiap 8 jam. Dapat
diganti dengan dosis tunggal harian.
 Terapi parental alternatif
Tiga terapi alternatif telah dicoba dan merek mempunyai cakupan spektrum
yang luas.
 Levofloksasin 500mg ntravena 1x sehari dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam
 Ofloksasin 400mg intravena setiap 12 jam dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam
 Ampisilin/ sulbaktam 3 g intravena setiap 6 jam ditambah doksisiklin
100 mg ora atau intravena setiap 12 jam.
 Terapi oral
Terapi oral dapat dipertimbangkan untuk penderita PID ringan atau sedang
karena akhirnya klinisnya sama dengan terapi parental. Pasien yang mendapat
terapi oral dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus dire-
evaluasi untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi parenteral baik
dengan rawat jalan maupun rawat inap.
 Rekomendasi terapi A
1) Levofloksasin 500 mg oral 1x setiap hari selama 14 hari atau
ofloksasin 400 mg 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
2) Metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari
 Rekomendasi terapi B
1) Seftriakson 250 mg intramuskuler dosis tunggal ditambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg oral 2x sehari selma 14 hari atau
2) Sefoksitin 2 g i.m dosis tunggal dan probenesid ditambah
dosksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg oral 2x sehari selam 14 hari atau
3) Sefalosporin generasi ketiga (misalnya seftizoksim atau
sefotaksim) ditmbah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari
dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama
14 hari.
Komplikasi
Sekitar 25% pasien PID mengalami akibat buruk jangka panjang. Infertilitas terjadi
sampai 20%. Perempuan dengan riwayat PID mempunyai 6-10 kali lebih tinggi risiko
kehamilan ektopik. Telah dilaporkan terjadinya nyeri panggul kronik dan dispareunia.
Sindroma Fitz-Hugh-Curtis adalah terjadinya perlengketan fibrosa perihepatik akibat
proses peradangan PID dapat menyebabkan nyeri akut dan nyeri tekan kuadran kanan atas.

Anda mungkin juga menyukai